Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KULIAH LAPANGAN BIOLOGI PERILAKU (BI3201)

ANALISIS PERILAKU TAPIR ASIA, BERANG-BERANG CAKAR


KECIL, DAN RUSA TIMOR DI KEBUN BINATANG GEMBIRA
LOKA, YOGYAKARTA

Kelompok 7
Rovika Nur Fitri 10616020
Irvan Rabbani Burhan 10616042
Mohammad Fahmi Hakim 10616047
Baiq Dewi Titaniarni 10616059
Irin Annisa Evitayani 10616070

Asisten:
Nurul Rahmasari
10615012

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
ABSTRAK
Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk di dalamnya beberapa spesies
langka. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk melindungi flora dan fauna beserta habitatnya adalah
dengan menggunakan konservasi. Metode konservasi ini dapat dilakukan secara in situ ataupun ex situ.
Pengetahuan mengenai perilaku suatu hewan dapat membantu kita dalam melakukan kegiatan konservasi.
Pengamatan perilaku ini dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat dampak dari konservasi terhadap
hewan yang di konservasi. Tujuan dari kuliah lapangan ini adalah untuk menentukan activity budget tapir
asia jantan, menentukan activity budget berang-berang cakar kecil, menentukan proporsi interaksi antar
individu berang-berang cakar kecil, menentukan behavior synchronization berang-berang cakar kecil, dan
menentukan activity budget rusa timor betina di kebun binatang Gembira Loka. Metode yang digunakan
untuk mengamati tapir asia adalah ad libitum-all occurrence sampling dan focal animal-all occurrence,
untuk mengamati berang-berang cakar kecil menggunakan ad libitum-all occurrence sampling, focal
animal-all occurrence sampling, focal animal-sociometric, dan all animal-scan sampling; dan untuk
mengamati rusa timor menggunakan metode focal animal-all occurrence. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan, diketahui bahwa perilaku dominan yang ditunjukkan oleh tapir pada setiap periode adalah
istirahat dan lokomosi, perilaku dominan yang ditunjukkan oleh berang-berang cakar kecil berenang,
istirahat, berjalan, foraging, makan, dan perilaku lain-lain, interaksi antar berang-berang cakar kecil yang
paling sering terjadi adalah interaksi antara individu 10 dan individu 7 dengan proporsi sebesar 0,069;
Menentukan behavior synchronization berang-berang cakar kecil di kebun binatang Gembira Loka, dan
rusa timor betina lebih banyak beristirahat di malam hari, dan beraktivitas di siang hari, meskipun
perbedaan durasinya tidak terlalu signifikan.

Kata-kata kunci: Tapir Asia, Berang-berang Kecil, Rusa Timor


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kuliah lapangan biologi perilaku yang berjudul “Analisis Perilaku Tapir Asia, Berang-
berang Cakar Kecil, dan Rusa Timor di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta” ini.

Laporan kuliah lapangan ini dibuat dengan harapan dapat membantu dan
memberikan wawasan kepada para akademika, lembaga konservasi terkait, serta
masyarakat sekitar mengenai perilaku perilaku yang ditunjukan oleh tapir asia, linsang,
dan rusa timor Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yaitu
anggota kelompok tujuh praktikum Biologi Perilaku 2019, yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan kuliah lapangan ini.

Walaupun begitu, kami menyadari laporan kuliah lapangan ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari segi sisi isi laporan. Kami juga
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu
penyusunannya karya tulis ini. Kepada para asisten mata kuliah Biologi Perilaku 2019,
terutama Kak Nurul Rahmasari selaku asisten kuliah lapangan, serta para dosen pembina
yaitu Bu Lulu, Pak Ridwan, dan Pak Adit, kami ucapkan terima kasih.

Akhir kata kami berharap semoga laporan kuliah lapangan ini dapat menjadi
sumber informasi bagi para pembaca.

Bandung, 12 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi termasuk di dalamnya beberapa spesies langka. Akan tetapi semakin lama
keanekaragaman yang ada semakin menurun terutama hewan. Terdapat dua faktor utama
yang menyebabkan ancaman bagi hewan hewan tersebut, yaitu pemanfaatan sumber daya
hayati yang berlebihan, misalnya perburuan ilegal serta kerusakan habitat karena
banyaknya konversi hutan menjadi lahan lain seperti pemukiman dan ladang pertanian
dan penebangan ilegal ataupun penebangan legal yang tidak disertai dengan proses
pengembalian hutan yang baik dan benar (Samaedi, 2015).

Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk melindungi flora dan fauna beserta
habitatnya adalah dengan menggunakan konservasi. Metode konservasi ini dapat
dilakukan di dalam habitatnya (konservasi in situ) ataupun di luar habitatnya (konservasi
ex situ). Fungsi utama dari konservasi ini adalah sebagai pusat pengembangbiakan
terkontrol satwa liar sambil mempertahankan kemurnian genetik. Konservasi ex situ ini
memiliki fungsi lain seperti tempat pendidikan, peragaan, penitipan sementara, penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan, serta sumber indukan dan cadangan genetik untuk
mendukung populasi in situ. Salah satu contoh dari konservasi ex situ ini adalah kebun
binatang Gembira Loka yang terletak di Yogyakarta (Puspitasari, dkk., 2016). Kebun
Binatang Gembira Loka adalah kebun binatang dengan luas seiktar 20 hektar. Kebun
binatang ini merupakan tempat penyelamatan satwa, pemeliharaan satwa hasil sitaan,
temuan, atau penyerahan dari masyarakat, dan tempat rehabilitasi satwa. Selain itu,
Kebun Binatang Gembira Loka juga merupakan tempat pemeliharaan satwa sekurang
kurangnya 3 kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang kurangnya 15 hektar dengan
fungsi utama untuk pengembangbiakkan terkontrol dan penyelamatan tumbuhan dan
satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya serta sebagai tempat
pendidikan, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan (Gembira Loka Zoo, 2019).
Pengetahuan mengenai perilaku suatu hewan dapat membantu kita dalam
melakukan kegiatan konservasi dari hewan tersebut. Misalnya adalah perilaku terkait
waktu hewan tersebut melakukan perkawinan atau berkembang biak, pola persebaran,
serta kondisi kondisi yang mempengaruhi ukuran populasi. Selain itu, perilaku hewan
sangat terpengaruh oleh kondisi lingkungan, oleh sebab itu perilaku ini dapat digunakan
sebagai indikator untuk melihat dampak dari konservasi terhadap hewan yang di
konservasi (Tadesse, 2018).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut.
1. Menentukan activity budget tapir asia jantan di kebun binatang Gembira Loka
2. Menentukan activity budget berang-berang cakar kecil di kebun binatang Gembira
Loka
3. Menentukan proporsi interaksi antar individu berang-berang cakar kecil di kebun
binatang Gembira Loka
4. Menentukan behavior synchronization berang-berang cakar kecil di kebun
binatang Gembira Loka
5. Menentukan activity budget rusa timor betina di kebun binatang Gembira Loka
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1. Hewan Tapir Asia (Diurnal Soliter)


Tapir asia merupakan salah satu spesies tapir yang berasal dari famili Tapiridae
dan genus Tapirus. Hewan ini memiliki habitat alami di hutan hujan tropis yang berada
di pulau Sumatra. Tapir asia termasuk jenis terbesar yang berasal dari Asia dari empat
jenis tapir yang ada. Berikut merupakan taksonomi tapir asia menurut Rahma (2011).

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo: Perissodactyla

Famili : Tapiridae
Gambar 2.1. Tapir asia di Kebun Binatang
Gembira Loka, Yogyakarta
Genus : Tapirus

Spesies : Tapirus indicus

Hewan ini mudah dikenali karena memiliki bagian tubuh mulai dari kepala, leher,
dan kaki yang berwarna hitam dan bagian belakang seperti pinggang dan punggung
berwarna putih. Saat ini persebaran tapir asia yaitu terdapat di Myanmar, Thailand bagian
selatan, Peninsular Malaysia dan di Indonesia khususnya pulau Sumatra (Cranbrook &
Piper, 2009).

Tapir asia merupakan hewan soliter atau hidup sendiri. Hewan ini menandai
daerah teritori dengan cara mengencingi tumbuhan di sekitarnya. Hewan ini bergerak
dengan lambat, namun memiliki kemampuan lari yang baik atau berlari dengan cepat jika
merasa terancam. Hewan ini berkomunikasi satu sama lain dengan mengeluarkan suara
seperti siulan dan cicitan. Tapir asia suka tinggal di dekat air untuk mandi dan berenang.
Hewan ini aktif terutama pada malam hari, walaupun tidak sepenuhnya nokturnal. Tapir
asia cenderung makan begitu matahari terbenam dan sebelum matahari terbit. Pada siang
hari tapir asia juga suka melakukan aktivitas tidur siang. Perilaku sosial tapir yang berada
di dalam penangkaran sangat tergantung dari pribadi tapir itu sendiri, pengalamannya di
masa lalu, serta keberadaan makanan dan sistem pengandangan (Eisenberg et al. 1990).
2.2. Hewan Berang-Berang Cakar Kecil (Diurnal Sosial)
Berang-berang cakar kecil (Aonyx cinereus) merupakan hewan mamalia kecil
yang hidup secara berkelompok. Hewan ini banyak ditemukan di daratan Asia selatan
hingga Asia tenggara.. Berang-berang merupakan hewan yang terspesialisasi untuk hidup
semiakuatik, dengan jejari yang berselaput dan ekor yang panjang serta fleksibel. Kuku
depannya teradaptasi untuk menangkap vertebrata dan invertebrata kecil di perairan yang
dangkal. Saat ini, masalah utama bagi berang-berang cakar kecil adalah hilangnya habitat
dan perdagangan ilegal untuk rambutnya. IUCN menempatkan Aonyx cinereus sebagai
hewan yang terancam punah pada tahun 2000 (Hussain et al., 2011). Berikut ini adalah
klasifikasi dari berang-berang cakar kecil.

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo: Carnivora

Famili : Mustelidae
Gambar 2.2. Berang-berang cakar kecil di Kebun
Binatang Gembira Loka, Yogyakarta
Genus : Aonyx

Spesies : Aonyx cinereus

2.3. Hewan Rusa Timor


Rusa timor merupakan satwa sosial yang bersifat nokturnal dan pemakan
tumbuhan (herbivora). Habitat rusa timor tersebar di hutan desidius dan padang rumput.
Daerah persebaran rusa rimor adalah pulau Jawa, Bali, dan Timor Indonesia (Hedges et
al., 2008). Menurut Meyer et al. (2019), klasifikasi rusa timor adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Gambar 2.3. Rusa Timor di Kebun Binatang Famili : Cervidae


Gembira Loka, Yogyakarta
Genus : Rusa

Spesies : Rusa timorensis

Pada umumnya ukuran tubuh rusa jantan lebih besar daripada rusa betina. Rusa
jantan dewasa memiliki ranggah yang bercabang tiga, sedangkan rusa betina tidak
memiliki ranggah (Cranbrook, 1991). Tubuh rusa berwarna coklat kemerahan dan
memiliki titik-titik putih yang tersebar di badannya. Rusa timor memiliki kaki yang
pendek dan telinga yang bulat dan agak lebar (Huffman, 1999).

