Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Potensi sumberdaya ikan di Indonesia cukup besar mengingat luasnya
wilayah perairan yang ada di Indonesia. Jenis-jenis ikan yang ekonomis penting
dan memiliki harga jual tinggi antara lain adalah ikan kakap, kerapu, baronang,
ekor kuning, dan lain-lain. Pada umumnya harga jual komoditas perikanan
tersebut akan lebih tinggi jika dipasarkan dalam kondisi hidup.
Pemanfaatan sumberdaya ikan dilakukan dengan berbagai jenis alat
penangkapan ikan. Salah satu jenis alat penangkapan ikan yang umumnya
digunakan adalah bubu (trap). Ikan hasil tangkapan bubu memiliki beberapa
kelebihan, antara lain tertangkap dalam kondisi hidup (segar) serta tidak
mengalami kerusakan fisik karena ruangan bubu yang relatif luas yang
memungkinkan ikan dapat bergerak bebas di dalamnya. Ikan-ikan yang tertangkap
dalam kondisi demikian memiliki harga jual yang relatif tinggi.
Usaha perikanan bubu (trap) telah berkembang dengan baik di seluruh
perairan Indonesia, terutama di wilayah pesisir yang memiliki habitat terumbu
karang. Umumnya ikan-ikan yang menjadi target penangkapan adalah jenis ikan
karang yangt memiliki nilai jual tinggi, seperti ikan kakap, kerapu, baronang, ekor
kuning, lobster, gurita, dan lain-lain.
Alat tangkap bubu dapat terbuat dari kayu, bambu, plastik, jaring, ataupun
kawat. Pengoperasiannya dilakukan secara pasif, yaitu menunggu ikan masuk ke
dalam bubu dan terperangkap hingga tidak dapat keluar. Dalam
pengoperasiannya, adakalanya nelayan menyamarkan bubu dengan cara
menimbun dengan bongkahan karang, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
terumbu karang. Menurut Sukmara dkk. (2001), pemasangan bubu yang demikian
dapat menyebabkan terumbu karang terbongkar, patah dan mengalami kematian.
Penggunaan alat bantu penangkapan, seperti umpan (bait), pada bubu
dasar atau bubu karang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan
efektivitas penangkapan dan sekaligus dapat mencegah masalah kerusakan
terumbu karang. Beberapa ahli perikanan sependapat bahwa umpan merupakan
alat bantu perangsang yang mampu memikat sasaran penangkapan dan sangat

1
berpengaruh untuk meningkatkan efektivitas alat tangkap. Menurut Gunarso
(1985), ikan akan memberikan respon terhadap lingkungan sekelilingnya melalui
indera penciuman dan penglihatan. Tertariknya ikan terhadap umpan disebabkan
oleh rangsangan berupa rasa, bau, bentuk, gerakan dan warna. Kebanyakan ikan
akan memberikan reaksi jika benda yang dilihat bergerak, mempunyai bentuk,
warna dan bau.
Lebih lanjut Gunarso (1985) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang
berbagai jenis makanan yang biasa dimakan ikan sangat berguna untuk usaha
penangkapan ikan, terutama dari jenis-jenis yang ekononis penting. Hal ini terkait
dengan penggunaan jenis makanan sebagai umpan ikan yang menjadi target
penangkapan.

2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :

1. Penulis dapat mendiskripsikan penegrian alat tangkap ikan khususnya bubu.

2. Penulis dapat mengetahui spesifikasi alat tangkap (alat dan kegunaan) bubu.

3. Penulis dapat mengetahui cara pengoperasian alat tangkap bubu tersebut.

3. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat menjadi masukan bagi
penulis sebagai pengetahuan dan menamabah wawasan tentang alat tangkap ikan .

2
BAB I

1.1 Deskripsi Alat Tangkap

Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap


Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “
dan penghadang “guiding barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan
tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif,
tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi,
jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan
sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi
nama ftshing pots atau fishing basket.(Tiyoso, S.J. 1979.).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan
dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau
tanpa perahu (Rumajar, 2002). Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi
penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negaranegara yang
menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di
perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya,
sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya
dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar,
kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil
ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan
yang tidak begitu dalam.
Anung, A. dan H.R. Barus. (2000), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu
bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder
(cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat
setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan
(body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat
dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan

3
pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan
bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.

4
BAB 2

SPESIFIKASI ALAT TANGKAP BUBU

A. Jenis-Jenis Bubu
Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :

1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots).


Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots).
Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots).
Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan.

Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis


bubu yang lain seperti :

4. Bubu Jermal.
Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal
trap).
5. Bubu Ambai.
Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil.
6. Bubu Apolo
Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong,
khusus menangkap udang rebon.

B. Konstruksi Bubu
Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder
(cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat
setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s
splitting or-screen).
Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau
ijeh, pintu.

5
 Badan (body)
Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.

 Mulut (funnel).
Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak
dapat keluar.

 Pintu.
Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.

1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)


Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya
yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang
1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran
panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm.

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)


Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa
silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero
gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu
yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya.

3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)


Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk
silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m.

4. Bubu Jermal
Ukuran bubu jermal, panjang 10 m, diameter mulut 6 m, besar mata pada
bagian badan 3 cm dan kantong 2 cm.

5. Bubu Ambai
Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang
keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring
ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian
muka, tengah, belakang dan kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada
juga yang berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut

6
terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang-
gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan dipasang
melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah
yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit.

6. Bubu Apolo
Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian-
bagian mulut, badan, kaki dan kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11
m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan.
Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujubg kaki terdapat
mestak yang selanjutnya diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m
dan lebar 0,60 m.

7
BAB III

3.1. Cara Pengoprasian Penangkapan


Adapun cara pengoprasian bubu sebagai berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali
penonda (drifting line).
3. Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan
pada ujung tali penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan
selanjutnya 4 buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikat
dengan perahu penangkap dan diulur kira – kira antara 60 – 150 m.
4. Waktu pengoprasian bubu adalah 3 hari 2 malam. Menurut para nelayan
bubu, operasi penangkapan ikan dengan menggunakan bubu idealnya dilakukan
selama 3 hari 2 malam atau maksimal 4 hari 3 malam. Apabila terlalu lama
dioprasikan (lebih dari 4 hari), maka kelungkinan ikan yang tertangkap akan
mengalami kematian atau luka – luka.

3.2. Daerah Penangkapan


Daerah penangkapan yang dapat dilakukan berdasarkan jenis bubu,
sebagai berikut :

1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu dasar
biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu
apung dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan kedalaman tali, yang
biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Dalam operasi penangkapan, bubu
hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan ke dalam air.

8
3.3. Hasil Tangkap Bubu
Hasil tangkap dari alat tangkap bubu ini berupa :

1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Hasil tangkapan dengan bubu dasar
umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx
spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp),
kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp),
Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots). Hasil tangkapan bubu apung adalah
jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung,
selar, dll.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Hasil tangkapan bubu hanyut adalah
ikan torani, ikan terbang (flying fish).

3.5. Alat Bantu Penangkapan


Dalam operasi penangkapan, terdapat alat bantu penangkapan yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Alat bantu
penangkapan tersebut antara lain :

 Umpan: Umpan diletakkan di dalam bubu yang akan dioperasikan. Umpan


yang dibuat disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yg menjadi tujuan
penangkapan.

 Rumpon: Pemasangan rumpon berguna dalam pengumpulan ikan

 Pelampung: Penggunaan pelampung membantu dalam pemasangan bubu,


dengan tujuan agar memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bubu
dipasang.

 Perahu: Perahu digunakan sebagai alat transportasi dari darat ke laut


(daerah tempat pemasangan bubu).

 Katrol: Membantu dalam pengangkatan bubu. Biasanya penggunaan katrol


pada pengoperasian bubu jermal.

9
BAB IV

A.Kesimpulan
kontruksi alat tangkap bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel),atau
ijeb,pintu,tali,penanda dan umpan. Tehnik pengoperasian alat tangkap bubu
dimulai dari setting sampai hauling yang diperlukan beberapa hari untuk
mendapatkan hasil tangkapan.aplikasi bubu terhadap hasil tangkapan ikan yaitu
memiliki produktivitas tangkapan yang cukup tinggi dan merupakan alat tangkap
ramah lingkungan yang digunakan untuk keberlanjutan usaha perikanan.

B.Saran
Perlu dikembangkan dan disosialisasikan kembali alat tangkap ramah
lingkungan misalnya bubu. hal ini dikarenakan dengan menggunakan alat tangkap
ramah lingkungan maka suatu usaha perikanan dapat berkelanjutan dan lestari.
Selain itu, dikarenakan sudah terjadi kerusakan lingkungan perairan akibat alat
tangkap yang berbahaya dan merusak lingkungan. Apabila alat tangkap ramah
lingkungan dapat berkembang dan dimodifikasi lebih maju diharapkan menjadi
alat tangkap yang efektif dan efisien dalam kegiatan penangkapan ikan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Tiyoso, S.J. 1979. Alat-alat Penangkapan Ikan yang Tak Memungkinkan Ikan

Kembali (Non-Return Traps). Karya Ilmiah (tidak dipublikasikan). Fakultas

Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 106 hal.

Anung, A. dan H.R. Barus. 2000. Pengaruh Jumlah Mulut, Jenis Umpan dan
Lama Perendaman Bubu terhadap Hasil Tangkapan Ikan Demersal di Selat
Sunda. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan. Jakarta. Hal 133-139.

Partosuwiryo, S. 2002. Dasar-dasar Penangkapan Ikan. Universitas Gadjah Mada.


Yogyakarta.

Partosuwiryo, S. 2008. Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan. Citra Aji Parama.
Yogyakarta.

Zulkarnaen, I. 2007. Pemanfaatan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) dengan Bubu
di Perairan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak. Institut Tinggi Bandung.
Bandung.

11

Anda mungkin juga menyukai