LAPORAN KKL
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi
yang dibina oleh Bapak Drs. Agus Dharmawan, M.Si.dan Ibu Dr. Vivi Novianti,
M.Si.
Oleh:
Kelompok 12/Offering C/Angkatan 2015
2.3.7. Monoplacophora
Memiliki sebuah cangkang dan bersifat bilateral simetri. Cangkang
Monoplacophora memiliki 3 sampai 8 pasang. Cangkang berbentuk perisai, kaki
pipih berguna untuk bergerak perlahan, sedikitnya sefalisasi, insang dan otot
retraktor yang jumlahnya berlipat, memiliki radula dan perut berbentuk kerucut
menyebabkan para ahli Mollusca berpendapat bahwa Monoplacophora merupakan
ancestor untuk gastropoda, bivalvia dan cephalopoda. Sistem pencernaannya
termasuk juga sebuah radula dan sebuah organ subradular terdapat di dalam rongga
bukal. Perut mengandung sebuah style sac dan crystalline style. Usus berkelok-
kelok bermuara pada anus. Sistem saraf Monoplacophora terdiri atas sepasang
ganglia serebra dan cincin saraf sirkum oral yang berhubungan dengan sepasang
tali saraf menuju organ viseral.
2.6.3. Salinitas
Salinitas di definisikan sebagai banyaknya kadar garam (NaCl) yang terlarut di
dalam air, dinyatakan dalam permil (o/oo). Berdasarkan tingkat salinitasnya dapat
digolongkan menjadi Hyposaline (< 33 o/oo), Normal Marine (33-37 o/oo) dan
Hypersaline (> 37 o/oo). Pengaruh perubahan kadar garam akan berakibat lambat
ataupun terhentinya perkembangan. Pada umumnya berbagai jenis moluska
terdapat di daerah yang bersalinitas normal marine atau hyposaline (Aswan, 2006).
2.6.4. Keadaan Substrat
Keadaan permukaan dimana moluska berada. Keadaan substrate ditentukan
oleh tekstur, kimia, mineralogi dari dasar pembentuknya. Dengan sendirinya ini
akan sangat berpengaruh terhadap pH dan nutrisi (Glasson, 1959).
Perubahan naik–turunnya muka air laut berkaitan erat dengan pertumbuhan
dan perkembangan suatu organisme laut, diantaranya juga terjadi pada moluska.
Pada saat muka air laut naik moluska yang hidup di dasar laut yang dangkal masih
akan dapat bertahan hidup dan dapat berkembang hingga menjadi dewasa karena
kondisi lingkungan yang relatif tenang. Jika organisme tersebut mati, maka akan
diendapkan dalam sedimen sesuai dengan posisi hidup dan lingkungannya dengan
kondisi cangkang yang masih lengkap (Aswan, 2006).
Sebaliknya saat muka air laut turun, moluska yang hidup pada dasar laut
yang dangkal tidak akan dapat bertahan hidup karena lingkungannya yang menjadi
kering dan tidak sesuai dengan kebutuhannya untuk dapat tumbuh dan berkembang.
Turunnya muka laut yang cepat, kemungkinan besar juga akan mentransport
cangkang–cangkang moluska yang terendapkan di bawah laut. Dalam kondisi ini
moluska akan ditemukan dalam sedimen dengan posisi yang tidak sama dengan
posisi hidupnya. Organisme yang menjadi fosil pun masih kecil karena belum
sempat tumbuh dan berkembang serta menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Organisme moluska dengan cangkang yang tipis akan cenderung ditemukan dalam
keadaan pecah – pecah dan tidak lengkap. Penurunan muka air laut juga umumnya
di temukan campuran sedimen dengan butir yang kasar (Aswan, 2006).
2.7 Peranan Mollusca
Mollusca telah menjadi sesuatu yang penting untuk manusia dalam sepanjang
sejarah sebagai sumber makanan, bahan pakan ternak, bahan industri kerajinan dan
perhiasan, alat-alat rumah tangga, hewan peliharaan, bahan pupuk serta untuk obat-
obatan. Sedangkan secara ekologis berperan dalam rantai makanan yang berfungsi
sebagai herbivor atau detritivor (Hickman et al., 2004)
2.8 Faktor Abiotik
2.8.1. Cahaya matahari
Cahaya matahari merupakan factor abiotik yang terpenting untuk menunjang
kehidupan di bumi. Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi tumbuhan
yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Cahaya matahari juga memberikan rasa
hangat untuk semua makhluk (Palupi, 2005).
2.8.2. Topografi
Topografi adalah bentuk lanskap yang ditentukan oleh aspek lereng dan
ketinggian. Topografi memberikan berbagai untuk ekosistem. Sebagai contoh:
topografi rumput yang bervariasi seperti bukit, padang rumput, tebing, daerah
dataran rendah dll, yang memberikan variabilitas ke bentuk kehidupan (Ariyanto,
2010).
2.8.3. Iklim
Iklim merupakan keadaan cuaca rata-rata di suatu tempat yang luas dalam
waktu yang lama (30 tahun), terbentuk oleh interaksi berbagai komponen abiotik
seperti kelembaban udara,suhu, curah hujan, cahaya matahari, dan lain
sebagainya.Iklim mempunyai hubungan yang erat dengan komunitas tumbuhan
dan kesuburan tanah. Contohnya adalah di daerah yang beriklim tropis, seperti
Indonesia, memiliki hutan yang lebat dan kaya akan keanekaragaman hayati yang
disebut hutan hujan tropis sedang kan di daerah subtropis hutan seperti itu tidak
dijumpai (Ariyanto, 2010).
Beberapa dampak langsung perubahan iklim yang paling berpengaruh terhadap
keanekaragaman hayati :
a. Spesies ranges (cakupan jenis)
Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan curah hujan. Hal ini
mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan diri, terutama spesies
yang mempunyai kisaran toleransi yang rendah terhadap fluktuasi suhu
b. Perubahan fenologi
Perubahan iklim akan menyebabkan pergeseran dalam siklus yang reproduksi
dan pertumbuhan dari jenis-jenis organisme, sebagai contoh migrasi burung terjadi
lebih awal dan menyebabkan proses reproduksi terganggu karena telur tidak dapat
dibuahi. Perubahan iklim juga dapat mengubah siklus hidup beberapa hama dan
penyakit, sehingga akan terjadi wabah penyakit.
c. Perubahan interaksi antar spesies
Dampak yang iklim perubahan akan berakibat pada interaksi antar spesies
semakin kompleks (predation, kompetisi, penyerbukan dan penyakit). Hal itu
membuat ekosistem tidak berfungsi secara ideal.
d. Laju kepunahan
Kepunahan telah menjadi kenyataan sejak hidup itu sendiri muncul. Beberapa
juta spesies yang ada sekarang ini merupakan spesies yang berhasil bertahan dari
kurang lebih setengah milyar spesies yang diduga pernah ada. Kepunahan
merupakan proses alami yang terjadi secara alami. Spesies telah berkembang dan
punah sejak kehidupan bermula. Kita dapat memahami ini melalui catatan fosil.
2.8.4. Suhu
Suhu adalah adalah derajat energi panas. Sumber utama energi panas adalah
radiasi matahari. Suhu merupakan komponen abiotik di udara, tanah, dan air. Suhu
sangat diperlukan oleh setiap makhluk hidup, berkaitan dengan reaksi kimia yang
terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup
memerlukan enzim. Kerja suatu enzim dipengaruhi oleh suhu tertentu. Suhu juga
mempengaruhi perkembangbiakan makhluk hidup. Contohnya, beberapa jenis
burung akan melakukan migrasi menuju ke daerah yang suhunya sesuai untuk
berkembang biak.
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang
diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat
hidup pada kisaran suhu tertentu (Ariyanto, 2010).
2.8.5. Kelembaban
Kelembaban merupakan salah satu komponen abiotik di udara dan tanah.
Kelembaban di udara berarti kandungan uap air di udara, sedangkan kelembaban di
tanah berarti kandungan air dalam tanah. Kelembaban diperlukan oleh makhluk
hidup agar tubuhnya tidak cepat kering karena penguapan. Kelembaban yang
diperlukan setiap maklhuk hidup berbeda-beda. Sebagai contoh, cendawan dan
cacing memerlukan habitat yang sangat lembab (Nybaken, 1992)
Kelembaban udara menyatakan tentang jumlah atau banyaknya uap air yang
terkandung dalam atmosfer pada suatu saat dan tempat tertentu komposisinya
berubah ubah tergantung waktu dan tempat Setiap organisme memiliki
kelembaban optimum. Beberapa jenis membutuhkan kelembaban tinggi dan ada
yang justru membutuhkan kelembaban rendah (Cappenberg et al., 2008).
2.8.6. Garis Lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda
pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi
organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis
lintang tertentu saja (Cappenberg et al., 2008).
Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa dan di antara dua benua,
memiliki curah hujan yang cukup tinggi, rata-rata 200-225 cm/tahun. Dengan curah
hujan yang tinggi dan merata, cahaya matahari sepanjang tahun, dan suhu yang
cukup hangat dengan suhu rata-rata 27 derajat C, Indonesia memiliki
keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi (Nybaken, 1992).
2.8.7. Kadar Garam (Salinitas)
Jika kadar garam tinggi, sel-sel akar tumbuhn akan mati dan akhirnya akan
mematikan tumbuhn itu. Didaerah yang berkadar garam tinggi hnya hidup
tumbuhan tertentu. Misalnya pohon bakau di pantai yang tahan terhadap lingkungan
berkadar garam tinggi (Ariyanto, 2010).
2.8.8. Derajat Keasaman (pH)
Kesamaan juga berpengaruh jerhadap makhluk hidup. Biasanya makhluk
hidup memerlukan lingkungan yang memilik PH netral. Makhluk hidup tidak dapat
hidup di lingkungan yang terlalu asam atau basa. Sebagai contoh tanah di
Kalimantan yang umumnya bersifat asam memiliki keanekaragaman yang rendah
dibandingkan dengan di daerah lain yang tanahnya netral. Tanah di Kalimantan
bersifat asam karena tersusun atas gambut (Palupi, 2005).
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan:
E = Evenness/kemerataan
H’ = Indeks keananekaragaman
S = Jumlah spesies
(Soetjipto, 1993)
3.5.3 Nilai Richness atau kekayaan (R)
S −1
R=
ln N
Keterangan:
R = Richness/kekayaan
S = Banyaknya spesies
N = Total semua jenis individu dalam komunitas
(Soetjipto, 1993)
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA
(Lamarck, 1816)
(Linnaeus, 1758)
Ulangan 4 (Off
Ulangan 1 (Off A/21) Ulangan 2 (Off B/11) Ulangan 3 (Off C/6) Ulangan 5 (Off A/ 1)
Taksa A/16) ∑
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Planaxis sulcatus 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5
Nerita undata 0 0 0 1 0 0 5 0 10 0 0 0 0 0 0 16
Hexaplex sp. 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 26
Nerita textilis 0 0 0 0 0 32 12 7 11 0 0 0 0 0 0 62
Conusebraeus 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 9
Monodonta 0 0 1 0 0 0 0 0 13 1 0 0 0 0 0 15
Nerita sp. 0 0 0 0 0 1 0 5 0 0 0 0 0 0 0 6
Chlamys sp 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 3
Bela sp 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2
Pattela compresa 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Littoraria undulata 0 1 0 2 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0 6
Ovatella sp 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
Trochus 0 0 0 0 0 1 1 7 0 0 0 0 0 0 0 9
Nassarius sp 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2
Fulgiconus exiguus
0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3
bougei
Planaxis sulcatus 1 0 2 1 0 2 24 1 13 0 0 1 0 0 0 45
Nerita undata 1 23 0 0 1 0 1 0 0 15 26 7 0 0 0 74
Cominella sp 0 0 0 0 0 0 16 6 11 0 1 0 0 0 0 34
Hexaplex sp. 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 5
Nerita planospira 0 0 0 0 1 0 1 12 0 6 0 1 3 14 37 75
Astraea 0 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 1 0 0 0 4
Nerita textilis 0 1 8 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 10
Conusebraeus 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Niotha gemmulata 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Monodonta sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0 7
Patella saccharina 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
Nerita sp. 0 0 18 0 1 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 24
Engina sp. 1 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
Patella barbara 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
Ulangan 4 (Off
Ulangan 1 (Off B/5) Ulangan 2(Off B/15) Ulangan 3 (Off I/20)
Taksa B/10) ∑
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Nassarius sp 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 15
Fulgiconus exiguus bougei 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
Planaxis sulcatus 0 0 0 0 0 2 19 0 0 0 1 0 22
Nerita undata 2 0 0 2 2 15 4 0 0 1 0 0 26
Hexaplex sp 0 0 2 2 2 0 6 0 0 0 1 0 13
Nerita planospira 0 0 0 0 0 1 4 0 0 2 2 0 9
Nerita textilis 0 0 0 0 0 2 0 3 0 3 0 0 8
Conus ebraeus 0 0 2 0 0 0 0 1 0 3 63 69
Niotha gemmulata 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
Monodonta sp. 0 0 0 2 0 0 0 4 0 0 0 0 6
Patella saccharina 0 17 10 2 0 8 0 18 0 0 0 1 56
Nerita sp. 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 3
Chlamys sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Littoraria undulata 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2
Ovatella sp 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2
Ulangan 1 (off I/23) Ulangan 2 (off C/8) Ulangan 3 (off G/13) Ulangan 4 kel 3 Ulangan 5 kel 18
Taksa ∑
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Nerita undata 0 18 0 0 0 0 18 0 0 0 87 20 2 0 0 145
Cominella sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
Hexaplex sp. 0 3 7 0 0 0 2 0 5 0 0 0 0 2 0 19
Nerita planospira 0 5 31 46 21 4 0 104 0 0 0 0 2 0 2 215
Monodonta sp. 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 7
10
Patella saccharina 0 20 3 0 0 0 0 0 0 3 16 18 0 11 172
1
Nerita sp. 0 0 1 8 3 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 16
Strombus sp 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1
Nerita fulgurans 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5
Suhu 31,8 0C
DO 15,8 mg/l
Salinitas 64,67 gr/100 NaCl
Kekeruhan 29,33 mg/C
pH 7,967
Intensitas Cahaya 269,667 x 100 mx
Kecepatan angin 4,37 m/s
Kelembapan 12,87 %
4.3 Tabel Analisis Data Pengamatan
4.3.1 Zona Batu Besar
Ulangan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 4 Ulangan 5
3 (Off
(Off A/21) (Off B/11) (Off A/16) (Off A/ 1)
Taksa C/6) ∑ Pi LN PI -Pi ln Pi H E R
P P P P P P P P P P P P P P P
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
-
Planaxis 0,0138121 0,0591464
0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5 4,282206
sulcatus 5 96
3
-
Nerita 1 0,1378588
0 0 0 1 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 16 0,0441989 3,119055
undata 0 06
49
-
Hexaplex 2 0,1891498
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 26 0,0718232 2,633547
sp. 2 33
67
-
Nerita 9 5 5 20 0,5524861 0,3278048
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0,593326
planospira 3 4 2 0 9 87
85
- 1,5811 0,1129380 2,2065147
Nerita 3 1 1 0,1712707 0,3022088
0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 62 1,764509 3 32 75
textilis 2 2 1 2 65
83
-
Conusebrae 0,0248618 0,0918502
0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 9 3,694419
us 8 12
63
-
1 0,0414364 0,1319168
Monodonta 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 15 3,183594
3 6 79
01
-
0,0165745 0,0679538
Nerita sp. 0 0 0 0 0 1 0 5 0 0 0 0 0 0 0 6 4,099884
86 91
74
-
0,0082872 0,0397212
Chlamys sp 0 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 3 4,793031
9 59
92
-
0,0055248 0,0287209
Bela sp 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 5,198497
6 78
03
-
Pattela 0,0027624 0,0162752
0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 5,891644
compresa 3 6
21
-
Littoraria 0,0165745 0,0679538
0 1 0 2 0 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0 6 4,099884
undulata 9 91
74
-
0,0055248 0,0287209
Ovatella sp 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5,198497
6 78
03
-
0,0248618 0,0918502
Trochus 0 0 0 0 0 1 1 7 0 0 0 0 0 0 0 9 3,694419
8 12
63
4.3.2 Zona Batu Kecil
Fulgiconus
exiguus 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0,010169 -4,58836 0,046661
bougei
2,034661 0,127166 2,637606
Planaxis
1 0 2 1 0 2 24 1 13 0 0 1 0 0 0 45 0,152542 -1,88031 0,286827
sulcatus
Nerita
0 0 0 0 1 0 1 12 0 6 0 1 3 14 37 75 0,254237 -1,36949 0,348175
planospira
Monodonta
sp. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0 7 0,023729 -3,74107 0,088771
Patella
0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0,010169 -4,58836 0,046661
saccharina
Nerita sp. 0 0 18 0 1 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 24 0,081356 -2,50892 0,204116
Engina sp. 1 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0,016949 -4,07754 0,069111
Patella
barbara 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,00678 -4,99383 0,033856
Ulangan 1 (off Ulangan 2 (off Ulangan 3 (off Ulangan 4 kel Ulangan 5 kel
Taksa I/23) C/8) G/13) 3 18 ∑ Pi LN PI -Pi ln Pi H E R
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Nerita -
0,249
undata 0 18 0 0 0 0 18 0 0 0 87 20 2 0 0 145 1,388 0,346407
57
02 1,40 0,155 1,2569
Comin - 1486 721 23
0,001
ella sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 6,364 0,010955
721
75
Hexapl -
0,032
ex sp. 0 3 7 0 0 0 2 0 5 0 0 0 0 2 0 19 3,420 0,111852
702
31
Nerita -
planos 10 0,370
0 5 31 46 21 4 0 0 0 0 0 2 0 2 215 0,994 0,367873
pira 4 052
11
Monod -
onta 0,012
0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 7 4,418 0,053239
sp. 048
84
Patella -
10 0,296
saccha 0 20 3 0 0 0 0 0 0 3 16 18 0 11 172 1,217 0,360358
1 041
rina 26
-
Nerita 0,027
0 0 1 8 3 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 16 3,592 0,098924
sp. 539
16
Stromb -
0,001
us sp 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 6,364 0,010955
721
75
Nerita -
0,008
fulgura 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5 4,755 0,040924
606
ns 31
4.3.5 Zona Berlamun
Ulangan 3 Ulangan 5
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 4
(off H/ kel (Off G/ Kel
Taksa (off B/ 7) (off C/ 12)
17)
(off G/kel 2) ∑ Pi LN PI -Pi ln Pi H E R
22
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Fulgiconus
-
exiguus 3 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 4 1 0 1 10 0,075188 0,194569
2,58776
bougei
Planaxis
sulcatus 0 3 10 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 15 0,112782 -2,1823 0,246124 2,090691 0,149335 2,658297
Nerita -
undata 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 25 6 5 3 7 49 0,368421 0,367879
0,99853
Cominella
sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2 0,015038 -4,1972 0,063116
Hexaplex -
sp. 0 0 0 0 0 0 0 5 2 0 1 0 0 0 0 8 0,06015 0,169077
2,81091
Nerita -
planospira 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 4 0 0 0 11 0,082707 0,206143
2,49245
Astraea sp -
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 3 0,022556 0,085528
3,79174
Patella -
0 0 0 3 0 0 2 3 0 0 0 0 0 0 1 9 0,067669 0,182242
saccharina 2,69312
Chlamys -
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2 5 0,037594 0,123343
sp. 3,28091
-
Engina sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 1 4 0,030075 0,105385
3,50405
Kerang
-
kuwuk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,007519 0,03677
4,89035
(meretrix
Ranella sp -
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,007519 0,03677
4,89035
Bela sp -
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 4 14 0,105263 0,236978
2,25129
Cypraea -
stercoraria 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,007519 0,03677
4,89035
2.637606 2.658297
2.566302
2.5
2.206514775
2.047282 2.090691
2.034661
2
JUMLAH PERSEBARAN
1 Zona Berlamun
0.5
0.155721
0.136485
0.127166
0.112938032 0.149335
0
H E R
FAKTOR PERSEBARAN
Pengambilan Mollusca dilakukan di lima zona yaitu zona batu besar, zona batu
kecil, zona beralga, zona batu lempeng, dan zona pasir berlamun. Pada zona batu
besar ditemukan 14 spesies diantaranya Planaxis sulcatus, Nerita undata, Hexaplex
sp, Nerita planospira, Nerita textilis, Conusebraeus, Monodonta, Nerita sp,
Chlamys sp, Bela sp, Pattela compresa, Littoraria undulata, Ovatella sp, dan
Trochus. Spesies yang paling banyak kelimpahannya yaitu spesies Nerita
planospira sebanyak 200 individu.
Pada zona batu kecil ditemukan 16 spesies diantaranya Nassarius sp,
Fulgiconus exiguus bougei, Planaxis sulcatus, Nerita undata, Cominella sp,
Hexaplex sp, Nerita planospira, Astraea, Nerita textilis, Conusebraeus, Niotha
gemmulata, Monodonta sp, Patella saccharina, Nerita sp, Engina sp, dan Patella
barbara. Spesies yang paling banyak kemmelimpahannya yaitu spesies Nerita
planospira sebanyak 75 individu.
Pada zona batu beralga ditemukan 15 spesies diantaranya Nassarius sp,
Fulgiconus exiguus bougei, Planaxis sulcatus, Nerita undata, Hexaplex sp, Nerita
planospira, Nerita textilis, Conus ebraeus, Niotha gemmulata, Monodonta sp,
Patella saccharina, Nerita sp, Chlamys sp, Littoraria undulata, dan Ovatella sp.
Spesies yang paling banyak kemelimpahannya yaitu spesies Conus ebraeus
sebanyak 69 individu.
Pada zona batu lempeng 9 spesies diantaranya Nerita undata, Cominella sp,
Hexaplex sp, Nerita planospira, Monodonta sp, Patella saccharina, Nerita sp,
Strombus sp, dan Nerita fulgurans. Spesies yang paling banyak kemelimpahannya
yaitu Nerita planospira sebanyak 215 individu.
Pada zona berlamun ditemukan 14 spesies diantaranya Fulgiconus exiguus
bougei, Planaxis sulcatus,Nerita undata, Cominella sp, Hexaplex sp, Nerita
planospira, Astraea sp, Patella saccharina, Chlamys sp, Engina sp, Kerang kuwuk
(meretrix, Ranella sp, Bela sp, dan Cypraea stercoraria. Spesies yang paling
banyak kemelimpahannnya yaitu spesies Nerita undata sebanyak 49 individu.
Nilai keanekaragaman (H’) pada zona batu besar sebesar 1,58113, zona batu
kecil sebesar 2,034661, zona batu beralga sebesar 2,047282, zona batu lempeng
sebesar 1,401486, dan zona pasir berlamun sebesar 2,090691. Sedangkan untuk nilai
kemerataan (E), zona batu besar sebesar 0,112938, zona batu kecil sebesar 0,127166,
zona batu beralga sebesar 0,136485, zona batu lempeng sebesar 0,155721, dan zona
pasir berlamun sebesar 0,149335. Untuk nilai kekayaan (R) pada zona batu besar
sebesar 2,2065148, zona batu kecil sebesar 2,637606 , zona batu beralga sebesar
2,566302, zona batu lempeng sebesar 1,256923, dan zona pasir berlamun sebesar
2,658297.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan teknik analisis didapatkan Indeks
Keanekaragaman Shannon dan Wiener (H’) terbesar untuk Mollusca adalah pada
zona berlamun sebesar 2,090691, sedangkan nilai keanekaragaman terkecil adalah
pada zona batu lempeng sebesar 1,401486 . Sedangkan, untuk indeks kemerataan
Mollusca terbesar pada zona batu lempeng sebesar 0,155721 dan nilai kemerataan
terkecil pada zona batu besar sebesar 0,112938. Sedangkan indeks kekayaan
terbesar Mollusca terdapat pada zona berlamun sebesar 2,658297, dan indeks
kekayaan terkecil adalah pada zona lempeng dengan angka sebesar 1,256923,
Apabila dilihat dari nilai indeks keanekaragaman pada kelima zona, maka
termasuk dalam keanekaragaman jenis sedang karena masuk dalam kisaran 1 < H`
< 3. Hasil indeks keseragaman untuk Mollusca pada zona batu kecil, zona batu
besar, zona batu beralga, zona batu lempeng dan zona pasir berlamun termasuk
keseregaman populasi kecil karena e < 0,4.
BAB V
PEMBAHASAN
Adun Rusyana. 2000. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik), Palangka Raya:
Alfabeta,
Dharmawan, A., dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang
Hickman, Cleveland P., Larry S. Roberts, Allan Larson, dan Helen I’Anson. 2004.
Integrated Principles of Zoology Twelfth Edition. North America: The
McGraw Hill Companies, Inc. p.317-333.
Nontji, A. 1987. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Kondisi
Kritis Hutan Mangrove di Kabupaten Pamekasan. Jurnal Kelautan. Vol. 2
No. 2. Bogor
Noor Dienti. 2012. Invertebrata Laut. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Pechenik JA. 2000. Biology of The Invertebrates. 4th Ed. New York: McGraw-
Hill Book Company, Inc
Restu, I.W. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya
Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali. [Tesis]. Bogor: Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bela sp Nassarius sp
Strombus sp Cominella sp