Anda di halaman 1dari 13

RASIO SEKS, STRUKTUR USIA, DAN SEBARAN SPASIAL POPULASI GAJAH

SUMATRA (Elephas maximus sumatranus) DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN


SELATAN

Oleh
Balqis Arche Nofinska
1406600281

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2017
USULAN PENELITIAN NON EKSPERIMENTAL

1. Judul Penelitian : Rasio Seks, Struktur Usia, dan


Sebaran Spasial Populasi Gajah Sumatra (Elephas
maximus sumatranus) di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan
2. Ruang Lingkup : Genetika konservasi
3. Pelaksana Penelitian
a. Nama Mahasiswa : Balqis Arche Nofinska
b. NPM : 1406600281
c. Jumlah Semester : 7 (Tujuh)
4. Tempat Penelitian : Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan
Laboratorium CEO Pertamina Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
5. Pembimbing Penelitian : Dr. Noviar Andayani, M. Sc
6. Lama Penelitian : 3 Bulan
7. Sumber Dana : Wildlife Conservation Society

Depok, 27 Juni 2017


1. LATAR BELAKANG
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) adalah satu dari tiga subspesies gajah
dan merupakan satwa endemik di Pulau Sumatera (Fernando dkk. 2000:1). Lembaga
konservasi internasional yaitu IUCN (International Union for the Conservation of Nature and
Natural Resources) menetapkan status gajah Sumatra dalam tingat kritis (critically
endangered) yang artinya spesies gajah sumatra sedang menghadapi ancaman atau resiko
kepunahan dalam waktu dekat. Gajah Sumatra juga termasuk dalam Appendix I Convention
on International Trade of Endangered Fauna and Flora (CITES) atau Konvensi tentang
Perdagangan Satwa dan Tumbuhan yang Terancam Punah sejak tahun 1990. Pemerintah
Indonesia melindungi Gajah Sumatra melalui Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7
tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Pada pertengahan tahun 1980-an, populasi gajah asia (Elephas maximus) diyakini
mencapai 44 populasi yang tersebar di Pulau Sumatra dan 12 diantaranya berada di Provinsi
Lampung, namun melalui penelitian yang dilakukan oleh Hedges dkk. telah terungkap bahwa
hanya tiga populasi yang masih ada di tahun 2002. Hedges dkk. melakukan survei di dua taman
nasional yaitu Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS). Hasil estimasi populasi mengalami kenaikan pada populasi di TNBBS dan
mengalami penurunan pada populasi di TNWK dari estimasi sebelumnya (Hedges dkk. 2005:
1).
Populasi yang mampu bertahan hidup atau viable dapat dilindungi dengan manajemen
konservasi yang baik agar populasi tersebut tetap dapat menjalankan fungsi ekologisnya.
Terdapat informasi-informasi yang penting untuk memprediksi kemampuan hidup jangka
panjang dari suatu populasi yaitu struktur usia, rasio seks, dan sebaran spasialnya. Informasi-
informasi tersebut dapat dijadikan salah satu landasan dalam menentukan strategi konservasi
yang tepat (Santiapillai 1997: 24).
Penghitungan populasi efektif dapat dilakukan dengan memanfaatkan data rasio seks,
sehingga tekanan lingkungan yang terjadi pada salah satu atau kedua seks pada populasi dapat
diketahui (Santiapillai 1997: 24). Pendekatan secara genetika molekular dapat digunakan untuk
memperlihatkan identifikasi jenis kelamin secara pasti suatu populasi, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar penentuan rasio seks pada populasi gajah sumatera (Ahlering dkk.
2011). Selain rasio seks, stuktur usia juga merupakan informasi yang penting untuk mengetahui
tingkat mortalitas dan fertilitas suatu populasi dan juga dapat digunakan untuk menghitung
ukuran populasi efektif. Sama halnya dengan rasio seks dan struktur usia, sebaran spasial gajah
sumatra juga penting untuk diketahui karena dapat memberikan informasi mengenai daya
jelajah serta kemungkinan konflik antara gajah dengan manusia. Hal tersebut dapat menjadi
salah satu upaya untuk mencegah terjadinya konflik gajah dengan manusia serta gangguan lain
yang dapat mengancam populasi gajah (Granados 2011: 41—42).

2. RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN


Populasi gajah sumatra di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan mengalami penurunan
seiring dengan meningkatnya degradasi habitat, perambahan, perburuan liar, dan konflik antara
gajah sumatra dan manusia. Tanpa pengelolaan dan strategi konservasi yang tepat, populasi
gajah sumatra, khususnya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dapat terus menurun dan
jika kondisi ini terus dibiarkan, maka dapat berakhir dengan kepunahan. Analisis rasio seks,
struktur usia, dan sebaran spasial pada populasi gajah sumatra di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan merupakan hal yang penting untuk merancang strategi konservasi yang tepat.
Akan tetapi penelitian tentang analisis ketiga hal tersebut masih minim dilakukan di wilayah
Tama Nasional Bukit Barisan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menganalisis rasio seks, struktur usia, dan sebaran spasial pada populasi gajah sumatra di
TNBBS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk pihak pengelola
TNBBS dalam merancang strategi konservasi yang efektif bagi populasi gajah sumatra.

3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus)
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) adalah satu dari tiga subspesies gajah
asia dan merupakan satwa endemik di Pulau Sumatera. Dua spesies gajah yang lain
yaitu Elephas maximus maximus dan Elephas maximus indicus hidup di Sri Lanka dan
Borneo. Gajah asia memiliki genus yang berbeda dengan gajah afrika, gajah asia
bergenus Elephas sedangkan gajah afrika bergenus Loxodonta. Berikut ini merupakan
klasifikasi dari gajah sumatra:
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Mammalia
ordo : Proboscidea
famili : Elephantidae
genus : Elephas
spesies : Elephas maximus
subspesies : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847
(Integrated Taxonomic Information System (ITIS)).

3.1.1. Krakteristik Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus)


Meskipun gajah asia dan gajah afrika memiliki genus yang berbeda, secara
umum keduanya mirip dalam hal ukuran, morfologi, fisiologi, dan tingkah
lakunya. Ukuran tubuh gajah asia sedikit lebih kecil dari gajah afrika dengan
ukuran jantan yang lebih besar dibandingkan dengan betina (International
Elephant Foundation 2017: 1).
Sama dengan gajah asia lainnya, gajah sumatra memiliki telinga yang lebih
kecil dibandingkan dengan gajah afrika. Telinga pada gajah asia dan afrika
memiliki beragam fungsi yaitu untuk berkomunikasi, tingkah laku dan
pendengaran, serta untuk meregulasi suhu tubuhnya.

3.1.2. Habitat dan Populasi Gajah Sumata (Elephas maximus sumatranus)


Sebagaimana gajah pada umumnya, gajah sumatera juga banyak melakukan
pergerakan dalam wilayah jelajah (home range) yang luas sehingga menggunakan
lebih dari satu tipe habitat. Satwa ini dapat ditemukan di berbagai tipe
habitat/ekosistem, mulai dari pantai sampai ketinggian 1.500 mdpl. Beberapa tipe
habitat hutan yang biasa digunakan gajah sumatera yaitu hutan rawa, hutan rawa
gambut, hutan dataran rendah, dan hutan hujan pegunungan rendah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hedges dkk., populasi gajah
sumatera di TNBBS tahun 2001 diperkirakan sebanyak 498 ekor. Habitat asli
gajah Sumatera di TNBBS mengalami degradasi, deforestasi dan fragmentasi
habitat. Dari 39 kegiatan Penanggulangan Gangguan Satwa Liar sepanjang tahun
2011 di TNBBS, 26 diantaranya merupakan penanggulangan gangguan satwa liar
gajah (Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BBTNBBS, 2011).

3.2. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)


Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dinyatakan sebagai Taman Nasional
dengan luas 365.000 hektar pada tanggal 14 Oktober 1982 melalui Surat Pernyataan
Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982. Sebelum dinyatakan menjadi taman
nasional, Bukit Barisan Selatan merupakan kawasan hutan Suaka Margasatwa
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 48 Stbl. 621 pada
tanggal 24 Desember 1935 (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 2014:
1). Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) adalah kawasan lindung terbesar
ketiga di Sumatra dan membentang sepanjang 150 km di sepanjang Pegunungan
Barisan (4 ° 31 '- 5 ° 57' S dan 103 ° 34 '- 104 ° 43' E). TNBBS mencakup dua provinsi
di Sumatera , Propinsi Lampung (Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung
Barat) dan Propinsi Bengkulu (Kabupaten Kaur). TNBBS terdiri dari lebih banyak
hutan dataran rendah daripada kawasan lindung lainnya di Sumatera (Marthy 2017:1).

