Anda di halaman 1dari 9

Potensi Pemanfaatan Senyawa Bioaktif dari Kerang Darah

(Anadara granosa)

Rolen Yaldivilmon Anabokay


(C3501221004)

DEPARTEMENT TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INTITUT PERTANIANN
BOGOR
2022
1. Pendahuluan

Moluska merupakan salah satu fillum dengan jumlah spesies terbanyak, yang
di dalamnya terdapat kelas terbesar yaitu Bivalvia dan Gastropoda (Dharma,
2005). Jenis-jenis tersebut sebagian besar masuk ke dalam kelas Bivalvia, atau
sering juga disebut Pelecypoda. Famili Arcidae merupakan sebuah famili besar
dalam kelas Bivalvia, dengan subfamili terbesar adalah Anadarinae dan marga
terbesar ialah Anadara. Bivalvia secara umum mempunyai bentuk tubuh dan
ukuran cangkang yang beranekaragam, di mana sangat penting dalam menentukan
spesies pada kelas tersebut (Nurdin et al., 2006).
Variasi morfologi dan anatomi kekerangan terkait erat dengan berbagai faktor
ekologisnya. Kurang lebih 80% atau sekitar 8.000 spesies Bivalvia hidup di
berbagai kedalaman di semua lingkungan perairan laut dan sisanya di air tawar
(Huber, 2010). Kelas Bivalvia kebanyakan hidup dengan membenamkan diri
dalam substrat seperti pasir dan lumpur. Beberapa spesies memiliki cara hidup
melekat pada substrat keras berupa batu, kayu, bakau bahkan
cangkang moluska lainnya yang masih hidup. Meskipun memiliki penyebaran
yang luas, sebagian besar Bivalvia menduduki zona neritik di laut tropis. Bivalvia
dapat hidup dan berkembang dalam rentang yang cukup luas yaitu perairan tawar
hingga perairan laut yang memiliki kisaran salinitas yang tinggi di
seluruh dunia (Broom, 1985; Stern-Pirlot dan Wolff, 2006).
Di Indonesia, kerang Anadara dikenal dengan nama umum kerang bulu dan
kerang darah. Kerang Anadara bersifat iteroparous karena dapat bereproduksi
dengan sukses selama beberapa musim (Afiati, 2007). Spermatogenesis dan
oogenesis pada kerang Anadara mirip dengan pola pada semua Bivalvia, individu
jantan memiliki tingkat aktivitas gametogenik yang lebih cepat dari pada betina.
Kematangan gonad pada Anadara granosa mencapai puncak pada bulan April
(Yurimoto et al., 2014), dimana periode matang gonad pada individu jantan
terjadi bulan Oktober hingga April, sedangkan betina pada bulan November
hingga Februari. Hubungan panjang-berat pada A. granosa jantan dan betina
memiliki polaallometrik negatif (Dody et al., 2018), dengan rasio kelamin
berbeda (tidak ideal 1:1). Secara umum, hubungan pertumbuhan panjang dan
berat dapat bersifat isometrik maupun allometrik (Effendi, 2003). Pertumbuhan
bersifat isometrik jika pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat
(1:1). Sebaliknya, pertumbuhan bersifat allometrik jika pertambahan panjang
tidak seimbang dengan pertambahan berat (tidak 1:1) yang dapat bersifat negatif
maupun positif.
Kerang darah dikenal sebagai organisme ciliary feeder (sebagai deposit
feeder atau filter feeder), yang mengambil makanan melalui penyaringan zat-zat
tersuspensi yang ada dalam perairan (Nybakken, 1992). Makanan utama
kelompok kerang ini adalah plankton, terutama fitoplankton. Kerang Anadara,
terutama kerang darah, juga banyak ditemukan di areal tambak udang dan
bandeng. Sisa pakan dan sisa metabolisme (feses) dari udang dan bandeng
dimanfaatkan sebagai pakan bagi kerang darah. Namun demikian, upaya produksi
melalui budidaya kerang Anadara pun sudah berkembang seiring dengan
permintaan yang semakin meningkat, baik dengan metode yang sangat sederhana
maupun memanfaatkan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi.
Pemanfaatan kerang darah paling besar selain sebagai bahan konsumsi,
protein dan mineral. Selain itu, pemanfaatan lainnya adalah sebagai
biofilter zat pencemar (Putri, 2019). Cangkang Anadara menjadi salah satu
alternatif yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi, misalnya sebagai bahan
tambahan pemulihan tulang dan gigi (Ahmad, 2017). Pada bidang perikanan,
cangkang Anadara dimanfaatkan sebagai sumber kalsium yang ditambahkan ke
dalam pakan ikan lele (Mahary, 2017). Pada bidang pertanian, bubuk cangkang
kerang digunakan sebagai bahan tambahan pada pupuk organik untuk tanaman
sawi (Fazrina dan Yursilla, 2019). Cangkang kerang Anadara juga
sering dimanfaatkan dalam pengembangan infrastruktur sebagai bahan tambahan
dalam pembuatan batako (Firdaus, 2017) dan pembuatan genteng beton (Permadi,
2017). Tulisan ini merupakan suatu tinjauan mengenai kerang marga Anadara
granosa (kerang darah) yang dihimpun dari berbagai sumber untuk memberikan
informasi yang mencakup aspek klasifikasi, morfologi, kandungan kiamiwi serta
potensi pemanfaatannya.
2. Klasifikasi dan Morfologi Anadara granosa
Kerang darah (Anada granosa) adalah salah satu jenis kerang yang memiliki
potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia karena
kandungan proteinnya yang tinggi dan termasuk dalam komoditas perikanan yang
cukup populer. Kerang darah (Anada granosa) banyak ditemukan di daerah
berlumpur karena memiliki kemampuan untuk membenamkan diri di bawah
permukaan lumpur (infauna). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kerang darah (Anada granosa) diantaranya suhu, salinitas, musim
dan sumber makanan. Kerang darah (Anada granosa) memiliki dua keping
cangkang yang tebal (bilvavia), berbentuk seperti ellips dan memiliki berbagai
macam warna seperti putih, kuning kecokelatan hingga coklat kehitaman
(Lathifah, 2011). Klasifikasi dan identifikasi kerang darah menurut Broom (1985)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Sub Kelas : Pteriomorphia
Ordo : Arcoida
Super Famili : Arcoidea
Famili : Archidae
Genus : Anadara
Species : Anadara granosa

Gambar 1. Kerang Darah (Anadara granosa).


Kerang darah disebut Anadara granosa karena kelompok kerang ini
memiliki pigmen darah merah (haemoglobin) yang disebut bloody cockles.
Kerang darah memiliki cairan haemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen
dalam daging kerang, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar oksigen
yang relative rendah. Kerang darah hidup di daerah yang masih dipengaruhi oleh
pasang surut, umumnya ditemukan pada lahan pantai yang berada di antara daerah
rataan pasang dan rataan surut berlumpur lunak berbatasan dengan hutan bakau
dengan habitat ideal berupa substrat lumpur halus berukuran kurang dari 0,124
mm sebanyak 90% pada hamparan pasang (tidal flat) yang terlindung dari ombak,
di luar muara sungai dengan salinitas 18-30% (Broom, 1985).
Secara morfologi, kerang Anadara memiliki tubuh pipih dan bersifat simetris
bilateral dilindungi oleh cangkang yang terdiri dari tiga lapis yaitu periostakum,
lapisan prismatik dan lapisan mutiara (Dharma, 2006). Cangkang berbentuk
memanjang atau oval, menggembung, bagian anterior biasanya lebih pendek dari
pada posterior. Skulptur dengan rusuk-rusuk yang kuat ke arah radial dan
berpotongan dengan alur-alur halus atau striae arah konsentrik; ujung radial rusuk
pada kedua tepi bawah bertemu dan saling mengait menutup atau interlocking.
Kandungan Gizi dari kerang darah dapat dilihat pada tabel di bawah ini;
Tabel 1. Kandungan Gizi Kerang Darah (Daluningrum, 2009).
Kandungan Gizi Jumlah (%)
Protein 11,84
Lemak 0,60
Air 81,81
Kadar Abu 2

4. Kandungan bioaktif kerang darah (Anadara granosa).


Senyawa bioaktif merupakan suatu senyawa aktif yang termasuk
metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan suatu komponen hasil
metabolism yang unik dan terbatas, yang terkadang hanya dijumpai pada
kelompok tertentu, biasanya tidak dibutuhkan oleh sel (organisme) untuk hidup,
tetapi berperan dalam interaksi sel (organisme) dengan lingkungan, menjamin
ketahanan hidup organisme tersebut pada ekosistem hidupnya (Verpoorte dan
Alfermann 2000).
Senyawa bioaktif dari suatu organisme dapat diperoleh melalui metode
ekstraksi. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat
ke dalam pelarut, perpindahan mulai terjadi pada lapisan permukaan yang saling
bersentuhan kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Ditjen POM, 1986).
Proses ekstraksi kerang darah (Hafid, 2016) dimulai dari sampel segar kerang
darah (Anadara granosa) dibuang cangkang, diambil dagingnya lalu dibersihkan,
dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender. Ekstraksi yang dilakukan
dengan menggunakan metode maserasi yaitu merendam kerang darah dengan
pelarut etil asetat (1:3 b/v). Maserasi dilakukan selama 3 kali 24 jam, dengan
mengganti pelarut baru setiap harinya. Selanjutnya dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring Whatman No. 1 dan dilakukan pemekatan
menggunakan rotary evaporator vakum pada suhu 400C dan 100 rpm. Ditunggu
sampai pelarut dan ekstrak terpisah dengan sempurna dan diambil ekstrak murni
kerang darah tersebut. Jika ekstrak etil asetat Anadara granosa tidak langsung
digunakan analisis atau uji maka harus disimpan pada suhu 40C untuk mencegah
ekstrak mengalami kerusakan atau penurunan mutu akibat denaturasi.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar.
Ekstrak jaringan lunak A. granosa dibuat konsentrasi sebesar 1000; 750; 500; 250;
100 ppt (part per thousand) (modifikasi Karlina, 2013). Masing-masing
konsentrasi ekstrak diteteskan pada paper disc ukuran 8 mm sebesar 20 µl dan
diletakkan diatas media TSA. Setiap cawan petri yang berisi 7 konsentrasi,
kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik. Adanya zona
hambat yang terbentuk diukur menggunakan jangka sorong dengan 3 kali
ulangan. Pengamatan zona hambat dilakukan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam.
Harborne (1987) menyatakan analisis fitokimia dilakukan untuk
mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak kerang A.
granosa, diantaranya meliputi uji flavonoid, alkaloid, saponin, terpenoid dan
steroid.
(a). Flavonoid
Sejumlah ekstrak ditambahkan dengan 1 mg serbuk Mg, 3 tetes HCL
dan amyl alcohol kemudian bahan-bahan tersebut dikocok. Reaksi bersifat positif
apabila terbentuk warna merah, kuning atau jingga.
(b). Alkaloid.
Ekstrak jaringan lunak A. granosa dicampurkan dengan beberapa tetes H2SO4
dan dibagi dalam 2 tabung. Tabung pertama diteteskan 2-3 tetes reagen
Dragendorff sedangkan tabung kedua diteteskan 2-3 tetes pereaksi Meyer. Reaksi
bersifat positif apabila pada tabung pertama terbentuk endapan warna jingga dan
pada tabung yang kedua terbentuk endapan kekuning-kuningan.
(c). Saponin (uji busa).
Ekstrak jaringan lunak A. granosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan akuades yang dihangatkan kemudian dikocok serta diteteskan HCL.
Ekstrak tersebut mengandung senyawa saponin apabila terbentuk busa yang tidak
hilang selama 10 menit.
(d). Terpenoid dan steroid.
Uji dilakukan dengan menambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes
H2SO4. Reaksi bersifat positif mengandung senyawa terpenoid apabila
menunjukan warna merah dan bersifat positif mengandung senyawa steroid
apabila menunjukan warna biru.
Hasil uji fitokimia menunjukkan hasil senyawa metabolit sekunder yang
terkandung dalam Anadara granosa antara lain alkaloid, saponin dan steroid,
sedangkan senyawa tanin dan flavonoid tidak terdeteksi (Hafid, 2016). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Daluningrum (2009) juga menunjukkan bahwa
ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mengandung senyawa metabolit
sekunder yang berupa alkaloid dan steroid, sedangkan senyawa flavonoid
menunjukkan hasil negatif dalam ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat,
Sedangkan penelitian yang dilakukkan oleh Harbone (1987) berhasil
mengidentifikasi kandungan flavonoid pada ekstrak kerang darah. Karina (2017)
juga mengidentifikasi adanya kandungan flavonoid pada Anadara granosa yang
diekstraksi menggunakan methanol dan juga aktivitas antibakteri yang rendah
ketika diujikan pada V. harveyi dengan konsentrasi 100; 250; 500; 750 dan 1000
ppt menghasilkan zona hambat sebesar 7; 7; 8.33; 8 dan 9.67 mm.
Kandungan aktibakteri dari Anadara granosa tidak hanya terdapat pada
dagingnya (jaringan lunak) tetapi juga terkandung pada cangkangnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Nadila (2019) menunjukkan bahwa kitosan yang dibuat dari
cangkang kerang darah mempunyai diameter zona hambat yang terbentuk sebesar
7,25±1,50 mm. Hal tersebut dikarenakan kekentalan larutan kitosan 2% masih
rendah sehingga masih dapat berdifusi ke media agar tempat tumbuhnya bakteri.
Zona hambat menurun saat dilakukan peningkatan konsentrasi kitosan sebanyak
3% yaitu sebesar 6,75±3,86 mm. Hal ini disebabkan karena larutan kitosan 3%
memiliki konsistensi yang sudah terlalu kental sehingga tidak bisa berdifusi
dengan baik dalam media agar.
5. Pemanfaatan Anadara granosa
Senyawa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6OH2) yang disintesis dari kalsium dan fosfat
dapat ditemukan pada cangkang-cangkangan salah satunya cangkang kerang
darah (Anadara granosa) yang dapat digunakan dalam bidang farmasi. Kalsium
fospat merupakan bahan keramik biomaterial yang baik untuk tulang karena
bersifat bioaktif dan memiliki biokompatibilitas yang baik karena memiliki
komposisi yang sama dengan tulang. Hal ini dapat memungkinkan pemanfaatan
cangkang kerang darah sebagai bahan baku pembuatan bone implan jika terjadi
suatu kecelakan yang menyebabkan kerusakan pada tulang karena karena
memiliki sifat fase paling stabil, tidak korosi dan tidak beracun. Selain itu,
kalsium karbonat (CaC03) pada kerang darah dapat digunakan sebagai pembuatan
pasta gigi karena berfungsi sebagai bahan abrasif yang umumnya berbentuk
bubuk yang dapat memolis dan menghilangkan stain dan plak, juga membantu
untuk menambah kekentalan dalam pasta gigi.
Penelitian yang dilakukan No dkk (2003) menyatakan bahwa senyawa kimia
yang terkandung dalam cangkang kerang adalah kalsium karbonat, kalsium
hidrosiapatit dan kalsium posfat. Sebagian besar cangkang kerang mengandung
kitin. Kitin merupakan suatu polisakarida alami yang memilki banyak kegunaan,
seperti bahan pengkelat, pengemulsi dan adsorben. Salah satu senyawa kitin yang
banyak dikembangkkan adalah kitosan. Kitosan adalah suatu amina polisakarida
hasil destilasi dari kitin. Selain kitin cangkang kerang juga memiliki kalsium
karbonat (CaCO3) yang secara fisik memiliki kemampuan mengadsorpsi atau
menjerat zat-zat lain ke dalam pori-pori sehingga dapat dikembangkan sebagai
skin enhancer.
Pemanfaatan kerang darah mempunyai cakupan yang luas terutama dalam
bidak kosmeutika, selain dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pembuatan pasta
gigi, kerang darah juga dapat digunakan untuk membuat lotion yang akan
diaplikasikan ke kulit. Pembuatan lotion dari kitosan yang dibuat dari cangkang
kerang yang kemudian ditambahkan dengan vaseline album sebanyak 92% dan
kemudian diradiasi selama 15 menit mempunyai fungsi sebagai antiaging.
Daftar Pustaka
Afiati, N. 2007. Hermaproditism in Anadara granosa (L) and Anadara antiquata
(L) (Bivalvia: Arcidae) From Central Java. Journal of Coastal
Development, 10(3), 171-179.

Ahmad, Ilham. (2017) .Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara


granosa) sebagai bahan Abrasif Dakam Pasta Gigi.
Makassar: Jurnal Galung Tropika. ISSN Online 2407-6279.

Daluningrum, I. P. W., E. Salamah., K. Tampubolon,. 2009. Penapisan


awal komponen bioaktif dari kerang darah (Anadara granosa)
sebagai senyawa antibakteri [e-journal]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Telaah Kualitas Air, 98(1), 15-157.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
(diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro). 195-
245.

Lathifah, A. 2011. Karakteristik Morfologi Kerang Darah. Bogor: Institut


Pertanian Bogor.

Putri, M., Hartati, E., & Djaenudin. 2019. Penyisihan Parameter TSS dan COD
Menggunakan Koagulan Nanokitin dan Kitosan pada Pengolahan Air
Sungai Cikapundung. Jurnal Serambi Engineering, V(1), 868-874.

Saputra, A., Putra, S., & Kundari, N. 2015. Pengaruh pH Limbah dan
Perbandingan Kitosan dengan TSS pada Pengendapan Limbah Cair
Biskuit. Jurnal STTN-Batan, 1(1), 1-8.

Shamshina., Berton., & Rogers. 2019. Advances in Functional Chitin Materials: a


review. ACS Sustain. Chem. Eng, 7(7), 6444-6457.
Setiawan, D. 2011. Perbandingan Efektifitas Kitosan dari Kepiting
Rajungan dan Kepiting Hijau sebagai Biokoagulan serta PAC sebagai
Koagulan Kimia. Skripsi, Universitas Indonesia.

Siahaan, A. 2020. Pembuatan dan Karakterisasi Membran Polimer Elektrolit


Berbasis Kitosan dan Zeolit Alam Pahae. Skripsi, Universitas Sumatera
Utara.

Sinardi., Soewondo, P., & Notodarmojo, S. 2013. Pembuatan, Karakterisasi dan


Aplikasi Kitosan dari Cangkang Kerang Hijau (Mytulus Viridis
Linneaus) sebagai Koagulan Penjernih Air. Jurnal Teknik Sipil, 1(1),
24-25.

Anda mungkin juga menyukai