Anda di halaman 1dari 12

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Satwa atau disebut juga hewan, binatang, fauna adalah kelompok organisme
yang diklasifikasikan dalam kerajaan (kingdom) Animalia atau Metazoa.
Hewan atau satwa, diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar yaitu hewan
bertulang belakang (vertebrata) dan binatang tanpa tulang belakang
(avertebrata atau invertebrata).Indonesia mempunyai keanekaragaman fauna
yang sangat tinggi. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar
17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3%
dari luas daratan dunia. Indonesia nomor satu dalam hal kekayaan mamalia
(binatang menyusui) yaitu lebih dari 515 jenis dan menjadi habitat dari sekitar
1.539 jenis burung. Selain itu, sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di
Indonesia.Sayangnya, Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki
daftar panjang tentang satwa yang terancam punah. Pada tahun 2003, World
Conservation Union mencatat 147 spesies mamalia, 114 burung, 91 ikan dan 2
invertebrata termasuk dalam hewan-hewan yang terancam punah,

Sasaran utama ekologi satwa adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar


yang melandasi kinerja hewan-hewan sebagai individu, populasi, komunitas,
dan ekosistem yang ditempatinya, meliputi pengenalan pola proses interaksi
serta faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun
ketidakberhasilan organisme-organisme dan ekosistemnya dalam
mempertahankan keberadaannya. Ekologi satwa bagi manusia cukup penting
artinya dalam memberi nilai-nilai terapan dalam kehidupan manusia. Konsep
tersebut telah banyak melandasi penanganan berbagai masalah seperti
pengendalian hama dan penyakit, penggunaan berbagai species hewan tertentu
2

sebagai indikator menunjukkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan,


hubungan predator, pemangsa dan parasitoid-inang, vektor penyebab penyakit,
pengelolaan dan upaya-upaya konservasi satwa liar yang bersifat insitu
(pemeliharaan dihabitat aslinya) maupun eksitu (pemeliharaan dilingkungan
buatan yang menyerupai habitat aslinya) dan lain-lain. Banyak masalah-
masalah yang terpecahkan dengan mempelajari ekologi hewan yang senantiasa
berlandaskan pada konsep efisiensi ekologi.

Berdasarkan hal diatas maka dilakukan Praktikum Lapangan yang


dilaksanakan di Taman Satwa Lembah Hijau, untuk mempelajari tanda-tanda
tidak langsung dari satwa sebagai salah satu cara untuk mengetahui keberadaan
satwa dan untuk mengetahui keragaman serta interaksinya dengan satwa lain.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :


1. Mahasiswa mampu menegnali tanda-tanda tidak langsung keberadaan
hewan.
2. Mahasiswa paham inventarisasi hewan dalam suatu area.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Asal usul kelas Mamalia adalah dari bangsa reptil, muncul pada era Mesozoikum.
Mamalia telah menyebar disetiap relung ekologi di bumi dan ditemukan di laut,
sepanjang pantai, di danau, sungai, di bawah tanah, di atas tanah, di pohon dan
bahkan di udara. Daerah penyebaran mamalia mulai dari kutub sampai daerah
tropis, jumlah spesiesnya melebihi semua vertebrata terestrial lain hingga
mencapai ± 4060. Namun demikian jumlah ini dapat menyusut, apabila spesies
tidak didasarkan pada variasi geografis. Mamalia merupakan salah satu taksa yang
memegang peran penting dalam mempertahankan dan memelihara kelangsungan
proses-proses ekologis yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Taksa
mamalia merupakan taksa satwa yang mempunyai resiko tinggi mengalami
kepunahan (Kartono, 2015).

Mamalia memiliki karakter struktural yang membedakan dari kehidupan


vertebrata lain. Ciri utama kelas mamalia adalah adanya kelenjar susu, yang
berfungsi sebagai sumber makanan untuk anaknya. Kelenjar lain yang biasa
ditemukan adalah kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat (sudofira).
Rambut tumbuh selama periode tertentu dalam hidupnya, meskipun berkurang
atau tidak ada sama sekali pada stadium tua seperti pada paus. Mamalia seperti
halnya burung yang endotermis, karena memiliki mekanisme internal pengontrol
suhu tubuh. Mamalia adalah kelompok hewan yang memiliki kelenjar susu dan
melahirkan anaknya. Ciri fisik mamalia yang membedakannya dengan kelompok
hewan lain adalah adanya rambut, gigi heterodont, sel darah merah tak berinti
(Sukiya, 2001).

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun
biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup
4

berkembangbiaknya satwaliar. Hutan merupakan habitat alami


yang terutama bagi begitu banyak jenis tumbuhan dan satwa. Perubahan habitat
dapat membawa dampak terhadap terciptanya suatu masalah. menambahkan
bahwa kerusakan habitat dapat menyebabkan penurunan kekayaan jenis dan
penurunan tersebut akan terlihat lebih jelas pada habitat terisolasi yang berukuran
kecil dibandingkan pada habitat tidak terisolasi yang besar (Alikodra, 2002).

Kelas mamalia dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan habitatnya, yakni


mamalia darat dan mamalia laut. Mamalia darat merupakan mamalia yang
sebagian besar aktivitasnya dilakukan di darat, sedangkan mamalia laut
melakukan aktivitasnya sebagian besar di laut. Contoh dari mamalia darat, yakni
monyet-ekor panjang, macan tutul, tikus, serta kuda. Mamalia laut, antara lain
pesut, dugong, dan paus (Jenkins, 2002).

Penyebaran mamalia memiliki kecenderungan untuk dibatasi oleh


penghalangpenghalang fisik (sungai, tebing, dan gunung), serta penghalang
ekologis (batas tipe hutan dan adanya spesies saingan). Adanya penghalang-
penghalang tersebut menyebabkan mamalia menyesuaikan diri secara optimum
dengan habitatnya. Hal ini juga yang menyebabkan adanya satwa endemis pada
habitat tertentu. Wilayah penyebaran dari banyak spesies mamalia masih sedikit
yang diketahui dan hampir semua koleksi mamalia baru yang ditemukan
khususnya di Asia Tenggara menunjukkan adanya batas penyebaran yang baru.
Perubahan yang dilakukan manusia terhadap habitat telah mengubah penyebaran
banyak spesies mamalia (Ario, 2010).
5

III. METODE KERJA

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Taman Satwa Lembah Hijau. Dilaksanakan pada
kamis, 5 Maret 2020 pukul 08.00 WIB.

B. Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah penggaris, pena, buku
tulis dan kamera.

C. Cara Kerja
1. Dilakukan pemantauan keberadaan satwa pada waktu yang tepat untuk
menemukan tanda tidak langsung pada satwa.
2. Selama pengamatan, berjalan dengan pelan dan diperhatikan sekeliling
area pengamatan untuk menemukan tanda tidak langsung hewan.
3. Penemuan tanda tidak langsung berupa cakaran dicatat, kemudian diukur
dengan menggunakan penggaris dan difoto.
6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Bekas Cakaran Harimau Sumatera

Jejak tidak langsung yang diperoleh adalah bekas cakaran Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae). Bekas cakaran yang ditemukan memiliki panjang
cakaran lebih dari 13 cm.
7

B. Pembahasan

1. Lembah Hijau

Gambar 2. Peta Taman Satwa Lembah Hijau

Diresmikan pada 14 April 2007, Taman Wisata Lembah hijau adalah taman
wisata berorentasi lingkungan yang memadukan antara rekreasi bernuansa
kesegaran alam lembah nan hijau dan pengetahuan. Taman wisata yang
terletak dipusat Ibukota Bandar Lampung yang menjadi ibukota Provinsi
Lampung ini berdiri diatas kawasan lembah seluas 30 Ha di Jalan Raden
Imba Kesuma Ratu Kelurahan Sukadana Ham Tanjung Karang Barat
Bandar Lampung. Berbagai wahana rekreasi menarik mulai dari wahana air,
Out Bound, Camping Ground, wahana permainan, hingga wahana rekreasi
8

bernuansa pengetahuan alam sengaja kami persembahkan untuk


memanjakan saat-saat santai bagi masyarakat pengunjung.

