PENGENALAN
PHYLUM MOLLUSKA
Kebanyakan Molluska hidup di pantai dan perairan dangkal, tetapi beberapa tinggal di perairan
dalam, dan beberapa berenang aktif di perairan terbuka. Hewan benthos bertubuh lunak yang hidup
di perairan tawar adalah filum molluska. Mantel adalah karakteristik tubuh molluska yang
membedakannya dari hewan lain. Bagian tubuhnya yang lunak dibungkus oleh mantel. Sangat
sensitif terhadap perubahan kualitas air di tempat tinggalnya, molluska dapat digunakan untuk
mengukur kepadatan dan keragaman populasi spesies ini. Dengan demikian, molluska dapat
digunakan sebagai pengukur kualitas air atau indikator yang memiliki reaksi yang lebih baik untuk
memantau kualitas perairan (Fillah et al., 2022).
Alat pencernaan molluska sempurna, mulai dari mulut yang memiliki radula, atau lidah perut,
sampai anus yang terbuka di daerah rongga mantel. Pernapasan dilakukan melalui insang, juga
dikenal sebagai "paru-paru", mantel, atau bagian epidermis. Ginjal berfungsi sebagai alat eksresi.
Sistem syaraf terdiri dari tiga pasang ganglion: ganglion otak, ganglion visceral, dan ganglion pedal.
Tali-tali saraf longitudinal menghubungkan ketiganya (Sri & Nurhidayah, 2020).
Molluska adalah hewan inveterbrata, yang berarti mereka memiliki tubuh yang lunak, tidak
memiliki kerangka atau tulang belakang, dan berdarah dingin. Kepala, mantel, dan kaki otot adalah
tiga komponen tubuh Molluska. Molluska adalah jenis hewan yang hidup secara heterotrof dengan
memakan ganggang, udang, ikan, atau sisa organisme lainnya. Kebanyakan molluska hidup di
daerah perairan dan menempel pada batu atau permukaan lain; mereka biasanya memiliki
kemampuan adaptasi yang baik dan berfungsi sebagai indikator lingkungan (Ariani et al., 2019).
5.2.1 Karakteristik Kelas Bivalvia
Bivalvia, salah satu dari filum molluska yang memiliki tubuh lunak dan terlindungi oleh sepasang
cangkang yang khas. Cangkang ini biasanya terdiri dari dua bagian yang dapat membuka dan
menutup, memungkinkan hewan ini untuk melindungi diri dari predator dan menjaga tubuhnya tetap
basah. Mereka tersebar luas di pesisir, terutama di habitat mangrove, menunjukkan adaptasi mereka
terhadap berbagai kondisi lingkungan, seperti sumber makanan, jenis substrat, dan tingkat salinitas.
Karakteristik istimewa Bivalvia membuatnya penting dalam ekosistem pesisir karena berfungsi
sebagai pemfilter alami dan merupakan bagian penting dari rantai makanan laut (Mawardi et al.,
2021).
Ciri umum bivalvia meliputi, hewan yang lembut dan biasanya menetap di dasar laut atau air
tawar. Mereka memiliki tubuh pipih dengan tonjolan di bagian atas, tanpa tentakel, dan dengan kaki
otot yang menyerupai lidah. Mulutnya dilengkapi dengan palps, tidak memiliki gigi, dan insangnya
dilengkapi dengan silia untuk menyaring makanan dari larutan. Bivalvia bisa memiliki kelamin terpisah
atau bahkan hermaphrodit, dan dalam perkembangannya mereka melewati tahapan trocophora dan
veliger di perairan laut, serta glochidia di perairan tawar (Harahap, 2017).
Cangkang Bivalvia menampilkan beragam bentuk, mulai dari yang bersayap, cawan, tidak
simetris, berlian, bulat, segitiga, hingga tubular. Di samping variasi bentuknya, pahatan pada
permukaan luar cangkang juga memiliki peran kunci dalam taksonomi Bivalvia. Terdapat tiga jenis
pahatan utama yang mencakup rusuk radial, yang terdiri dari garis-garis yang konvergen menuju titik
tengah atau umbo cangkang; rusuk commarginal, yang sejajar dengan garis pertumbuhan cangkang;
dan rusuk diagonal oblique, yang terletak secara diagonal atau miring pada permukaan cangkang.
Kombinasi unik dari bentuk cangkang dan karakteristik pahatan ini membantu dalam identifikasi dan
klasifikasi Bivalvia (Bua, 2017).
5.2.2 Karakteristik Kelas Gastropoda
Dalam situasi terancam, gastropoda memiliki satu cangkang spiral yang berfungsi sebagai tempat
berlindung. Sebagian besar gastropoda memiliki cangkang berbentuk kerucut, dengan bentuk tubuh
yang sesuai dengan cangkangnya. Cangkang biasanya berbentuk kerucut, tetapi ada juga yang
berbentuk pipih seperti abalon dan limpet. Namun, ada gastropoda yang tidak memiliki cangkang; ini
disebut sebagai siput telanjang (Fillah et al., 2022).
Gastropoda memiliki empat lapisan, yang paling luar disebut periostrakum. Periostrakum adalah
lapisan tipis yang terdiri dari protein seperti conchiolin atau conchin, yang merupakan zat tanduk.
Banyak cangkang siput, terutama spesies laut, sangat indah dengan bercak-bercak merah atau garis-
ACC 1 02/04/24
garis cerah pada lapisa berwarna-warni ini. Lapisan kalsium karbonat terdiri dari tiga lapisan: lapisan
prismatik atau palisade terluar, lapisan tengah atau lamella, dan lapisan nacre atau hypostracum
paling dalam. Lapisan prismatik terdiri dari kristal calcyte yang tersusun vertikal, dan lapisan tengah
dan nacre terdiri dari lembaran aragonit dalam matriks organik tipis (Iqwanda, 2021).
Gastropoda memiliki berbagai bentuk tubuh dan detail anatomi. Sebagian besar gastropoda
dewasa adalah organisme asimetris bilateral dengan kepala yang berkembang baik, mata, dan
berbagai jenis tentakel. Selain itu, mereka memiliki kaki yang berotot yang menonjol, dengan
permukaan ventral membentuk telapak kaki yang datar dan merayap. Lidah pemakan, juga dikenal
sebagai radula, digunakan untuk mencari makanan. Biasanya, anus terletak di anterior dan lateral.
Satu cangkang, seringkali berbentuk spiral, melapisi putaran terakhir. Bagian posterior hewan dan
beberapa organ internal biasanya dilindungi oleh cangkang ini dalam tonjolan visceral dorsal. Banyak
siput air (dan beberapa spesies darat) memiliki operculum keras pada permukaan dorsal dan
posterior kaki mereka, yang menutupi lubang saat siput menarik diri ke dalam cangkang
(Voronezhskaya & Croll, 2015).
5.2.3 Karakteristik Kelas Cephalopoda
Cephalopoda, kelompok hewan tidak bertulang belakang yang mencakup cumi-cumi, sotong, gurita,
dan sejenisnya, memiliki struktur tubuh yang sangat menarik. Tubuh mereka memiliki kepala yang
terletak di bagian depan, leher yang pendek, dan badan berbentuk tabung dengan sirip di kedua
sisinya. Kepala dilengkapi dengan sepasang mata yang berkembang sempurna, serta mulut di bagian
ujungnya yang dikelilingi oleh empat pasang tangan dan sepasang tentakel. Setiap tangan dilengkapi
dengan mangkuk pengisap, dan di sisi belakang kepala terdapat sifon, yang berfungsi untuk
mengatur aliran air dan sirkulasi dalam tubuhnya. Dengan struktur yang kompleks ini, makhluk
tersebut mampu bertahan dan beradaptasi di lingkungan hidupnya dengan baik (Maya & Nurhidayah,
2021).
Cephalopoda, kelompok hewan yang mencakup cumi-cumi, sotong, dan gurita, memiliki gaya
hidup yang sangat dinamis di dalam air. Mereka mampu berenang dengan lincah menggunakan sirip-
sirip mereka, namun juga mampu merayap di dasar laut dengan kemampuan yang sama tangguhnya.
Tentakel yang dimiliki oleh Cephalopoda merupakan alat yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Dilengkapi dengan alat pengisap, tentakel ini memungkinkan mereka untuk
menangkap mangsanya dengan presisi yang luar biasa. Hal yang membedakan Cephalopoda dari
banyak hewan lainnya adalah kurangnya cangkang. Ini memungkinkan mereka untuk memiliki gerak
yang lebih fleksibel dan adaptif dalam berburu mangsa di lingkungan laut mereka (Karunianigtyas,
2016).
Tubuh Cephalopoda, yang memiliki simetri bilateral, menampilkan kepala yang menjadi pusat
sistem saraf yang sangat berkembang, memungkinkan penglihatan yang tajam dan pergerakan yang
cepat di dalam air. Kemampuan mereka untuk mengubah warna kulit dengan kromatofor
memungkinkan ekspresi emosi dan adaptasi lingkungan yang luar biasa, memberikan mereka
keunggulan dalam berkomunikasi, berburu, dan bertahan hidup di lautan yang beragam dan sering
kali berbahaya (Karunianingtyas, 2016).
siphon dan incurrent siphon di bagian posteriornya. Jalan keluar air disebut exhalant siphon atau
ecxurrent siphon di dorsal (Amjad, 2017).
Sebagian Tridacna sp.akan hidup di daerah dengan substrat yang berpasir dan berlumpur, dan
sebagian jenisnya akan hidup menempel pada karang. Sebagian spesies ini jga ada yang hidup
dengan cara membenamkan diri didalam karang. Kebanyakan Tridacna sp. ditemukan di kedalaman
1-20 meter yang berada di dasar permukaan karang dan masih dipengaruhi oleh cahaya matahari.
Tridacna sp. banyak tersebar di daerah kepulauan Toamatu di pasifik, kepulauan Wakatobi,
Kepulauan Seribu (Amjad, 2017).
Di bawah karang, Tridacna sp. berasosiasi dengan zooxantella, sejenis hewan tetapi setengah
tumbuhan yang memiliki bulu halus dan berbentuk seperti cambuk. Zooxantella berfotosintesis di
dalam mantel Tridacna sp. sehingga mantelnya berwarna terang. Temperatur yang ideal untuk
spesies ini adalah 25-30°C, dengan salinitas 25–30 ppt, dan pH antara 8,1–8,5 (Amjad, 2017).
c. Pinctada sp.
Gambar 3. sp.
Klasifikasi pinctada sp.
Kingdom: Animalia
Phylum: Molluska
Class: Bivalvia
Order: Ostreida
Family: Margaritidae
Genus: Pinctada
Species: Pinctada sp. (Röding, 1798).
Nacre, yang merupakan bagian dari cangkang tiram Pinctada sp., memiliki empat warna yang
berbeda: putih, emas, abu-abu, dan kuning. Cangkang yang mengkilap dengan kepekatan putih di
dalam tiram berpengaruh pada warna mutiara yang dihasilkan. Cangkang berwarna kuning biasanya
menghasilkan mutiara emas. Cangkang Pinctada sp memiliki warna crem gelap dan memiliki tekstur
yang kasar dan tebal (Wardana et al., 2014).
Pinctada sp. tinggal di dasar perairan yang berpasir atau di area bebatuan karang. Untuk
spesies ini, kedalaman ideal adalah 20–6 meter. Sebagian spesies dapat ditemukan tinggal di
perairan laut yang dangkal hingga kedalaman 120 meter. Jika spesies ini tinggal pada kedalaman 2
meter, cangkangnya akan ditumbuhi lumut, yang menunjukkan bahwa kondisi tiramnya baik. Sebagai
bagian dari Pertengahan Indop-Pasifik, termasuk Asia Tenggara, terdapat banyak karang mutiara
(Purnomo, 2020).
Pinctada sp. adalah hewan dengan fototaksis negatif dan menyukai substrat berwarna gelap.
Oleh karena itu, byssus membantu Pinctada sp. menempel pada substrat, dan cengkraman byssus
yang lebih kuat menunjukkan bahwa substrat tersebut lebih sehat. Dalam usia muda, tiram akan
bergerak dan hidup menempel jika sudah dewasa. Kaki tiram akan membersihkan kotoran yang
menempel pada mantelnya. Getaran silia Pinctada sp berfungsi sebagai filter feeder, sehingga air
mengalir ke dalam rongga mantel. Kerang mutiara, yang bersifat hermafrodit, juga dipengaruhi oleh
ketersediaan makanan di sekitanrnya (Purnomo, 2020).
d. Perna viridis
ACC 1 02/04/24
Genus: Cypraea
Species: Cypraea tigris (Linnaeus 1758).
Cangkang Cypraea tigris memiliki tekstur yang lembut dan keras, serta motif motif yang indah
(Rosalina et al., 2021). Di bagian ventralnya, Cypraea tigris memiliki gigi yang tersusun seperti
serutan, aperture, bibir luar, dan columella. Permukaan sisi kanan dan kiri cangkang tertutup dengan
mantel. Karena adanya papillae dengan bentuk dan warna yang dapat berkamuflase, mantelnya
dapat dijadkan hiasan. Ketika spesies ini merasa terganggu, mantelnya ditarik ke dalam,
menimbulkan cangkang yang berkilau. Bagian anterior tubuh adalah bagian yang bergerak ke depan,
yang menunjukkan anterior dan posteriornya. Mantel yang memiliki sel yang mengolah conchiolin
mempengaruhi cangkang yang mengkilap (Merly, 2015).
Cypraea tigris dapat hidup di berbagai jenis habitat yang berbeda. Kemampuan dlam Cypraea
tigris adalah salah satu ciri spesiesnya. Karena cypraea adalah hewan pemakan detritus, cypraea
tigris dapat ditemukan di ekosistem lamun (Rosalina et al., 2021). Cyprea tigris biasanya hidup di
daerah pantai antara terumbu karang, mangrove, dan lamun (Hermanses et al., 2018). Cypraea tigris
hidup di seluruh Indo-Pasifik, di pantai timur Afrika, Mikronesia dan Polinesia, Laut Koral, dan Filipina
(Jasmin, 2017).
Cypraea tigris menghabiskan waktunya untuk hidup di bawah batu atau di bawah karang yang
telah mati. Untuk memproleh makanan, mereka akan keluar di malam hari untuk berburu. Radula
atau giginya digunakan untuk menggerus dan mengikis mangsanya untuk di makan. Hewan ini
bersifat gonokorik dan melakukan pemijahan dengan cara menderetkan telur telurnya yang kemudian
akan menjadi larva planktonik dan kemudian menjadi veliger remaja. Ukurannya pada saat deewasa
mampu mencapai 15 cm (Jasmin, 2017).
b. Conus sp.
Conus sp. tinggal di rataan terumbu karang tropis dan subtropis, cela-cela batu, daerah perairan
dangkal dengan substrat berlumpur dan berpasir, dan banyak juga yang hidup di wilayah mangrove.
Conus sp. biasanya hidup di daerah pasang surut, sublitoral, dan perairan dengan kedalaman hingga
600 meter. Mereka banyak hidup dengan membenamkan diri mereka di dalam substrat pasir atau
berlumpur, dan kemudian muncul saat pasang. Conus sp. sangat umum di wilayah Barat Indo Pasik
(Aji et al., 2016).
Conus sp. adalah hewan malam; mereka bergerak pada malam hari dan bersembunyi di bawah
batu atau karang mati pada siang hari. Spesies ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori
berdasarkan jenis makannya: vermescivorous, atau pemangsa cacing; piscivorous, atau pemangsa
ikan-ikan kecil; dan molluscivorous, atau pemangsa molluska lainnya. Corus sp. berburu mangsa
dengan cara khusus, melumpuhkan mangsa terlebih dahulu dengan bantuan sifon yang sangat
sensitif dan moncong yang dapat ditarik ulur. Mereka melakukan reproduksi melalui fertilisasi internal:
induk conus mengeluarkan telur, yang kemudian menetas menjadi larva. Selain bersifat plantotrophic,
larva ini juga bersifat lecithotropic melalui kantung telurnya (Aji et al., 2016).
c. Lambis sp.
5.4 Pengamatan
5.4.1 Morfologi loligo sp
Lobigo Sp., juga dikenal sebagai cumi-cumi, memiliki tubuh yang ramping dengan bentuk tabung.
Memiliki mata yang besar dan lapisan tipis yang transparan di kepalanya. Ada enam kaki kaki
penndek di kepalanya, dengan dua tentakel panjang di sela-sela kakinya. Kepalanya memiliki corong
yang menjorok keluar.
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa tubuh cumi berwarna putih dengan bercak-
bercak warna keunguan. Dengan sayap di sisi kanan dan kiri, ujung posteriornya lebih terang. Bagian
dalam tentakelnya berwarna cerah, dan ujung dan ujung kakinya berbentuk runcing dengan ujung
melebar. Kaki-kakinya 7 cm panjang, dan tentakelnya 15 cm panjang. Tubuhnya 13 cm dari belakang
ke kepala dengan diameter 6 cm.
5.4.2 Anatomi loligo sp.
Loligo memiliki insang yang berfungsi untuk pertukaran gas dengan lingkungan air sekitarnya. Insang
ini memainkan peran penting dalam respirasi dan memastikan pasokan oksigen yang cukup untuk
tubuhnya. Ovarium loligo adalah bagian dari sistem reproduksi betina yang menghasilkan telur,
merupakan langkah awal dalam siklus hidup reproduktif mereka.
