Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) merupakan komoditas dengan permintaan

jumlah konsumsi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun baik pasar dalam negeri

maupun pasar luar negeri.Sehingga menuntut pula produktifitas udang yang

semakin meningkat.Purnomo (2004), melaporkan bahwa ekspor udang Indonesia ke AS

tahun 2004 sebesar 19.992 ton dan ke Jepang 23.807 ton.Udang merupakan komoditas

unggulan perikanan Indonesia .Tingginya permintaan udang dapat terlihat pada tahun 2007

Indonesia dapat mengekspor udang dengan volume sekitar 160.797 ton,dan mengalami

peningkatan sebesar 6,33 % ,sedangkan pada tahun 2008 volume ekspor 171.658 ton

(Erlangga,2012).Hal tersebut membuktikan bahwa adanya peningkatan permintaan udang

dari setiap tahun.Indonesia juga merupakan salah satu produsen terbesar di dunia,dengan

volume ekspor yang cukup besar,hingga akhir tahun 2009 Indonesia telah mampu

mengekspor udang hingga mencapai angka 240.250 ton (Erlangga,2012).

Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.41/MEN/2001 Indonesia

telah melakukan introduksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang berasal dari

negeri Paman Sam (Amerika). Udang Vannamei ini telah menggairahkan kembali usaha

pertambakan Indonesia yang sempat mengalami kegagalan budidaya akibat serangan

penyakit, terutama bintik putih (white spot). White spot telah menyerang tambak-tambak

udang windu.Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan produksi udang secara nasional.

akibat wabah penyakit tersebut, salah satu alternative pengembanganya adalah budidaya

dengan varietas baru yaitu udang vannamei (Litopenaeus vanamei).

Salah satu tempat pengembangan dan budidaya udang vannamei adalah Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) yang berada di Jepara, Jawa Tengah. BBPBAP

merupakan tempat pengembangan budidaya udang vannamei dengan menggunkan teknologi

1
Supra Intensif dalam pengelolaannya.Bak supra intensif merupakan wadah budidaya dengan

memajukan aspek-aspek sarana dan prasarana, kesehatan lingkungan, pakan, teknologi, benih

yang baik, serta sistem budidaya yang terintegrasi. Dengan alasan tersebut, penulis memilih

untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) bidang Pembesaran Udang vannamei di

balai untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) bidang Pembesaran Udang

vannamei di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Provinsi Jawa

Tengah.

2
1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan PKL (Praktek Kerja Lapangan) dengan judul Pembesaran udang

vannamei (Litopenaeus Vannamei) yang bertempat di BBPBAP Jepara Provinsi Jawa Tengah

antara lain:

1. Memperoleh pengalaman mengenai perkembangan teknologi perikanan dalam teknik

pembesaran Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) di Balai Besar Perikanan Budidaya

Air Payau (BBPBAP) Jepara.

2. Mempelajari teknik pembesaran Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) di Balai Besar

Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Vannamei

2.1.1 Klasifikasi Udang Vannamei

Penggolongan Udang Vannamei (Litopaneus vannamei) secara lengkap berdasarkan

ilmu taksonomi (system penggolongan hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya),

(Tani Mandiri, 2009) :

Gambar 1. Udang Vannamei (Litopaneus vannamei)

Filum : Arthropoda

Subfilum : Mandibulata

Kelas : Crustacea

Subkelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Penaeus

Subgenus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

4
2.1.2 Ciri-ciri Morfologi

Gambar 2. Morfologi Udang vannamei (Haliman dan Adijaya, 2005)

Udang vannamei (gambar 2) dibentuk oleh dua cabang (biamous), yaitu expodite dan

endopodite. Udang ini memiliki bentuk tubuh yang berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit

luar secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vannamei telah mengalami modifikasi,

sehingga dapat digunakan untuk :

a. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).

b. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.

c. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.

Tubuh udang penaeid terdiri dari 3 bagian, yaitu:

a) Kepala (thorax)

Kepala udang vannamei terdiri dari antena, antenula, mandibula dan 2 pasang

maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang

kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami

modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel

pada chepalothorax yang dihubungkan oleh coxa. Bentuk perioda beruas-ruas yang berujung

di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa

capit (kaki ke-4 dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang yang berturut-turut

disebut basis, ischium, merus, carpus, dan cropus. (Anonimous,2000).

5
b) Dada

Bagian dada terdiri 8 ruas yang masing-masing ruas mempunyai sepasang anggota

badan yang disebut Thoracopoda. Thoracopoda pertama sampai dengan ketiga dinamakan

maxilliped yang berfungsi sebagai pelengkap dibagian mulut dalam memegang makanan.

Thoracapoda lainnya (ke-5 sampai ke-8) berfungsi sebagai kaki jalan yang disebut pereipoda.

Pereipoda pertama sampai dengan ketiga memiliki capit kecil yang merupakan ciri khas dari

jenis udang penaeid. (Anonimous, 2000).

c) Perut

Abdomen terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan

sepasang uropods (mirio ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Warna dari

udang vannamei ini putih transparan dengan warna biru yang terdapat dekat dengan bagian

telson dan uropoda. (Anonimous, 2000).

Alat kelamin udang jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki renang

pertama. Alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum terbuka yang terletak

diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima. (Tricahyo, 2001).

2.2 Kebiasaan Hidup Udang Vannamei

Menurut (Erlangga,2012) terdapat beberapa tingkah laku / kebiasaan hidup

udang vannamei yang harus diketahui ,yaitu :

1. Sifat Nokturnal

Semua spesies udang yang ada di dunia ini memiliki sifat nokturnal.Sifat nokturnal

merupakan sifat hewan yang aktif melakukan pergerakan pada malam hari.

2. Kanibalisme

Semua spesies udang memiliki kecenderungan bersifat kanibalisme,yaitu memangsa

jenisnya sendiri.

6
3. Molting (Pergantian Kulit)

Secara alami,molting merupakan suatu proses yang dilakukan oleh semua spesies

udang sebagai akibat dari pertambahan ukuran tubuhnya.Pada udang Vannamei dan

jenis udang lainnya molting terjadi dalam beberapa tahapan ,diantaranya yaitu :

1. Postmolt

Merupakan tahapan pertama pada proses molting .Pada tahap ini terjadi

pelepasan eksoskeleton yang dimulai dengan pengembangan kulit bagian luar

sebagai akibat dari meningkatnya hemolimfa karena adanya penyeraan air ke

dalam tubuh udang secara berlebihan.

2. Intermolt

Merupakan tahapan kedua setelah kulit lama udang terlepas.Pada tahap ini

terjadi pembentukan kulit baru.Pada tahap ini juga terjadi proses mineraisasi

dan deposisi protein yang akan digunakan untuk mengeraskan kulit yang baru

terbentuk.Pada tahap ini kulit udang relatif tipis dan lunak.

3. Early premolt

Merupakan tahapan ketiga.tahap ini ditandai dengan pembentukan epikutikula

yang baru di bawah lapisan endokutikula.Tahap ini ditanai juga dengan

peningkatan hormon pada hemolmfa dengan konsentrasi yang tinggi.

4. Late premolt

Merupakan tahapan terakhir pada proses molting atau pergantian kulit pada

udang vannamei ditandai dengan pembentukan kembali eksoktikula baru di

lapisan bawah epikutikula,yang kemudian diikuti dengan pemisahan cangkang

lama dengan cangkang yang baru terbentuk.

5.Mencari Tempat Pesembunyian

7
Udang-udang yang sedang mengalami molting dan tidak sehat memiliki

kecenderungan mencari perlindunan di bawah akar pohon bakau atau terumbu

karang .hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pertahannan diri sehingga udang

tidak dimangsa oleh predator atau udang sejenisnya .

2.3 Kebiasaan Makan Udang Vannamei

Udang vannamei memiliki sifat nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam

hari. Pada waktu siang hari lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri dalam lumpur

maupun menempel pada suatu benda yang terbenam dalam air (Erlangga,2012). Udang

penaeid di alam bersifat omnivora dan pemakan bangkai, tetapi secara umum merupakan

predator bagi invertebrata yang pergerakannya lambat (Erlangga,2012). Lebih lanjut

(Erlangga,2012) menyatakan bahwa pakan yang diberikan untuk induk berupa cumi 16%

total berat tubuh dan 10% berupa cacing laut serta pemberian pakan enam kali sehari.

Udang vannamei mempunyai sifat kanibal. Kanibal adalah sifat suka memangsa

jenisnya sendiri. Sifat ini sering muncul pada udang yang sehat, yang sedang tidak ganti kulit.

Mangsanya adalah udang-udang yang sedang ganti kulit (moulting). Keadaan kekurangan

makanan, sifat kanibal akan tampak pada waktu udang tingkatan mysis (Erlangga,2012).

Udang termasuk golongan omnivor atau pemakan segalanya. Beberapa sumber pakan

udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta, larva kerang, dan

lumut.

Fase tingkah laku makan udang vaname adalah sebagai berikut :

1) Pendeteksian pakan dengan sinyal kimiawi (berupa getaran dengan bantuan organ

sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus).

2) Orientasi (pengenalan media), saat udang akan bergerak menuju sumber pakan.

3) Bergerak mendekati sumber pakan.

8
4) Menjepit pakan dengan capit kaki jalan dan dimasukkan ke dalam mulut.

Udang akan berhenti makan bila sudah kenyang

2.4 Persiapan Media Pemeliharaan

A. Ukuran bak

a) Wadah pemeliharaan berupa bak beton berbentuk bulat dengan diameter 10 m

kedalaman maksimal 4 meter sehingga luas bak adalah 76,8 m² dengan volume air

total 314 m³.

B. Pencucian dan Pengeringan bak

a) Pengeringan bak dengan intensitas sinar matahari yang tinggi sangat penting untuk

memberantas hama penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme baik oleh

jamur, bakteri dan virus.

b) Sebelum bak di keringkan terlebih dahulu dilakukan pencucian dengan menyikat

dinding dan dasar bak, untuk memudahkan dapat menggunakan air klorin (kaporit)

yang di basahkan ke semua permukaan dinding bak. untuk membantu proses

pencucian bak digunakan pompa celup atau submersible 3 inchi.

C. Desain sumber oksigen (aerator)

a) Pada saat pengeringan bak dilakukan desain aerasi. Berdasarkan siklus 1

(pertama) desain aerasi sistem lingkaran cukup efektif baik dalam mensuplay

oksigen (rata-rata > 4 ppm) dan membantu sistem pembuangan air.

b) Bahan yang digunakan untuk membuat desain aerasi adalah paralon PVC 2 inch

panjang 4 meter sebanyak 24-25 batang, alat bor lengkap dengan mata bor 2

milimeter, penguat paralon (patok besi/rejuser) dan lem paralon.

9
c) Membuat titik lubang aerasi pada tiga bagian lingkaran paralon dengan mata bor 2

mm. Pembagian lingkaran pertama (bagian dalam) 100 titik lubang, lingkaran kedua

(bagian tengah) 200 titik lubang dan lingkaran ketiga (bagian luar) 300 titik lubang.

D.Pengaturan sistem pembuangan air

a. Sistem pembuangan untuk masing-masing air bak ini didesain dengan 3 (tiga) bentuk

berbeda yaitu sistem matahari pada bak supra 2 (dua), paralon dengan posisi

horizontal untuk bak supra 3, 4 dan 6 serta paralon dengan posisi berdiri (vertikal)

pada bak supra 5 (lima). Setiap paralon pembuangan di lapisi dengan kasa hitam

(mesh size 1 mm).

E. Pengisian air

a) Pengisian air laut pertama dilakukan setelah selesai pembuatan desain aerasi dan

sistem pembuangan. Air laut langsung diisi ke bak-bak pemeliharaan (bak supra 3,

4, 5 dan 6) dengan kedalaman air mencapai 2,0-2,5 m, kemudian di sterilisasi kaporit

dosis 30 ppm

b) Air laut disalurkan dari pompa submersible 10 inch yang terletak di tengah laut

ditampung di tandon (bak supra 1 dan 2) dengan kedalaman air 3,0-3,5 m kemudian

di sterilisasi kaporit dosis 30 ppm.

c) Air yang telah di sterilisasi kaporit dibiarkan 3x24 jam kemudian dapat digunakan

sebagai air baku mengganti pengurangan air akibat rembesan, penguapan dan lain-

lain.

d) Air dari tandon (bak supra 1 dan 2) didistribusikan dengan pompa submersible 3 dan

4 inch kemudian disalurkan dengan paralon spiral 3 dan 4 inch.

F. Penumbuhan pakan alami dan bakteri

10
a) Setelah air dianggap bebas dari pengaruh chlorine maka dapat dilakukan pemupukan

dan penebaran bakteri probiotik.

b) Pemupukan menggunakan NPK,TSP dan Urea yang telah di larutkan dengan aerasi

24 jam. Sedangkan jenis bakteri yang digunakan adalah bakteri Bacillus spp,

Nitrobacter sp, Saccharoycodes sp dan Lactobacillus sp. Baketri-bakteri diatas di

kultur untuk perbanyakan oleh tim di laboratorium kesehatan ikan (MKHA)

BBPBAP Jepara.

2.5 Pemilihan Benur

Menurut (Rubiyanto dan Dian, 2005). Acuan memilih benur vannamei, yaitu:

1. Benur vannamei dipanen setelah mencapai PL 10 atau organ insang telah

sempurna

2. Benur sehat dengan ciri-ciri tubuh transparan

3. Bergerak aktif

4. Saat berenang di wadah, benur melaju melawan arus air

5. Ukuran benur harus seragam (80%)

6. Benur dinyatakan lolos uji virus dan bebas pathogen.

Benur yang sudah terseleksi diangkat ke tambak dan kemudian sebelum dilepas

terlebih dahulu diadaptasikan terhadap parameter kualitas air yaitu suhu, salinitas, pH, dan

parameter kualitas air lainnya. Secara perlahan-lahan lamanya adaptasi berkisar 5-15 menit.

Waktu penebaran yang baik diusahakan pagi (jam 05.00 – 07.00 wib).

Kepadatan udang disesuaikan dengan ukuran udang dan ukuran bak. Jika ukuran

udang besar maka padat tebarnya rendah, dan begitu juga sebaliknya, jika ukuran kecil maka

padat tebar tinggi. Perlu diperhatikan bahwa ukuran baik bak yang digunakan sangat

mempengaruhi padat tebar induk yang akan dimasukkan. (Supriadi, 2008).

11
2.6 Penebaran Benih

Penebaran benur vaname harus segera dilakukan setelah media pemeliharaan siap

untuk pemeliharaan. Waktu penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam

08.00 atau pada malam hari atau pada saat kondisi cuaca teduh. Karena pada waktu tersebut

kondisi fluktuasi suhu tidak menyolok, parameter air yang lain seperti pH, salinitas

tidak benyak berubah. Kondisi lingkungan demikian mengurang tingkat stress pada benih

yang akan ditebar.

2.7 Aklimatisasi

Aklimatisasi yaitu proses penyesuaian terhadap lingkungan yang baru dari biota yang

akan dipindahkan ke lingkungan pemeliharaan sehingga tidak menimbulkan stress yang

mengakibatkan kematian. Waktu penebaran dilakukan ketika kondisi suhu lingkungan

tidak tinggi, penebaran dapat dilakukan pagi, sore atau malam hari sehingga dapat

mengurangi tingkat stress, sebelum benih ditebar terlebih dahulu dilakukan pengecekan

salinitas air bak /media pemeliharaan dan salinitas di kantong benur, suhu air bak dan

suhu di kantong benur. Kemudian kantong benur diapung-apungkan disalah satu sudut

tambak kurang lebih 30-45 menit, untuk mempermudah proses aklimatisasi dibagian

sudut diberi bambu sebagai alat untuk penahan agar kantong benur tidak menyebar

keseluruh bagian bak, tujuan cara ini untuk mempercepat penyesuaian suhu air bak dengan

suhu dikantong benur.

Setelah 45 menit kantong benur dibuka dan secara perlahan ditambahkan air dari bak

beton, dilakukan secara manual menggunakan tangan atau menggunakan alat bantu gayung

sehingga proses aklimatisasi salinitas lebih cepat, volume air yang ditambahkan ke

dalam kantong benur disesuaikan (kurang lebih 1/3 dari volume kantong benur), untuk

mengetahui kesesuaian salinitas tambak dengan salinitas dikantong benur dilakukan

12
pengukuran menggunakan refraktometer, sebagai indikatornya bisa dicoba

mengeluarkan sebagian benur dikantong ke air bak, jika benur telah keluar dan tidak

masuk lagi ke kantong benur maka benur bisa dilepaskan semua.

2.8 Pemberian Pakan

Pakan udang selama ini sering diartikan sebagai pelet karena kebutuhan nutrisi udang

yang dibudidayakan akan dipenuhi dari pakan buatan yang berbentuk pelet. Namun

demikian, ada juga jenis pakan lain, yaitu pakan alami dan pakan tambahan yang mempunyai

fungsi penting.

Pakan alami merupakan organisme yang hidup dalam tambak yang berfungsi sebagai

pakan udang. Pada umumnya jenis pakan ini adalah plankton. Fungsi plankton disamping

sebagai pakan alami bagi udang adalah penghasil oksigen dalam air. Pakan alami lebih

banyak digunakan pada saat udang masih berukuran kecil.

Pakan tambahan digunakan sebagai nutrisi pelengkap pakan alami dan pakan

buatan.Selain itu, pakan tambahan dapat berfungsi sebagai perangsang nafsu makan udang

vannamei, mempercepat proses moulting, dan sebagai pupuk organik.Pemberian pakan

buatan didasarkan pada sifat dan tingkah laku makan udang vannamei.

Pakan yang diberikan harus mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan udang

vannamei nutrisi yang dibutuhkan udang vannamei antara lain protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral, dan asam amino esensial. Nutrisi tersebut digunakan untuk aktivitas

pertumbuhan dan reproduksi.

Lemak dan karbohidrat merupakan sumber energi. Mineral dan vitamin berfungsi

memperlancar proses metabolisme di dalam tubuh udang vannamei.

Penyimpanan pakan dengan baik akan memperpanjang waktu penyimpanan. Pakan

yang terkena air akan menyebabkan kandungan nutrisi berkurang, aroma berubah, dan

13
berjamur. Pakan yang terlalu lama terkena cahaya matahari juga tidak baik karena kandungan

vitamin C-nya akan rusak. Penyimpanan yang baik apabila disimpan pada tempat yang

kering, memiliki sirkulasi udara yang lancar, dan terlindung dari air dan matahari. (Rubiyanto

dan Dian, 2005).

2.9 Sampling

Kegiatan sampling pertama akan dilakukan pada saat udang mencapai umur 40 hari

pemeliharaan di tambak. Sedangkan sampling berikutnya, dilakukan 10 hari sekali dari

sampling sebelumnya. Adapun maksud dilakukan sampling adalah untuk mengetahui

kepadatan (populasi) udang, laju pertumbuhan, dan sekaligus sebagai dasar dalam

menetapkan jumlah yang dibutuhkan oleh udang selama pemeliharaan. Sampling dilakukan

menggunakan jala tebar (felling gear) seluas 4m² sebanyak 6 titik. Udang yang tertangkap

segera dihitung dan ditimbang untuk mengetahui kepadatan dan berat rata-rata. Setelah itu,

udang hasil sampling dikembalikan ke tambak pemeliharaan1.

2.10 Panen

Panen merupakan akhir dari suatu periode budidaya udang vannamei yang ditunggu-

tunggu oleh para petambak. Udang vannamei dapat dipanen setelah berumur 120 hari, dengan

berat tubuh berkisar antara 16-20 g/ekor.

Adapun alasan-alasan dilakukannya panen adalah :

1) Udang vannamei sudah saatnya dipanen sehingga bila tetap dipertahankan,

pertumbuhan udang sudah tidak optimal lagi, bahkan tidak tumbuh lagi.

2) Udang vannamei terserang penyakit dan telah menunjukkan gejala-gejala kematian

terpaksa dipanen untuk menghindari kerugian yang yang lebih besar lagi.

14
3) Kondisi darurat yang mengharuskan udang dipanen, seperti kincir air yang tidak

mampu menyuplai oksigen ke tambak karena beban biomassa udang yang besar

sehingga udang kekurangan oksigen.

Pemanenan udang vannamei dapat dilakukan kapan saja, tetapi umumnya

pembudidaya memanen udang pada malam hari.Selain untuk menghindari terik matahari,

pemanenan pada malam hari juga bertujuan untuk mengurangi resiko udang ganti kulit

selama panen akibat stress. Udang yang ganti kulit pada saat dipanen akan menurunkan

harga jual.

2.11 Pemasaran

Udang vannamei hasil tangkapan sebelum di bawa ke penampungan udang hendaknya

dicuci untuk menghilangkan kotoran kemudian disortir berdasarkan ukuran dan kualitas

udang. Pemasaran udang vannamei dilakukan dengan cara pembeli datang langsung ke

tempat pemanenan atau pemanen mengirimkan hasil panennya ke pedagang udang

15
III. PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini telah dilaksanakan selama 3 minggu

dimulai dari tanggal 7 November sampai dengan 26 November 2016. Pelaksanaan praktek

bertempat di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Provinsi Jawa

Tengah.

3.2 Metode Pelaksanaan

Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan dengan metode magang yaitu taruna/i terjun

langsung ke lapangan, serta mengikuti semua kegiatan yang dilakukan di BBPBAP Jepara

Jawa Tengah khususnya mengenenai teknik pembesaran udang vannamei.

Pengambilan data pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini meliputi data primer dan

data sekunder.

a. Data primer

Data primer merupakan pengumpulan data melalui hasil kerja praktek lapangan dan

pengamatan/observasi di lokasi praktek. Observasi dilakukan terhadap berbagai kegiatan

yang menunjang pada pembesaran udang vannamei.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari wawancara langsung dengan pembimbing lapangan di

lokasi PKL dan studi pustaka tentang teknik pembesaran udang vannamei.

3.3 Materi Kegiatan

 Teknik Pembesaran Udang Vannamei

a. Persiapan Media Pemeliharaan

a. Jenis Wadah

b. Pencucian dan Pengeringan bak

16
c. Desain sumber oksigen (aerator)

d. Pengaturan sistem pembuangan air

e. Pengisian air

f. Penumbuhan pakan alami dan bakteri

b. Pemilihan Benur

Menurut (Rubiyanto dan Dian, 2005). Acuan memilih benur vannamei, yaitu:

1. Benur vannamei dipanen setelah mencapai PL 10 atau organ insang telah

sempurna

2. Benur sehat dengan ciri-ciri tubuh transparan

3. Bergerak aktif

4. Saat berenang di wadah, benur melaju melawan arus air

5. Ukuran benur harus seragam (80%)

6. Benur dinyatakan lolos uji virus dan bebas pathogen.

c. Penebaran Benih

Penebaran benih udang vannamei di Bak Supra Intensif dilakukan secara bersamaan.

Pada bak supra-3,4,5 dan 6 dilakukan bersamaan pada pagi hari 20 September 2014

sebanyak 100.000 ekor/tiap bak.

d. Aklimatisasi

Aklimatisasi yaitu proses penyesuaian terhadap lingkungan yang baru dari biota yang

akan dipindahkan ke lingkungan pemeliharaan sehingga tidak menimbulkan

stress yang mengakibatkan kematian.

e. Pemberian Pakan

Pakan merupakan komponen penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang,

lingkungan budidaya serta memiliki dampak fisiologis dan ekonomis. Kegiatan

pemberian pakan dilakukan antara lain:

17
a. Pemberian pakan dilakukan sebanyak delapan kali dalam sehari yaitu pada

06.00; 09.00; 12.00; 14.00; 16.00; 19.00; 22.00; 01.00.

b. Pemberian pakan ditebar secara merata ke areal bak.

c. Pemberian pakan diancho untuk melihat kondisi udang vannamei.

d. Pengaturan dan pemberian pakan disesuaikan berdasarkan hasil pengamatan

dan sampling mingguan dilapangan.

e. Pakan yang diberikan berupa pakan buatan dengan jenis pellet.

f. Pengamatan Kualitas Air

Monitoring kualitas air harus dilakukan dalam kegiatan budidaya, khususnya

pada kegiatan pembesaran udang vannamei karena udang vannamei sangat rentang

terhadap fluktuasi suhu dan serangan penyakit. Pengukuran kualitas air dilakukan pada

pagi dan sore hari. Parameter yang diukur pada kualitas air adalah pH, DO, suhu dan

salinitas. Pada saat melakukan pengukuran kualitas air juga harus diperhatikan,

biasanya pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari karena dinilai masih alami dan

belum terkontaminasi dengan hasil fotosintesis.

g. Sampling

Kegiatan sampling pertama akan dilakukan pada saat udang mencapai umur

40 hari pemeliharaan di tambak. Sedangkan sampling berikutnya, dilakukan 10 hari

sekali dari sampling sebelumnya. Adapun maksud dilakukan sampling adalah untuk

mengetahui kepadatan (populasi) udang, laju pertumbuhan, dan sekaligus sebagai

dasar dalam menetapkan jumlah yang dibutuhkan oleh udang selama pemeliharaan.

Sampling dilakukan menggunakan jala tebar (felling gear) seluas 4m² sebanyak 6

titik. Udang yang tertangkap segera dihitung dan ditimbang untuk mengetahui

kepadatan dan berat rata-rata. Setelah itu, udang hasil sampling dikembalikan ke bak

pemeliharaan

18
h. Pemanenan

Kegiatan pemanenan dilakukan setelah udang berumur sekitar 100 hari. Pemanenan

dilakukan dengan beberapa tahap yaitu mulai dari proses pengeringan 50% dari volume air

keseluruhan dan kemudian dilakukan pengambilan udang dengan jala. Setelah itu, dilakukan

pengeringan pada bal dan pada udang yang masih tersisa, dilakukan pemungutan secara

manual.

3.3. Rencana Kegiatan

Agar proses kegiatan Praktek Kerja Lapangan berjalan dengan baik dan terkontrol

maka diperlukan jadual kegiatan (time schedule) yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada

tabel. 2.

19
Tabel 1. Rencana Kegiatan PKL I di BBPBAP Jepara - Jawa Tengah

Bulan
No
7 Novvember 2016
Uraian Kegiatan
26 November 2016
Minggu IV Minggu I Minggu II
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
1 Orientasi tempat
2 Persiapan sarana

dan prasarana
3 Aklimatisasi
4 Penebaran benih
5 Pemberian pakan
6 Pengamatan

kualitas air
7 Pengendalian

hama dan penyakit


8 Panen
Catatan : disesuaikan dengan kondisi lapangan.

20

Anda mungkin juga menyukai