BAB 1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang hampir 75% dari seluruh wilayah
perairan laut nusantara menopang aneka kehidupan hayati (Dahuri, 2003 dalam
sumberdaya pada sektor pertanian yang banyak digunakan untuk berbagai kegiatan
ekonomi. Hal ini memberi gambaran betapa besarnya potensi perikanan di Indonesia,
salah satu potensi tersebut adalah budidaya udang kaki putih (L.vannamei) (Sa’adah,
2008).
Udang kaki putih (P.vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut
