Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH DASAR-DASAR KONSERVASI

SUMBER DAYA HUTAN

“KEPUNAHAN SATWA”

Disusun oleh

1. Hasanatun Nisa Fauziyyah (15/381284/KT/08017)


2. Muhammad Husain (15/379526/KT/07997)
3. Ayu Humairoh (15/382839/KT/08041)
4. Rizqi Vijayanti Al Haq (15/381287/KT/08020)
5. Wiranto Adi (15/381045/KT/08014)
6. Cosmas Magistra K.P (15/382845/KT/08047)
7. Angela Marici T (15/382830/KT/08032)
8. Fatma Rani Usnita (15/382864/KT/08066)
9. Eka Selvi Anggraeni (15/381038/KT/08007)

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 . LATAR BELAKANG


Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, hal ini membuat Indonesia
memiliki peran yang penting dalam perdagangan satwa di dunia. Hal ini
tentu saja merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk dapat
memanfaatkan kekayaan satwanya untuk meningkatkan pendapatan
ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat satwa.
Namun, pemanfaatan ini memang harus betul-betul memperhatikan
kondisi populasi berbagai jenis satwa yang dimanfaatkan agar dapat
diperoleh pemanfaatan secara berkelanjutan.
Indonesia menyimpan banyak keanekaragaman jenis satwa liar,
namun juga merupakan salah satu negara yang mempunyai laju
kepunahan jenis satwa yang cukup tinggi. Daftar panjang tentang satwa
liar yang terancam punah tersebut dapat dilihat dari sulitnya untuk
melihat beberapa jenis satwa liar di habitat aslinya. Satwa-satwa liar
tersebut diantaranya yang sudah jarang ditemui di tempat aslinya, seperti
harimau Sumatera, badak bercula satu, anoa, burung cendrawasih, gajah
Sumatera, harimau Jawa, dan masih banyak lagi satwa-satwa yang hidup
di daratan, perairan, dan di udara yang terancam punah. Saat ini
diperkirakan jumlah jenis satwa liar yang terancam punah terdiri dari 147
jenis mamalia, 114 jenis unggas, 28 jenis reptile, 91 jenis ikan dan 28
jenis invertebrata.
Banyak hal yang menyebabkan tingginya ancaman kepunahan
dari jenis satwa liar tersebut. Hutan dikonversi menjadi pemukiman,
lahan pertanian, perkebunan serta terjadi eksploitasi sumber daya alam di
hutan secara berlebihan. Lahan habitat alami satwa liar yang kemudian
menjadi korban. Kondisi ini diperparah dengan tingginya perburuan dan
perdagangan liar yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Semua ini
disebabkan rendahnya tingkat pengawasan dan penegakan hukum
terhadap berbagai eksploitasi ilegal satwa liar dan tingkat perburuan liar
sangat tinggi. Tingginya tingkat perburuan dan perdagangan liar ini
karena tingginya permintaan pasar terhadap jenis-jenis satwa liar,
ditambah penawaran harga yang tinggi untuk jenis-jenis satwa yang
sangat langka.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1) Apa pengertian satwa dan kepunahan ?
2) Mengapa diperlukan upaya untuk melindungi satwa dari
kepunahan ?
3) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kepunahan satwa ?
4) Apa saja bentuk-bentuk kegiatan yang menyebabkan kepunahan
satwa ?
5) Apa upaya konservasi yang dilakukan terhadap satwa untuk
menghindari kepunahan ?

1.3. TUJUAN
1) Dapat mengetahui pengertian satwa dan kepunahan.
2) Dapat mengetahui alasan dibalik perlindungan satwa dari
kepunahan.
3) Dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
punahnya satwa.
4) Dapat mengetahui bentuk-bentuk kegiatan yang menyebabkan
punahnya satwa.
5) Dapat menentukan upaya konservasi terhadap satwa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian satwa dan kepunahan


Menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, satwa adalah semua jenis
sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di
udara. Fokus utama di bidang kehutanan adalah satwa liar dimana definisi
dari satwa liar itu sendiri adalah semua binatang yang hidup di darat, dan
atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik
yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Kepunahan berarti
hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson. Waktu
kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies
tersebut. Suatu spesies dinamakan punah bila anggota terakhir dari spesies
ini mati. Kepunahan terjadi bila tidak ada lagi makhluk hidup dari spesies
tersebut yang dapat berkembang biak dan membentuk generasi. Suatu
spesies juga disebut fungsional punah bila beberapa anggotanya masih
hidup tetapi tidak mampu berkembang biak, misalnya karena sudah tua, atau
hanya ada satu jenis kelamin (Walhi, 1995).

2.2 Alasan perlindungan satwa


1) Adanya nilai hakiki yang dimiliki oleh hewan sebagai makhluk hidup,
karena adanya nilai yang terkandung pada spesies tertentu terhadap
perannya yang diberikan untuk menyeimbangkan ekosistem.
Satwa maupun tumbuhan liar di dalam hutan atau disekitarnya termasuk
elemen yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan alam. Seperti
Ular Sanca Hijau (Chondropython viridis) yang hidup di belantara Papua
punya peran menjaga keseimbangan populasi hewan-hewan kecil di
dalam hutan. Keseluruhan keterkaitan antar makhluk hidup akan
membentuk ekosistem yang berwujud lingkungan hidup yang akan
didiami oleh umat manusia. Ketika rantai makanan terganggu, maka akan
berpotensi mengganggu keseimbangan alam.
2) Adanya nilai ekonomis yang terkandung dalam konteks sebagai objek
pariwisata dan sumber dari keuntungan ekonomi, seperti yang digunakan
untuk kepentingan kesehatan (Suyastri, 2015).

2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan punahnya satwa


a) Perusakan Habitat
Faktor utama penyebab punahnya satwa di bumi adalah kehilangan
habitat atau tempat tinggal.Beragam ekosistem baik di darat maupun laut
mengalami perusakan demi pembangunan gedung, jalan, dan
pembangunan-pembangunan lainnya.
b) Pengenalan Spesies Eksotik
Spesies asli adalah tanaman dan hewan yang merupakan bagian
dari wilayah geografis tertentu dan biasanya menjadi bagian dari lanskap
biologis tertentu untuk periode waktu yang panjang. Mereka juga
disesuaikan dengan lingkungan lokal mereka dan terbiasa dengan
keberadaan spesies asli lainnya dalam habitat umum yang sama. Spesies
eksotik bagaimanapun adalah penyusup. Spesies yang diperkenalkan ke
lingkungan baru dengan cara aktivitas manusia, baik sengaja atau tanpa
sengaja. Bahaya terburuk yang timbul akibat spesies eksotik ketika
mereka memangsa spesies asli. Hal ini dapat mengubah habitat alami dan
dapat menyebabkan kompetisi yang lebih besar untuk mendapatkan
makanan. Sehingga spesies-spesies asli yang tidak dapat bertahan akan
beresiko punah.
c) Eksploitasi yang Berlebihan
Spesies yang menghadapi eksploitasi yang berlebihan adalah salah
satu yang dapat menjadi sangat terancam atau bahkan punah berdasarkan
tingkat di mana spesies ini sedang digunakan. Sebagai hasil dari tekanan
dari populasi manusia yang terus meningkat, banyak spesies hewan telah
berkurang dalam jumlah besar dan mereka tidak akan bertahan lebih
lama jika manusia terus membunuh mereka.Karena perdagangan hewan,
banyak spesies terus menderita tingginya tingkat eksploitasi.
d) Faktor Lainnya
Penyakit, polusi, dan terbatasnya distribusi merupakan faktor-faktor
lain yang mengancam berbagai tanaman dan spesies hewan. Jika suatu
spesies tidak memiliki perlindungan alami terhadap patogen genetik
tertentu, penyakit diperkenalkan dapat memiliki efek yang parah pada
species itu. Sebagai contoh, virus rabies dan distemper anjing saat ini
menghancurkan populasi karnivora di Afrika Timur ( Fachruddin, 2006).

2.4 Bentuk kegiatan yang menyebabkan kepunahan satwa


 Perdagangan satwa liar
Pada saat sekarang ini untuk memiliki dan/atau memelihara satwa-
satwa liar tersebut dapat dengan cara membeli, misalnya di pasar hewan
yang menjual satwa-satwa langka yang dilindungi, serta dengan cara
berburu di alam liar, nantinya satwa yang diburu itu kebanyakan akan
diawetkan, diambil kulitnya dan bagian tubuh lainnya untuk dijadikan
pajangan atau hiasan hanya demi kesenangan dan kepuasan bagi yang
memilikinya. Akibat perdagangan liar yang semakin meningkat akhir-
akhir ini, selain ekspor satwa liar hidup, ekspor kulit dari beberapa jenis
reptilia mencapai puluhan ribu lembar. Keinginan manusia untuk
memakai produk berbahan bagian tubuh dari satwa seperti kulit buaya,
harimau, ular maupun jenis satwa lain cukup tinggi. Padahal eksploitasi
terus menerus tanpa memperhatikan kelestarian dapat mengancam
kelangsungan hidup satwa tersebut di alam dan dapat berakibat
kepunahan (Leden, 1995).

