PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulis Laporan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui dan
memahami pengelolaan kualitas air agar sesuai dengan standar parameter kualitas
air. Dan mengetahui tingkat pertumbuhan (ADG),(ABW), kelangsungan hidup
dalam budidaya udang vannamei (SR)
1.4. Kontribusi
Penulis berharap dari penulisan Laporan Tugas Akhir (TA) ini dapat
bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi pembaca, dan pelaku budidaya dalam
melakukan pengelolaan kualitas air yang baik dalam pembesaran udang vannamei
agar dapat menunjang keberhasilan budidaya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Menurut Supono (2017), nama ilmiah udang vaname yang pertama kali
diberikan oleh Boone pada tahun 1931 adalah Penaeus vannamei. Namun
Litopenaeus diusulkan oleh Isabel Perez Farfantedan Brian Kensley pada tahun 1997
untuk menggantikan nama genus Penaeus. Nama lain udang vaname menurut FAO
adalah whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blanches (Prancis), dan camaron
patiblanco (Spanyol).
Tubuh udang vanamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite.Vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit
luar atau eksoskeleton secara periodic (moulting). Bagian tubuh udang vannamei
sudah mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai
berikut :
1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).
2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula kepala (thorax).
Selanjutnya kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula,
dan dua pasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda).
Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk
makan.Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang dihubungkan
oleh coxa. Morfologi udang Vannamei dapat dilihat pada gambar 1.
2.6.2. pH
pH merupakan gambaran nilai keasaman suatu perairan. Menurut Suprapto
(2005) dalam Arsad., dkk (2017), kisaran pH optimal untuk pertumbuhan udang
adalah 7-8.5, dan dapat mentoleransi pH dengan kisaran 6.5-9. Konsentrasi pH air
akan berpengaruh terhadap nafsu makan udang. Selain itu pH yang berada dibawah
kisaran toleransi akan menyebabkan terganggunya proses molting sehingga kulit
menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah. Isdarmawan (2005) dalam
Arsad., dkk (2017), menambahkan pada perairan dengan pH rendah akan terjadi
peningkatan fraksi hydrogen sulfide (H2S) dan daya racun nitrit, serta gangguan
fisiologis udang sehingga udang menjadi stress, pelunakan kulit (karapas), juga
menurunkan derajat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan udang menjadi
lambat.
2.6.3 Salinitas
Salinitas adalah total konsentrasi ion yang terlarut dalam air. Kisaran salinitas
optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vannamei adalah 15-30
ppt dengan tingkat osmoregulasi udang. Jika salinitas diluar kisaran optimum,
pertumbuhan udang menjadi lambat karena tergangtung proses metabolisme akibat
energi lebih banyak dipergunakan untuk proses osmoregulasi. Menurut (Nababan
dkk, 2015) bahwa salinitas udang dapat hidup dengan baik pada salinitas 0,5-49 ppt,
namun salinitas yang paling optimal untuk pertumbuhan udang vannamei berkisar
antara 15 - 25 ppt.
2.6.4 Alkalinitas
Alkalinitas merupakan kamampuan air dalam menetralkan asam atau basa
kuantias anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hydrogen. Kisaran
alkalinitas untuk budidaya udang vannamaei dengan nilai optimal 120 ppm dan
maksimal 200 ppm. Nilai alkalinitas diatas 150 ppm harus diimbangi dengan
pengenceran salinitas dan kepekatan plankton serta oksigenisasi yang cukup
(Adiwijaya dkk., 2008 dalam Arsad 2017)
2.6.5 Plankton
Plankton adalah organisme renik yang hidup melayang dalam air dan bergerak
mengikuti arus. Keberadaan plankton di tambak berfungsi sebagai pakan alami ikan
dan udang sebagai salah satu dari parameter ekologi yang menggambarkan kondisi
suatu perairan (Amin dan Hendrajat, 2015). Lingkungan perairan tambak yang stabil
ditandai dengan keragaman plankton yang tinggi, jumlah individu setiap spesies
tinggi dan merata serta kualitas air yang sesuai untuk pertumbuhan organisme
budidaya. Plankton dibagi menjadi dua yaitu fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton adalah organisme renik yang dapat berfotosintesis karena mengandung
klorofil. Kesuburan perairan ditentukan oleh kemampuan perairan tersebut untuk
menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik. Setiap karbon yang diserap oleh
plankton dibebaskan sekitar 2,6g oksigen kepadatan planton yang baik untuk
budidaya udang adalah sekitar 80-120.000 sel/ml.
Plankton mempunyai banyak fungsi, antara lain sebagai pakan alami,
penyangga (buffer) terhadap intensitas cahaya matahari dan sebagai indikator biologi
dengan melihat kestabilan lingkungan air media pemeliharaan berupa plankton mati
menjadi bahan organik yang m enumpuk dalam jumlah banyak akan menjadi sarang
bakteri dan vibrio yang merugikan budidaya udang vaname (Solis dan Ibarra, 1994
dalam Astuti, 2017). Populasi plankton yang terlalu tinggi akan membahayakan
udang vaname pada malam hari, karena akan mempengaruhi tingkat ketersediaan
oksigen terlarut dalam air dan akan menjadi kompetitor udang vaname dalam
mengambil oksigen (Suyanto, 1991 dalam Astuti, 2017 ).
2.7. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot udang dalam satu priode waktu
tertentu dan salah satu komponen penting dalam menunjang produktivitas udang
vannamei yang di hasilkan. Faktor pengamatan yang lazim dilakukan terhadap
pertumbuhan adalah (ABW) dan (ADG) karena dapat memberikan gambaran
terhadap hasil yang akan di peroleh dalam satu siklus budidaya