Gambar 1. Lokasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan


(Sumber: Google Map)

4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan feses gajah, pengukuran keliling bolus, serta pencatatan lokasi sampel
yang digunakan pada penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
pada bulan Juli 2017. Penelitian molekular untuk identifikasi seks dan penentuan rasio seks
dilakukan di laboratorium COE Pertamina Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia.

4.2. Pengambilan sampel, pengukuran feses, dan perekaman lokasi


4.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel yaitu sendok plastik, tabung
sentrifus 50 ml, dan meteran. Selanjutnya alat yang digunakan untuk merekam
lokasi pengambilan sampel adalah Global Positioning System (GPS), kamera
digital, alat tulis, dan papan jalan.

4.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada saat pengambilan sampel yaitu Queen’s Buffer
(20% DMSO; 0,25M EDTA; 100mM Tris; pH 7,5; dijenuhkan dalam NaCl),
lembar data, sarung tangan, dan kertas label.

4.2.3. Cara Kerja


Sampel feses yang ditemukan diamati kondisinya dan digolongkan pada
kategori yang sudah ditentukan. Sampel feses yang tergolong cukup segar dan
segar diambil lendir yang terdapat pada permukaannya kemudian lendir
dimasukkan ke dalam tabung sentrifus 50 ml yang berisi 20 ml Queen’s Buffer
dengan rasio sampel dan buffer sebesar 1:4. Tabung yang berisi sampel feses
diberi kode sampel. Setelah itu, tiga bolus dengan bentuk dan kondisi terbaik
dipilih dan dihitung keliling bolusnya, dan dicatat. Bolus yang sudah dikoleksi
kemudian dihancurkan untuk mencegah terjadinya pengkoleksian ulang. Lokasi
pengambilan sampel dilihat dengan menggunakan GPS dan dicatat.

4.3. Identifikasi Jenis Kelamin dengan Metode Multiplex PCR


4.3.1. Alat
Alat yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin yaitu waterbath,
vortex, mikropipet, centrifuge, thermomixer, Nanodrop Spectrophotometer ND-
1000, Freezer, alat elektroforesis, GelDoc® 1000, dan perangkat lunak Quantity
One 4.6.1.

4.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada identifikasi jenis kelamin yaitu sampel DNA feses,
Buffer ASL, Proteinase-K, InhibitEX, Buffer AL, etanol absolut, qiagen spin
column, collecting tube, Buffer AW1, Buffer AW2, Buffer AE, tips, 1X Amplitaq
Gold® 360 DNA Polymerase (PCR Kit), primer SRY1 forward, primer SRY1
reverse, primer AMELY2 forward, primer AMELY2 reverse, primer PLP1
forward, primer PLP1 reverse, gel agarosa SeaKem LE, Buffer TBE, etidium
bromida.
4.3.3. Cara Kerja
4.3.3.1. Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan selama dua hari, tahapan hari pertama ialah
sebanyak 800 μL sampel ditambahkan dengan Buffer ASL sebanyak 1000
μL dan 50 μL Proteinase-K, kemudian sampel diikubasi minimal 16 jam
dalam waterbath pada suhu 55°C.
Tahapan hari kedua ialah sampel hasil inkubasi disentrifugasi pada
kecepatan 14000 rpm selama 1 menit, diambil supernatant sebanyak 1400
μL kemudian ditambahkan InhibitEX lalu divorteks. Sampel disentrifugasi
pada kecepatan 14000 rpm selama 5 menit, semua supernatant dipipet ke
tabung mikrosentrifus yang telah dilabeli sebelumnya, kemudian
disentrifugasi pada 14000 rpm selama 3 menit.
Sebanyak 600 μL supernatant sampel ditambahkan 600 μL Buffer AL
kemudian diinkubasi dalam thermomixer pada suhu 70°C, waktu 10 menit
dan kecepatan 350 rpm, setelah inkubasi sampel ditambah 600 μL ethanol
absolut. Sebanyak 600 μL sampel dimasukkan ke qiagen spin column,
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 14000 rpm selama 1 menit. Setelah
itu, collecting tube yang berisi supernatan dibuang dan qiagen spin column
dipasang pada collecting tube baru lalu 600 μL sisa sampel dimasukkan ke
qiagen spin column kemudian disentrifugasi pada kecepatan 14000 rpm
selama 1 menit. Setelah itu, dibuang collecting tube yang berisi supernatant
dan qiagen spin column dipasang pada collecting tube yang baru, sisa sampel
dimasukkan ke qiagen spin column, kemudian disentrigugasi dengan
kecepatan 14000 rpm selama 1 menit. Qiagen spin column dipasang pada
collecting tube baru lalu ditambah 500 μL Buffer AW1 dan disentrifugasi
pada kecepatan 14000 rpm selama 1 menit. Setelah itu, qiagen spin column
dilepas dari collecting tube kemudian sisa Buffer AW1 dibuang dari
collecting tube dan dipasang kembali. Buffer AW2 sebanyak 500 μL
ditambahkan ke qiagen spin column kemudian disentrifugasi pada kecepatan
14000 rpm selama 3 menit. Setelah itu, qiagen spin column dipasang pada
collecting tube baru untuk disentrifugasi pada kecepatan 14000 rpm selama
2 menit. Qiagen spin column dilepas dari collecting tube lalu qiagen spin
column dipasang pada tube 1.5 mL.
Sebanyak 50 μL Buffer AE dipipet kedalam qiagen spin column,
kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang dan disentrifugasi
dengan kecepatan 10000 rpm selama 1 menit. Setelah itu, qiagen spin
column dilepas dari tube 1,5 mL dan dipasang pada collecting tube untuk
disimpan pada suhu ruang.
4.3.3.2. Kuantifikasi dan Amplifikasi DNA
Kuantifikasi dilakukan dengan menggunakan alat Nanodrop
Spectrophotometer ND-1000. Tabung mikrosentrifus 1,5 mL yang berisi
DNA kemudian dikuantifikasi dengan menggunakan Nanodrop
Spectrophotometer ND-1000 lalu DNA disimpan didalam freezer pada suhu
-20° C.
Amplifikasi menggunkan metode multipleks PCR yang terdiri atas
campuran 1X Amplitaq Gold® 360 DNA Polymerase (PCR Kit), 0,4 pmol
primer SRY1 forward, 0,4 pmol primer SRY1 reverse, 0,4 pmol primer
AMELY2 forward, 0,4 pmol primer AMELY2 reverse, 0,4 pmol primer
PLP1 forward, 0,4 pmol primer PLP1 reverse, 2,0 mM MgCl2 dan DNA
template. Proses amplifikasi sebanyak 40 siklus, dengan predenaturasi pada
95°C selama 10 menit, denaturasi pada 95°C selama 30 detik, tahap
annealing pada 59°C selama 30 detik, dan tahap ekstensi pada 72°C selama
45 detik. Selanjutnya tahap ekstensi akhir pada 4°C selama 10 menit.

4.3.3.3. Identifikasi Jenis Kelamin


Proses identifikasi jenis kelamin menggunakan elektroforesis, produk
hasil PCR divisualisasi menggunakan elektroforesis gel agarose. Pemisahan
fragmen menggunakan 2% gel agarosa SeaKem LE (Lonza, Rockland,
United states) yang dicampur 1X Buffer TBE, kemudian ditambahkan 1%
ETBR (Ethidium Bromida). Produk hasil PCR dijalankan pada tegangan
sebesar 70 volt selama 1 jam 20 menit. Gel divisualisai menggunakan
GelDoc® 1000 (Biorad, California, United States) dan perangkat lunak
Quantity One 4.6.1. Hasil positif untuk sampel jantan ialah 3 pita (PLP1,
AMELY2, SRY1) dan hasil positif untuk betina ialah 1 pita (PLP1) (Ahlering
dkk. 2011).
4.4. Penentuan Rasio Seks Pada Populasi Gajah Sumatra di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan
Seluruh data sampel yang telah teridentifikasi jenis kelaminnya disimpan dalam
perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan kemudian data diolah dengan perangkat
lunak tersebut. Penentuan rasio seks dilakukan dengan menggabungkan data
identifikasi jenis kelamin yang telah diperoleh dengan data jumlah individu pada
populasi gajah sumatra di TNBBS yang diperoleh dari analisis Single Nucleotide
Polymorphisms (SNPs) (Saidah 2014: 33—34).

4.5. Penentuan Struktur Usia Pada Populasi Gajah Sumatra di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan
Seluruh data keliling bolus yang diperoleh disimpan dengan perangkat lunak
Microsoft Excel 2013. Seluruh data diubah menjadi informasi usia individu gajah,
sesuai kategori sebagai berikut:
a) rata-rata keliling bolus feses <30 cm = anak (juvenile)
b) rata-rata keliling bolus feses 30 -- 42 cm = muda (sub-adult)
c) rata-rata keliling bolus feses >42 cm = dewasa(adult)
(Alhering dkk. 2010).

4.6. Penentuan Sebaran Spasial


Data koordinat penemuan sampel dilapangan akan dikomparasikan dengan data
hasil recapture dari hasil analisis Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs). Individu
yang memiliki minimal 3 kali hasil recapture akan dihitung daya jelajahnya (home
range). Estimasi daya jelajah menggunakan Minimum Convex Polygon (MCP). Data
sebaran spasial akan dipetakan dengan menggunakan program Arc GIS 10.1
(Herlambang dkk. 2015: 38).

5. ANGGARAN DANA DAN JADWAL PENELITIAN


5.1. Sumber Biaya Penelitian
Biaya penelitian ini bersumber dari Wildlife Conservation Society Indonesia.

5.2. Jadwal Penelitian


Kegiatan Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Studi kepustakaan
Servei lapangan
dan pengambilan
sampel
Pengolahan dan
analisis data
Penulisan skripsi
DAFTAR PUSTAKA

Ahlering MA, Hailer F, Roberts MT, Foley C. 2011. A simple and accurate method to sex
savannah forest, and asian elephants using noninvasive sampling techniques. Mol. Ecol.
Res. 11: 831-834.
Deni. 2011. Analisis Perambahan Hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Kasus
Desa Tirom Kecamatan Pematang Sawa Kabupaten Tanggamus). Jurnal Ilmu
Kehutanan V(1): 9—20.
Fernando, P., Pfrender, M.E., Enclada, S.E., and Lande, R. 2000. Mithocondrial DNA
variation, phylogeography and population structure of the Asian elephant.
Heredity 84: 362--372.
Gopala, A., Hadian, O., Sunarto, ., Sitompul, A., Williams, A., Leimgruber, P., Chambliss,
S.E. & Gunaryadi, D. 2011. Elephas maximus ssp. sumatranus. The IUCN Red List of
Threatened Species 2011:
e.T199856A9129626. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2011-
2.RLTS.T199856A9129626.en., diakses pada 4 Juni 2017 pk. 22.00.
Granados, A. 2011. Local attitude and elephant spatial distribution in the Benove region,
Cameroon: implication for human-elephant conflict and conservatation. Tesis.
Concordia University. Montreal, Quabec, Canada: ix+70 hlm.
Hedges, S., Martin J. Tyson., A.F. Sitompul,.M.F. Kinnaird., D. Gunaryadi.,Aslan. 2005.
Distribution, status, and conservation needs of Asian elephants (Elephas maximus) in
Lampung Province, Sumatra, Indonesia. Biological Conservation 124, 35–48.
Herlambang, N., H. Gunawan, H. Sudoyono. 2015. Rasio Seks dan Sebaran Spasial Populasi
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau.
JOM FMIPA 2(1): 35 – 41.
Integrated Taxonomic Information System (ITIS). 2017.
Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847.
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=72
7610#null, diakses pada 27 Juni 2017 pk. 20.20 WIB
International Elephant Foundation. 2017. Elephant.
https://elephantconservation.org/elephants/elephants/, diakses pada 27 Juni 2017 pk.
19.00 WIB.
Marthy, W. 2017. Bukit Barisan. http://www.teamnetwork.org/site/bukit-barisan, diakses
pada 27 Juni 2017 pk. 19.19 WIB.
Santiapillai, C. 1997. The Asian elephant conservation: A global strategy. Gajah 18:21—39.
Saidah, S. H.. 2014. Rasio Seks, Struktur Usia, dan Sebaran Spasial pada Populasi Gajah
Sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Way Kambas. Skripsi S1
Biologi FMIPA-UI, Depok : xiii + 65 hlm.
Utami, B.L.. 2013. Analisis mikrosatelit pada sampel feses populasi gajah sumatera (Elephas
maximus sumatranus) di Taman Nasional Way Kambas. Skripsi S1 Biologi FMIPA-UI,
Depok : xiii + 88 hlm.

Anda mungkin juga menyukai