2.5 Upaya konservasi


a. Pembentukan kawasan lindung
Ada konsep yang menyatakan bahwa setidaknya 20-30% dari
kawasan perawan harus terlindungi dari segala bentuk aktifitas, sebagian
berpendapat bahwa perlindungan kawasan ditentukan oleh keunikan dan
peran penting yang ada dalam kawasan tersebut.
b. Perlindungan total
Biasanya erat berkaitan dengan perlindungan dari usaha perburuan
(untuk kesenangan ataupun penangkapan alam kelak dijual hidup).
Walau kebijakan ini seolah terlihat sangat efektif untuk meningkatkan
populasi, tetapi sangat sulit pelaksanaan dan pengawasannya. Strategi ini
mengabaikan kedudukan hidupan liar sebagai suatu sumber alam (yang
dapat dimanfaatkan) sehingga seringkali menstimulasi peningkatan
“perburuan ilegal & peningkatan nilai ekonomi”.
c. Olah raga berburu
Konsep ini cukup efektif didalam memenuhi keinginan dua
stackholders, pemburu yang bersedia mengeluarkan uang banyak untuk
pemuasaan dirinya dan lingkungan (konservasionis) yang mendapatkan
dana untuk pengelolaan lingkungan lebih lanjut.
d. Penangkaran
Merupakan pengembangbiakkan yang dilakukan dalam lingkungan
buatan dengan menjaga kemurnian genetiknya dan merupakan salah satu
cara lain yang “efektif” tetapi kadang mahal untuk beberapa jenis satwa.
Harapannya, perkembangbiakkan pada tingkat penangkaran dapat
berlangsung dengan cepat dengan kemungkinan adanya pelepasan ke
alam, selain dari pemanfaatan langsung dari hasil tangkaran..
e. Pengelolaan intensif pada hidupan liar yang memiliki nilai bioprospektif
Merupakan tindak lanjut dari penangkaran, dimana unsur
keuntungan ekonomi lebih menonjol dalam bentuk pemanfaatan hasil
perkembang biakan atau produk yang dihasilkan. Dalam beberapa hal,
aspek kemurnian genetik atau pengaruh dari perkawinan dalam
(inbreeding) sering menjadi nomor dua. Kalaupun kemurnian tetap
diperhatikan, hanya dilakukan di tingkat pembibit (sebagai tetua/grand
parent stocks).
f. Ekoturism
Konsep yang telah banyak dikembangkan selama 20 tahun
terakhir di berbagai negara, dimana memberikan contoh bahwa hidupan
liar yang dibiarkan berkembang secara alami lebih berharga dan indah
dibandingkan dalam bentuk mati atau jauh dari habitatnya. Kegiatan ini
berupa perjalanan dan kunjungan ke wilayah yang masih alami untuk
kesenangan, pendidikan dan menghargai keindahan alam. Insentif yang
diperoleh dari kegiatan ini cukup luas dari mulai warga setempat,
lingkungan serta industri hilir di luar kawasan.
g. Pemanfaatan hidupan liar di wilayah pengembangan
Kesejahteraan warga di sekitar kawasan lindung harus selalu
menjadi isu utama untuk kelangsungan keamanan wilayah lindung
tersebut. Pemberian izin terbatas untuk berburu atau pemanenan di
kawasan lindung bagi warga setempat baik karena adat atau untuk
kebutuhan sesaat dalam batas tertentu memang perlu diberikan. Namun
seringkali kegiatan ini hanya memberikan tekanan tambahan pada jenis
satwa yang dilindungi tetapi sebenarnya mempunyai nilai ekonomi
tersendiri. Untuk itu perlu dicari alternatif diversifikasi kegiatan yang
setara dengan hasil yang akan diperoleh apabila memanfaatkan hidupan
liar yang menjadi target pemanfaatan/ buruannya (Semiadi, 2007).
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :


1. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat,
dan atau di air, dan atau di udara. Kepunahan berarti hilangnya
keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson. Sehingga
kepunahan satwa adalah hilangnya keberadaan dari spesies hewani baik
di darat, di air, ataupun di udara.
2. Alasan dilakukan perlindungan satwa adalah adanya nilai hakiki
mengenai keberadaan dan peran satwa dalam menyeimbangkan
ekosistem dan adanya nilai ekonomis bagi masyarakat.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan punahnya satwa diantaranya perusakan
habitat, pengenalan spesies eksotik, eksploitasi yang berlebihan,dan
faktor lain seperti penyakit, polusi, dan keterbatasan distribusi satwa
dalam suatu kawasan tertentu.
4. Bentuk kegiatan yang menyebabkan punahnya satwa adalah perdagangan
satwa secara ilegal baik untuk satwa liar maupun satwa yang dilindungi.
5. Upaya konservasi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi terjadinya
kepunahan satwa diantaranya pembentukan kawasan lindung,
perlindungan total, olah raga berburu, penangkaran, pengelolaan intensif
pada hidupan liar yang memiliki nilai bioperspektif, ekoturism, dan
pemanfaatan hidupan liar di wilayah pengembangan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Fachruddin,M.M.,2006.Hidup Harmonis dengan Alam: Esai-Esai Pembangunan


Lingkungan, Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia.Yayasan
Obor Indonesia.Jakarta.
Leden,Marpaung.1995. Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan
Satwa.Erlangga.Jakarta.

Semiadi,G.2007.PEMANFAATAN SATWA LIAR DALAM RANGKA


KONSERVASI DAN PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT. : Zoo Indonesia
2007. 16(2): 63-74 63.

Suyastri,C.2015. Politik Lingkungan: Penanganan Perdagangan Satwa dengan


Identifikasi Pasal-pasal Perundangan CITES. Jurnal Kajian Politik Dan
Masalah Pembangunan VOL. 11 No. 01. 2015.

Walhi.1995. Strategi Keanekaragaman Hayati Global. PT Gramedia Pustaka


Utama.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai