Anda di halaman 1dari 12

UPAYA KONSERVASI SERTA PERANAN LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus)

BAGI KEPENTINGAN EKOSISTEM, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA


MASYARAKAT
Disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Keanekaragaman Hayati

Dosen pengampu:

Prof. Johan Iskandar, M.Sc.

Disusun oleh:

Muhammad Zamzam Muzamil

140410190025

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Upaya
Konservasi Serta Peranan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) Bagi Kepentingan
Ekosistem, Ekonomi, Sosial Dan Budaya Masyarakat” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Johan Iskandar, M. Sc
selaku dosen mata kuliah Keanekaragaman Hayati di Biologi Universitas Padjadjaran yang sudah
memberikan kepercayaannya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas ini dan juga yang telah
membimbing dan memberikan wawasan yang luas mengenai Keanekaragaman Hayati, sehingga
makalah ini menjadi lebih berkualitas.
Besar harapan penulis agar makalah ini dapat memberi pengetahuan mengenai
Keanekaragaman, manfaat dan upaya konservasi Lutung Jawa (Trachypithecus auratus). Penulis
juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih terlampau jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Penulis terbuka akan
kritik dan saran untuk membangun makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Terima kasih atas
semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah ini. Akhir kata, Penulis
mengucapkan terima kasih

Bandung, 09 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keanekaragaman hayati adalah suatu istilah yang mencakup semua bentuk
kehidupan termasuk gen, spesies, dan ekosistem serta proses-proses ekologi (Sutoyo,
2010). Salah satu bentuk keragaman hayati Indonesia adalah memiliki fauna yang sangat
beragam dan tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari pulau Sumatera sampai Papua dan
dari sekian banyak hewan yang tersebar di Indonesia, banyak hewan tersebut adalah
hewan endemik. Salah satu hewan endemik Indonesia adalah Lutung Jawa
(Trachypithecus auratus).
Lutung Jawa atau dalam bahasa latin disebut (Trachypithecus marmoratus auratus)
adalah satwa endemik penghuni Pulau Jawa. Lutung Jawa hidup secara kelompok yang
terdiri dari 6 – 23 anggota kelompok dan dipimpin oleh jantan sebagai pemimpin
(Supriatna & Wahyono, 2000). Saat ini, Lutung Jawa menduduki status berdasarkan daftar
merah IUCN dengan kategori Vulnerable (Rentan), artinya penurunan populasi di alam
mengalami drastis dan dilindungi. Terlebih, populasi Lutung Jawa menurun akibat adanya
perdagangan bebas yang tidak terkendali adanya (Sofial, 2014). Perdagangan satwa ini
terdaftar dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora) yang marak didagangkan di pasar-pasar satwa.
Satwa endemik Pulau Jawa ini memiliki persebaran dan habitat yang cukup luas,
mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, mulai dari Taman Wisata Alam sampai
Cagar Alam dan Taman Nasional. Di Jawa Barat, persebaran Lutung Jawa bisa ditemui
dari pesisir laut sampai hutan pegunungan. Tapi sangat disayangkan, pergeseran habitat
Lutung Jawa saat ini marak terjadi. Lutung Jawa harus hidup berdampingan bersama
manusia, bahkan banyak merubah pola tingkah laku makan dan sehari-harinya. Lutung
Jawa termasuk satwa pemalu, sifat alaminya sangat sensitif dengan kehadiran manusia.
Di habitat aslinya, Lutung Jawa berperilaku layaknya kita manusia, mereka
bersosial, makan, melakukan aktivitas reproduksi, bermain, sampai bersih-bersih badan.
Makanannya di alam yaitu daun muda, bunga, buah, sampai serangga kecil. Perilaku
makan Lutung Jawa unik, karena mereka termasuk dalam satwa pemilih makanan di alam.
Lutung Jawa tidak akan memakan makanan yang menyebabkan sakit bagi tubuhnya,
mereka mengetahui mana yang pantas dimakan maupun tidak. Memang satwa yang
cerdas. Karena notabene primata memiliki daya ingat yang kuat, bayangkan berapa
kilometer mereka berjelajah di hutan, tapi saat ada makanan yang lezat, mereka tahu di
mana lokasi persisnya dan segera menghampirinya.
Lutung jawa (Trachypithecus auratus) adalah satwa primata endemic Jawa dan
Bali yang keberadaan semakin terdesak karena menyempitnya habitat mereka.
Hutan-hutan yang jadi habitat lutung jawa semakin tergerus oleh meluasnya lahan
pertanian dan pemukiman. Selain faktor menyempitnya habitat, lutung jawa juga terancam
punah akibat perburuan liar. Lutung diburu untuk diambil dagingnya dan juga dijual
sebagai satwa peliharaan di rumah. Masalahnya, populasi Lutung Jawa semakin menurun
karena ulah manusia. Lutung Jawa banyak diburu manusia untuk diperjualbelikan secara
ilegal, termasuk perdagangan melalui jejaring online.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana klasifikasi, morfologi, habitat, dan sebaran Lutung Jawa?
1.2.2. Apa peran ekologi Lutung Jawa?
1.2.3. Bagaimana manfaat Lutung Jawa dalam bidang ekonomi dan sosial-budaya
masyarakat?
1.2.4. Apa ancaman terhadap keberadaan Lutung Jawa dan upaya konservasinya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui klasifikasi, morfologi, habitat, dan sebaran Lutung Jawa.
1.3.2 Mengetahui peran ekologi Lutung Jawa.
1.3.3 Mengetahui manfaat Lutung Jawa dalam bidang ekonomi dan sosial-budaya.
1.3.4 Mengetahui ancaman terhadap Lutung Jawa dan upaya konservasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Lutung Jawa
Klasifikasi Lutung Jawa menurut É. Geoffroy, 1812 adalah:

Kingdom Animalia
Phylum Chordata
Class Mammalia
Ordo Primates
Famili Cercopithecidae
Genus Trachypithecus
Spesies Trachypithecus auratus
(É. Geoffroy, 1812)

2.2 Morfologi Lutung Jawa


Lutung Jawa mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala hingga tungging, jantan
dan betina dewasa rata-rata 517 mm, dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan
berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna
keperak-perakan. Bagian ventral, berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul.
Anak Lutung Jawa yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul. Setelah
meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu.
Perbedaan antara Lutung Jawa jantan dan betina secara morfologi terletak pada
perkembangan alat kelamin sedangkan untuk kelompok umur pada Lutung Jawa
dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan aktivitas hariannya. Pada Lutung jantan dewasa
mempunyai ukuran tubuh relatif besar,sedangkan pada betina dewasa memiliki ukuran
tubuh lebih kecil atau hampir sama dengan ukuran jantan dewasa. Pada Lutung Jawa
betina rambut bagian punggung lebih hitam dari pada warna punggung Lutung Jawa
jantan (Nugraha, 2011).

2.3 Sebaran dan Habitat Lutung Jawa


Lutung Jawa tersebar di hutan-hutan Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Sejauh ini
diakui dua subspesies dari lutung budeng, yang dibedakan dari daerah sebarannya:
1. Lutung Jawa timur, Trachypithecus auratus auratus. Menyebar di Jawa Barat
hingga ke Jawa Timur, Pulau Sempu & Nusa Barung, Bali, serta Lombok.
2. Lutung Jawa barat, Trachypithecus auratus mauritius. Menyebar di wilayah Banten
dan setengah Jawa Barat bagian barat: Ujung Kulon, Jasinga, Bogor, Cisalak,
Jakarta, Palabuhanratu, ke timur di pesisir selatan hingga Cikaso, atau Ciwangi di
pedalaman.
Habitat merupakan tempat yang berfungsi untuk memenuhi segala kebutuhan
satwa. Kebutuhan yang disebut diantaranya sebagai tempat makan, minum, berlindung
dan berkembang biak (Alikodra, 2002). Lutung Jawa diketahui menghuni pelbagai tipe
habitat, mulai dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa air-tawar, hutan hujan
dataran rendah, hutan gugur daun tropika, serta hutan pegunungan hingga ketinggian
sekitar 3.000-3.500 m dpl.[4] Juga ditemukan di hutan-hutan tanaman jati, rasamala, dan
akasia. Di wilayah Pegunungan Dieng, Lutung Jawa didapati baik di hutan primer maupun
sekunder, di bagian tepi maupun di pedalaman hutan

2.4 Manfaat Ekologis Lutung Jawa


Peran mamalia penting dalam mempertahankan dan menjaga proses-proses
ekologis yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia dan karakteristik terkait sifat
biologi dan perannya yang menjadikan mamalia menarik untuk diteliti (Kartono., 2015).
Lutung Jawa pun memiliki peran dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem.
Lutung Jawa sebagai hewan endemik perlu dilestarikan dan dikembangbiakan karena
hewan ini memiliki sifat sifat unggul dalam spesiesnya. Sifat-sifat unggul itu dapat
dimanfaatkan untuk ekosistem dan kesejahteraan manusia Ekosistem dengan
keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Keanekaragaman
yang tinggi merupakan gudang sifat sifat unggul untuk dimanfaatkan dikemudian hari.
Lutung Jawa adalah hewan diurnal, yakni aktif pada waktu siang hari di atas
pepohonan. Makanan pokoknya terdiri dari tumbuh-tumbuhan. Memakan dedaunan,
buah-buahan dan bunga. Spesies ini juga memakan larva serangga. Lutung jawa
merupakan folivorous yang memiliki lambung dengan banyak ruang, sehingga komponen
makanan pada daun termasuk serat dapat dicerna dengan baik (Najiboer et al. 2006).
Bagian tumbuhan yang dimakan lutung jawa antara lain buah, bunga, daun,
maupun pucuk daunnya saja (bisa disebut daun muda). Salah satu jenis tanaman pakan
yang dijumpai saat penelitian yaitu jembirit (Tabernaemontana sphaerocarpa BI). Bagian
tanaman ini yang dimakan lutung jawa adalah buah. Selain itu beringin (Ficus benjamina
L.) yang dimakan yaitu bagian daun. Bischofia javanica Blume, Litsea sp., dan Ficus sp.
merupakan pohon tempat beraktivitas makan dan sosial lutung jawa (Utami 2010;
Sulistyadi et al. 2013).
Peranannya di alam-pun banyak, Lutung Jawa juga dikenal sebagai petani alami
hutan, karena mereka memakan buah dan bijinya ditebar melalui kotorannya. Perilaku
yang baik untuk menjaga serta melestarikan hutan, kalau seperti ini, kita bisa belajar dari
perilaku Lutung Jawa dalam menyebarkan biji serta melestarikan hutan sebagai sumber
kehidupan kita.
2.5 Manfaat Ekonomi Lutung Jawa bagi Masyarakat
Saat ini pemanfaatan ekonomi dari Lutung Jawa masih cenderung berasal dari
upaya-upaya eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Lutung Jawa banyak diburu oleh
manusia untuk diperjualbelikan secara ilegal, termasuk perdagangan melalui jejaring
online. Lutung diburu untuk diambil dagingnya dan juga dijual sebagai satwa peliharaan di
rumah. Daging lutung masih dipercayai beberapa pihak memiliki khasiat untuk
meningkatkan vitalitas dan menjadi obat penyakit sesak nafas, namun itu semua tidak
terbukti kebenarannya.
Padahal Lutung Jawa memiliki potensi nilai ekonomi yang jauh lebih tinggi tanpa
mengancam keberadaan dan kelestariannya di alam. Salah satu yang paling besar
potensinya adalh dengan pemanfaatan Lutung Jawa sebagai daya tarik ekowisata.
Perangainya yang lucu dan kehidupannya yang berkelompok membuat pengamatan
aktivitas Lutung Jawa menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi wisatawan. Untuk
menunjang penyelenggaraan aktivitas ekowisata diperlukan informasi yang baik tentang
keberadaan dan perilaku satwa liar sehingga dapat memenuhi tuntutan wisatawan (Rowe,
1996).
Selain itu pembuatan pernak-pernik serta produk yang bertemakan lutung dapat
menjadi lahan pekerjaan dan penghasilan bagi warga sekitar. Ditambah statusnya sebagai
satwa endemik menjadi nilai tambah dari keeksotisan dan pesona Lutung Jawa di mata
wisatawan lokal maupun internasional.

2.6 Manfaat Sosial Budaya Lutung Jawa di Masyarakat


Manfaat sosial budaya dari lutung yang paling terkenal adalah perannya dalam
cerita rakyat Jawa Barat yang masih sering diceritakan sampai saat ini yakni cerita
“Lutung Kasarung”. Lutung Kasarung (bahasa Sunda: Lutung Kasarung, artinya Lutung
yang Tersesat) adalah cerita pantun yang mengisahkan legenda masyarakat Sunda yang
terinspirasi dari kisah para menak Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda tentang perjalanan
Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi)
dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet). Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung
bertemu dengan putri Purbasari Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki,
Purbararang. Lutung Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia
berubah menjadi pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan
Pasir Batang dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama.
Pada tahun 1921, cerita rakyat ini diangkat ke dalam gending karesmen, yaitu
drama yang diiringi musik, oleh R.A. Wiranatakusumah, Bupati Bandung. Lima tahun
kemudian, NV Java Film Company mengangkatnya ke dalam sebuah film bisu yang
berjudul Loetoeng Kasaroeng yang disutradarai oleh L. Heuveldorp. Film ini merupakan
film pertama di Hindia Belanda. Film ini diputar dari 31 Desember 1926 sampai 6 Januari
1927 di bioskop Elite (Majestic). Cerita pantun Lutung Kasarung kemudian dijadikan
bahan disertasi oleh F. S. Eringa yang dibukukan pada tahun 1949. Cerita ini ditulis dalam
bahasa Indonesia oleh seniman Belanda Tilly Dalton dalam tahun 1950. Salinan bukunya
disumbangkan kepada KITLV di Leiden, Belanda. Saat ini cerita rakyat tersebut sering
muncul dalam bentuk, antara lain, cerita anak, komik, sinetron di televisi-televisi
Indonesia.

2.7 Ancaman Terhadap Lutung Jawa


Lutung jawa (Trachypithecus auratus) adalah satwa primata endemic Jawa dan Bali
yang keberadaan semakin terdesak karena menyempitnya habitat mereka. Selain faktor
menyempitnya habitat, lutung jawa juga terancam punah akibat perburuan liar. Lutung
diburu untuk diambil dagingnya dan juga dijual sebagai satwa peliharaan di rumah.
Masalahnya, populasi Lutung Jawa semakin menurun karena ulah manusia, seperti
yang ditemukan baru-baru ini di Malang. Lutung Jawa banyak diburu manusia untuk
diperjualbelikan secara ilegal, termasuk perdagangan melalui jejaring online. Selain itu,
kian sempitnya habitat akibat berbagai sebab, seperti kebakaran dan pembukaan hutan,
perubahan iklim yang tak menentu, menipisnya persediaan pangan, dan beberapa faktor
lainnya, membuat populasi Lutung Jawa semakin terancam.

2.8 Upaya konservasi Lutung Jawa


Spesies ini terancam kelestariannya oleh kehilangan serta degradasi habitatnya,
yang terdesak oleh perluasan lahan-lahan pertanian dan permukiman manusia; fragmentasi
habitat; serta perburuan untuk dimakan atau diperdagangkan sebagai hewan timangan.
Oleh sebab itu, IUCN memasukkannya ke dalam Daftar Merah IUCN dalam status Rentan
(VU, Vulnerable).
Lutung budeng dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia sejak 1999.
Perdagangannya diawasi oleh CITES dan termasuk ke dalam Apendiks 2. Lutung ini juga
tercatat keberadaannya di dalam kawasan-kawasan konservasi seperti: Taman Nasional
Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Taman Nasional Meru Betiri, Taman
Nasional Baluran, serta Taman Nasional Bali Barat.
Patroli Hutan, secara rutin melakukan patroli ke hutan-hutan yang ada di Jawa
Timur yang menjadi habitat lutung jawa untuk mencegah terjadinya perburuan lutung.
Edukasi Petani. Meluasnya lahan pertanian yang berbatasan dengan hutan, menyebabkan
munculnya konflik antara petani dengan primata seperti monyet ekor panjang dan lutung
jawa. Edukasi pada petani termasuk mendukung cara-cara yang bijak dalam
menyelesaikan konflik dengan primate tersebut tanpa membunuh primatanya.
Edukasi dan Kampanye. Melakukan kampanye ke masyarakat termasuk generasi
muda untuk mendukung pelestarian lutung jawa. Kampanye ini dilakukan dengan cara
berkunjung ke sekolah, kampanye publik di pusat keramaian kota, pameran, pemutaran
film konservasi lutung dan penyuluhan masyarakat tepi hutan. Perang Melawan
Perdagangan lutung. mendorong aparat penegak hukum untuk menindak setiap bentuk
perburuan dan perdagangan lutung jawa, karena lutung jawa sudah dilindungi UU. Bentuk
dukungan itu dalam bentuk investigasi, pemberian informasi dan advokasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lutung Jawa atau dalam bahasa latin disebut (Trachypithecus marmoratus auratus)
adalah satwa endemik penghuni Pulau Jawa. Lutung Jawa hidup secara kelompok yang
terdiri dari 6 – 23 anggota kelompok dan dipimpin oleh jantan sebagai pemimpin. Lutung
Jawa mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala hingga tungging, jantan dan betina
dewasa rata-rata 517 mm, dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan berat
tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna keperak-perakan.
Bagian ventral, berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Anak Lutung Jawa
yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa
warnanya berubah menjadi hitam kelabu.
Sudah seharusnya kita sebagai generasi muda mesti melindungi satwa endemik
Pulau Jawa ini. Peranannya di alam-pun banyak, Lutung Jawa juga dikenal sebagai petani
alami hutan, karena mereka memakan buah dan bijinya ditebar melalui kotorannya.
Perilaku yang baik untuk menjaga serta melestarikan hutan, kalau seperti ini, kita bisa
belajar dari perilaku Lutung Jawa dalam menyebarkan serta melestarikan hutan sebagai
sumber kehidupan kita. Selain Itu Lutung Jawa juga memiliki nilai ekonomis dalam
menjadi daya tarik utama dalam pengelolaan ekowisata dan memiliki nilai sosial-budaya
dalam karya sastra berbentuk cerita rakyat atau dongeng berjudul “Lutung Kasarung”.
Lutung Jawa mengalami berbagai ancaman yang sumber utamanya berasal dari
aktivitas manusia, seperti penyempitan habitat dan eksploitasi tidak bertanggung jawab
melalui perburuan untuk diperjual-belikan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam
mengkonservasi Lutung Jawa adalah dengan melaksanakan patroli rutin, edukasi dan
kampanye pada masyarakat umum, serta perang melawan perdagangan Lutung Jawa.
DAFTAR PUSTAKA

Afzalani., R.A. Muthalib dan E. Musnandar. 2008. Preferensi pakan, tingkah laku makan dan
kebutuhan nutrien rusa sambar (Cervus unicolor) dalam usaha penangkaran di Provinsi
Jambi. Media Peternakan. 31(2): 114 - 121.
Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan IPB.
Antara Sumsel, 2020. Kecombrang dan rusa timor sebagai ikon puspa dan satwa nasional.
Online. Available at
https://sumsel.antaranews.com/berita/508416/kecombrang-dan-rusa-timor
sebagai-ikon-puspa-dan-satwa-nasional. (Diakses pada 11 November 2021)
Baskaran N, Ramkumaran K, Karthikeyan G. 2016. Spatial and dietary overlap between
blackbuck (Antilope cervicapra) and feral horse (Equus caballus) at Point Calimere
Wildlife Sanctuary, Southern India: Competition between native versus introduced
species. Mammalian Biology. 81: 295–302.
Boer, C. 1994. Studi tentang Keanekaragaman Jenis Burung Berdasarkan Tingkat Pemanfaatan
Hutan Hujan Tropis di Kalimantan Timur/Indonesia. Tesis. Magister Universitas
Wuersburg, Jerman.
Dohna HZ, Peckb DE, Johnson BC, Reeves A, Schumaker BA. 2014. Wildlife–livestock
interactions in a western rangeland setting: Quantifying disease-relevant contacts.
Preventive Veterinary Medicine. 113:447–456.
Fitriyanty, H., Masyud, B., Kartono, A.P. 2014. Respon Rusa Timor Terhadap Pemberian Pakan
Alternatif di Penangkaran. Jurnal Media Konservasi. 19(2): 105-112.
Garsetiasih, R. & Takandjandji, M .2006. Model penangkaran rusa. Prosiding Ekspose
Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan Padang. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
Kartono, A. P. 2015. Keragaman dan kelimpahan Mamalia di perkebunan sawit PT Sukses Tani
Nusasubur Kalimantan Timur. Media Konservasi. 20(2): 85-92.
Kwatrina RT. 2009. Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timot di
Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga.Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Maha, I. T., Manafe, R. Y., Amalo, F. A., & Selan, Y. N. (2021). Karakteristik Morfologi Rusa
timor (Rusa timorensis) dengan Pemeliharaan Ex Situ di Kota Kupang. Acta veterinaria
Indonesiana, 9(1), 1-13.
Maharani D, Siswadi. 2017. Pengaruh Pemberian Kombinasi Pakan Terhadap Pertumbuhan Rusa
Timor (Rusa Timorensis) di KHDTK Rarung Lombok Tengah. Prosiding Seminar
Nasional Perhutanan Sosial. Lombok Barat. p263-269.
Masyud, B., Wijaya, R., & Santosa, I. B. (2007). Pola Distribusi, Populasi Dan Aktivitas Harian
Rusa Timor (Cervus timorensis, de Blainville 1822) Di Taman Nasional Bali Barat
(Distribution, Population and Daily Activities of Timor Deer-Cervus timorensis, de
Blainville 1822 in Bali Barat National Park). Media Konservasi, 12(3).
Papachristou TG, Platis PD. 2011. The impact of cattle and goats grazing on vegetation in oak
stands of varying coppicing age. Acta Oecologica Journal. 37:16-22
Pattiselanno F. 2003. Deer (Cervidae: Artiodactyla: Marnmalia) wildlife Potential with future
expectation. Tigerpaper (30) 3: Juli - Sept 2003.
Rahmah, Yumeida & Karmila, Mila. 2020. Adaptasi Dongeng “Rusa Tak Percaya Diri” Pada
Garnitur Busana Casual Dengan Teknik Sulaman Fantasi. TEKNOBUGA: Jurnal
Teknologi Busana dan Boga. 8. 121-128. 10.15294/teknobuga.v8i2.23974.
Rumakar, S., Puttileihalat, M. M. S., & Tuhumury, A. (2019). Populasi dan Habitat Rusa Timor
(Cervus timorensis). MAKILA: Jurnal Penelitian Kehutanan, 13(1), 40-56. Savadogo P, Tiveau D,
Sawadogo L, Tigabu M. 2008. Herbaceous species responses to long-term effects of prescribed
fire, grazing and selective tree cutting in the savanna-woodlands of West Africa. Perspectives in
Plant Ecology, Evolution and Systematics 10: 179–195 Schroder TO. 1976. Deer in Indonesia.
Netherland. Agricultural University Wageningen - Netherland Nature Conservation Dept.
Semiadi, G and R.T.P. Nugraha, 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Bogor: Pusat
Penelitian Biologi LIPI.
Sumadi A, Utami S, Waluyo EA. 2008. Pendekatan model sistem dalam kebijakan pengelolaan
populasi rusa (Rusa timorensis Mul. & Schl. 1844) di Taman Nasional Baluran. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.5(3):201-215.
Sutoyo, S. 2010. keanekaragaman hayati indonesia Suatu Tinjauan: Masalah dan Pemecahannya.
Buana Sains, 10(2), 101-106.
Takandjandji M. 2009. Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio
Ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Tesis. Program Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Taralalu, J. M., Boer, C., & Kuncoro, I. 2006. Kajian Tentang Habitat Dan Populasi Rusa (Cervus
Timorensis) Di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Jurnal Kehutanan Unmul 2
(2), 190:205.
Thohari AM, Masy’ud B, Takandjandji M. 2011. Teknis Penangkaran Rusa timor (Cervus
timorensis) untuk Stok Perburuan. Seminar Sehari Prospek Penangkaran Rusa Timor
(Cervus timorensis) sebagai Stok Perburuan. Bogor. p1-15
Turwewi, S. W. 2018. Evaluation Of Compounding Medicine Absorption And Availibility Of
Drug Formula For Pediatrics Patients In Pharmacies In Kota Kupang. CHMK
Pharmaceutical Scientific Journal,.1(2): 53-60.
Wirdateti & Semiadi G. 2007. Pararneterfologi, fisiologi dan keadaan kesehatan rusa timorensis
yang berada eli Pulau Timor. Berkala Penelitian Hayati.

Anda mungkin juga menyukai