Rusa timor lebih banyak beraktivitas di malam hari (nokturnal), namun rusa timor
juga bisa aktif dan mencari makan disiang hari. Aktivitas di malam hari dilakukan untuk
menghindari risiko predasi (Cranbrook, 1991). Hal ini tidak akan mempengaruhi
metabolism tubuh pada rusa karena rusa timor merupakan hewan yang sangat mudah
beradaptasi. Rusa jantan lebih sering melakukan vokalisasi daripada rusa betina. Selain
untuk menarik perhatian betina, vokalisasi juga dilakukan sebagai bagian dari perilaku
agresif. Selain vokalisasi, rusa jantan juga akan menghias ranggahnya menggunakan
rerumputan (Cranbrook, 1991). Rusa timor berkomunikasi dengan menggunakan visual,
suara, dan senyawa kimia. Satwa ini cenderung sedikit minum karena telah mendapatkan
cairan yang cukup dari rumput dan dedaunan yang dimakan (Kitchener dan Charlton,
1990).
BAB III
METODOLOGI
3.1. Hewan Pengamatan
3.1.1 Tapir Asia
Tapir asia yang terdapat di kandang berjumlah sepasang yaitu jantan dan betina. Jantan
memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan betina. Pada tubuh betina terdapat
luka yang masih belum kering sedangkan pada jantan tidak terdapat adanya luka. Warna
putih pada tubuh jantan cenderung terlihat seperti warna putih keabuan sedangkan pada
betina warna putih.
3.1.2 Berang-berang Cakar Kecil
Berang-berang cakar kecil merupakan hewan mamalia kecil yang berwarna
coklat serta memiliki ekor dan kumis. Berang-berang cakar kecil yang diamati pada
kuliah lapangan ini berjumlah 14 ekor dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1) Berang-berang cakar kecil 1 merupakan juvenile, memiliki luka di badan bagian
belakang dekat ekor.
2) Berang-berang cakar kecil 2 merupakan juvenile, memiliki luka di badan bagian
belakang dekat kaki kanan.
3) Berang-berang cakar kecil 3 merupakan juvenile, tanpa memiliki luka di
badannya.
4) Berang-berang cakar kecil 4 merupakan juvenile, tanpa memiliki luka di
badannya.
5) Berang-berang cakar kecil 5 merupakan adult, kaki kiri belakangnya memiliki
luka berwarna merah mudah di jari tengahnya.
6) Berang-berang cakar kecil 6 merupakan adult, memiliki perilaku yang paling
agresif di antara semua linsang.
7) Berang-berang cakar kecil 7 merupakan adult, ukurannya paling besar dan
memiliki satu helai alis yang sangat panjang di salah satu matanya.
8) Berang-berang cakar kecil 8 merupakan adult, tidak memiliki luka di badannya
serta memiliki alis dan kumis yang pendek.
9) Berang-berang cakar kecil 9 merupakan adult, memiliki skrotum yang besar.
10) Berang-berang cakar kecil 10 merupakan adult, tidak memiliki luka di badannya.
11) Berang-berang cakar kecil 11 merupakan adult, memiliki kumis yang sangat
panjang di salah satu sisinya.
12) Berang-berang cakar kecil 12 merupakan adult, memiliki tiga buah alis (dua di
bagian kanan dan satu di bagian kiri).
13) Berang-berang cakar kecil 13 merupakan adult
14) Berang-berang cakar kecil 14 merupakan adult
Ke-empat-belas berang-berang cakar kecil tersebut diamati di dalam kandangnya
yang terdiri atas shelter yang terbuat dari batu dan dikelilingi oleh kolam air. Umur dan
jenis kelamin dari berang-berang tersebut sulit ditentukan dikarenakan jarak pengamat
dengan berang-berang yang cukup jauh dan informasi yang didapatkan seputar berang-
berang tersebut kurang.
3.1.3 Rusa Timor
Hewan all day-sosial yang diamati pada penelitian ini adalah rusa timor yang
berada di kebun binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Jumlah rusa pada satu kandang
sebanyak 7 ekor, dengan 4 jantan dewasa, 2 betina dewasa, dan 1 anakan. Usia masing-
masing rusa tidak diketahui. Rusa jantan memiliki ranggah bercabang, tetapi ada satu rusa
jantan yang ranggahnya baru tumbuh, kemungkinan rusa ini berusia 8 bulan. Individu
yang diamati dalam penelitian ini adalah individu betina yang memiliki tubuh berwarna
coklat cerah dan ukuran badannya lebih besar. Individu ini kemungkinan merupakan
individu dewasa, karena terlihat beberapa kali melakukan perilaku kawin, meskipun
belum sampai terjadi kopulasi. Pengamatan dilakukan menggunakan video yang
diperoleh menggunakan CCTV yang dipasang selama 24 jam. Metode pengamatan yang
dilakukan adalah focal animal-all occurrence sampling pada individu betina selama 24
jam. Setiap individu rusa memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

J1 = Tanduk lancip
J2 = Tanduk tumpul panjang putihan
J3 = Tanduk tumpul pendek iteman
J4 = Tanduk pendek (baru tumbuh)
B1 = Rambut gelap
B2 = Rambut terang (ukuran lebih besar dari yang gelap)
B3 = Anakan, ukuran tubuhnya paling kecil
3.2. Metode Pengamatan
3.2.1 Pengamatan Langsung
Pengamatan perilaku tapir asia dan linsang dilakukan selama 8 periode dari pukul
08.30-16.30 WIB. Setiap periode berdurasi 60 menit Metode pencuplikan dan pencatatan
yang dilakukan pada tapir asia adalah ad libitum-all occurrence sampling dan focal
animal-all occurrence sampling pada individu jantan, sedangkan untuk linsang, metode
yang digunakan adalah ad libitum-all occurrence sampling, focal animal-all occurrence
sampling, focal animal-sociometric, dan all animal-scan sampling.
3.2.2 Analisis Video
Pengamatan melalui video dilakukan menggunakan CCTV untuk rusa timor.
Pengamatan rusa timor dilakukan selama 24 jam (24 periode) menggunakan metode focal
animal-all occurrence sampling pada individu betina dewasa. Analisis perilaku rusa
timor dari video CCTV dilakukan menggunakan program aplikasi Solomon Coder untuk
mengetahui durasi dari masing-masing perilaku yang dilakukan oleh rusa timor.

3.2.3 Metode Pencuplikan dan Pencatatan Perilaku


A. Ad libitum-all occurrence sampling
Hewan diamati perilaku dan unit perilakunya. Pengamatan dilakukan
selama 8 periode dari pukul 08.30 - 16.30 WIB dimana setiap 1 periode berdurasi
60 menit. Setelah dilakukan pengamatan, setiap perilaku dan unit perilakunya
dideskripsikan, kemudian hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk ethogram.
Sebelum melakukan pengamatan, terlebih dahulu dilakukan pengenalan individu
berupa ciri-ciri fisiknya untuk membedakan individu satu dengan lainnya.
B. Focal animal-all occurrence sampling
Hewan yang diamati dipilih hanya satu. Hewan tersebut kemudian diamati
perilakunya. Perilaku hewan dicatat pada lembar pengamatan. Dicatat durasi
perilaku yang dibutuhkan oleh suatu individu selama 8 periode untuk tapir asia dan
linsang, serta 24 periode untuk rusa timor. Pencatatan durasi perilaku tapir asia dan
linsang dilakukan secara manual, sedangkan pencatatan durasi pada rusa dilakukan
menggunakan bantuan program aplikasi Solomon Coder. Data yang diperoleh dari
pengamatan ini diolah untuk menunjukkan activity budget dari tapir asia, linsang,
dan rusa timor dalam periode yang telah ditentukan.
C. Focal animal-sociometric
Seluruh hewan diamati interaksinya satu sama lain. Interaksi dicatat dengan
melihat perilaku yang melibatkan dua individu atau lebih dan dihitung frekuensinya.
Pengamatan dilakukan selama 8 periode, yaitu dari jam 08.30 sampai 16.30 dengan
satu periodenya berdurasi 60 menit. Setelah dilakukan pengamatan, hasil
interaksinya dibuat dalam bentuk sociogram yang menunjukkan tingkat
kekerabatan dari hewan-hewan yang diamati.
D. All animal-scan sampling
Seluruh hewan diamati setiap 15 menit selama 8 periode (08.30-16.30)
dengan lama tiap periodenya yaitu 60 menit. Pengamatan dilakukan dengan melihat
perilaku yang dilakukan oleh tiap-tiap hewan saat waktu pengamatan dan dicatat di
lembar pengamatan. Hasil pengamatan lalu dibuat dalam bentuk grafik batang yang
menampilkan behaviour synchronization proporsi activity budget pada setiap
interval waktu dari populasi individu yang ada di area pengamatan.

3.3. Analisis Data


3.3.1. Ad libitum-all occurrence sampling
Pengamatan hewan dengan metode ad libitum memiliki data hasil pengamatan
berupa deskripsi unit perilaku dengan meliputi posisi atau penggunaan anggota tubuh
beserta dokumentasi unit perilakunya. Analisis dilakukan secara deskriptif untuk tiap unit
perilaku yang tercatat. Luaran analisis yang ditampilkan yaitu berupa deskripsi perilaku
(Ethogram).
3.3.2. Focal animal-all occurrence sampling
Data yang didapatkan dari metode pengamatan focal animal-all occurence yaitu
durasi dari tiap perilaku hewan yang teramati (dalam menit) per periode (8 periode dengan
60 menit untuk tiap periodenya). Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk
membandingkan perilaku hewan antar periode. Data ditampilkan berupa tabel alokasi
waktu perilaku dalam persen per periode (activity budget).
3.3.3. Focal animal-sociometric
Seluruh individu hewan yang diamati dengan metode focal animal-sociometric
dicatat frekuensi interaksi antar individu. Dilakukan analisis statistika deskriptif untuk
besaran interaksi yang merupakan proporsi dari total interaksi yang terjadi di dalam
populasi hewan pengamatan. Luaran atau display datanya ditampilkan dalam matrix
sociometrix.
3.3.4. All animal-scan sampling
Frekuensi tiap perilaku yang ditunjukkan oleh hewan selama pengamatan per waktu
pengamatan dianalisis secara statistika deskriptif untuk membandingkan perilaku tiap
periodenya (8 periode dengan 60 menit untuk tiap periodenya). Data ditampilkan berupa
tabel alokasi perilaku kelompok dalam persen per periode (behavior synchronization).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tapir Asia


4.1.1 Ad libitum-all occurrence sampling
Berikut adalah ethogram yang diperoleh dari hasil pengamatan Tapir Asia Joni.
Tabel 4.1. Etogram Tapir Asia (Joni)
Perilaku istirahat Tapir Asia terdiri dari duduk dengan menggunakan dua kaki,
empat kaki, berdiri dan berbaring. Tapir lebih banyak.menghabiskan waktunya dengan
beristirahat di dalam kandang. Kandang yang dibuatkan berukuraan sangat kecil sehingga
Tapir Asia cenderung lebih banyak beristirahat dibandingkan dengan kegiatan lain. Hal
ini didukung oleh penelitian Viena (2018), yang mengatakan bahwa Tapi Asia yang
berada pada tempat sempit akan cenderung memiliki perilaku yang banyak beristirahat
karena terbatas dalam bergerak.

Perilaku sheltering Tapir asia terdiri dari tidur, duduk dengan dua kaki, duduk
dengan empat kaki, dan berdiri. Perilaku sheltering dilakukan untuk menghindari panas
dan didukung dengan kandang yang sempit. Selai itu Tapir Asia merupakan hewan yang
aktif pada malam hari sehingga cenderung melakukan sheltering (Kas et al., 2004)

Perilaku vokalisasi terdiri dari suara ngok ... ngok.. dan ngiak ngiak.. suara
tersebut digunakan saat Tapir Asia merasakan rasa takut. Hal ini disebabkan karena
adanya orang asing di lingkungan sekitar mereka seperti pengunjung yang datang. Tapir
memiliki penciuman yang tajam serta pendengaran yang tajam sehingga saat pengunjung
datang menghampiri mereka cenderung melakukan vokalisasi.

Perilaku makan dan minum tapir dilakukan dengan berdiri dan keluar dari
kandang. Tapir merupakan hewan herbivora. Tapir dapat memakan ribuan jenis tanaman
dengan mencari berbagai tanaman di habitat aslinya dan mereka juga menyukai buah
pisang. Di kandang mereka diberikan hanya rumput-rumput saja sehingga menurunkan
aktivitas makan mereka. Tapir minum melalui aliran sungai karena air tersebut masih
bersih(Barongi, 1993).

Perilaku exploring dilakukan dengan berjalan dan berdiri. Hal ini dilakukan untuk
memenuhi makanan dan untuk bermain. Pada saat penjaga memberikan makan mereka
akan mencari makanan dan keluar dari kandang untuk menghampiri penjaga. Mereka juga
akan keluar sesekali untuk berjalan – jalan mengitari kandangnya (Barongi, 1993)

Defekasi dilakukan di kolam tempat Tapir Asia berendam dan di tanah. Saat defekasi
ditanah tapir akan menggali lubang lalu melakukan defekasi dan menutupnya kembali
dengan tanah sedangkan urinasi dilakukan di tanah. Perilaku mengubur kotoran tersebut
dilakukan untuk mengurangi bau pada daerah sekitar kandang (Viena, 2018).

4.1.2 Focal animal-all occurrence sampling


Pada penelitian ini dilakukan pengamatan perilaku Tapi Asia (Tapirus indicus).
Pengamatan dilakukan dengan metode focal all occurance selama 8 periode dari pukul
8.15 - 16.15 dimana setiap periodenya yaitu 60 menit. Karakteristik individu jantan yang
diberi nama Joni yang memiliki warna tubuh hitam keabu-abuan. Hasil yang diperoleh
setelah mengamati perilaku mereka yaitu membuat activity budget. Berikut adalah
activity budget Tapi Asia jantan (Joni) yang terdapat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Activity Budget Tapir Asia
Perilaku dominan yang ditunjukkan oleh tapir pada setiap periode adalah istirahat,
lalu disusul dengan lokomosi. Menurut Barongi (1993), Tapir Asia cenderung bersifat
crepuscular pada hutan yang belum terganggu. Namun dalam penangkaran, Tapir Asia
cenderung memiliki pola tidur tertentu di siang hari dan aktif pada malam hari. Tapir
lebih sering menunjukkan perilaku sniffing dan beristirahat pada lingkungan artifisial.
Pada kandang hanya terdapat sedikit tempat berteduh sehingga suhu udara di kandang
tinggi dan meningkatkan perilaku lokomosi tapir. Di Gembira Loka sendiri, Tapir Asia
diberi makan pada pukul 10.00 WIB sehingga tapir beradaptasi untuk beraktivitas di siang
hari. Selain itu, variasi makanan yang yang diberikan hanya sedikit, sehingga
menyebabkan perilaku makannya berkurang, stres nutrisi, dan abnormalitas perilaku (Kas
et al., 2004).
Menurut Barongi (1993), Tapir Asia cenderung bersifat nokturnal, namun hewan
ini juga mampu beraktivitas dan mencari makan di siang hari. Perilaku nokturnal
dilakukan untuk menghindari predator. Tapir Asia di Gembira Loka cenderung
mengalami pergeseran perilaku di penangkaran akibat pengaruh dari aktivitas manusia.
Tapir Asia cenderung memiliki pola tidur tertentu di siang hari hal ini dapat dilihat pada
periode kelima dan aktif pada malam hari. Terdapat juga perilaku sniffing, dan standing
yang lebih banyak muncul pada penangkaran karena dipengaruhi oleh kebisingan yang
ditimbulkan oleh pengunjung. Kebisingan dapat meningkatkan level stres.

4.2. Berang-Berang Cakar Kecil


4.2.1 Ad libitum-all occurrence sampling -irin-
Tabel sekian di bawah ini adalah etogram yang menampilkan deskripsi perilaku
dan unit perilaku berang-berang cakar kecil
4.2.2 Focal animal-all occurrence sampling
Individu yang dijadikan subjek pengamatan focal animal-all occurrence sampling
adalah individu berang-berang ketujuh dengan ciri-ciri satu helai alis yang panjang pada
mata kirinya. Gambar 4.2 di bawah ini adalah activity budget dari individu tersebut.

Gambar 4.2 Activity Budget Berang-berang Cakar Kecil


Pada periode 1 sampai dengan 3, perilaku yang teramati dari individu ketujuh ini
sangat tersebar. Meskipun begitu, dapat dilihat bahwa perilaku yang utama adalah
berenang, istirahat, berjalan, foraging, makan, dan perilaku lain-lain. Hal ini
menunjukkan keaktifan dari berang-berang tersebut. Keaktifannya tetap berlanjut hingga
periode ke-7 dengan perilaku utama yang berbeda. Perilaku berenang terlihat sangat
dominan pada periode ke-5, kemudian disusu dengan perilaku sheltering yang terlihat
semakin mendominansi hingga periode ke-8.
Perilaku berenang pada Aonyx cinereus di siang hari merupakan salah satu
lokomosi yang menandakan keaktifan. Hewan ini merupakan hewan diurnal sehingga
perilaku aktifnya memang biasa. Karena hidup berkelompok, berang-berang akan secara
naluriah mengikuti perilaku berang-berang lainnya. Ketika satu individu menyelam ke
kolam, individu lainnya mengikuti (Lemasson et al., 2014). Hal ini terobservasi secara
langsung pada pengamatan. Begitu pula dengan perilaku sheltering. Lemasson et al.,
(2014) menjelaskan bahwa perilaku mengikuti ini umum terjadi pada hewan sosial.
Mereka membutuhkan keberadaan satu sama lain sebagai cara untuk mengamankan hidup
mereka dan mencari pasangan. Hidup sendiri akan menjadi kerugian bagi berang-berang
karena mereka dapat dengan mudah dimangsa.
Komunikasi merupakan aspek yang penting pada kelompok-kelompok hewan
sosial. Famili Mustelidae merupakan kelompok hewan yang memiliki karakteristik
menandai dengan bau. Scent mark ini dapat menentukan diskriminasi seks, dominansi,
dan familiaritas. Selain dengan bau, berang-berang cakar kecil juga tampaknya
menggunakan komunikasi dengan vokalisasi. Terdapat setidaknya 4 jenis vokalisasi pada
Aonyx cinereus: alarm, meminta makanan, memiliki makanan, dan kontak. Vokalisasi
kontak dilakukan untuk menjaga kekompakan dan koordinasi dari sebuah kelompok
berang-berang (Lemasson et al., 2014). Vokalisasi kontak inilah yang paling banyak
dilontarkan selama pengamatan.
Perilaku makan yang banyak teramati pada periode ke-1 hingga ke-3 disebabkan
oleh pemberian makan dari kebun binatang. Makanan yang diberi adalah ikan gurame,
salah satu jenis ikan yang disukai oleh berang-berang cakar kecil. Meskipun tergolong
sebagai piscivora, berang-berang adalah pemakan yang pemilih. Di dalam kolam di
Kebun Binatang Gembira Loka, terdapat ikan lele yang berenang bebas di kolam. Akan
tetapi, tidak ada berang-berang yang memakan lele tersebut. Walaupun sudah diberi
makanan, berang-berang seringkali menunjukkan perilaku meminta makanan pada orang-
orang yang mendekati kolam (Ross, 2002).
4.2.3 Focal animal-sociometric
Pada kuliah lapangan kali ini dilakukan pengamatan interaksi antar individu pada
kawanan berang berang cakar kecil (Aonyx cinereus) yang terdiri dari 14 individu. Pada
14 individu tersebut meliputi 10 dewasa (L5, L6, L7, L8, L9, L10, L11, L12, L13, L14)
dan 4 anakan (L1, L2, L3, L4). Berang berang cakar kecil tersebut tidak dibedakan
berdasarkan jenis kelaminnya karena sulit untuk diamati dan mirip sehingga tidak dapat
diidentifikasi. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan metode focal animal-
sociometric pada semua individu selama 8 periode dari pukul 8.30 hingga 16.30 WIB
dengan lama setiap periode adalah 60 menit. Proporsi interaksi kelompok berang berang
cakar kecil tersebut dapat diamati pada Lampiran A.
Berdasarkan data pada lampiran A, diketahui bahwa interaksi terjadi pada hampir
seluruh individu berang-berang cakar kecil. Hal tersebut dapat teradi karena menurut
Johnson, dkk (2000) berang berang cakar kecil termasuk kedalam jenis berang berang
dengan sifat sosial yang tinggi dibandingkan jenis lainnya. Selain itu berang berang cakar
kecil ini termasuk kedalam hewan monogami atau hanya akan memiliki satu pasangan
selama hidupnya. Jantan dan betina berang berang cakar kecil saling membantu dalam
mengasuh anakan, namun, selain induk dari si anakan, anggota kelompok lainnya juga
akan membantu dalam mengasuh anakan tersebut. Interaski antar individu berang berang
cakar kecil dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Sosiometri 14 individu berang berang cakar kecil


Berdasarkan Gambar 4.2 diatas, diketahui bahwa berang berang L10 dan L7
memiliki garis yang paling tebal, artinya interaksi yang terjadi antara individu L10 dan
L7 adalah interaksi yang paling sering terjadi pada kelompok tersebut dengan nilai
sebesar 0.0069. Baik individu L10 maupun L7 merupakan individu berang berang cakar
kecil yang sudah berukuran dewasa. Apabila dilihat dari segi morfologi, kedua individu
tersebut memiliki ukuran tubuh yang relatif besar terutama individu L7. Selanjutnya,
adalah individu L1 dan L2 dengan intensitas interaksi sebesar 0.035. interaksi yang terjadi
antara dua individu tersebut adalah bermain ataupun memperebutkan makanan.
4.2.4 All animal-scan sampling
Gambar 4.4 Behavior Synchronization Berang-berang Cakar Kecil
Berdasarkan Gambar 4.4 diatas, diketahui bahwa pada periode awal sekitar
perilaku yang dominan ditunjukkan oleh berang berang cakar kecil adalah perilaku
interaksi dan bergerak. Hal tersebut disebabkan karena pada saat itu kelompok berang
berang cakar kecil diberikan ikan lele untuk makan sehingga ke 14 individu tersebut
menjadi aktif untuk bergerak. Perilaku bergerak yang banyak ditunjukkan oleh berang
berang cakar kecil adalah perilaku berenang baik itu diatas maupun dibawah air. Ketika
sudah semakin siang, aktivitas bergerak berang berang cakar kecil tersebut mulai
berkurang dan berganti menjadi berjemur dan istirahat. Kemudian pada periode terakhir
yaitu sekitaran sore hari perilaku yang dominan dilakukan oleh berang berang cakar kecil
tersebut adalah beristirahat dan sheltering. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan
disebabkan karena pada saat itu Kebun Binatang Gembira Loka sudah tidak memiliki
banyak pengunjung dan yang ada di sekitar kandang berang berang cakar kecil tersebut
hanya kelompok kami sehingga tidak ada pemicu yang membuat berang berang cakar
kecil menjadi aktif bergerak, oleh sebab itu perilaku yang banyak ditunjukkan adalah
perilaku istirahat.

4.3. Rusa Timor


4.3.1 Focal animal-all occurrence sampling
Pengamatan Rusa Timor dilakukan selama 24 jam (siang dan malam) dengan
focal animal-all occurrence sampling pada individu betina. Dalam pengamatan ini
trrdapat 24 periode yang terbagi menjadi 12 periode siang dan 12 periode malam.
Persentase activity budget rusa timor pada siang dan malam hari dapat dilihat pada
Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 sebagai berikut.

Gambar 4.5 Persentase Activity Budget Rusa Timor di Siang Hari (06.00-18.00 WIB)
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa perilaku dominan yang tampak
disetiap periode adalah istirahat yang ditandai dengan warna merah pada gambar.
Aktivitas dominan lain yang terlihat adalah perilaku makan, dengan durasi paling panjang
berada pada periode 11. Umumnya, rusa timor betina mulai makan dari pagi hingga sore
hari, diselingi dengan istirahat pada pukul 12.00 – 14.00 WIB. Rusa timor betina
melakukan hal ini untuk kompensasi energi laktasi. Rusa merumput lebih awal karena
tempat penangkaran berada di daerah dataran rendah, karena suhu udaranya lebih panas
dari suhu udara di habitat asli. Grooming berfungsi untuk membersihkan tubuh dari kutu,
infeksi patogen, dan sebagai insentif untuk helper. Vokalisasi rusa sangat beragam dan
memiliki fungsi yang berbeda, seperti untuk kontak sosial, interaksi induk-anak, bertemu
predator, dan reproduksi. Rusa juga berkomunikasi dengan senyawa kimia berupa
feromon untuk komunikasi dominansi, reseptivitas, dan bahaya. Pada pengamatan ini
diketahui bahwa rusa jarang sekali minum, hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa rusa tidak terlalu banyak minum karena lebih mengandalkan cairan
yang diperoleh melalui dedaunan yang dimakan. Perilaku berinteraksi yang banyak
ditemui pada rusa betina ini berupa allogrooming dan kawin. Allogrooming dilakukan
oleh jantan betina ke individu anakan. Perilaku kawin yang dilakukan oleh individu betina
dengan imdividu jantan tidak sampai kopulasi. Individu jantan hanya menunggangi
individu betina dan beberapa saat kemudian individu betina berjalan menjauhi individu
jantan. Sedangkan individu jantan terus berusaha untuk melakukan kopulasi dan
menciumi bagian belakang dari individu betina. Pada pengamatan ini terdapat perilaku
lain-lain, karena terkadang rusa keluar dari jangkauan kamera CCTV sehingga
perilakunya kurang jelas untuk diamati.

Gambar 4.6 Persentase Activity Budget Rusa Timor di Malam Hari (18.00-06.00 WIB)
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa pada periode 1 hingga 3 rusa tidak
dapat diamati, hal ini bisa terjadi karena rusa keluar jari jangkauan kamera CCTV. Pada
tiga periode ini juga terlihat perilaku istirahat. Perilaku makan semakin meningkat hingga
periode 4, hal ini juga menyebabkan meningkatnya perilaku lokomosi, karena rusa
berjalan menuju ke arah makanan dan makan dengan cara berdiri. Perilaku yang dominan
pada periode 5 adalah istirahat. Setelah makan, biasanya rusa berjalan-jalan mengitari
kandang kemudian beristirahat dengan cara duduk atau berbaring. Pada periode 6 dan 7
rusa beristirahat, dan mulai beraktivitas kembali pada periode 8 dengan makan dan
lokomosi, namun masih ada pula perilaku istirahat. Pada periode 9 hingga 12, rusa lebih
banyak “menghilang”, sehingga perilakunya tidak bisa diamati. Pada rentang periode ini
juga terdapat perilaku makan, grooming, istirahat, dan lokomosi dengan persentase
rendah.
Tabel 4.2 Durasi Perilaku Istirahat dan Beraktivitas di Siang Hari (06.00-18.00 WIB)
Periode Istirahat (menit) Beraktivitas (menit)
1 19,06 40,94
2 31,45 28,55
3 36,26 23,74
4 19,90 38,45
5 1,38 58,00
6 11,88 42,80
7 52,38 7,65
8 16,98 43,08
9 38,68 21,15
10 12,34 47,63
11 0,16 55,73
12 15,58 44,40
Total 256,06 452,13

Tabel 4. Durasi Perilaku Istirahat dan Beraktivitas di Malam Hari (18.00-06.00 WIB)
Periode Istirahat (menit) Beraktivitas (menit)
13 14,85 25,50
14 9,20 50,78
15 11,74 48,23
16 15,44 20,98
17 40,50 18,41
18 60,00 0,00
19 60,00 0,00
20 43,17 16,83
21 10,55 47,83
22 11,35 48,65
23 0,00 60,00
24 7,20 52,80
Total 284 390,01
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa durasi istirahat pada siang hari lebih
sedikit daripada malam hari. Sebaliknya durasi aktivitas pada siang hari lebih banyak
daripada malam hari, namun perbedaan durasinya tidak terlalu signifikan. Durasi perilaku
istirahat merupakan gabungan dari durasi perilaku tidur, duduk, berbaring, dan berdiri.
Sedangkan durasi perilaku beraktivitas merupakan gabungan dari durasi perilaku
lokomosi, makan, grooming, minum, dan perilaku lain-lain. Berdasarkan perbedaan
durasi perilaku di siang dan malam hari, diketahui bahwa rusa lebih aktif di siang hari. Di
habitat alami, rusa merupakan hewan nokturnal, namun bisa juga beraktivitas di siang
hari (Cranbrook, 1991). Rusa aktif mencari makan di malam hari untuk menghindari
predator. Di penangkaran, rusa akan mengalami pergeseran perilaku dengan lebih banyak
beraktivitas di siang hari. Hal ini terjadi karena rusa lebih banyak diberi makan di siang
hari. Pergeseran perilaku ini tidak akn terlalu berdampak pada kondisi metabolism
tubuhnya, karena rusa merupakan hewan yang sangat mudah beradaptasi.
BAB V
KESIMPUNAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut.
1. Perilaku dominan yang ditunjukkan oleh tapir pada setiap periode adalah istirahat
dan lokomosi.
2. Perilaku dominan yang ditunjukkan oleh berang-berang cakar kecil berenang,
istirahat, berjalan, foraging, makan, dan perilaku lain-lain.
3. Interaksi antar berang-berang cakar kecil yang paling sering terjadi adalah
interaksi antara individu 10 dan individu 7 dengan proporsi sebesar 0,069.
4. Menentukan behavior synchronization berang-berang cakar kecil di kebun
binatang Gembira Loka
5. Rusa timor betina lebih banyak beristirahat di malam hari, dan beraktivitas di
siang hari, meskipun perbedaan durasinya tidak terlalu signifikan.

5.2. Saran
Saran untuk kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut.

1. Pemilihan hewan sosial perlu dipertimbangkan lagi agar anggota pada hewan
sosial setidaknya memiliki jumlah yang hampir sama, dan proses pengambilan
data juga tidak terlalu kaos.
2. Sebaiknya CCTV yang digunakan untuk pengamatan hewan all day sosial
diletakkan di tempat yang strategis, sehingga segala perilaku hewan bisa teramati
dan dicatat.
DAFTAR PUSTAKA

Cranbrook, E. 1991. Mammals of South-east Asia. New York, NY: Oxford University
Press.
Gembira Loka Zoo. 2019. Lembaga Konservasi. [online]. Available at:
http://gembiralokazoo.com/lembaga-konservasi.html [diakses pada 13 Mei 2019]
Hedges, S.; Duckworth, J.W.; Timmins, R.J.; Semiadi, G. & Priyono, A. (2008). "Rusa
timorensis". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International
Union for Conservation of Nature.
Huffman, B. 1999. "Sunda Sambar, Rusa Deer" (On-line). Accessed November 18, 2001
at http://www.ultimateungulate.com/rusadeer.html
Johnson, D.D.P, MacDonald, D.W. & Dickman, A.J. 2000. An analysis and review of
models of the sociobiology of the Mustelidae. Mammal Rev, 30 (3&4):171-196
Kitchener, D., L. Charlton. 1990. Wild Mammals of Lombok Island. Records of the
Western Australian Museum, 33: 105-106.
Myers, P., R. Espinosa, C. S. Parr, T. Jones, G. S. Hammond, and T. A. Dewey. 2019.
The Animal Diversity Web (online). Accessed at https://animaldiversity.org.
Puspitasari, A., Masy’ud, B., dan Sunarminto, T. 2016. Nilai Kontribusi Kebun Binatang
Terhadap Konservasi Satwa, Sosial Ekonomi, dan Lingkungan Fisik: Studi Kasus
Kebun Binatang Bandung. Institut Pertanian Bogor.
Samedi. 2015. Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Indonesia: Rekomendasi
Perbaikan Undang Undang Konservasi. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia. Vol.
2, No. 2
Tadesse, S. 2018. Animal Behavior in Conservation Biology. International journal of
Avian & Wildlife Biology. Vol. 3, No. 1
LAMPIRAN

Lampiran A. Data Pengamatan Focal Animal-Sociometric Berang-berang Cakar Kecil

Ke-

Ind L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 L13 L14


ivi-
du
Dar L1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
i- 35 17 13 04 13 13 04 13 04 09 09 04
L2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
17 22 04 04 04 13 04 04 04 04 04
L3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
13 13 3 04 17 09 04 04 13 04 04
L4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
09 04 22 09 09 04 04 04 04
L5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
04 09 13 04 13 13 04 04 04
L6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
04 04 13 04 22 09 04 04 09 13 04
L7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
04 04 04 09 04 09 04 23 04 04
L8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
04 09 09 04 09 09 09 04 04 04
L9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
04 04 04 04 04 04 09 04 04
L10 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
17 13 13 13 69 04 04
L11 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
17 13 17 04 04 04
L12 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
09 09 04 09 04 04 04
L13 0.0 0.0
04 04
L14 0.0
04

Anda mungkin juga menyukai