Anda di halaman 1dari 11

TUGAS REKAYASA IDE

TOPIIK : KONSERVASI GAJA SUMATERA

NAMA KELOMPOK : KELOMPK SATU

ANGGOTA KELOMPOK : INDAH CAHYANI

NANDA ALWARDAH

YENNI TRIANA

SELLA MAUDY SISWARA

ERPIDA OMPUSUGGU

JUDUL MAKALAH: KONSERVASI GAJAH SUMATERA

I. Latar Belakang
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN
(International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) menetapkan
status gajah sumatera dalam kondisi kritis (critically endangered) (World Wide Fund For
Nature, 2013). Sedangkan CITES (Convention on International Trade of Endangered
Species/ Konvensi tentang Perdagangan International Satwa, dan Tumbuhan) telah
mengkategorikan gajah asia (Elephas maximus) dalam kelompok Appendix I yaitu daftar
tentang perlindungan seluruh spesies tumbuhan, dan satwa liar yang terancam dari segala
bentuk perdagangan (Departemen Kehutanan, 2007).
Wilayah penyebaran gajah sumatera meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung (Departemen Kehutanan, 2007). Menurut
Hariyanto (2009) gajah sumatera banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang
luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat, diantaranya hutan rawa, hutan rawa
gambut, hutan dataran rendah, dan hutan hujan pegunungan rendah.
Populasi gajah sumatera semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun karena
terjadinya perubahan, dan pergeseran habitat (Fadillah, Yoza, dan Sribudiani, 2014). Menurut
hasil survey Hedges, Tyson, Sitompul, Kinnaird, Gunaryadi, dan Aslan (2005) tahun 2001
diperkirakan populasi gajah sumatera di TNBBS sebanyak 498 ekor. Populasi gajah di
Sekincau-Suoh TNBBS terus mengalami penurunan, pada tahun 1980an populasi gajah
berjumlah sekitar 60 ekor, tahun 1993 berjumlah sekitar 30 ekor, tahun 2003 berjumlah 16
ekor, dan pada tahun 2007 hanya tinggal 4 ekor (Fadhli, 2012; Saragih, 2014). Salah satu
upaya untuk menghambat laju kepunahan gajah adalah dengan mempertahankan populasinya
di alam liar (konservasi insitu), dan memelihara sebagian populasinya dalam penangkaran
(captivity) atau konservasi eksitu.
II. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konseravsi?
2. Mengapa gajah termasuk salah satu hewann yyang dikonservasi?
3. Apa tujuan dari konservasi gajah?
4. Bagaimana cara untuk menjaga habitat alami gajah?

III. Tujuan
1. Mengetahui jumlah pulasi gajah sumatera pada saat ini.
2. Mengetahui bagaimana konservasi gajah sumatera
3. Mengetahui upaya apa yang dapat dilakukan untuk melestarikan populasi gajah
4. Mengetahui bagaimana prilaku gajah sumatera

IV. Kajian Pustaka


Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
Gajah adalah mamalia darat terbesar yang merupakan salah satu satwa peninggalan zaman
purba yang masih bertahan hidup di dunia dengan penyebaran yang sangat terbatas. Spesies
ini terdaftar dalam red list book IUCN (The World Conservation Union), dengan status
terancam punah, sementara itu CITES (Convention on International trade of Endangered
Fauna and Flora) telah mengkategorikan gajah Asia dalam kelompok Appendix I
(Syarifuddin, 2008).
Secara umum, gajah hanya terbagi menjadi 2 spesies utama yaitu gajah Afrika (Loxodonta
Africana) dan gajah Asia (Elephas Maximus). Gajah Asia berbeda dari saudaranya gajah
Afrika, karena ukuran tubuh dan telinganya lebih kecil, punggungnya lebih bundar, dan
memiliki empat kuku di jari kaki. Yang sangat menarik adalah telinga gajah Asia berbentuk
mirip dengan pola dataran India, sedangkan telinga gajah Afrika berbentuk benua Afrika.
Secara umum gajah Asia memiliki tiga sub-spesies, salah satunya adalah gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus) yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatera, Indonesia
(Ribai dkk., 2012).
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub-spesies
gajah Asia. Dua sub-spesies yang lainnya yakni Elephas Maximus Maximus dan Elephas
Maximusindicus hidup di anak benua India, Asia Tenggara dan Borneo.

Klasifikasi gajah Sumatera:

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata
Kelas: Mammalia

Ordo: Proboscidea

Famili: Elephantidae

Genus: Elephas

Spesies: Elephas maximus

Supspesies: Elephas maximus sumatranus(Soehartono dkk., 2007).

Satwa ini merupakan spesies yang hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok
dan dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan sosial yang kuat. Studi di India menunjukkan
populasi gajah memiliki pergerakan musiman berkelompok dalam jumlah 50-200 individual
Pada musim kemarau, gerombolan gajah yang terdiri dari 20-60 ekor biasanya bergerak
melalui jalur jelajah alaminya untuk mencari pakan dari hutan-hutan dataran tinggi menuju
hutan-hutan dataran rendah. Pergerakan sebaliknya dilakukan pada musim hujan (Wiranto,
dkk. 2004).
Persebaran Gajah di Indonesia
Populasi gajah Sumatera tersebar di tujuh provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementara itu,
gajah Kalimantan hanya terdapat di satu provinsi yaitu Kalimantan Timur. Sekalipun satwa
ini tergolong dalam prioritas konservasi yang tinggi, ternyata sampai dengan saat ini kajian
dan analisa distribusi dan populasi kedua satwa ini belum dilakukan secara komprehensif
dengan menggunakan metode ilmiah yang baku. Para otoritas pengelola gajah di Indonesia,
Departemen Kehutanan, hanya memperkirakan populasi gajah di alam dengan menggunakan
metoda ekstrapolasi dari beberapa observasi langsung dan informasi dari para petugas
lapangan yang bekerja di Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Dinas
Kehutanan (Suara Satwa, 2008).
Dalam pertemuan Lokakarya Gajah dan Harimau pada bulan Agustus 2007, para
pemerhati gajah di Indonesia menyadari bahwa informasi akurat untuk mengukur jumlah
populasi gajah di Sumatera dan Kalimantan sangat sukar diperoleh. Oleh karenanya
dilakukan estimasi sementara jumlah populasi gajah Sumatera berkisar antara 2400-2800
individu dan jumlah populasi gajah Kalimantan berkisar antara 60-100 individu (Dirjen
PHKA, 2007).
Apabila diasumsikan perkiraan ini memiliki tingkat keakuratan yang sama dengan
perkiraan yang pernah dilakukan pada tahun 1990-an maka populasi gajah Sumatera telah
mengalami penurunan sekitar 35% dari tahun 1992, dan nilai ini merupakan penurunan yang
sangat besar dalam waktu yang relatif pendek. Data populasi dan distribusi yang kurang
akurat dan sudah terlalu lama akan menyulitkan banyak pihak khususnya para petugas
lapangan pengelola taman nasional dan juga para pemegang keputusan dalam menentukan
dan mengalokasikan kawasan-kawasan yang diperlukan untuk prioritas konservasi gajah dan
pembangunan nasional di kedua pulau tersebut (Dirjen PHKA, 2007).

Permasalahan Gajah di Indonesia


Laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Pulau Sumatera,
secara langsung telah memberikan pengaruh signifikan pada terjadinya pengurangan populasi
gajah Sumatera di alam. Dampak pengurangan terbesar pada keberadaan populasi gajah di
alam selain karena adanya perburuan, juga disebabkan oleh semakin berkurangnya luasan
habitat gajah. Pengurangan habitat gajah secara nyata ini karena berubahnya habitat gajah
sumatera menjadi perkebunan monokultur skala besar (sawit, karet, dan kakao) yang telah
menggusur habitat gajah sumatera. Selain itu, hal ini juga telah membuat gajah terjebak
dalam blok-blok kecil hutan yang tidak cukup untuk menyokong kehidupan gajah untuk
jangka panjang, di sisi lain hal ini juga yang menjadi pemicu terjadinya konflik antara
manusia dengan gajah. Untuk itu, perlu adanya penanganan khusus terutama untuk
menghindarkan gajah dari kepunahan dan juga konflik dengan manusia (Suara Satwa, 2008).
Konsep Konservasi
Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana
dengan berpedoman pada asas pelestarian. Sumber daya alam adalah unsur-unsur hayati yang
terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)
dengan unsur non hayati di sekitarnya yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi sumber daya alam adalah
pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan
menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai dan keragamannya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya Pasal 1 Nomor 5 Tahun 1990 yaitu bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestariaan sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan terhadap alam dan makhluk
lainnya. Sesuatu yang mendapat perlindungan maka dengan sendiri akan terwujud
kelestarian.
Konservasi menurut KEHATI dapat diwujudkan dengan melalui :
a. Terjaganya kondisi alam dan lingkungannya, berarti upaya konservasi dilakukan dengan
memelihara agar kawasan konservasi tidak rusak.
b. Terhindarnya bencana akibat perubahan alam, yang berarti gangguan-gangguan terhadap
flora fauna dan ekosistemnya pada khususnya serta sumber daya alam pada umumnya
menyebabkan perubahan berupa kerusakan maupun penurunan jumlah dan mutu sumber daya
alam tersebut.
c. Terhindarnya makhluk hidup dari kepunahan, berarti jika gangguan-gangguan penyebab
turunnya jumlah dan mutu makhluk hidup terus dibiarkan tanpa upaya pengendalian akan
berakibat makhluk hidup tersebut menuju kepunahan bahkan punah sama sekali.
d. Mampu mewujudkan keseimbangan lingkungan baik mikro maupun makro, berarti dalam
ekosistem terdapat hubungan yang erat antara makhluk hidup maupun dengan
lingkungannya.
e. Mampu memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, berarti upaya konservasi sebagai
sarana pengawetan dan pelestarian flora dan fauna merupakan penunjang budidaya, sarana
untuk mempelajari flora dan fauna yang sudah punah maupun belum punah dari sifat,
potensi, maupun penggunaannya.
f. Mampu memberi kontribusi terhadap kepariwisataan, berarti ciri-ciri dan obyeknya yang
karakteristik merupakan kawasan ideal sebagai sarana rekreasi atau wisata alam.

Kekayaan flora dan fauna merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sampai batas-batas
tertentu yang tidak mengganggu kelestarian. Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora dan
fauna dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara in-situ maupun ex-situ.

a. Konservasi in-situ (di dalam kawasan) adalah konservasi flora, fauna, dan ekosistem yang
dilakukan di dalam habitat aslinya agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang terjadi
berjalan secara alami. Kegiatan ini meliputi perlindungan contoh-contoh perwakilan
ekosistem darat dan laut beserta flora fauna di dalamnya. Konservasi in-situ dilakukan dalam
bentuk kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), zona inti taman nasional,
dan hutan lindung.
b. Konservasi ex-situ (di luar kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan
menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan
cara pengumpulan jenis, pemeliharaan dan budidaya (penangkaran). Konservasi ex-situ
dilakukan pada tempat-tempat seperti kebun binatang, kebun botani, taman hutan raya, kebun
raya, penangkaran satwa, taman safari, taman kota, dan taman burung. Cara ex-situ
merupakan suatu cara memanipulasi obyek yang dilestarikan untuk dimanfaatkan dalam
upaya pengkayaan jenis, terutama yang hampir mengalami kepunahan dan bersifat unik.
c. Regulasi dan penegakan hukum adalah upaya-upaya mengatur pemanfaatan flora dan fauna
secara bertanggungjawab. Kegiatan konkritnya berupa pengawasan lalu lintas flora dan
fauna, penetapan kuota dan penegakan hukum serta pembuatan peraturan dan undang-undang
di bidang konservasi.
d. Peningkatan peran serta masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian
masyarakat dalam konservasi sumber daya alam hayati. Program ini dilaksanakan melalui
kegiatan pendidikan dan penyuluhan. Dalam hubungan ini dikenal adanya kelompok pecinta
alam, kader konservasi, kelompok pelestari sumber daya alam, Lembaga Swadaya
Masyarakat, dan lain-lainnya
Pengertian Kawasan Suaka Alam
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 dinyatakan bahwa kawasan
suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di
perairan.yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga.
Klasifikasi kawasan suaka alam menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 :
a) Kawasan cagar alam, yaitu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai
kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami.
b) Kawasan suaka margasatwa, yaitu kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat
dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Kriteria kawasan suaka margasatwa :
1. Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya
konservasinya.
2. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi.
3. Merupakan habitat dari suatu jenis langka dan dikhawatirkan akan punah.
4. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
5. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

Fungsi dan Sistem Pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa


Kawasan suaka margasatwa dapat dimanfaatkan untuk :
1. Penelitian dan pengembangan meliputi penelitian dasar serta penelitian untuk pemanfaatan
dan budidaya.
2. Ilmu pengetahuan dan pendidikan, dapat dilaksanakan dalam bentuk pengenalan dan
peragaan ekosistem suaka margasatwa.
3. Wisata alam terbatas, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 disebutkan
bahwa dalam kawasan suaka margasatwa dapat dilaksanakan pengusahaan pariwisata alam,
tetapi hanya dapat dilakukan kegiatan wisata terbatas berupa kegiatan mengunjungi, melihat,
menikmati keindahan keanekaragaman tumbuhan serta satwa yang ada di dalamnya.
4. Kegiatan penunjang budidaya dilakukan dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan
penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan suaka
margasatwa.

Suatu kawasan suaka margasatwa dikelola berdasarkan rencana pengelolaan yang disusun
berdasarkan kajian aspek-aspek biologis, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Rencana
pengelolaan memuat tujuan pengelolaan dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya
perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan kawasan.

Upaya pengawetan kawasan suaka margasatwa dilaksanakan dalam bentuk :


1. Perlindungan dan pengamanan kawasan.
2. Inventarisasi potensi pakan.
3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
4. Pembinaan habitat dan populasi satwa melalui kegiatan pembinaan padang rumput,
pembuatan fasilitas air minum dan tempat berkubang atau mandi satwa, penanaman dan
pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa, serta
pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
EVALUASI

1. langkah konservasi Langkah


 mencari sumber dampak
 menghitung kualitas dan kuantitas dampak
 melokalisir sebaran dampak
 meminimalisir dampak
 penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan

2. Macam-macam konservasi alam

Perlindungan alam umum merupakan suatu kesatuan (flora, fauna, dan tanahnya).

Perlindungan alam ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
Perlindungan alam ketat; merupakan perlindungan terhadap keadaan alam yang dibiarkan tanpa
campur tangan manusia, kecuali dipandang perlu. Tujuannya untuk penelitian dan kepentingan ilmiah,
misalnya Ujung Kulon, Perlindungan alam terbimbing; merupakan perlindungan keadaan alam yang
dibina oleh para ahli, misalnya Kebun Raya Bogor., National Park atau Taman Nasional; merupakan
keadaan alam yang menempati suatu daerah yang luas dan tidak boleh ada rumah tinggal maupun
bangunan industri. Tempat ini dimanfaatkan untuk rekreasi atau taman wisata, tanpa mengubah ciri-
ciri ekosistem. Misalnya: Taman Safari di Cisarua Bogor dan Way Kambas di Propinsi Lampung.
Pada tahun 1982 diadakan Kongres Taman nasional sedunia di Bali (World National Park Conggres).
Dalam kongres itu Pemerintah Indonesia mengumumkan 16 taman nasional (TN) yang ada di
Indonesia, yaitu sebagai berikut.

