Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu spesies udang
yang bernilai ekonomis tinggi, menjadi salah satu produk perikanan yang dapat
menghasilkan devisa bagi negara. Udang ini memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih
tahan terhadap penyakit dan fluktuasi kualitas air, pertumbuhan relatif cepat, serta
hidup pada kolom perairan sehingga dapat ditebar dengan kepadatan tinggi. Udang
vaname memiliki peluang pasar dan potensial untuk terus dikembangkan. Untuk
menanggapi permintaan pasar dunia, dilakukan intensifikasi budidaya dengan
memanfaatkan perairan laut, karena potensi kelautan yang sangat besar, oksigen
terlarut air laut relatif tinggi dan konstan, serta udang yang dibudidayakan lebih
berkualitas (Effendi, 2016).
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan komoditas produk hasil
budidaya air payau yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi karena merupakan
salah satu andalan ekspor nonmigas. Menurut Sobjakto (2018), budidaya udang
merupakan usaha di bidang akuakultur yang paling siap memasuki era industri 4.0.
Karena potensi sumber daya akuakultur Indonesia sangat besar, yang diperkirakan
memiliki nilai ekonomi langsung sebesar USD 250 miliar pertahun. BPS (Badan
Pusat Statistik) mencatat ekspor udang Indonesia dalam lima tahun terakhir tumbuh
rata-rata 6,43 persen. Sedangkan menurut catatan KKP, volume ekspor udang hingga
akhir tahun 2018 diyakini naik dari 180 ribu ton pada tahun 2017 menjadi 206 ribu
ton. Sedangkan nilai ekspor naik dari 1.748,14 juta USD tahun 2017 menjadi
1.880,52 juta USD di tahun 2018 (KKP, 2018).
Peningkatan produksi budidaya udang vannamei selalu dilakukan dengan cara
meningkatkan padat tebar dengan lahan dan sumber air yang terbatas sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas air budidaya (Ariawan,2015). Penurunan
kualitas air budidaya disebabkan oleh limbah budidaya yang mengandung bahan
organik dan nutrien baik yang bersifat partikel tersuspensi maupun terlarut. Limbah
budidaya udang berupa bahan organik merupakan sumber utama amonia di media
budidaya. Kadar amonia yang tinggi berdampak negatif terhadap kehidupan
organisme akuatik dan bersifat racun bagi organisme. Kegiatan pembesaran
merupakan bagian penting dalam budidaya udang vannamei yang harus diperhatikan
dengan baik. Hal ini terjadi karena banyaknya kegagalan dalam budidaya udang
vannamei yang diakibatkan oleh kelalaian dalam proses manajemen pakan dan
kualitas air media pemeliharaan sehingga serangan penyakit tidak dapat dihindarkan.
Pengelolaan kualitas air tambak berperan dalam menentukan keberhasilan
budidaya udang vannamei karena tingkat kesehatan udang vannamei, pertumbuhan,
dan kelangsungan hidup udang vannamei dipengaruhi oleh interaksi lingkungan,
patogen, dan kondisi udang vannamei. Pengelolaan kualitas air mempunyai peranan
yang penting bagi udang vannamei karena air berfungsi sebagai media udang
vannamei. Pengelolaan kualitas air disini meliputi seperti pemberian kaptan, soda ash,
kapur dolomit, kaporit, pasir kasar, pasir halus, dan baru kali. Oleh karena itu peran
pengelolaan kualitas air bagi udang vannamei sangat penting dalam budidaya udang
vannamei (Litopenaeus vannamei)

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulis Laporan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui dan
memahami pengelolaan kualitas air agar sesuai dengan standar parameter kualitas
air. Dan mengetahui tingkat pertumbuhan (ADG),(ABW), kelangsungan hidup
dalam budidaya udang vannamei (SR)

1.3 Kerangka Pemikiran


Kualitas air menempati posisi penting dalam menentukan keberhasilan
pembesaran udang vannamei, karena air merupakan lingkungan tempat hidup dan
berkembangnya udang. Masalah yang ditemui pada saat kegiatan pembesaran
udang vannamei yaitu menurunya kualitas air, baik akibat terjadinya fluktuasi
parameter kualitas air oleh faktor lingkungan, maupun limbah dari hasil pakan yang
diberikan, plankton yang mati, sisa metabolisme, proses penguraian tidak berjalan
sehingga menimbulkan gas gas beracun NH3, NO2, dan H2S pada dasar tambak.
Pengelolaan kualitas air membantu menjaga air pada kisaran yang optimal untuk
kehidupan dan pertumbuhan udang. Oleh kerena itu monitoring kualitas air sangat
penting dilakukan.

1.4. Kontribusi
Penulis berharap dari penulisan Laporan Tugas Akhir (TA) ini dapat
bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi pembaca, dan pelaku budidaya dalam
melakukan pengelolaan kualitas air yang baik dalam pembesaran udang vannamei
agar dapat menunjang keberhasilan budidaya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Menurut Supono (2017), nama ilmiah udang vaname yang pertama kali
diberikan oleh Boone pada tahun 1931 adalah Penaeus vannamei. Namun
Litopenaeus diusulkan oleh Isabel Perez Farfantedan Brian Kensley pada tahun 1997
untuk menggantikan nama genus Penaeus. Nama lain udang vaname menurut FAO
adalah whiteleg shrimp (Inggris), crevette pattes blanches (Prancis), dan camaron
patiblanco (Spanyol).
Tubuh udang vanamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite.Vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit
luar atau eksoskeleton secara periodic (moulting). Bagian tubuh udang vannamei
sudah mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai
berikut :
1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).
2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula kepala (thorax).
Selanjutnya kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula,
dan dua pasang maxillae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda).
Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk
makan.Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang dihubungkan
oleh coxa. Morfologi udang Vannamei dapat dilihat pada gambar 1.

Gamabar. 1 Morfologi udang vannamei (Warsito, 2012).


Haliman dan Adijaya (2006) menjelaskan bahwa udang putih memiliki tubuh
berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik
(moulting). Bagian tubuh udang putih sudah mengalami modifikasi sehingga dapat
digunakan untuk keperluan makan, bergerak, dan membenamkan diri kedalam
lumpur (burrowing), dan memiliki organ sensor, seperti pada antena dan antenula.
Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki
berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai
organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas - ruas yang berbentuk capit
(dactylus). Dactylus ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas.
Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang
uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson(ekor).
2.1. Habitat Dan Kebiasaan Hidup
2.1.1. Habitat
Risaldi (2012), menyatakan bahwa udang vannamei adalah udang asli dari
perairan Amerika Latin yang kondisi iklimnya subtropis. Dihabitat alaminya suka
hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter.Udang vannamei aktif pada kondisi
gelap (nocturnal) dan dapat hidup pada kisaran salinitas yang luas (euryhaline) yaitu
2-40 ppt. Udang vannamei akan mati jika terpapar suhu dibawah 15℃ atau diatas
33℃ selama 24 jam.
Siklus hidup udang vaname sebelum ditebar di tambak yaitu stadia naupli,
stadia zoea, stadia mysis, dan stadia post larva. Pada stadia naupli larva berukuran
0,32-0,59 mm, sistem pencernaanya belum sempurna dan masih memiliki cadangan
makanan berupa kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva ditebar pada bak
pemeliharaan sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm dan pada
stadia ini benur mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini pula benur sudah bisa
diberi makan yang berupa artemia. Stadia mysis, benur udang sudah menyerupai
bentuk udang. Yang dicirikan dengan sudah terlihatnya ekor kipas (uropoda) dan ekor
(telson). Selanjutnya udang mencapai stadia post larva, dimana udang sudah
menyerupai udang dewasa. Hitungan stadianya sudah menggunakan hitungan hari.
Misalnya, PL1 berarti post larva berumur satu hari. Stadia udang sudah mulai
bergerak aktif (Haliman dan Adijaya, 2005). Siklus hidup udang Vannamei dapat di
lihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Siklus hidup udang vanname (Haliman dan Adijaya, 2005).


2.3 Kebiasaan Makan
Udang bersifat pemakan segala (omnivora), detritus dan sisa-sisa organik
lainnya baik hewani maupun nabati. Pergerakan udang dalam mencari makan
terbatas, tetapi udang selalu didapatkan di alam oleh manusia, karena udang
mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri dengan makanan yang tersedia di
lingkungannya dan tidak bersifat memilih (Putri, 2005). Makanan dari beberapa jenis
udang Penaeus memakan apa yang tersedia di alam seperti copepoda, polychaeta,
dan pada tingkat post larva selain jasad-jasad renik, juga memakan phytoplankton
dan algae hijau.

2.4. Pembesaran Udang Vannamei


Budidaya merupakan salah satu kegiatan alternatif dalam meningkatkan
produksi perikanan (Hikmayani et al.,2012; Karuppasamy et al., 2013). Syarat
terlaksananya kegiatan budidaya adalah adanya organisme yang dibudidayakan,
media hidup organisme, dan wadah/tempat budidaya. Vannamei merupakan salah
satu jenis udang yang sering dibudidayakan. Hal ini disebabkan udang tersebut
memiliki prospek dan profit yang menjanjikan (Babu et al., 2014).
Kepadatan udang vannamei yang umum dilakukan di berbagai daerah antara
80–100 ekor/m² udang vannamei dan dapat ditingkatkan hingga 244 ekor/m², dengan
menggunakan probiotik yang mampu menghasilkan panenan 37,5 ton/ha/siklus
(Poernomo, 2004). Untuk menghasilkan komoditas vannamei yang unggul, maka
proses pemeliharaan harus memperhatikan aspek internal yang meliputi asal dan
kualitas benih; serta faktor eksternal mencakup kualitas air budidaya, pemberian
pakan, teknologi yang digunakan, serta pengendalian hama dan penyakit (Haliman
dan Adijaya, 2005).

2.6. Kualitas Air


2.6.1 Suhu
Suhu merupakan faktor fisika air yang sulit yang sulit dikontrol karena
dipengaruhi oleh lokasi dan cuaca. Daerah dengan intensitas hujan yang tinggi
akan menyebabkan suhu air turun. Turunnya suhu air akan menyebabkan penurunan
metabolisme dan nafsu makan udang. Suhu dibawah 260C sudah membwa dampak
penurunan nafsu makan udang. Suhu air yang rendah mempengaruhi daya tahan atau
imunitas udang. Udang sering menujukan gejala klinis ketika terjadi dalam jangka
waktu yang lama. Upaya untuk mengurangi efek negatif penurunan suhu air adalah
mengoptimalkan kincir air dan melakukan pergantian air jika memungkinkan
(Supono 2018).

2.6.2 DO (Dissolved Oxygen)


Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan salah satu kualitas air
yang sangat penting dalam budidaya udang. Jumlah kandungan oksigen (O2) yang
terkandung dalam air disebut oksigen terlarut. Satuan oksigen terlarut adalah ppm
(part per million). Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salinitas,
pH, dan bahan organic. Kandungan oksigen didalam air yang optimal untuk
pertumbuhan udang adalah >4 ppm (Supono, 2017). Pengelolaan yang dilakukan jika
terjadi masalah kekurangan oksigen di tambak khususnya pada malam hari yaitu
dengan cara penambahan air, serta penambahan jumlah kincir.

2.6.2. pH
pH merupakan gambaran nilai keasaman suatu perairan. Menurut Suprapto
(2005) dalam Arsad., dkk (2017), kisaran pH optimal untuk pertumbuhan udang
adalah 7-8.5, dan dapat mentoleransi pH dengan kisaran 6.5-9. Konsentrasi pH air
akan berpengaruh terhadap nafsu makan udang. Selain itu pH yang berada dibawah
kisaran toleransi akan menyebabkan terganggunya proses molting sehingga kulit
menjadi lembek serta kelangsungan hidup menjadi rendah. Isdarmawan (2005) dalam
Arsad., dkk (2017), menambahkan pada perairan dengan pH rendah akan terjadi
peningkatan fraksi hydrogen sulfide (H2S) dan daya racun nitrit, serta gangguan
fisiologis udang sehingga udang menjadi stress, pelunakan kulit (karapas), juga
menurunkan derajat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan udang menjadi
lambat.

2.6.3 Salinitas
Salinitas adalah total konsentrasi ion yang terlarut dalam air. Kisaran salinitas
optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vannamei adalah 15-30
ppt dengan tingkat osmoregulasi udang. Jika salinitas diluar kisaran optimum,
pertumbuhan udang menjadi lambat karena tergangtung proses metabolisme akibat
energi lebih banyak dipergunakan untuk proses osmoregulasi. Menurut (Nababan
dkk, 2015) bahwa salinitas udang dapat hidup dengan baik pada salinitas 0,5-49 ppt,
namun salinitas yang paling optimal untuk pertumbuhan udang vannamei berkisar
antara 15 - 25 ppt.

2.6.4 Alkalinitas
Alkalinitas merupakan kamampuan air dalam menetralkan asam atau basa
kuantias anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hydrogen. Kisaran
alkalinitas untuk budidaya udang vannamaei dengan nilai optimal 120 ppm dan
maksimal 200 ppm. Nilai alkalinitas diatas 150 ppm harus diimbangi dengan
pengenceran salinitas dan kepekatan plankton serta oksigenisasi yang cukup
(Adiwijaya dkk., 2008 dalam Arsad 2017)

2.6.5 Plankton
Plankton adalah organisme renik yang hidup melayang dalam air dan bergerak
mengikuti arus. Keberadaan plankton di tambak berfungsi sebagai pakan alami ikan
dan udang sebagai salah satu dari parameter ekologi yang menggambarkan kondisi
suatu perairan (Amin dan Hendrajat, 2015). Lingkungan perairan tambak yang stabil
ditandai dengan keragaman plankton yang tinggi, jumlah individu setiap spesies
tinggi dan merata serta kualitas air yang sesuai untuk pertumbuhan organisme
budidaya. Plankton dibagi menjadi dua yaitu fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton adalah organisme renik yang dapat berfotosintesis karena mengandung
klorofil. Kesuburan perairan ditentukan oleh kemampuan perairan tersebut untuk
menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik. Setiap karbon yang diserap oleh
plankton dibebaskan sekitar 2,6g oksigen kepadatan planton yang baik untuk
budidaya udang adalah sekitar 80-120.000 sel/ml.
Plankton mempunyai banyak fungsi, antara lain sebagai pakan alami,
penyangga (buffer) terhadap intensitas cahaya matahari dan sebagai indikator biologi
dengan melihat kestabilan lingkungan air media pemeliharaan berupa plankton mati
menjadi bahan organik yang m enumpuk dalam jumlah banyak akan menjadi sarang
bakteri dan vibrio yang merugikan budidaya udang vaname (Solis dan Ibarra, 1994
dalam Astuti, 2017). Populasi plankton yang terlalu tinggi akan membahayakan
udang vaname pada malam hari, karena akan mempengaruhi tingkat ketersediaan
oksigen terlarut dalam air dan akan menjadi kompetitor udang vaname dalam
mengambil oksigen (Suyanto, 1991 dalam Astuti, 2017 ).

2.7. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot udang dalam satu priode waktu
tertentu dan salah satu komponen penting dalam menunjang produktivitas udang
vannamei yang di hasilkan. Faktor pengamatan yang lazim dilakukan terhadap
pertumbuhan adalah (ABW) dan (ADG) karena dapat memberikan gambaran
terhadap hasil yang akan di peroleh dalam satu siklus budidaya

Anda mungkin juga menyukai