Loligo juga dilengkapi dengan siphon yang memungkinkan gerakan pergerakan cepat dalam air,
membantu loligo untuk melarikan diri dari predator atau dalam situasi bahaya. Selain itu, kantung tinta
pada loligo berperan sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting. Ketika merasa terancam,
loligo dapat melepaskan tinta ini ke dalam air untuk menciptakan awan gelap yang membingungkan
predator atau untuk melarikan diri dengan lebih efektif, memungkinkan mereka untuk menghindari
ancaman dengan cara yang cerdik dan cepat.
5.4.3 Morfologi Sepia sp.
Sepia Sp., juga dikenal sebagai "sotong", memiliki tubuh yang agak pendek dan sedikit lebar
dibandingkan dengan Loligo Sp., dan mantelnya berbentuk seperti kantong dengan tekstur yang
kenyal. Sotong memiliki kaki pendek berjumlah delapan dan tentakel panjang berjumlah dua. Di
samping kiri dan kanan kepala Sepia Sp., matanya cukup besar, dan kepalanya memiliki corong yang
menjorok ke depan, seperti Loligo Sp.
Sotong memiliki bentuk tubuh yang lebih besaar daripada cumi-cumi, tetapi mereka lebih
pendek. Panjang mantelnya adalah sepuluh sentimeter, diukur dari ujung posterior ke depan. Kaki-
kakinya berukuran 5 cm, dan tentakelnya lebih panjang. Salah satu tentakelnya berukuran 20 cm, dan
yang lainnya berukuran 11 cm. Tubuhnya berwarna putih lembut.
5.4.4 Anatomi sepia sp
Mirip dengan loligo, sepia juga memiliki insang yang merupakan organ vital berperan dalam
pertukaran gas. Terletak di sisi tubuhnya, sepasang insang ini memungkinkan sepia untuk mengambil
oksigen dari air dan membuang karbon dioksida. Ovarium merupakan bagian lain dari anatomi sepia
yang penting, terutama dalam konteks reproduksi. Organ ini berperan sebagai tempat produksi telur
betina. Setelah telur diproduksi, mereka akan dibuahi oleh sperma yang dikeluarkan oleh jantan,
memulai siklus reproduksi selanjutnya.
Selain itu, sepia juga dilengkapi dengan siphon yang merupakan struktur berongga yang
memungkinkan untuk mengeluarkan air dari rongga mantel. Fungsi siphon ini sangat penting dalam
gerakan cepat yang membantu sepia melarikan diri dari predator atau dalam situasi berbahaya
lainnya. Lebih jauh, sepia memiliki kantung tinta yang merupakan kantung berisi cairan hitam. Ketika
merasa terancam, sepia dapat menyemprotkan tinta ini ke dalam air untuk menciptakan awan gelap
yang membingungkan predator atau untuk melarikan diri dengan lebih efektif.
5.4.5 Morfologi nautilus sp.
ACC 1 02/04/24
Pengamatan menunjukkan bahwa cangkang nautilus sangat besar, dengan bentuk spiral setengah
lingkaran dan bukaan yang lebih besar di atasnya. Cangkangnya memiliki diameter kurang lebih 17
cm. Ketebalan cangkang menunjukkan bahwa semakin tipis cangkangnya semakin besar ukuran
bagian cangkangnya. Cangkang memiliki lebar atau diameter sekitar 7 cm dan ukurang sekitar 6 cm
di pangkalnya yang melingkar ke dalam.
Dengan motif zig-zag berwarna coklat kemerah-merahan pada cangkanya, warna cankangnya
krem hampir putih. Motif ini hanya terlihat pada bagian dorsal cangkang, tetapi tidak di semua bagian
cnagkang. Di bagian tengah pangkal cangkang yang menutar masuk terdapat lapisan berwarna
hitam. Bentuknya seperti pita hitam di bagian pangkal cangkang.
5.4.6 Morfologi cypraea tigris
Cangkang Cypraea tigris rata, halus, dan mengkilap dengan bentuk bulat lonjong. Cangkangnya
keras dan dipenuhi dengan totol totol coklat kehitaman di bagi dorsalnya. Pada bagian atas,
cangkangnya berwarna coklat, dan pada bagian ventral, cangkangnya berwarna putih sedikit krem. Di
bagian atasnya terdapat garis tipis berwarna jingga pudar yang terlihat samar-samar.
Terdapat bukaan yang menyerupai mulut pada bagian bawah cangkang dengan sisi yang
bergerigi seperti gergaji. Cangkangnya tampak terbelah dua jika dilihat secara terbalik, tetapi
sebenarnya tidak. Cangkang memiliki lubang kecil di ujungnya. Cangkangnya panjangnya sekitar 9
cm dan lebarnya sekitar 5 cm.
5.4.7 Morfologi conus sp.
Conus Sp. memiliki bentuk cangkang yang mirip dengan kerucut dengan bukaan yang memanjang
dari atas ke bawah di sampingnya. Bukaan ini tidak terlalu lebar dan menyerupai bibir cangkang
dengan bentuk segitiga tumpul di bagian atas dan runcing segitiga terbalik di bagian bawahnya.
Bagian tengah cangkang terlihat menggembung.
Cangkangnya berwarna coklat, tetapi warnanya mulai memudar di bagian tengahnya. Bagian
atas cangkang berwarna krem dan memiliki warna putih pada bagian bagian ujung atas badang
cangkang. Bagian atas cangkang memiliki tekstur yang kasar dengan relief seperti tangga-tangg kecil
dari ujung kepala cangkang hingga ujung atas badang cangkang. Di bagian bawah cangkang,
terdapat garis-garis putih berbentuk spiral yang mengelilingi ujung bawah cangkang.
5.4.8 Mofologi lambis sp.
Cangkang lambis adalah struktur yang menarik, dengan bentuk oval yang khas serta sisi yang unik
dengan deretan tanduk. Secara visual, cangkang ini menonjol dengan keberadaan 6 tanduk kecil
yang melengkung di sepanjang salah satu sisinya. Di bagian belakang setiap tanduk, terdapat
belahan yang menambah detail menarik pada struktur ini. Sementara itu, sisi lain dari cangkang
lambis membentuk spiral yang menggambarkan keindahan geometris yang alami. Kombinasi dari
bentuk oval, tanduk, dan spiral menciptakan sebuah karya alam yang memukau dan unik.
Cangkangnya berwarna krem dengan pinggiran yang kecoklatan. Cangkangnya keras dan kasar,
tetapi bagian tengahnya agak tipis. Bagian bukaannya berwarna jingga, membuatnya terlihat seperti
ada garis di belakang tanduknya. Panjang cangknya 10 cm, dan panjang tanduknya berbeda.
Tanduknya panjang di satu sisi, dan tanduknya pendek di sisi lain.
5.4.9 Morfologi pinna sp
Pinna Sp. memiliki bentuk cangkang kipas dan sisi lengkungnya bergerigi. Cangkangnya memiliki
bentuk runcing pada bagian bawahnya, dengan bentuk segitiga dengan sisi melengkun di bagian
atasnya, dan memiliki motif berlajur-lajur yang mengikuti lengkungan cangkangnya di bagian atas.
Pinggirnya terlihat lebih tipis daripada bagian bawahnya yang meruncing.
Cangkang lambis tidak hanya menarik dari segi bentuk, tetapi juga menampilkan keindahan
dalam warna-warni alaminya. Warna utama cangkang ini adalah coklat yang hangat, memberikan
kesan yang khas dan alami. Namun, ketika melihatnya dengan seksama, perbedaan warna yang
halus pun terlihat. Bagian pinggir cangkang di bagian atasnya memiliki nuansa coklat pudar yang
hampir menciptakan efek krem, menambahkan sentuhan elegan pada keseluruhan penampilannya.
ACC 1 02/04/24
Sementara itu, bagian bawah yang meruncing memperlihatkan warna yang lebih gelap, memberikan
kontras yang menarik dan menambah dimensi pada penampilan cangkang. Kedua cangkangnya
memiliki bentuk yang sama dan simetris lapisan luarnya. Dengan keunikan warna dan bentuknya,
cangkang lambis menjadi sebuah karya alam yang memukau dan menginspirasi.
5.4.10 Morfologi Tridacna sp.
Bentuk cangkang Tridacna Sp sangat tebal dan menyerupai kipas. Cangkangnya memiliki motif
yang bergelombang dan tekstur yang kasar. Bagian dalam cangkang memiliki permukaan yang halus
dan bergelombang, sementara garis-garis yang menghubungkan gelombang ke gelombang di bagian
atas cangkang.