Sejak diresmikan pada tahun 2007 taman wisata lembah hijau


menambahkan minimal satu wahana setiap tahunnya. Hingga pada tahun
2014 dibuka taman satwa yang pada pertama kalinya hanya berupa
penangkaran rusa timur dan burung-burung. Hingga saat ini lembah hijau
telah banyak menjalin kerjasama dengan berbagai macam kebun binatang
lain untuk menambah koleksi satwa di lembah hijau. Diantaranya adalah
kerjasama dengan BKSDA (Badan Konservasi Sumberdaya Alam) biasanya
hewan-hewan diambil adalah hasil sitaan dari BKSDA, kemudian lembah
hijau juga menjalin kerjasama dengan maharani zoo dan lamongan zoo.

2. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Berikut ini klasifikasi nama ilmiah harimau sumatera :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Carnivora

Famili : Felidae

Genus : Panthera

Spesies : Panthera tigris

Subspesies : Panthera tigris sumatrae

Harimau sumatera (bahasa Latin: Panthera tigris sumatrae) adalah


subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatra, dan merupakan
satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat
ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah
(critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis
Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-
9

500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatra. Uji genetik


mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang
menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies
terpisah, bila berhasil lestari. Penghancuran habitat merupakan ancaman
terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di
taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau
sumatra terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.

Harimau sumatera adalah subspesies harimau terkecil. Harimau sumatra


mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya,
pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet.
Harimau sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke
kaki atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300
pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat
mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar
198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau sumatra
lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatra
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning
kemerah-merahan hingga jingga tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak
janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan.
Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput
di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat.
Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila
binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi
hijau gelap ketika melahirkan.

Harimau sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing besar ini


mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan
pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya
sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya
tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat
lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh
dunia. Harimau sumatra mengalami ancaman kehilangan habitat karena
10

daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut


dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan
pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas
pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit
dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat
dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena
tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa
sengaja dengan manusia.

3. Informasi Sampel yang Diambil

Sampel yang ditemukan berupa bekas cakaran harimau sumatera yang


terdapat di sebatang pohon didalam kandang harimau sumatera. Harimau
sumatera pemilik bekas cakaran ini bernama Kiyai Batua yang berjenis
kelamin jantan dan berusia 8 tahun. Kiyai Batua berasal dari Batu Ampar,
Suoh, Lampung Barat dan sudah berada di lembah hijau selama tujuh bulan.
Berdasarkan informasi dari Mba Dian sebagai dokter hewan di lembah hijau
panjang Batua 150 cm dan berat badannya mencapai 110 kg.

Kandang batua sendiri berada didataran yang lebih rendah dan jauh dari
kandang satwa lain seperti rusa, kambing hutan dan orang utan. Hal ini
dilakukan agar satwa lain tidak tertekan dengan suara batua yang merupakan
predator mereka. Disekitar kandang Batua juga tidak ditemukan kandang
satwa lain. Kandang yang jaraknya cukup dekat dengan Batua adalah
kandang burung dan gajah sumatera.
11

V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :

1. Bekas cakaran merupakan tanda tidak langsung dari keberadaan satwa.


2. Kandang harimau diletakkan jauh dari satwa lain agar satwa lain tidak
terganggu dengan suara harimau yang menjadi predator mereka.
12

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 2. Buku. Yayasan Penerbit


Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 363 hlm.

Ario, A. 2010. Panduan Lapangan Kucing-Kucing Liar Indonesia. Buku.


Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 65 hlm.

Jenkins, B. 2002. Learning Mammalia. Buku. Dominant Publisher and


Distributors. New Delhi. 125 hlm.
Kartono, A. P. 2015. Keragaman dan Kelimpahan Mamalia di Perkebunan Sawit
PT Sukses Tani Nusa Subur Kalimantan Timur. Media Konservasi. 20(2):
85-92.

Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. Buku. JICA. Yogyakarta. 184 hlm.

https://id.wikipedia.org/wiki/Harimau_sumatra. Diakses pada 07-03-2020 pukul


09.00 WIB.

www.lembahhijaulampung.com. Diakses pada 07-03-2020 pukul 10.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai