Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai

dan selalu atau secara teratur dipengaruhi oleh air laut atau dipengaruhi oleh

pasang surut air laut, dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur

berpasir (Indriyanto, 2008).

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memilki sifat yang khas dan

unik. Tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan khusus untuk beradaptasi di

lingkungan yang ekstrem, misalnya kondisi tanah yang tergenang, kadar garam

yang tinggi, serta kondisi tanah berlumpur yang tidak stabil (Noor, Khazali, dan

Suryadiputra, 1999).

Hutan mangrove sebagai ekosistem alami berperan bagi potensi ekonomi baik

secara langsung maupun tidak langsung. Hutan mangrove menyediakan bahan

dasar untuk keperluan dasar rumah tangga maupun industri seperti kayu bakar,

arang, kertas, juga obat-obatan (Noor, dkk., 1999). Hutan ini juga memiliki fungsi

ekologis yang sangat penting, antara lain sebagai pelindung pantai dari bahaya

tsunami, penahan abrasi dan perangkap sedimen tanah, pendaur unsur hara,

menjaga produksi perikanan, peredam laju intrusi air laut, penjaga

keanekaragaman hayati, serta penopang ekosistem pesisir laut lainnya (Kustanti,

2011).

Hutan mangrove memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang

sangat penting sebagai sumber makanan bagi biota yang hidup di perairan

sekitarnya. Gastropoda pada hutan mangrove berperan penting dalam proses

1
dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik terutama yang bersifat

herbivor dan detrivor. Dengan kata lain gastropoda berkedudukan sebagai

dekomposer awal yang berkerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi

bagian-bagian kecil kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil

yaitu mikroorganisme (Arief, 2003).

Menurut Dharma (1988), Gastropoda umumnya hidup dilaut tetapi ada

sebagian yang hidup di darat. Gastropoda mempunyai peranan yang penting baik

dari segi pendidikan, ekonomi maupun ekologi. Dari segi ilmu pengetahuan

keanekaragaman biota laut merupakan laboratorium alami yang menarik untuk

dipelajari dan dikaji secara mendalam. Sedangkan bila dipandang dari segi

ekonomi gastropoda mempunyai nilai jual, seperti Cypraea Murex dan Trochus

dimana cangkangnya digunakan untuk hiasan yang harganya mahal. Selain itu

beberapa gastropoda juga dapat berperan sebagai sumber bahan makanan karena

mengandung nutrien atau protein.

Kawasan pesisir desa Pasimayou merupakan wilayah yang terdapat ekosistem

mangrove dan mempunyai garis pantai yang sangat panjang terbentang dari

selatan ke utara, sehingga dapat menstimulasi unsur hara ke dalam substrat

perairan. Unsur hara yang terdapat dalam substrat perairan akan dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan pola sebaran biota perairan diantaranya Molusca

dan Gastrophoda di ekosistem Mangrove. Segala bentuk kegiatan yang di lakukan

oleh masyarakat pesisir perairan desa pasimayou, akan berdampak pada

keberadaan begitu pula pertumbuhan dan pola sebaran dari pada biota perairan

(Molusca dan Gastrophoda) di daerah hutan mangrove, pesisir.

2
Dari latar belakang diatas memberikan permasalahan sehinga melakukan

praktikum “Ekoper Gastropoda Hutan Mangrove” di desa Pasimayou, Maitara

Selatan kepulauan Tidore, kabupaten Tidore, provinsi Maluku Utara.

Tujuan dan Manfaat Praktikum

Tujuan dalam praktikum ini meliputi :

1. Mengetahui komunitas (gastrophoda) di ekosistem hutan mangrove desa

Pasimayou.

2. Mengetahui jenis-jenis gastrophoda sebagai penghuni ekosistem

mangrove di pesisir perairan desa Pasimayou.

3. Mengetahui komposisi gastropoda hutan mangrove di desa Pasimayou.

Manfaat praktikum ini memberikan informasi ilmiah kepada mahasiswa,

masyarakat tentang jenis-jenis biota di perairan pesisir Pasimayou, Maitara

Selatan kepulauan Tidore, kabupaten Tidore, Provinsi Maluku Utara.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gastropoda.

Gastropoda merupakan hewan Mollusca yang berjalan dengan bagian kaki

perut, berasal dari bahasa Yunani (gaster = perut; podas = kaki) artinya hewan

yang berjalan dengan kaki perut. Gastropoda sering disebut dengan siput,

meskipun gastropoda juuga memiliki anggota lain seperti limpet, abalon dan

nudibrankia. Gastropoda memiliki jumlah spesies sekitar 70.000, dan sebagian

besar terdapat di laut. Ciri-ciri umu gastropoda memiliki cangkang yang berfungsi

untuk melindungi organ vital dan terletak di posisi dorsal tubuh, sedangkan pada

bagian ventral terdapat kaki yang bisa menggulung/melipat dan tersusun oleh

otot-otot ventral. Pada umumnya Gastropoda memiliki cangkang yang sudah

terbentuk sejak embrio, namun ada beberapa jenis gastropoda yang tidak memiliki

cangkang sehingga disebut siput telanjang. Cangkang gastropoda berasal dari

materi organik dan anorganik, di dominasi oleh kalsium karbonat (CaCO3).

Gastropoda pada umumnya memilki kepala yang jelas dengan mata pada

ujung tentakel. Gastropoda benar-benar bergerak selambat bekicot secara harfiah

dengan gerakan kaki yang bergelombang atau dengan silia, seringkali

meninggalkan jejak lendir ketika lewat. Kebanyakan gastropoda menggunakan

radulanya untuk memakan alga atau tumbuhan, akan tetapi beberapa kelompok

merupakan pemangsa, dan radulanya termodifikasi untuk mengebor lubang pada

cangkang moluska lain atau untuk mencabik-cabik mangsa. Pada siput konus, gigi

radula bertindak sebagai panah racun yang digunakan untuk melumpuhkan

mangsa.

4
Gastropoda banyak dijumpai di berbagai lingkungan, baik di darat, laut,

maupun perairan air tawar. Berjalan merangkak di sepanjang substrat. Menurut

Ulmaula, dkk (2016) Habitat Gastropoda di sepanjang pantai dan umumnya

banyak dan merangkak di atas permukaan tanah dan ditemukan pada perairan

dangkal yang memiliki dengan mempertimbangkan tekstur substrat awal,

kandungan bahan organik pada substrat dasar serta parameter oseanografi yang

mendukung untuk tumbuh kembangnya gastropoda itu sendiri.

2.2 Klasifikasi Gastropoda

Kelas Gastropoda merupakan hewan yang paling banyak ditemukan.

Menurut Campbell (2012) mengatakan “Sekitar tiga-perempat dari semua spesies

Mollusca yang masih ada merupakan gastopoda”. Gastropoda merupakan kelas

Mollusca yang terbesar dan popular. Hal tersebut berdasarkan data Rusyana

(2011) yang mengatakan bahwa ada sekitar 50.000 spesies gastropoda yang masih

hidup dan 15.000 jenis yang telah menjadi fosil. Kelas ini memiliki ciri utama

berupa satu cangkang yang melindungi bagian tubuhnya. Sebagaimana menurut

Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan “Ada sejumlah kecil spesies yang

cangkangnya mereduksi menjadi kecil atau bahkan menghilang. Ciri lainnya

adalah adanya alat gerak/lokomosi pada bagian ventral tubuh yang terdiri dari

sebagian besar jaringan otot”. Menurut Kusnadi, dkk (2008) berdasarkan alat

pernafasannya, Gastropoda dibagi menjadi tiga subkelas yaitu:

2.2.1 Subkelas Prosobranchia

Kebanyakan subkelas Prosobranchia merupakan siput air yang

menggunakan insang sebagai alat pernafasannya. Hal tersebut berdasarkan

Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan bahwa alat pernafasan subkelas

5
Prosobranchia berupa insang yang umumnya terletak dibagian depan tubuh

(anterior). Pada bagian kaki terdapat operculum. Anggota Prosobranchia bersifat

dioecious (alat kelamin terpisah). Sebagian besar hidup dilaut kecuali famili

Cycloporidae dan Pupunidae yang hidup didarat dan Thiaridae yang hidup di air

tawar. Menurut Barnes (1987) dalam Sahab (2016) membagi sub kelas

Prosobranchia menjadi tiga ordo, yaitu Archaeogastropoda, Mesogastropoda,

dan Neogastropoda.

Kebanyakan subkelas Prosobranchia merupakan siput air yang

menggunakan insang sebagai alat pernafasannya. Hal tersebut berdasarkan

Kusnadi, dkk (2008) yang mengatakan bahwa alat pernafasan subkelas

Prosobranchia berupa insang yang umumnya terletak dibagian depan tubuh

(anterior). Pada bagian kaki terdapat operculum. Anggota Prosobranchia bersifat

dioecious (alat kelamin terpisah). Sebagian besar hidup dilaut kecuali famili

Cycloporidae dan Pupunidae yang hidup didarat dan Thiaridae yang hidup di air

tawar. Menurut Barnes (1987) dalam Sahab (2016) membagi sub kelas

Prosobranchia menjadi tiga ordo, yaitu Archaeogastropoda, Mesogastropoda,

dan Neogastropoda. Ordo ini memiliki sepasang insang dan dua serambi jantung

yang hanya terlihat satu. Hewan dari ordo ini umumnya bersifat herbivora dan

penggaruk endapan (deposit scaper) tetapi ada juga yang bersifat karnivora.

Mollusca ini memiliki bentuk cangkang sebelah seperti abalon dan limpet. Ada

pula yang memiliki bentuk cangkang spiral seperti pada superfamili Trachea dan

Neritacea. Ordo Mesogastropoda merupakan kelompok Gastropoda yang dapat

ditemukan diwilayah perairan. Hal tersebut berdasarkan Cappenberg (2002)

dalam Sahab (2016) yang mengatakan Ordo Mesogastropoda dapat ditemukan

6
pada habitat air laut, air tawar dan beberapa dapat ditemukan di darat. Kelompok

ini umumnya termasuk epifauna serta bergerak bebas pada daerah terumbu karang

maupun rumput laut, dan bersifat herbivora. Ordo Neogastropoda merupakan

ordo ketiga yang memiliki jenis Gastropoda terbanyak. Menurut Taylor & Moris

dalam Sahab (2016) mengatakan bahwa sebagian besar genus dan spesies

Neogastropoda mampu beradaptasi pada berbagai habitat dan hanya beberapa

yang diketahui hidup di air tawar. Sementara spesies yang hidup di laut mencakup

zona litoral sampai laut dalam dan bersifat predator.

2.2.2 Subkelas Opistobranchia

Subkelas Opitobranchia alat pernafasannya sama seperti Posobranchia,

yaitu insang dan dapat ditemukan perairan laut. Hal tersebut berdasarkan Kusnadi,

dkk (2008) yang mengatakan alat pernafasannya sama seperti Posobranchia tetapi

ciri yang membedakannya adalah insang terletak pada bagian belakang tubuh

(posterior). Semua individu bersifat hermaprodit. Hidupnya dilaut dengan

camgkang yang relatif tipis. Bahkan beberapa spesies cangkangnya mereduksi dan

hilang”. Opistobranchia merupakan sub kelas yang relatif kecil dari Gastropoda

sekitar 1500 spesies yang semuanya hidup di laut. Menurut Kozloff (1990) dalam

Andrianna (2016) sub kelas Opistobranchia terbagi menjadi sembilan ordo yaitu :

1) Ordo Nudibranchia

2) Ordo Chepalaspidea

3) Ordo Thecosomata

4) Ordo Gymnosomata

5) Ordo Sacoglosa atau Ascoglosa

7
6) Ordo Anaspidae

7) Ordo Acochlidiacea

8) Ordo Pyramidellaceae

9) Ordo Notaspidae

2.2.3 Subkelas Pulmonata

Habitat dari subkelas Pulmonata adalah di darat dan menggunakan

mantel sebagai alat pernafasannya. Menurut Kusnadi, dkk (2008)

mengatakan sebagai berikut: Alat pernafasannya berupa rongga mantel

yang berfungsi seperti paru – paru. Pertukaran udara pernafasan

berlangsung tanpa menggunakan media air. Oleh karena itu umumnya

anggota Pulmonata hidup di darat. Semua Pulmonata bersifat hermaprodit.

Ada yang mempunyai cangkang ada pula yang tak bercangkang atau

disebut siput telanjang. Pulmonata mengeluarkan lendir yang membantu

melindungi dari kekeringan dan berfungsi membuat gerak mereka lebih

mudah. Cangkang berbentuk spiral, kepala dilengkapi dengan satu atau

dua pasang tentakel, sepasang diantaranya mempunyai mata, rongga

mantel terletak di anterior, organ reproduksi hermaprodit. Menurut

Kozloff (1990) dalam Andrianna (2016) subkelas ini terbagi menjadi

empat ordo diantaranya :

1) Ordo Bassomatophora

2) Ordo Archaepulmonata

3) Ordo Stylommatophora

4) Ordo Systellommatophora

8
Family Potamidae

Sistematika

Klas : Gastropoda

Subklas : Prosobranochia

Ordo : Mesogastropoda

Famili : Potamididae

Genus : Telescopium

Spesies : T. Telescopium

Genus : Terebralia

Spesies : T. Suclata

Deskripsi Umum Spesies

Telescopium Telescopium (LINNAEBUS, 1958)

Cangkangnya mengerucut, dan meruncing dengan bagian samping lurus.

Columella berputar dengan sebuah tonjolan pada pusat yang melingkar dan keras.

Bagian luar terukir dengan beberapa alur yang melingkar. Warnanya biru

kecoklatan. Spesies ini hidup di pasir yang berlumpur di daerah bakau. Terdapat

di samudra India, dan Australia utara (Cairne, Queensland).

Spesies sinonim : - T. indicator MONFORT, 1810

T. Fuscum SCHUMACHER, 1817

Terebralia sulcata (BORN, 1778)

9
Lingkaran cangkang berlekuk seperti spiral dan membelok mengelilingi

punggung cangkang pada sudut kanannya. Bibir luar licin dan melebar. Berwarna

coklat gelap. Hidup di pasir dan di pasir yang berlumpur di daerah bakau.

Terdapat di perairan Indo-Pasifik.

Spesies sinonim : - T. moluccanus GMELIN, 1798

- T. mangos RODING, 1978

- T. semistriatum MOERCH, 1852

- T. semitrisculatus TRYON, 1887

Famili Strombidae

Klas : Gastropoda

Ordo : Littorinimorpha

Family : Strombidae

Genus : Lambis

Spesies : Lambis millepeda

Tedong-tedong memiliki rumah cangkang berbentuk kumparan , pada

bibir mulut cangkangnya terdapat tonjolan-tonjolan panjang meruncing, sebanyak

6-10 buah. Pada usia muda, tonjolan-tonjolannya belum ada. Warna cangkangnya

biasanya kuning kecokelatan dengan dihiasi lurik-lurik coklat. Sekitar mulut

cangkang dilapisi warna merah, jingga, cokelat muda, mengkilat seperti porselin.

Panjang cangkang berukuran sekitar 150-250 mm. Jenis tedong-tedong

merupakan jenis lambis terbesar dan dagingnya dapat dimakan, terutama jenis

lambis chiragra yang tonjolannya enam buah

10
2.3 Morfologi Gastropoda

Kelas gastropoda umumnya dikenal dengan keong atau siput. Gastropoda

merupakan moluska yang paling kaya akan jenis. Cangkangnya berbentuk tabung

melingkar – lingkar seperti spiral. Menurut Nontji (2007) mengatakan bahwa

tabung cangkang gastropoda yang melingkar – lingkar itu memilin (coiled) ke

kanan yakni searah putaran jarum jam bila dilihat dari ujungnya yang runcing.

Namun adapula yang memilih ke kiri. Pertumbuhan cangkang yang memilin bagai

spiral itu disebabkan karena pengendapan bahan cangkang disebelah luar

berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam.

Struktur umum cangkang Gastropoda menurut Oemarjati dan Wardana

dalam Andriana (2016) umumnya terdiri atas: Apex (puncak atau ujung

cangkang), Aperture: (lubang tempat keluar masuknya kepala dan kaki),

Operculum (penutup cangkang), Whorl (satu putaran cangkang, cangkang terakhir

disebut body whorl), Spire (susunan whorl sebelum body whorl), Suture (garis

yang terbentuk oleh perlekatan antar spire), Umbilicus (lubang yang terdapat di

ujung kolumela (pusat putaran cangkang)). Tipe cangkang Gastropoda terdiri dari

tujuh belas tipe yaitu: tipe conical, biconical, obconical, turreted, fusiform,

patelliform, spherical, ovoid, discoidal, involute, globose, lenticular, obovatus,

bulloid, turbinate, cylindrical dan trochoid. Apex (puncak atau ujung cangkang),

Aperture: (lubang tempat keluar masuknya kepala dan kaki), Operculum (penutup

cangkang), Whorl (satu putaran cangkang, cangkang terakhir disebut body whorl),

Spire (susunan whorl sebelum body whorl), Suture (garis yang terbentuk oleh

perlekatan antar spire), Umbilicus (lubang yang terdapat di ujung kolumela (pusat

putaran cangkang)).

11
Tipe cangkang Gastropoda terdiri dari tujuh belas tipe yaitu: tipe conical,

biconical,obconical, turreted, fusiform, patelliform, spherical, ovoid, discoidal,

involute, globose, lenticular, obovatus, bulloid, turbinate, cylindrical dan trochoid.

Cangkok Gastropoda terdiri ada tiga lapis yaitu yang pertama periostrakum,

terbuat dari bahan tanduk yang disebut konkiolin, yang kedua lapisan prismatic

yang terbuat dari klasit atau arrogonit, yang ketiga lapisan mutiara terdiri dari

CaCO3 jernih dan mengkilap. Lapisan prismatik dan periostrakum dibentuk oleh

tepi pallium yang menebal sedangkan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan

pallium.

2.4 Habitat Gastropoda

Gastropoda dapat ditemukan di darat, di laut maupun perairan air tawar.

Hal tersebut berdasarkan Turra and Denadai (2006) dalam Triwiyanto, dkk (2015)

yang mengatakan “Gastropoda merupakan salah satu moluska yang banyak

ditemukan di berbagai substrat, hal ini diduga karena Gastropoda memiliki

kemampuan adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain baik

di substrat yang keras maupun lunak”.

Sebagaimana menurut Syafikri (2008) dalam Andrianna (2016)

mengatakan bahwa sebagian dari Gastropoda juga hidup di daerah hutan Bakau,

ada yang hidupnya di lumpur atau tanah yang tergenang air, ada juga yang

menempel pada akar dan batangnya, bahkan adapula yang memiliki kemampuan

memanjat. Gastropoda hewan yang dapat dijumpai diberbagai lingkungan

sehingga dapat menyesuaikan diri tergantung tempat hidupnya. Hal tersebut

berdasarkan Nontji (2007) yang mengatakan “Gastropoda juga dapat dijumpai

12
diberbagai jenis lingkungan dan bentuknya biasanya telah menyesuaikan diri

untuk lingkungan tersebut”.

Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar seperti

primate, reptilian, dan mamalia, sebagai tempat berlindung dan mencari makanan,

mangrove juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung liar. Bagi

berbagai jenis ikan dan kepiting, perairan mengrove merupakan tempat ideal

sebagai daerah asuhan, tempat mencari makanan dan tempat pembesaran anak.

Kelompok hewan hutan yang dominan dalam hutan bakau adalah

moluska, beberapa ikan dan kepiting. Moluska di wakili oleh sejumlah siput, atau

kelompok yang umumnya hidup pada akar dan batang pohon bakau (littionicidea)

dan lainnya pada lumpur di dasar akar mencakup sejumlah pemakan detritus (

Ellobidae dan Pottamidae). Sedikit yang diketahui tentang sumbagan siput – siput

ini pada mangal. Kelompok kedua dari moluska termasuk bivalvia yaitu tiram,

mereka melekat pada akar – akar bakau, tempat mereka membentuk biomassa

yang nyata (Bengen.2002).

Budiman (1985) dalam Noor.dkk (2006), mencatat sebanyak 91 Jenis

moluska hanya dari satu tempat saja, di Seram Maluku jumlah tersebut termasuk

33 jenis yang biasanya terdapat pada karang, akan tetapi ada juga yang terdapat di

wilayah mangrove. Beberapa diantaranya diketahui hidup didalam tanah,

sementara yang lainnya ada yang hidup di permukaan ada juga yang hidup

menempel pada tumbuhan.

13
2.5 Faktor Lingkungan

2.5.1 Suhu

Suhu air berfluktuasi sesuai siklus matahari dan pasang surut. Craig (2011)

mengatakan : Air laut yang terperangkap didalam cekungan bebatuan atau pada

rataan terumbu, pada siang hari suhunya dapat meningkat beberapa derajat.

Kebanyakan makhluk hidup dilaut dapat mentolelir perubahan kecil suhu selama

jangka waktu singkat. Namun perubahan suhu secara besar dalam jangka waktu

lama dapat mengubah kepadatan dan komposisi kimia laut. Hal ini akan

berdampak pada produktivitas primer laut. Hal tersebut juga mendorong batas

toleransi biota laut, mereka yang dapat bergerak akan Salah satu biota laut yang

dapat bergerak adalah gastropoda, menurut Hutabarat dan Evans (1985 dalam

Sianu, dkk, 2014) bahwa nilai suhu yang masih dapat ditolelir oleh kehidupan

Gastropoda yaitu 25 – 32oC. Islami (2013) mengatakan bahwa kisaran suhu

dibawah batas toleransi dan melebihi batas toleransi dapat menyebabkan

penurunan aktivitas metabolisme, respirasi, menghambat pertumbuhan, dan

bahkan kematian pada organisme.memperbesar daerah jelajahnya sementara

organisme yang menempel didasar laut harus mengandalkan kemampuan

adaptasinya untuk bertahan hidup.

2.5.2 Derajat Keasaman (pH)

Perairan laut memiliki derajat keasaman (pH) yang berbeda – beda

tergantung letak wilayah, kedalaman, serta kuat arus. pH laut sangat berperan

dalam kelangsungan hidup berbagai organisme didalamnya. Menurut Craig (2011)

mengatakan : Secara global laut memiliki pH 8,2 (±0,3) dengan berbagai variasi

lokal. Ditempat – tempat umbalan (upwelling) air dingin yang kaya nutrien

14
mencapai permukaan laut, tambahan karbon dioksida diserap kedalam air,

menyebabkan pH menurun. Dilaut tropika yang hangat, pH naik karena karbon

dioksida dilepaskan dari laut ke atmosfer. Laju penyerapan karbon dioksida di laut

tergantung konsentrasinya di atmosfer. Hal ini terkait erat dengan suhu laut, arus,

dan tingkat aktivitas biologis yang terjadi disepanjang kedalamannya. Skala pH

digunakan untuk mengukur keasaman atau kebasaan air.

Sebagaimana Michael (1994) dalam Andrianna (2016) mengatakan bahwa

bilangan skala menyatakan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan,

diidentifikasikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan

secara matematis dinyatakan sebagai pH = log 1/H+, dimana H+ adalah

banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan, pH merupakan faktor yang

penting untuk mengontrol aktifitas dan distribusi organisme yang hidup dalam

suatu perairan. Menurut Odum (1993) dalam Sianu, dkk (2014) “pH merupakan

faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH

yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme

yang hidup didalamnya”. Kondisi perairan yang sangat asam ataupun sangat basa

akan membahayakan kelangsungan hidup organisme air, karena dapat

menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Menurut Barus

(2004) dalam Ulmaula, dkk (2016) mengatakan “nilai pH yang ideal bagi

kehidupanorganisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7- 8,5”.

2.5.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen merupakan unsur penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup.

Penghasil oksigen terbesar adalah tumbuhan. Oksigen dimanfaatkan oleh makhluk

15
hidup untuk proses respirasi terutama hewan dan manusia. Oksigen tersedia di

alam termasuk di dalam perairan, dan sangat berperan penting bagi kelangsungan

hidup organisme didalamnya. 26 Dissolved Oxygen atau oksigen terlarut

merupakan banyaknya oksigen yang terlarut didalam air. Oksigen di dalam badan

perairan dapat berasal dari oksigen atmosferik dan hasil dari fotosintesis. Oksigen

tidak terdistribusi secara merata didalam badan perairan. Sebagaimana Suantika

(2007) dalam Andrianna (2016) mengatakan: Oksigen terlarut tertinggi biasanya

terdapat pada permukaan hingga kedalaman 10 – 20m. Semakin dalam badan

perairan, DO akan berkurang dan sedikit karena berkurangnya fotosintesis akibat

terbatasnya penetrasi cahaya matahari, dan mencapai kadar terendah pada

kedalaman 500 – 1000m.

Hal yang dapat mengurangi kandungan oksigen dibadan perairan antara

lain adalah proses metabolisme organisme laut dan proses penguraian. Oksigen

terlarut sangat penting bagi pernapasan Gastropoda dan organisme akuatik

lainnya. Menurut Effendi (2003) dalam Ulmaula (2016) kadar oksigen terlarut

diperairan alami kurang dari 10 mg/L. Gastropoda memiliki kisaran toleransi lebar

terhadap oksigen sehingga penyebaran dari gastropoda ini sangat luas.

2.5.4 Salinitas

Ciri khas yang dimiliki air laut adalah rasa airnya yang asin. Hal ini

disebabkan karena di dalam air laut banyak terlarut berbagai macam garam, salah

satunya adalah garam dapur atau natrium klorida. Banyaknya garam dapur yang

terlarut dalam suatu perairan disebut salinitas. “Salinitas adalah berat garam dalam

16
gram per kilogram air laut” (Romimohtarto dan Juwana, 2007). Sebagaimana

menurut Craig (2011) mengatakan :

Air laut mengandung 80 lebih unsur kimia yang didominasi oleh natrium (na+)

dan klorida (Cl-) yaitu sebesar 85,65% dari senyawa yang terlarut didalamnya.

Enam dari ion yang paling berlimpah yaitu natrium, klorida, sulfat, magnesium,

kalsium, dan kalium, membentuk lebih dari 99% dari jumlah total padatan

terlarut. Salinitas air laut ditentukan oleh konsentrasi natrium klorida di dalamnya,

yang diukur dalam satuan bagian per seribu. Salinitas perairan terbuka berkisar

antara 33 dan 37‰, dengan nilai -35 dan 36‰ dianggap sebagai nilai normal.

Dalam setiap liter air laut terdapat sekitar 35 gram (2,5 sendok makan) garam.

Perairan laut juga memiliki salinitas yang berbeda – beda.

17
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Gastropoda Hutan Mangrove dilaksanakan pada hari Sabtu,

tanggal 5 Januari 2019 pukul 10.00 – 12.00 WIT, Bertempat di Perairan Pantai

Desa Pasimayou, Maitara Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara

Gambar 1. Peta Lokasi praktikum

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum di Desa Pasimayou,

Maitara Selatan Kepulauan Tidore, Provinsi Maluku-Utara.

Tabel 1. Alat dan Bahan praktikum

No Alat Kegunaan

1 Hand Refraktometer Mengukur Salinitas Perairan

2 pH Meter Mengukur pH air

3 Thermometer Mengukur suhu air

4 Global Positioning System Penentuan posisi lokasi praktikum

(GPS)

18
5 Soil Tester Mengukur pH Tanah

No Bahan Kegunaan

1 Tali Transek dan Kuadran Pedoman dalam pengambilan sampel

gastropoda

2 Alat tulis menulis Mencatat hasil pengamatan sampel

3 Kantong Plastik Wadah penampung Gastropoda

4 Kamera Dokumentasi penelitian

5 Buku identifikasi Pedoman dalam identifikasi gastropoda

3.3. Metode Pengambilan Data

Menurut Abubakar al et, (2018) pengambilan data gastropoda hutan

mangrove dilakukan pada saat air surut dengan menggunakan metode line transect

kuadran. Pada areal hutan mangrove, tiga titik penarikan (Lintasan) yang

ditetapkan yaitu ZIBD (Zona Intertidal Bagian Depan), ZIBT (Zona Intertidal

Bagian Tengah), dan ZIBB ( Zona Intertidal Bagian Belakang). Pada setiap titik

penarikan dipasang tali secara horizontal garis pantai dari mangrove terdepan.

Kemudian pada setiap titik penarikan (Lintasan) ada 3 buah Kuadran, setiap

kuadran berukuran 5 m x 5 m diletakkan secara horizontal, dan jarak antara

kuadran 1, 2, dan 3 adalah 5 meter. Sketsa pengambilan sampel dapat di lihat pada

(Gambar 2)

19
Gambar 2. Sketsa pengambilan sampel

3.4. Metode Analisa Data

Untuk mengukur struktur komunitas gastropoda pada hutan mangrove di

Desa Tuada digunakan beberapa analisis sebagai berikut:

3.4.1. Kepadatan jenis

Kepadatan jenis dihitung menggunakan formula yang dikemukakan oleh

krebs,(1989):

𝑋
D=𝐴

Keterangan :

D= Kepadatan setiap jenis (ind/m2)

X= Kumlah individu per jenis (ind)

A= Luas areal yang terukur dengan kuadrat (m2)

20
3.4.2. Pola sebaran

Pola sebaran komunitas gastropoda pada hutan mangrove dihitung

menggunakan formula yang dikemukakan oleh krebs, (1989):

𝛴𝑥𝑖 2 −𝛴𝑥𝑖
Id =n×(𝛴𝑥𝑖)2 −(𝛴𝑥𝑖)

Keterangan :

Id = Indeks morsita

n = Jumlah kuadrat pengambilan jenis ke-i

Σxi = Jumlah individu pada kuadrat jenis ke-i

Σxi = Jumlah kuadran total individu jenis ke-i

Dengan ketentuan :

Id= 1, Pola sebaran acak

Id < 1, Pola sebaran seragam

Id > 1, Pola sebaran mengelompok

Uji lanjut dilakukan dengan perbandingan nilai indeks morisita yang

dibekukan (Id) dengan konstanta +0,5 berdasarkan nilai-nilai pada batas

kepercayaan 95%.Prosedur penelitian sebagai berikut penetapan 2 titik signifikan

(tingkat nyata) yaitu:

Indeks penyebaran seragam :

𝑥 2 0,975−𝑛+𝛴𝑥𝑖
Mu = (𝛴𝑥𝑖)

Indeks penyebaran mengelompok :

𝑥 2 0,025−𝑛+𝛴𝑥𝑖
Mc= (𝛴𝑥𝑖)−1

21
Keterangan :

X2 = nilai chi kuadrat dari tabel pada derajat bebas (n-1) dengan α 1 = 0,975 dan α2

= 0,025. Perhitungan indeks morsita yang di standarisasikan dengan ketentuan

sebagai berikut :

𝐼𝑑−𝑀𝑐
Jika Id ≥ Mc > 1,0 maka Ip = 0,5+0,5( 𝑛−𝑀𝑐 )

𝐼𝑑−1
Jika Mc > Id ≥ 1,0 maka Ip = 0,5 ( )
𝑀𝑐−1

𝐼𝑑−1
Jika 1,0> Id > Mu, maka Ip = -0,5 (𝑀𝑢−1)

𝐼𝑑−𝑀𝑢
Jika 1,0> Mu > Id maka Ip = - 0,5+ 0,5( )
𝑀𝑢

Indeks morisita yang di standarisasikan memiliki kisaran dari – 1,0 sampai

sdengan + 1,0 dengan batas kepercayaan 95% pada – 0,5 dan + 0,5

Jika Ip = 0 maka populasinya menyebar acak

Jika Ip > 0 maka populasinya menyebar mengelompok

Jika Ip < 0 maka populasinya menyebar seragam

Morisita (1962) menunjukkan bahwa untuk menguji hipotesis nol yaitu

populasi menyebar acak ( Id = 1,0), dan hipotesis tandingannya yaitu populasi

menyebar secara mengelompok (Id > 1,0) dan menyebar teratur (Id < 1,0) dapat

digunakan uji X2 yang mengukur penyimpangannya terhadap nilai Id = 1,0 dengan

db-1 yaitu :

X2 = Id (Σ x -1) + n-Σ x

Kaidah pengambilan keputusan :

Jika X2hit>X2tab = Id tidak sama dengan 1,0

Jika X2hit<X2tab = Id sama dengan 1,0

22
3.4.3. Keanekaragam Jenis

Untuk menghitung besarnya keanekaragaman digunakan metode shannon

dan weinner (Ludwig dan Reynolds,1988), sebagai berikut :

𝑛𝑖 𝑛𝑖
Hˈ= -∑𝑠𝑖=1 ( 𝑁 )Ln( 𝑁 )

Keterangan :

H=Indeks keanekaragaman spesis

S=Jumlah spesies

ni=jumlah individu

N=jumlah individu seluruh spesies

Kriteria :

Hˈ< 1 = keanekaragaman jenis rendah

1 ≤ Hˈ ≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang

Hˈ> 3 = Keanekaragaman jenis tinggi

3.4.4. Indeks Dominasi

Untuk menghitung indeks dominasi di gunakan formula (odum,1996),

sebagai berikut :

𝑛𝑖
C=Σ( 𝑁 )2

Keterangan :

ni = Jumlah individu tiap jenis

N = Jumlah individu seluruh jenis

Dengan kriteria :

Nilai c berkisar 0 – 1

23
Jika c mendekati 0 berarti tidak ad aspesies yang mendominasi dan apabila

nilai c mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang mendominasi.

3.4.5. Indeks Kemerataan (Wibisono,2005)

𝐻ˈ
E = 𝐻 𝑚𝑎𝑥

Keterangan :

E = Indeks Kemerataan

H = Keanekaragaman jenis

Hˈ max = Ln S

S = Jumlah taksa

Dengan kriteria :

>0,81 = Penyebaran jenis sangat merata

0,61- 0,81 = Penyebaran jenis lebih merata

0,41 – 0,60 = Penyebaran jenis merata

0,21 – 0,40 = Penyebaran jenis cukup merata

< 0,21 = Penyebaran jenis tidak merata

3.4.6. Indeks Kesamaan Komunitas

Indeks kesamaan komunitas dihitung menggunakan formula yang

dikemukakan odum (1989).Kesamaan komunitas antara stasiun menggunakan

koefisien binary dengan metode kesamaan Sorensen (Krebs, 1989) atau indeks

kesamaan Dice (Ludwig & Reynolds) yaitu :

𝑆(𝐴𝐵)= 2𝑎
2𝑎+𝑏+𝑐

24
Hasil perhitungan berkisar antara angka 0-1. Angka 0 menunjukan jenis

yang terdapat pada kedua komunitas berbeda, sedangkan angka 1menunjukan

jenis terdapat pada kedua komunitas sama (identik).

3.4.7. Asosiasi jenis

Tahapan analisis uji statistik dan kecenderungan asosiasi dua spesies

yaitu:1. penyusunan pasangan spesies dengan bantuan tabel kontigensi 2 × 2

Tabel 3.Tabel kontingensi 2×2

Spesies A Spesies B Jumlah

Ada Tidak ada

Ada A B a+b

Tidak ada C D c+d

a+c b+d N=

Keterangan :

a = Jumlah kuadran yang terdapat kedua spesies.

b = Jumlah kuadran yang terdapat spesies A, tetapi spesies B tidak

c = Jumlah kuadran yang terdapat spesies B, tetapi spesies A tidak.

d = Jumlah kuadran yang kedua spesies tidak terdapat.

N = Jumlah total kuadran.

2. Menyusun hipotesis

25
H0 = Kedua spesies tidak berasosiasi

H 1 = Kedua spesies saling berasosiasi

3. Analisis statistik :

𝑛
⦋𝑁(|𝑎𝑑−𝑏𝑐|− )2 ]
2 2
N < 30 = X =⦋(𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)]

Dengan derajat bebas (r-1) (c-1) atau (baris – 1) (kolom – 1) = (2-1) (2-1)

= 1 dan tingkat kepercayaan 5% atau 1%.

Kaidah pengambilan keputusan :

Jika X2hit <X2tabterima H0

Jika X2hit> X2tab tolak H0

4. Penentuan tipe asosiasi dengan menggunakan koefisien asosiasi (V) menurut

krebs (1972) dalam rondo (2004) yaitu :

(𝑎𝑑−𝑏𝑐)
V=
√(𝑎+𝑏)(𝑐+𝑑)(𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)

Jika V bernilai positif, maka kedua spesies berasosiasi positif

Jika V bernilai negatif, maka kedua spesies berasosiasi negatif

3.4.8. Asosiasi Multi Spesies

Analisis asosiasi multi spesies mangrove ditujukan pada asosiasi lebih dari

satu pasang spesies. Jumlah pasangan spesies dapat diperoleh dari persamaan : S

(S-1)/2, dimana S = jumlah spesies (Ludwig dan Reynolds, 1988 dalam Rondo,

2004).Tahapan – tahapan perhitungan asosiasi multi spesies sebagai berikut :

26
1. Meringkas data. Matriks data yang menunjukkan ada tidaknya S spesies

dalam N unit sampling.

2. Menyatakan hipotesis :

 Ragam sampel total 𝜎 2 T = ∑𝑠𝑖=1 𝑝𝑖 (1 − 𝑝𝑖)

𝑛𝑖
Keterangan :𝑝𝑖 = 𝑁

ni = jumlah kejadian spesies ke-I dalam semua unit sampling

N = Jumlah unit sampling


1
 Ragam jumlah semua spesies : 𝑆 2 𝑇 = 𝑁 [ ∑𝑁
𝑗=1(𝑇j - t)²]

Keterangan :

T = Jumlah kejadian semua spesies pada unit sampling ke-j

t = Jumlah rata spesies per sampel

𝑆2𝑇
 Rasio ragam : VR = 𝜎2 𝑇

Rasio raga mini sebagai indeks asosiasi semua spesies. Nilai harapan

independensi hipotesis nol adalah 1,0.

VR > 1,0 = Semua spesies memperlihatkan asosiasi

positif

Jika

VR < 1,0 = Semua spesies memperlihatkan asosiasi

negatif

 Uji penyimpangan dari 1,0 dengan W :

W = (N)(VR)

X² 0.05;N< W >X² 0.95;N =Ada asosiasi

27
Jika

X² 0.05;N>W <X² 0.95;N = Tidak ada asosiasi

3.4.9. Pola Kekayaan Spesies

𝒏−𝟏
S^ = S ( )k
𝒏

Keterangan :

S = Estimasi jumlah spesies 0

S = Jumlah spesies total yang ada dalam n kuadat (sampel)

n = Jumlah total kuadrat

k = Jumlah spesies unik

3.4.10. Lebar relung (Pianka, 1973 dalam Rondo, 2015)

1
B = ∑𝑠
𝑖=1 𝑝𝑗² 𝑆

Keterangan :

B = Lebar relung

Pj = Proporsi suatu organism pada microhabitat tipe-i

S = Jumlah tipe microhabitat

3.4.11. Tumpah Tindih Relung Levin :

𝑎𝑖𝑗= ∑𝑛 p ihPij(B)

Dimana :

28
𝑎𝑖𝑗 = Kealing-likupan/tumpah tindih relung microhabitat dari jenis I

terhadap jenis j

𝑃𝑖ℎ, 𝑃𝑖𝑗 =Proporsi tiap jenis dalam tipe microhabitat ke-h

B= lebar relung.

29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Praktikum

Desa Pasimayou merupakan salah satu Desa yang secara administratif

termasuk dalam wilayah pulau Maitara, Kepulauan Kota Tidore, Propinsi Maluku

Utara yang terletak pada posisi 0º 43ʹ56,003ʹʹLU dan 127º 22ʹ16,00ʹʹ BT. Desa

Maitara berbatasan dengan kepulauan Kota Tidore dan Kota Ternate.

Gambar . Pantai Desa Maitara

4.2. Distribusi dan Komposisi Jenis Gastropoda

Tabel 4. Distribusi jenis

Kuadran
Lintasan Jenis Jumlah
1 2 3

Terebelia 8 9 10 27

1 (ZIBD) Monodonta 3 5 6 14

Nerita 3 1 5 9

Terebelia 7 6 5 18
2 (ZIBT)
Telescopium telescopium 2 0 0 2

30
Stramonita Gradate 2 3 4 9

Terebelia 6 2 0 8

3 (ZIBB) Stramonita gradate 2 3 3 8

Telescopium 4 8 2 14

Jumlah 37 37 35 109

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa jenis Terebelia pada lintasan

pertama (ZIBD) terdapat 27 individu dari 3 kuadran yang mana kuadran pertama

terdapat 8 individu, kuadran kedua terdapat 9 individu dan kuadran ketiga terdapat

10 individu, sedangkan Terebelia pada lintasan kedua (ZIBT) terdapat 18

individu yang mana pada kuadran pertama terdapat 7 individu, kuadran kedua

terdapat 6 individu dan kuadran ketiga terdapat 5 individu dan Terebelia pada

lintasan ketiga (ZIBB) terdapat 8 individu yang mana kuadran pertama terdapat 6

individu, kuadran kedua terdapat 2 individu dan pada kuadran ketiga tidak

terdapat jenis Terebelia dan jumlah Individu Terebelia pada semua lintasan yaitu

53. Jenis Monodonta pada lintasan pertama (ZIBD) terdapat 14 individu dari 3

kuadran yang mana kuadran pertama terdapat 3 individu, kuadran kedua terdapat

5 individu dan kuadran ketiga terdapat 6 individu, sedangkan Monodonta pada

lintasan kedua terdapat 2 individu yang mana pada kuadran pertama terdapat 2

individu, sedangkan kuadran kedua dan ketiga tidak terdapat jenis ini, dan pada

lintasan ketiga (ZIBB) tidak terdapat jenis Monodonta, jadi jumlah individu

Monodonta dari semua lintasan adalah 16. Jenis Nerita pada lintasan pertama

(ZIBD) terdapat 9 individu yang mana kuadran pertama terdapat 3 individu,

kuadran kedua terdapat 1 individu dan kuadran ketiga terdapat 5 individu,

31
sedangkan pada lintasan kedua (ZIBT) dan lintasan ketiga (ZIBB) tidak terdapat

jenis Nerita dan semua jumlah individu Nerita pada semua lintasan adalah 9. Jenis

Stramonita gradate pada lintasan pertama (ZIBD) tidak terdapat individunya

sedangkan pada lintasan kedua (ZIBT) terdapat 9 individu yang mana pada

kuadran pertama terdapat 2 individu, kuadran kedua terdapat 3 individu dan

kuadran ketiga terdapat 4 individu, dan pada lintasan ketiga (ZIBB) terdapat 8

individu yang mana kuadran pertama terdapat 2 individu, kuadran kedua terdapat

3 individu dan kuadran ketiga terdapat 3 individu, jadi Stramonita gradate pada

semua lintasan terdapat 17 individu. Jenis Telescopium telescopium pada lintasan

pertama (ZIBD) dan lintasan kedua (ZIBT) tidak ditemukan jenis ini,sedangkan

Telescopium telescopium pada lintasan ketiga terdapat 14 individu yang mana

kuadran pertama 4 individu, kuadran kedua terdapat 8 individu dan kuadran ketiga

terdapat 2 individu, jadi jumlah seluruh individu Telescopium telescopium dari

semua lintasan adalah 14.

Tabel 5. Komposisi jenis Gastropoda yang ditemukan di lantai hutan mangrove

Desa Pasimayou

No Famili Genus Spesies

1 Potamididae Terebralia Terebralia Sulcata

2 Trochidae Monodonta M. canalifera

3 Neritidae Nerita Nerita Balteata

4 Potamididae Telescopium Telescopium-telescopium

5 Moricidae Stramonita Stramonita Gradate

32
Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa komposisi jenis gastropoda yang

ditemukan di perairan Hutan Mangrove pada Desa Pasimayou maitara selatan

kepulauan tidore meliputi 5 family yakni (Potamididae, Trochidae, Neritidae,

Potamididae, Moricidae) dan genus yakni (Terebralia, Monodonta, Nerita,

Telescopium dan Stramonita Gradate) dan spesiesnya yakni (Terebralia Sulcata,

M.canalifera, Nerita Balteata, Faunus ater, Telescopium-telescopium, Stramonita

Gradate).

4.3. Deskripsi Jenis Gastropoda

Berdasarkan hasil pengambilan sampel ditemukan jumlah spesies gastropoda

sebanyak 5 yakni, Terebelia, Nerita, Telescopium-telescopium, Monodonta dan

Stramonita Gradate. Berikut deskripsi jenis dari masing-masing spesies.

4.3.1. Telescopium telescopium

Cangkang keong bakau berbentuk kerucut, panjang, ramping, danagak

mendatar pada bagian dasarnya. Warna cangkang coklat keruh, coklat keunguan,

dan coklat kehitaman, lapisan luar cangkang dilengkapi garis spiral yang sangat

rapat dan mempunyai jalur yang melengkung kedalam. Panjang cangkang

berkisarantara 7,5-11 cm.

Gambar 1.Telescopium telescopium

33
4.3.2. Terebralia sp

Sejenis gastropoda dari family Potaminidae yang mempunyai karakteristik

cangkang tebal, padat, runcing, kerucut, bentuk tubuh asimetris, anatomi internal

disebut torsion (pilinan organ internal hingga mencapai putaran 180 derajat),

mempunyai pinggiran yang relatif datar dan bergaris baik secara axial dan spiral.

Gambar 2.Terebralia sp

4.3.3. Monodonta

Memiliki panjang ukuran cangkang antara 15 mm dan 45 mm, mempunyai

kulit dengan permukaan kasar dan berbutir, warna cangkang bervariasi dari coklat

kemerahan hingga coklat pucat, dengan garis-garis berwarna krem atau merah

muda.

34
Gambar 3. Monodonta

4.3.4. Nerita

Tubuhnya yang lunak dilindungi oleh cangkang yang keras dan berwarna

dasar cokelat, cangkangnya berbentuk membulat. Perputaran seluk (whort)

berbentuk spiral yang jelas. Seluk akhir (bodywhort) berbentuk lingkaran yang

cembung dan membesar.

35
Gambar 4. Nerita

4.3.5 Stramonita gradate

Stramonita gradata ditemukan cukup banyak di dalam lumpur, menempel

pada batang maupun akar mangrove. Stramonita gradate memiliki spiral yang

menempel pada permukaan cangkang dengan warna cangkang cokelat abu-abu,

terkadang berwarna agak keputihan. Ukuran cangkang sekitar 2 cm, dengan

aperture berbentuk segitiga dan bagian dalam cangkang berwarna hitam keabu-

abuan (Jonas,1846).

Gambar 5. Stramonita gradate

4.4. Struktur komunitas

4.4.1. Kepadatan Jenis Gastropoda di Hutan Mangrove

36
Kepadatan Jenis
Series1

0.24 0.07 0.04 0.08 0.06


terbelia norita terecopium monodonta Stramonita gr

Gambar 7.Grafik kepadatan jenis

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dijelaskan bahwa kepadatan jenis

tertinggi terdapat pada Terebelia dengan nilai 0,090 Ind/m2. Kemudian kepadatan

jenis terendah terdapat pada Monodonta dengan nilai 0,008 Ind/m2.

Menurut odum (1996), spesies yang memiliki nilai kepadatan tertinggi

menunjukan bahwa organisme ini memiliki kesesuaian dengan habitat hidupnya,

sehingga mampu beradapatasi terhadap lingkungan hidupnya sebaliknya

organisme yang memiliki kepadatan terendah menunjukana bahwa organisme

tersebut tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya.

4.4.2. Pola sebaran

Tabel 6.Pola Sebaran

No Jenis Indeks dispersi morisita


Pola sebaran
Id Mu Mc Ip

37
1 Tr I,117 0,888 1,183 0,32 Mengelompok

2 Nr 2,176 0,612 1,636 0,673 Mengelompok

3 Tt 3,250 0,27 1,192 0,632 Mengelompok

4 Sg 1,125 0,636 1,596 0,105 Mengelompok

5 Md 3,511 0,552 1,61 0,629 Mengelompok

Pola sebaran adalah kemampuan suatu organisme untuk berada pada suatu

tempat mengikuti model tertentu berdasarkan tingkah laku dan daya adaptasi

terhadap lingkungannya (Odum,1996).

Berdasarkan Tabel di atas, dapat diketahui bahwa pola persebaran dari 4

spesies yang di temukan di lokasi praktek adalah pola persebaran mengelompok.

Pola sebaran yang mengelompok ini dibuktikan dari nilai ID>1 kemudian

dilanjutkan dengan uji lanjut untuk memperoleh nilai IP, hasilnya IP>0 (Krebs,

1989).

38
4.4.3. Indeks Keanekaragaman, Dominasi dan Kemerataan Jenis

Indeks keanekaragaman, dominasi dan


kemerataan jenis
Series 1

1.42
0.883

0.306

H C E

Gambar 8.Grafik Keanekaragaman, Dominansi dan Kemerataan

Keanekaragaman merupakan indeks yang digunakan untuk menduga

kondisi suatu perairan berdasarkan komponen biologisnya kondisi perairan

dikatakan baik bila memiliki keanekaragaman yang tinggi, jumlah organisme

yang banyak dan tidak terjadi dominasi dari salah satu atau beberapa jenis

organisme.

Berdasarkan table di atas terlihat bahwa keanekaragaman jenis (H´)

gastropoda tergolong sedang dengan nilai 5,964, sedangkan untuk indeks

dominasi (C) berada pada nilai 0,405. Nilai ini mengindikasikan bahwa tidak ada

jenis yang mendominasi. Kemudian untuk penyebaran gastropoda sangat merata

dengan nilai 4,303.

39
Tinggi rendahnya keanekaragaman jenis di lokasi praktek dapat

diakibatkan oleh jumlah jenis yang diperoleh, disamping itu dipengaruhi juga oleh

aktifitas manusia.Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang

tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies, sebaliknya jika komunitas

itu disusun oleh sedikit spesies maka keanekaragamannya rendah, (Wahyuni

2007dalam Soegiarto 1994).

Menurt Ludwig dan Reynolds (1988) bahwa apabila hasil analisis indeks

keanekaragaman jenis memperoleh nilai1≤Hˈ≤3 maka keanekragaman jenis

tergolong sedang, jika nilai C mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang

mendominasi dan apabila nilai C mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies

yang mendominasi.

Wibiosono (2005) menjelaskan bahwa hasil analisis indeks

keanekaragaman jenis bisa menentukan tingkat kemerataan jenis suatu komunitas

organisme.Lebih lanjut dikatakan bahwa nilai kemerataan jenis didapat dari nilai

indeks keanekaragaman jenis dibagi dengan nilai lon (ln) dari jumlah takson

(spesies).Jika hasilnya mendapati nilai dengan kriteria > 0,883 maka penyebaran

jenis tergolong sangat merata.

40
4.4.4. Kesamaan Komunitas

Kesamaan komunitas

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1

Series1 Series2

Gambar , Grafik Kesamaan komunitas

Berdasarkan Dalam menganalisis indeks kesamaan komunitas, pada data

habitat gastropoda yang diambil pada dua tempat yang berbeda. Hasilnya terdapat

empat spesies gastropoda yang berada pada habitat A dan habitat B yakni

Terebelia, Nerita, Telescopium-telescopium, Monodonta, S

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa kesamaan komunitas antara 2

habitat tergolong sama, hal ini sesuai dengan pendapat Kendeigh (1980) tentanga

turanin dekskesamaan komunitas yakni aturan 50 %, dimana dua komunitas

dinyatakan sama jika memiliki nilai kesamaan atau lebih besar 50 % atau 0,93.

41
4.4.5. Asosiasi jenis

Berdasarkan hasil analisis dari (lampiran 2) nomor 6 tentang asosiasi jenis

maka dapat disimpulkan bahwa Spesies Gasrtopoda yang berasosiasi disebabkan

karena nilai 𝜒 2 hit >𝜒 2 Tabel ( H0 ditolak) Sedangkan jenis gastropoda yang tidak

berasosiasi dikarenkan 𝜒 2 hit <𝜒 2 Tabel (H0 diterima). Hal ini didasarkan pada uji

chi-quadrat yang menunjukkan jika hipotesis 0 (H0) diterima berarti tidak terdapat

asosiasi dan sebaliknya jika uji chi-square menunjukan hipotesis 0 (H0) ditolak

maka terdapat asosiasi antar spesies. Sedangkan pada tipe asosiasi ditentukan

melalui uji lanjut (V) yang didasarkan pada nilai akhir minus (-) untuk asosiasi

negatif dan nilai akhir plus (+) untuk asosiasi positif. Namun jika hasil uji lanjut V

adalah 0, maka kedua pasangan spesies bisa berasosiasi namun tidak saling

menguntungkan dan tidak saling merugikan (Netral).

Pada dasarnya deteksi asosiasi antara spesies diukur dari seberapa sering kedua

spesies dijumpai dalam lokasi yang sama. Asosiasi semata-mata didasarkan pada data

ada suatu spesies dalam sampel (Krebs, 1972, dan Michael, 1984 dalam Abubakar

(2006).

Pasangan spesies yang berasosiasi positif menunjukkan bahwa kedua spesies

sering ditemukan bersama dalam lokasi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa

apabila kedua spesies ini hidup bersama-sama, keduanya akan bersimbiosis

mutualisme. Sedangkan pasangan spesies yang berasosiasi negatif menunjukan

bahwa kedua spesies jarang ditemukan bersama dalam lokasi yang sama. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila kedua spesies ini hidup bersama-sama dalam satu

habitat maka akan saling merugikan.

42
4.4.6. Lebar Relung

Tabel Lebar Relung

Lebar Relung

No Jenis Proporsi (B)

1 Tr 0.509 0.340 0.151 0,838

2 Nr 0.875 0.125 0 0,427

3 Tt 1 0 0 0,333

4 Sg 0 0.529 0.471 0,664

5 Md 0 0 1 0,333

Berdasarkan tabel di atas di peroleh lebar relung tertinggi yaitu pada

Terebelia yaitu 0.838, sedangkan lebar relung terendah pada Telescopium dan

Monodonta yaitu 0,333.

4.4.7. Tumpah Tindih Relung

Tabel. Tumpah Tindih Relung

Spesies Tr Nr Tt Sg Md

Tr - 0,409 1,347 1,011 1,127

Nr 0,208 0,374 0,028 0,000

Tt 0,169 0,291 0,000 0,000

Sg 0,009 0,044 0,000 0,313

Md 0,050 0,000 0,000 0,157

43
Berdasarkan table diatas di dapat Tumpah Tindih Relung Tertinggi yaitu

0,409 dan terendah pada 0.

4.5.Hasil Parameter Lingkungan.

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan secara bersamaan dengan

pengambilan sampel. Pengambilan sampel di lakukan pada saat air laut surut.

Parameter lingkungan yang di ukur meliputi Suhu air, Salinitas, dan pH air. Hasil

Pengukuran parameter lingkungan dapat di lihat pada Tabel berikut ini.

Tabel.Hasil pengukuran parameter lingkungan.

Waktu Pengukuran Parameter Lingkungan

(WIT)
Suhu (0C) Salinitas (0/00) pH Air pH Tanah

10.00 36 20 8,35 6,5

11.00 36 20 8,35 6,5

12.00 36 20 8,35 6,4

Kisaran 36 20 8,35 6,4-6,5

Berdasarkan hasil pengukuran parameter lingkuran yang meliputi suhu,

salinitasdan pH terdapat nilai yang dimana pada suhu memiliki kisaran nilai

36(ºC), salinitas 20(‰) dan pH dengan nilai 8,35ppt.

44
Keadaan kehidupan gastropoda sangat di pengaruhi oleh parameter

lingkungan yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO) dan derajat

keasaman (pH).Parameter lingkungan ini sangat menjadi faktor pembatas

kehidupan gastropoda di hutan mangrove ini.

45
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Dari pembahasan di atas dapat di simpilkan sebagai berikut:

1. Gastropoda adalah sejenis hewan yang alat geraknya terhubung langsung

dengan bagian tubuhnya, sehingga disebut pula hewan yang berjalan

menggunakan perut.

2. Jenis-Jenis Gastropoda Di Desa Tuada meliputi Terebelia, Nerita,

Telescopium-telescopium, dan Monodonta.

3. Untuk tiap-tiap speciesnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda

4. Komunitas gastropoda meliputi kepadatan jenis tertinggi terdapat pada

Terebelia 0,090 ind/m2 Di Desa Pasimayou, Maitara Selatan.

5.1 Saran

Setelah dilakukuan riset praktikum ini semoga laporan ini bermanfaat

bagi mahsiswa yang ingin melakukan praktikum kembali., maka perlu di lakukan

riset dan kajian dalam kaitannya dengan aspek ekologi perairan terhadap di

lingkungan ekosistem hutan mangrove.

46

Anda mungkin juga menyukai