Cangkang Tridacna sp. menampilkan warna krem yang cerah dengan garis-garis putih yang
elegan pada bagian dalamnya, sementara garis-garis melengkung yang mempesona terhampar di
tengah cangkang. Pinggiran cangkang ditekankan oleh garis hitam yang menciptakan kontras yang
menarik. Bentuk cangkang ini terlihat agak runcing dengan ujung yang tumpul di bagian bawahnya,
memberikan kesan elegan dan estetis. Dengan panjang jangka sekitar 22 cm.
5.4.11 Morfologi sp.
Cangkang sp. memiliki bentuk yang menyerupai kipas dengan sisi melengkung yang elegan di
bagian atas, sementara sisi bagian bawahnya cenderung datar. Permukaan luar cangkang ditandai
dengan tekstur kasar yang menampilkan motif abstrak, menyerupai batu kerikil yang terhampar
secara alami. Di bagian dalam cangkang, teksturnya halus dan mengkilap dengan warna silver yang
memikat, menciptakan tampilan yang memukau. Tepi dalam pinggiran cangkang menampilkan garis
berwarna coklat yang menghiasi dengan indahnya.
Cangkang memiliki bagian luar berwarna kecoklatan dengan bagian menonjol yang agak terang.
Bagian dalam cangkang berwarna silves yang mengkilas dengan pinggiran berwarna hitam
kecoklatan. Pinggir melengkung cangkang memilii ketebalan yang tipis, dan bagian datar agak tebal.
Pinggiran cangkang memiliki sisi kasar dan sedikit bergerigi.
5.4.12 Morfologi perna veridis
Pada bagian atas, perna viridis memiliki bentuk yang menyerupai segitiga dengn melengkung.
Cangkang depan memiliki motif garis-garis melengkung yang mengikuti lengkungan pinggirannya,
dan bagian bawahnya lebih runcing dan sedikit menonjol di sisi depannya. Motif pada bagian dalam
cangkang tidak terlihat dan agak mengkilap.
Bagian atas cangkang berwarna hijau dan bagian bawahnya berwarna coklat. Bagian tengah
cangkang berwarna lebih gelap dengan gradasi sedikit kuning kehijauan, dan terdapat garis
melengkung berwarna putih di bagian tengah cangkang. Bagian dalam cangkang berwarna putih
tanpa tekstur, dan garis tipis berwarna hijau gelap terletak di pinggirnya.
ACC 1 02/04/24
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, N. D., Swasta, I. J., & Adnyana, P. B. 2019. Studi Tentang Keanekaragaman Dan
Kemelimpahan Molluska Bentik Serta Faktor-Faktor Ekologis Yang Mempengaruhinya Di
Pantai Mengening, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, 6(3), 146-
157.
Mawardi, M., Yolanda, F. Y. F., Elfrida, E., & Sarjani, T. M. 2021. Bivalvian distribution pattern based
on habitat characteristics in the coastal area of Langsa City. BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi
Teknologi dan Kependidikan, 9(2), 128-138.
Harahap, R. A. 2017. Jenis Kerang-Kerangan (Bivalvia) di Perairan Belawan Sumatera Utara.
Bua, A. T. 2017. Struktur Komunitas Bivalvia di Pantai Juata Laut, Tarakan, Kalimantan Utara. Jurnal
Biota, 2(1), 29-36.
Fillah, A. H. A., Ihtiar, A., Dewi, A. W. F., & Vira, T. D. 2022. Identifikasi Molluska di Pantai Maron
Kecamatan Tugurejo, Kota Semarang, Jawa Tengah. In Seminar Nasional Sains &
Entrepreneurship (Vol. 1, No. 1).
Iqwanda, Y. 2021. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Zona Litoral Perairan Gunung Cut
Kabupaten Aceh Selatan Sebagai Materi Pendukung Keanekaragaman Hayati di SMAN 2
Samadua (Doctoral dissertation, UIN AR-RANIRY).
Voronezhskaya, E. E., & Croll, R. P. 2015. 20 Molluska: Gastropoda. Structure And Evolution Of
Invertebrate Nervous Systems, 196.
Maya, S., & Nur, R. A. 2020. Zoologi Invertebrata.
Karunianingtyas, T. 2016. Identifikasi Molluska di Pantai Payangan Kecamatan Ambulu Jember dan
Pemanfaatannya sebagai Buku Panduan Lapang.
Rosalina, D., Jamil, K., & Nursal. 2022. Struktur Komunitas dan Asosiasi Biota pada Ekosistem
Lamun di Pulau Tambakulu Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang Kabupaten
Pangkajene. Jurnal Salamata 3(2) , 35.
Merly, S. L. 2015. Bioekologi dan Pemanfaatan Siput Cypraea. Karya Tulis Ilmiah .
Hermanses, E., Rangan, J. K., & Kambey, A. D. 2018. Komunitas Gastropoda Di Daerah Intertidal
Pantai Likupang Kampung Ambong Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara.
Jurnal Ilmiah Platax , 61.
Jasmin, F. 2017. Cypraea tigris Linnaeus 1758. Identification.
Aji, L. P., Widyastuti, A., & Farwas, Y. 2015. Katalog Molluska Gastropoda: Strombidae. Jakarta: UPT
Loka Konservasi Biota Laut Biak Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Ginting, E. D., Susestya, I. E., Patana, P., & Desrita. 2017. Identifikasi Jenis-Jenis Bivalvia di Perairan
Tanjungbalai, Provinsi Sumatera Utara. Acta Aquatic: Aquatic Science Journal , 17.
Tala, W. S., Aba, L., & Rostita. 2022. Keanekaragaman Spesies Bivlalvia Di Zona Intertidal Pantai
Desa Nepa Mekar, Kecamatan Lakuda, Kabupaten Buton Tengah. Jurnal Penelitian Biologi
dan Kependidikan , 50.
Amjad, F. 2017. Struktur Komunitas Kima (Tridacna) di Zona Sub Litoral Perairan Teupin Layeu Iboih
Kecamatan Sukakarya Kota Sabang Sebagai Referensi Mata Kuliah Ekologi Hewan. Skripsi
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Aceh , 14-54.
Wardana, I. K., Sudewi, Supii, A. I., & Sembiring, S. B. 2014. Seleksi Benih Tiram Mutiara (Pinctada
maxima) dari Hasil Pemijahan Induk Alam Dengan Karakter Nacre Putih. Jurnal Riset
Akuakultur , 1-13
Purnomo, G. 2020. Tiram Mutiara Atau Kerang Mutiara: Klasifikasi, Morfologi, Habitat. Melek
Perikanan.
ACC 1 02/04/24
Fauzi, R., Farikhah, & Safitri, N. M. 2022. Analisis Biometri dan Struktur Populasi Kerang Hijau (Perna
viridis) Dalam Bagan Tancap di Pantai Bayuurip Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten
Gresik. Techno Fish , 67--82.
Fercudani, A. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Konsumsi Kerang Hijau
(Perna viridis) yang tTercemar Logam Timbal (Pb) Pada Masyarakat di Kali Adem Muara
Angke Jakarta . Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jaakarta , 31-35.
Nurlaili, E. A., Nisa, K., Wulandari, R. W., & Sa'id, I. B. 2023. Pengaturan Tritium Pada Limbah Nuklir
Jepang Terhaadap Perkembangan Janin Loligo (Cumi-cumi). Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Alam Lingkungan Wilayah Pesisir , 39-48.
Asmaradhanthi, A. R. 2017. Sotong (Sepia sp.) . Artikel Universitas Gadjah Mada , 1-6.
Sarif, F. S., Pringgenies, D., Hartoko, A., & Sibero, M. T. 2020. Nautilus Bercangkang Rapuh dari
Teluk Tomini Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, Indonesia. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis , 555-563.
Ward, P., Dooley, F., & Barord, G. J. 2015. Nautilus: Biology, Systematic, and Paleobiology as Viewed
From 2015. Journal Paleontology , 169-185.
Baskoro, M. S., Purwangka, F., & Suherman, A. 2017. Atraktor Cumi-Cumi. Semarang: Penerbit
UNDIP-Semarang.
ACC 1 02/04/24
LAMPIRAN
5.1.1
paragraf 1
Paragraf 2
ACC 1 02/04/24
Paragraf 3
Paragraf 2
Paragraf 3
ACC 1 02/04/24
Paragraf 2
Paragraf 3
ACC 1 02/04/24
Paragraf 2
Paragraf 3
ACC 1 02/04/24
Paragraf 4
paragraf 1
ACC 1 02/04/24
Patagraph 2
Paragraf 3
Paragraf 1
ACC 1 02/04/24
Paragraf 2
Paragraf 3
Paragraf 1
ACC 1 02/04/24
Paragraf 2
Paragraf 3
5.3
5.2.