1. TN. Kerinci Seblat (Sumbar, Jambi. Bengkulu) ± 1.485.000 Ha


2. TN. Gunung Leuser (Sumut, Aceh) ± 793.000 Ha
3. TN. Barisan Selatan (Lampung, Bengkulu) ± 365.000
Macam perlindungan alam dengan tujuan tertentu adalah sebagai berikut:

1) Perlindungan geologi; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi formasi geologi
tertentu, misalnya batuan tertentu.
2) Perlindungan alam botani; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi komunitas
tumbuhan tertentu, misalnya Kebun Raya Bogor.

3) Perlindungan alam zoologi; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi hewan-
hewan langka serta mengembangkannya dengan cara memasukkan hewan sejenis ke daerah lain,
misalnya gajah.

4) Perlindungan alam antropologi; merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi suku
bangsa yang terisolir, misalnya Suku Indian di Amerika, Suku Asmat di Irian Jaya, dan Suku Badui di
Banten Selatan.

3. manfaat konservasi alam

Manfaat dari kawasan konservasi terhadap ekosistem, yang diantaranya sebagai berikut ini:

 Untuk melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses – proses ekologi
maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.
 Untuk melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.
 Untuk melindungi ekosistem yang indah, menarik dan juga unik.
 Untuk melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam, mikro
organisme dan lain-lain.
 Untuk menjaga kualitas lingkungan supaya tetap terjaga, dan lain sebagainya.

Jika dari segi ekonomi:

 Unutk mencegah kerugian yang diakibatkan oleh sistem penyangga kehidupan


misalnya kerusakan pada hutan lindung, daerah aliran sungai dan lain-lain. Kerusakan
pada lingkungan akan menimbulkan bencana dan otomatis akan mengakibatkan
kerugian.
 Untuk mencegah kerugian yang diakibatkan hilangnya sumber genetika yang
terkandung pada flora yang mengembangkan bahan pangan dan bahan untuk obat-
obatan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. Asisah. Dan Japisa, T. 2012. Karakteristik Habitat Gajah Sumatera


(Elephas maximus sumatranus) Di Kawasan Ekosistem Seulawah Kabupaten Aceh
Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi. 4 (1) : 41 – 45.

Asiyah, N., dan Fauzi, M. 2012. Perancang Buku Pop Up Sebagai Media Pendidikan
Di Organisasi WWF-Indonesia. Jurnal Inosains. 7 (2) : 80 – 86.
Febriyanto. 2011. Analisis Gap Harapan Dan Kinerja Berdasarkan Persepsi
Pengunjung Taman Nasional Way Kambas Di Lampung Timur. Jurnal Manajemen
dan Bisnis. 2 (1) : 53 – 68.

Hudiyono, M. Z. 2008. Sekilas Informasi Taman Nasional Way Kambas. Balai Taman
Nasional Way Kambas, Lampung Timur.

Ribai., Setiawan, A., dan Darmawan, A. 2012. Perilaku Menggaram Gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus) Di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way
Kambas. Skripsi. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universutas Bandar
Lampung, Lampung.

Soehartono, T., Susilo, H. D., Sitompul, A. F., Gunaryadi, D., Purastuti, E. M., Azmi,
W., Fadhli, N., dan Stremme, C. 2007. Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi Gajah
Sumatera Dan Gajah Kalimantan 2007-2017. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

Syarifuddin, H. 2008. Survei Populasi Dan Hijauan Pakan Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus) di Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu Utara. Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Pertenakan. 11 (1) : 42 – 51.

Anda mungkin juga menyukai