Anda di halaman 1dari 17

PENGELOLAAN SATWA LIAR

“LUTUNG JAWA”

OLEH :

MEILIANI HERNA SUPRIHATIN (1809511061)

KELAS B

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas paper Toksikologi Veteriner yang berjudul “Lutung Jawa”
dengan lancar dan tepat waktu.
Dalam penyelesaian tugas ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak.
Sehingga tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pengampu yang telah memberikan arahan sehingga tugas ini dapat selesai dengan
baik.
2. Teman-teman yang telah bersedia untuk bertukar pikiran bersama mengenai topik
masalah terkait.
3. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan penugasan ini, yang telah bersedia
memberikan bantuan materi maupun nonmateri.
Segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan dari tulisan ini.

Denpasar, 02 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Mengenal Lutung Jawa 4

2.2 Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi Lutung Jawa 6

2.3 Tingkah Laku dan Makanan Lutung Jawa 6

2.4 Habitat Lutung Jawa 8

2.5 Populasi Lutung Jawa 9

2.6 Potensi Ancaman dan Gangguan Lutung Jawa 10

2.7 Pelestarian Lutung Jawa 10

BAB III PENUTUP 12

3.1 Kesimpulan 12

3.2 Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di
udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia (Departemen Kehutanan, Undang – undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). Menurut Alikodra
(1990) satwa liar dapat diartikan binatang yang hidup liar di alam bebas tanpa campur
tangan manusia. Dalam ekosistem alam, satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak
dan penting, salah satunya adalah untuk melestarikan hutan.
Satwa liar adalah binatang yang hidup di dalam ekosistem alam. Pola pengelolaan
satwa liar telah berkembang dengan pesat, yaitu bukan saja untuk keperluan
perlindungan tetapi juga  pemanfaatan yang lestari. Pemanfaatan satwa liar ini meliputi
untuk kegiatan penelitian,  pendidikan , pariwisata , rekreasi, bahkan jika memungkinkan
untuk beberapa jenis satwa tertentu dapat dilakukan pemanenan sebagai komoditi
ekspor.Pada kenyataannya satwa liar memiliki nilai dan manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan manusia, maka ruang lingkup pengelolaannya pun harus diperluas
(Ikrar,2011)
Jumlah satwa liar pada habitatnya di alam bebas (hutan), merupakan salah satu
bentuk kekayaan dan keanekaragaman (biodiversity) sumberdaya alam hayati, karena itu
perlu dilakukan perlindungan. Untuk dapat melakukan perlindungan perlu diketahui
jumlah dan sebarannya pada habitat satwaliar. Penentuan jumlah satwaliar tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai metoda sensus yang memudahkan kita untuk melakukan
estimasi populasinya. Walaupun belum dapat diketahui jumlahnya secara pasti, namun
metode ini merupakan cara untuk mendata populasi mendekati jumlah sebenarnya di
habitat hidup satwa liar (Kurniawan,2007).
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Diperkirakan
sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia,
walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia nomer satu
dalam hal kekayaan mamalia (515 jenis) dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis
burung. Sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia.Indonesia juga menjadi habitat
bagi satwa-satwa endemik atau satwa yang hanya ditemukan di Indonesia saja. Jumlah
mamalia endemik Indonesia ada 259 jenis, kemudian burung 384 jenis dan ampibi
173 jenis (IUCN, 2013). Keberadaan satwa endemik ini sangat penting, karena jika

1
punah di Indonesia maka itu artinya mereka punah juga di dunia. Meskipun kaya, namun
Indonesia dikenal juga sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar
yang terancam punah. Saat ini jumlah jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah
menurut IUCN (2011) adalah 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, 32
jenis ampibi. Jumlah total spesies satwa  Indonesia yang terancam punah dengan kategori
kritis (critically endangered) ada 69 spesies, kategori endangered 197 spesies dan
kategori rentan (vulnerable) ada 539 jenis (IUCN, 2013). Satwa-satwa tersebut benar-
benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkanya. Oleh karena
itu perlu adanya pengelolaan satwa liar agar keberadaanya tetap terjaga dan terlindungi
baik itu dari ancaman kepunahan dan perburuan satwa liar itu sendiri.
Indonesia mempunyai keanekaragaman satwa liar yang tinggi dan tersebar di
beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumber daya
alam yang banyak dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Menurut Alikodra (1990),
perilaku adalah kebiasaan-kebiasaan satwa liar dalam aktivitas hariannya seperti sifat
kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara membuat sarang,
hubungan sosial, tingkah laku bersuara, interaksi dengan spesies lainnya, cara
bereproduksi dan melahirkan anak.
Habitat lutung Jawa meliputi hutan primer, hutan sekunder, hutan pantai, hutan
mangrove maupun hutan hujan tropis. Lutung Jawa memiliki daerah jelajah yang cukup
luas sehingga memerlukan koridor untuk pergerakannya. Menurut Supriatna dan
wahyono (2000), daerah jelajahnya berkisar antara 15-23 ha. Hal ini dipengaruhi oleh
jenis pakannya, menurut Clutton-Brock and Harvey (1977), primata yang hanya
memakan daun akan memiliki daerah jelajah dan bentuk tubuh yang kecil dibandingkan
dengan primata yang memakan beraneka ragam seperti daun, bunga dan buah.
Penyebaran lutung Jawa di Indonesia meliputi Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Salah
satunya berada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Di TNBTS, lutung
Jawa ditemukan pada Blok Ireng-Ireng yang merupakan habitat Lutung jawa asli dan
Lutung jawa hasil pelepasliaran oleh PPS Petung Sewu akibat overpopulasi pada tahun
2006 sebanyak 41 ekor yang dilepas pada 14 titik. Selain ditemukan di Blok IrengIreng,
lutung Jawa dapat ditemukan pada jalur wisata Coban Trisula, Resort Coban Trisula.
Ancaman yang dapat mengganggu kondisi habitat lutung Jawa di TNBTS yang
disebabkan oleh manusia yaitu pengambilan hasil hutan kayu, sedangkan yang
disebabkan oleh alam antara lain longsor dan pohon tumbang. Cover merupakan salah
satu komponen habitat yang penting bagi kehidupan Lutung jawa karena cover

2
merupakan tempat Lutung jawa dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti makan,
minum, berkembang biak, bermain, melindungi diri dari serangan predator, manusia
bahkan kelompok primata lainnya.
Apabila covernya terganggu atau rusak maka lutung Jawa tidak dapat melakukan
aktivitas hariannya dan akan berpindah ke tempat lain yang dapat menyediakan
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apabila tidak ada tempat yang dapat menyediakan
kebutuhan hidup lutung Jawa maka jumlah populasinya akan semakin menurun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagimana morfologi, anatomi, dan fisiologi Lutung Jawa?
2. Bagaimana tingkah laku Lutung Jawa?
3. Apa makanan Lutung Jawa?
4. Dimana habitat Lutung Jawa?
5. Berapa jumlah populasi Lutung Jawa?
6. Bagaimana potensi ancaman dan gangguan Lutung Jawa
7. Bagaimana bentuk pelestarian Lutung Jawa?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui morfologi, anatomi, dan fisiologi Lutung Jawa
2. Untuk mengetahui tingkah laku Lutung Jawa
3. Untuk mengetahui makanan Lutung Jawa
4. Untuk mengetahui habitat Lutung Jawa
5. Untuk mengetahui jumlah populasi Lutung Jawa
6. Untuk mengetahui potensi ancaman dan gangguan Lutung Jawa
7. Untuk mengetahui bentuk pelestarian Lutung Jawa
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui morfologi, anatomi, dan fisiologi Lutung Jawa
2. Dapat mengetahui tingkah laku Lutung Jawa
3. Dapat mengetahui makanan Lutung Jawa
4. Dapat mengetahui habitat Lutung Jawa
5. Dapat mengetahui jumlah populasi Lutung Jawa
6. Dapat mengetahui potensi ancaman dan gangguan Lutung Jawa
7. Dapat mengetahui bentuk pelestarian Lutung Jawa

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mengenal Lutung Jawa

Klasifikasi lutung Jawa menurut Grove (2001) adalah sebagai berikut.


Kingdom : Animalia
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Sub ordo : Arthropoidea
Famili : Cercopithecidae
Sub famili : Colobinae
Genus : Trachypithecus
Spesies : T. auratus Geoffroy 1812
Lutung jawa, dalam bahasa latin disebut Trachypithecus auratus merupakan salah
satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies lutung lainnya, lutung
jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar
55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80 cm.
Lutung jawa atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus
auratus auratus dan Trachypithecus auratus mauritius. Subspesies Trachypithecus
auratus auratus (Spangled Langur Ebony) bisa didapati di Jawa Timur, Bali, Lombok,
Palau Sempu dan Nusa Barung. Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus
auratus mauritius (Jawa Barat Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan
Banten.
Lutung jawa atau lutung budeng dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Javan
Lutung, Ebony Leaf Monkey, Javan Langur. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin)
lutung ini dikenal sebagai Trachypithecus auratus yang mempunyai beberapa nama
sinonim seperti Trachypithecus kohlbruggei (Sody, 1931), Trachypithecus maurus

4
(Horsfield, 1823), Trachypithecus pyrrhus (Horsfield, 1823), Trachypithecus sondaicus
(Robinson & Kloss, 1919), dan Trachypithecus stresemanni Pocock, 1934.
Lutung jawa adalah salah satu satwa endemik yang termasuk dalam kategori
Vulnerable (Rentan) berdasarkan Red List International Unioun for Corservation of
Nature and Natural Resources (IUCN 2008). Populasi lutung jawa menurun oleh adanya
aksi perdagangan ilegal dan menyusutnya habitat karena terfragmentasi.
Satwa yang terdaftar dalam Appendix II CITES (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) ini marak diperdagangkan secara
ilegal di pasar-pasar di daerah Jawa Timur, termasuk Malang (Profauna 2013).
Lutung jawa mempunyai ukuran tubuh sekitar 55 cm dengan panjang ekor hampir
dua kali lipat panjang tubuhnya mencapai 80 cm. Berat tubuhnya sekitar 6 kg. Bulu
lutung jawa (Trachypithecus auratus) berwarna hitam dan lutung betina memiliki bulu
berwana keperakan di sekitar kelaminnya. Lutung jawa (lutung budeng) muda memiliki
bulu yang berwarna oranye. Untuk subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled
Langur Ebony) meliki ras yang mempunyai bulu seperti lutung jawa muda dengan warna
bulu yang oranye sedikit gelap dengan ujung kuning. Perilaku makan lutung Jawa sangat
ditentukan oleh faktor keberadaan jenis tumbuhan pakan alami.
Lutung jawa hidup secara berkelompok. Tiap kelompok terdiri sekitar 7 – 20 ekor
lutung dengan seekor jantan sebagai pemimpin kelompok dan beberapa lutung betina
dewasa. Lutung betina hanya melahirkan satu anak dalam setiap masa kehamilan.
Beberapa induk betina dalam satu kelompok akan saling membantu dalam mengasuh
anaknya, namun sering kali bersifat agresif terhadap induk dari kelompok lain.
Lutung jawa (lutung betung) merupakan satwa diurnal yang lebih banyak aktif di
siang hari terutama di atas pohon. Makanan kegemaran satwa ini antara lain dedaunan,
beberapa jenis buah-buahan dan bunga. Terkadang binatang ini juga memakan serangga
dan kulit kayu.
Lutung jawa (Trachypithecus auratus (E. Geoffroy, 1812) termasuk satwa primata
yang dilindungi undang-undang sesuai Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Nomor 733/Kpts-II/1999 serta masuk dalam kategori Vulnerable (IUCN, 2012) dan
Appendix II CITES. Hal tersebut karena populasi Lutung Jawa sudah sedikit.
Lutung jawa menghasilkan satu anak sekali melahirkan. Anak lutung ini memiliki
berat 70 g. Lutung jantan tubuhnya lebih besar dan tidak memiliki warna merah pada
sekitar kelaminnya. Lutung ini mencapai kematangan secara seksual (siap kawin) pada
umur 4-5 tahun pada jantan dan 3-4 tahun pada betina.

5
2.2 Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi Lutung Jawa
Secara umum cirri - ciri morfologi pada lutung dewasa di tandai dengan rambut
penutup berwarna hitam sampai hitam keperakan. Bagian atas tubuh dari lutung
berwarna kelabu kecokelat - cokelatan gelap sampai kehitam-hitaman,dengan masing
masing rambut putih di ujungnya,memberikan warna kilap perak mantep kulit. Rambut
rambut  pada kaki bawah dan punggung paha adalah kelabu dan kaki dapat berwarna
keperak-  perakan dari pada punggung. Perut dan bagian sebelah dalam dari paha kelabu
pucat. Tangan dan kaki berwarna hitam. Daerah muka yang tidak berambut berwarna
hitam. Pada beberapa individu dapat mempunyai moncong yang berwarna putih, tidak
terdapat cincin yang mengelilingi mata. Cambang keputih-putihan dan cukup panjang,
hamper menutupi telinga, jambul rapid an tinggi, sangat jelas pada jantan dewasa .
Lutung jawa  jantan dan betina memiliki perbedaan yang terletak pada bagian pelvic
(selangkangan), yang mana pada betina berwarna putih pucat, sedangkan jantan
berwarna hitam (Suwono,2006).
Lutung Jawa mempunyai keistimewaan yaitu, perutnya besar dan menggantung ke
bawah. Ini karena jenis makanannya yang terdiri dari daun-daunan, pucuk daun serta
tidak mempunyai kantung makanan pipi. Jantan dewasa pemimpin kelompok
mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih besar dari pada betina dewasa, tetapi kadang-
kadang juga tidak. Gigi taring jantan dewasa lebih keras dan tajam, serta gigi geraham
yang besar yang sudah terspesialisasi untik pemakan daun.
Lutung memiliki anatomi tubuh dengan susunan tulang pada tubuhnya yang
panjang dan lebar. Lutung memiliki kelenjar air ludah yang besar dan saluran pencernaan
yang kompleks. Trachypithecus auratus soncaidus sama seperti jenis-jenis lainnya yang
termasuk colobinae, yaitu memiliki ciri khas pada struktur lambung yang kompleks dan
merupakan bentuk dasar pemisahan taksonomis.
2.3 Tingkah Laku dan Makanan Lutung Jawa
Lutung hidup berkelompok dengan dengan jumlah teman antara 6-23 ekor. Dalam
setiap kelompok terdapat jantan sebagai pimpinan kelompok, dan beberapa betina serta
anak-anak yang masih dalam asuhan induknya. Lutung merupakan hewan yang aktif di
siang hari. Jantan dominan mendominasi anggota kelompok dalam hal perlindungan,
pengamanan dalam pergerakan, dan merawat. Jantan selalu menjaga anggota
kelompoknya dari berbagai gangguan yang berasal dari luar atau dari kelompok lain.
Umumnya jantan mengeluarkan suara dan melakukan gertakan dengan suara dan

6
perubahan mimik yang menunjukkan marah. Lutung jantan terkadang ditemukan
menyendiri.
Hal ini karena lutung tersebut terusir dari kelompoknya dan belum menemukan
anggota kelompok. Ketika sedang marah, lutung akan memperingatkan lawannya dengan
menggerakkan kepalanya naik turun dan matanya menjadi sangat bulat. Jantan dominan
melindungi anggota kelompoknya bila ada pemburu yaitu dengan cara  berteriak untuk
menarik perhatian pemburu. Selagi pemburu memusatkan perhatiannya ke jantan
tersebut, anggota kelompok akan bergerak menjauh dari pemburu. Setelah anggota
kelompok menjauh, jantan mendekat kepada anggota kelompoknya dengan mengambil
jalan pintas (Kurniawan,2007).
Menurut beberapa penelitian, lutung memakan lebih dari 66 jenis tumbuhan yang
berbeda. Sebagian besar makanan lutung adalah daun, sebagian kecil adalah buah dan
bunga. Terkadang memakan serangga dan bagian lain dari tumbuhan seperti kulit kayu.
Beberapa jenis tumbuhan yang disukai lutung antara lain kaliandra, sapen, dadap
cangkring dan anggrung. Lutung sangat suka memakan daun dan buah yang berasa asam
dan sepat. Lutung sedikit sekali memerlukan air untuk minum karena kebutuhan air
hariannya sudah terpenuhi dari daun dan buah-buahan yang dimakannya.
Selain memakan daun, lutung Jawa juga memakan buah yaitu pada Ficus dan
Jaraan (Castanopsis sp). Tidak jarang pula ditemui lutung Jawa turun ke bawah untuk
memakan kecubung gunung (Brugmansia Montana) yang banyak terdapat di pinggir
jalan. Selain itu, ditemukan di permukaan tanah bekas gigitan lutung Jawa pada bongkol
Anggrek epifit yang banyak terdapat di atas pohon dan daun Surenan (Garuga
floribunda). Daun Pohon Surenan mengandung tanin yang banyak khususnya pada tunas
daun sehingga daun mudanya yang baru tumbuh banyak disukai lutung Jawa. Daun
mudanya lebih lembut dan lebih tipis dibandingkan dengan daun tuanya. Tata daunnya
spiral (berseling). Daun Pohon Anggrung banyak mengandung zat besi seperti yang
dimiliki Bayam. Tata daunnya alternate dan merupakan daun tunggal. Daun mudanya
keras dan berbulu sedangkan daun tuanya lebih lembut. Buah pada pohon Anggrung
jarang dimakan oleh lutung Jawa karena bentuknya yang sangat kecil dengan diameter
13 mm.
Pakan lutung Jawa kelompok kedua lebih bervariasi yaitu meliputi daun dan buah,
sedangkan pada kelompok pertama pakannya hanya meliputi daun. Daun memiliki nilai
gizi lebih rendah jika dibandingkan dengan bunga dan buah namun karena daun memiliki
kelimpahan yang tinggi dan mudah didapat, maka lutung Jawa cenderung memilih

7
memakan daun. Nilai gizi yang rendah pada daun menyebabkan lutung Jawa harus
memakan jumlah daun yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya
pada pagi hari untuk memulai aktivitas dan sore hari pada saat menjelang tidur.
2.4 Habitat Lutung Jawa
Lutung jawa (Trachypithecus auratus) merupakan satwa endemik Indonesia yang
hanya bisa dijumpai di pulau Jawa, Bali, Lombok, Palau Sempu dan Nusa Barung.
Keberadaan lutung jawa di pulau Lombik diduga karena proses introduksi. Habitat alami
lutung jawa (lutung budeng) adalah kawasan hutan dengan berbagai variasi mulai hutan
bakau di pesisir pantai, hutan rawa air tawar, hutan dataran rendah, hutan meranggas,
hingga hutan dataran tinggi hingga ketinggian mencapai 3.500 mdp. Daerah jelajah
lutung jawa mencapai seluas 15 ha.
Lutung Jawa tinggal di hutan bakau, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi,
hutan primer, hutan sekunder, perkebunan dan hutan tanaman (Supriatna dan Wahyono,
2000). Lutung hidup di hutan dengan berbagai macam variasi mulai dari hutan bakau di
pesisir, hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi. Terkadang lutung juga
mendiami daerah  perkebunan. Sebagian besar waktunya dihabiskan di atas pohon.
Terkadang lutung juga turun ke tanah untuk mencari serangga tetapi hal ini sangat jarang
terjadi. Daerah jelajah Lutung minimal 15 Ha atau setara dengan 350 kali luas lapangan
basket. Area bermain dan mencari makan Lutung dapat mencapai 1.300 meter atau setara
dengan tiga kali lapangan basket . Lutung lebih sering meloncat saat berpindah pohon.
Kadang-kadang mereka juga berjalan dengan keempat anggota tubuhnya saat bergerak di
cabang pohon yang besar atau saat turun di tanah. Ekornya yang panjang
menyeimbangkan tubuhnya sehingga ia tidak jatuh saat berjalan di cabang pohon.
Lutung akan memilih pohon tidur yang dekat dengan sungai atau sumber air (bila ada).
Mereka akan duduk di dahan atau percabangan pohon sambil melipat kedua kakinya dan
menundukkan kepalanya tanpa berpegangan. Lutung ini relatif lebih mudah ditemukan di
beberapa hutan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Lombok. Umumnya mereka
masih aman hidup di dalam kawasan pelestarian seperti Taman Nasional Baluran, Meru
Betiri, Alas Purwo, Bali Barat dan Rinjani.
2.5 Populasi Lutung Jawa
Populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) semakin mengalami penurunan.
Karena itu bintang pada 2008 dikategorikan oleh IUCN Redlist dalam status konservasi
Terancam (Vulnerable). CITES juga memasukkan spesies ini dalam Apendiks
II.Populasi lutung jawa masih dapat ditemukan dibeberapa cagar alam di Jawa

8
seperti Taman Nasional Ujung Kulon, Cagara Alam Pangandaran, TN. Meru Betiri, TN.
Bromo Tengger Semeru, Gunung Halimun, Gunung Dieng, Gunung Arjuno, Alas Purwo
dll.
Ancaman utama terhadap lutung jawa disebabkan oleh berkurangnya habitat
sebagai dampak deforestasi hutan dan perburuan yang dilakukan manusia. Terakhir,
tentunya tak seorangpun dari kita yang rela jika kita kehilangan spesies endemik lutung
jawa ini.
Populasi lutung Jawa (Trachypithecus auratus auratus) terus menurun sejak 36
tahun terakhir di kawasan hutan-hutan di pegunungan di Jawa. Selama tiga generasi
(panjang satu generasi 12 tahun) populasinya menurun hingga lebih dari 30 persen akibat
penangkapan untuk perdagangan satwa peliharaan secara ilegal, perburuan, dan
hilangnya habitat.Pusat Rehabilitasi Lutung Jawa atau Javan Langur Center (JLC), The
Aspinall Foundation Indonesia Program, bersama Balai Besar KSDA Jawa timur telah
melepasliarkan lutung Jawa dengan total 73 individu yang tersebar di beberapa lokasi. Di
antaranya di Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang, Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru, serta di kawasan Taman Hutan Raya R. Soerjo
Perburuan untuk konsumsi makanan dan bertambahnya perdagangan untuk
peliharaan juga menjadi sebab penurunan populasi. Pada kisaran 2003 – 2012 di kawasan
Banyuwangi, Jember, Malang, dan Mojokerto, Jawa Timur, banyak lutung yang diburu
untuk diambil dagingnya sebagai campuran bakso, serta makanan pendamping minuman
keras.
Sejak 1999, lutung Jawa dimasukkan sebagai satwa yang dilindungi negara
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-11/1999
tentang penetapan lutung Jawa sebagai satwa dilindungi. Spesies ini masuk kategori
konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar (CITES) dalam Appendix
II kategori Vulnerable (rentan).
Populasi lutung jawa juga diperkirakan mengalami penurunan lebih dari 30%
dalam satu dekade terakhir akibat penurunan kuantitas dan kualitas habitat serta tingkat
eksplorasi yang tinggi (IUCN, 2012). Perubahan kawasan hutan menjadi area pertanian
dan permukiman menyebabkan hilangnya sebagian habitat alami sehingga mengancam
kelestarian populasi lutung jawa. Tingkat ancaman semakin tinggi dengan masih
maraknya perburuan liar terhadap lutung jawa (Malonev et al., 2003).
Lutung jawa merupakan salah satu bagian dari total keanekaragaman hayati
Indonesia yang terdegradasi secara terus-menerus. Melihat kondisi keanekaragaman

9
hayati dan lingkungan yang semakin memburuk dari tahun ke tahun, maka perlu
dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan konservasi
keanekaragaman hayati di masa sekarang maupun masa mendatang.
2.6 Potensi Ancaman dan Gangguan Lutung Jawa
Potensi ancaman dan gangguan yang terjadi di TNBTS adalah adanya aktivitas
manusia yang melintasi jalan dari Ranupani ke Burno atau sebaliknya dengan
menggunakan sepeda motor maupun truk sehingga memudahkan akses untuk melakukan
perambahan kayu. Upaya dalam mengatasi perambahan kayu telah dilakukan oleh pihak
pengelola dengan mengadakan patroli gabungan. Perambahan kayu kerap dilakukan
karena kebutuhan masyarakat akan hasil hutan kayu yang masih tinggi khususnya bagi
masyarakat Desa Ranupani untuk menghangatkan badan dan memasak.
Selain manusia, ancaman lainnya adalah Macan tutul dan Babi hutan. Lutung Jawa
memiliki tingkat adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya sehingga aktivitas
manusia yang melintasi jalan raya tidak mengganggu kehidupannya. Namun apabila
manusia terlihat mengamati lutung Jawa dan membuatnya terganggu, maka lutung Jawa
akan berlindung dan menjauhi manusia. Menurut Idris (2004), lutung Jawa yang sudah
terbiasa dengan keberadaan manusia tidak akan memperlihatkan rasa takutnya dengan
menjauhi manusia seperti pada daerah jelajahnya di Blok Barubenteng, Taman Nasional
Gede Pangrango yang merupakan jalur untuk rekreasi berupa kegiatan pendakian dan
perkemahan. Berdasarkan informasi petugas dan pengamatan yang dilakukan, tidak
ditemukan adanya  perburuan liar yang dilakukan oleh masyarakat terhadap lutung Jawa.
Kesibukan di lahan  pertanian menyebabkan masyarakat tidak berupaya melakukan
perburuan liar. Masyarakat Desa Ranupani lebih membutuhkan kayu Dari pada daging
lutung Jawa yang dapat dikonsumsi atau diperjual belikan (Idris,2004).
2.7 Pelestarian Lutung jawa
Keberadaan lutung Jawa akan semakin mendekati kepunahan. Hal ini terbukti dari
rusaknya habitat alaminya akibat perambahan hutan, masih tingginya perburuan liar dan
perdagangan satwa secara ilegal. Menurut Profauna Indonesia (2007) masih tersisa
delapan titik habitat asli lutung Jawa di Jawa Timur yakni di gunung Semeru sisi Barat,
Coban Kelurahan Paranglejo Kecamatan Dau, Hutan Cangar bagian bawah, Cemoro
Kandang Gunung Kawi, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Nasional Alas
Purwo, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Meru Betiri.
Pada umumnya, tingkat perburuan liar terhadap lutung Jawa yang masih relatif
tinggi. Menurut Profauna Indonesia (2007), daging lutung Jawa biasanya dijual ke Bali

10
dan sedikitnya 2500 ekor lutung Jawa setiap tahunnya diperdagangakan secara ilegal di
Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Harga yang ditawarkan bervariasi mulai dari Rp 150.000-
250.000/ekor. Lutung Jawa adalah satwa yang dilindungi dan sesuai UU Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sehingga tidak
boleh diperjualbelikan kecuali diberikan izin oleh Menteri Kehutanan dengan jumlah
kuota tertentu. Di TNBTS, tidak ditemukannya perburuan liar baik yang dilakukan
masyarakat setempat maupun masyarakat luar.
Ketegasan aparat dalam mengatasi permasalahan perdagangan lutung Jawa secara
ilegal perlu dilakukan mengingat kondisi populasi dan habitat yang semakin memburuk.
Pemerintah, masyarakat serta LSM domestik dan mancanegara bekerjasama dan
berusaha dalam menjaga kelestarian lutung Jawa sehingga perdagangan illegal,
perambahan hutan dan perburuan liar dapat diminimalisir. Usaha yang telah dilakukan
meliputi penggagalan  perdagangan ilegal oleh pemerintah melalui bea cukai pada saat
pemeriksaan di bandara dan masyarakat yang melaporkan adanya pemeliharaan lutung
Jawa yang tidak melalui  prosedur. Kegiatan lainnya sebagai upaya penyelamatan lutung
Jawa adalah kerjasama antara LSM domestik dengan LSM mancanegara dalam
mengembangkan habitat ex-situ (penangkaran) untuk meningkatkan populasi dan setelah
berhasil berkembangbiak dapat di Restrocking ke habitat aslinya. Selain itu, hasil
keturunan F2 dapat diperjualbelikan sesuai dengan kebutuhan pasar dengan izin tertentu.
Kerjasama ini perlu terus dilakukan sehingga keberadaan lutung Jawa dapat lestari
sampai masa yang akan datang.

BAB III
PENUTUP

11
3.1 Kesimpulan
Lutung jawa, dalam bahasa latin disebut Trachypithecus auratus merupakan salah
satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies lutung lainnya, lutung
jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar
55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80 cm. Secara umum cirri - ciri
morfologi pada lutung dewasa di tandai dengan rambut  penutup berwarna hitam sampai
hitam keperakan. Lutung Jawa mempunyai keistimewaan yaitu, perutnya besar dan
menggantung ke bawah. Ini karena jenis makanannya yang terdiri dari daun-daunan,
pucuk daun serta tidak mempunyai kantung makanan pipi. Lutung memiliki anatomi
tubuh dengan susunan tulang pada tubuhnya yang  panjang dan lebar. Lutung hidup
berkelompok dengan dengan jumlah teman antara 6-23 ekor. Dalam setiap kelompok
terdapat jantan sebagai pimpinan kelompok, dan beberapa betina serta anak-anak yang
masih dalam asuhan induknya. Lutung merupakan hewan yang aktif di siang hari.
Lutung Jawa tinggal di hutan bakau, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi, hutan
primer, hutan sekunder, perkebunan dan hutan tanaman. Populasi lutung Jawa
(Trachypithecus auratus auratus) terus menurun sejak 36 tahun terakhir di kawasan
hutan-hutan di pegunungan di Jawa. Potensi ancaman dan gangguan yang terjadi di
TNBTS adalah adanya aktivitas manusia yang melintasi jalan dari Ranupani ke Burno
atau sebaliknya dengan menggunakan sepeda motor maupun truk sehingga memudahkan
akses untuk melakukan  perambahan kayu. Ketegasan aparat dalam mengatasi
permasalahan perdagangan lutung Jawa secara ilegal perlu dilakukan mengingat kondisi
populasi dan habitat yang semakin memburuk.
3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

12
Astriani, WI. dkk. 2015. Populasi dan Habitat Lutung Jawa ((Trcyphitecus auratus E.
Geoffrey 1812) di Resort Balanan, Taman Nasional Baluran. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Eliana, D. dkk. 2017. Tingkah Laku Makan Lutung Jawa Trachypithecus Auratus di
Kawasan Pancuran 7 Baturaden Gunung Slamet Jawa Tengah. Jurnal Scripta
Biologica Vol. 04. No. 02:125–129.
Idris I. 2004. Pola Pergerakan Lutung Jawa di Pos Selabintana, Taman Nasional Gede
Pangrango, Jawa Barat.  Program Diploma Konservasi Sumber daya Hutan.
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Ihsanu, IA. dkk. 2013. Studi Perilaku Makan dan Analisis Vegetasi Pakan Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Jurnal Sylva Lestari.
Vol. 01. N0. 01:17-22.
Kurniawan. SM. 2007. Studi Populasi Lutung (Presbytis cristata Raffles) di Taman
Nasional Baluran. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor
Malone MN, A Fuentes, AR Purnama and IMWA Putra. 2003. Displaced hylobatids:
biological, cultural, and economic aspects of the Primate trade in jawa and bali,
indonesia. Tropical Biodiversity Vol. 08. No. 01:41- 49.
Nijman V, Supriatna J. 2008. Trachypithecus auratus. IUCN Red List of Threatened Species
2008 from: http://iucnredlist.org/details/22034/0. Diakses pada 02 Mei 2020.
Prabowo, RS. 2014. Tingkah Laku Keseharian dan Populasi Lutung Jawa di Indonesia. FKH
Universitas Brawijaya. Malang.
Profauna Indonesia. 2007. Lutung Jawa. Available URL : Http/www.google.com (Di akses
tanggal 02 Mei 2020).
Santono, D. dkk. 2016. Aktivitas harian Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondacius) di
Kawasan Taman Buru Masigit Karaembi Jawa Barat. Jurnal Biodjati. Vol. 01. No.
01: 39-47.
Sulistyadi, E. dkk. 2013. Pergerakan Lutung Jawa Trachypithecus auratus (E. Geoffroy
1812) pada Fragmen Habitat Terisolasi di Taman Wisata Alam Gunung pancar
(twagp) Bogor. Berita Biologi. Vol. 13. No. 1:383-395.
Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan lapangan primata Indonesia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

13
Suwono. 2006. Analisis Habitat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap
Pelepasliaran Lutung Jawa (Tracypithecus auratus) . Institut Pertanian Malang.

14

Anda mungkin juga menyukai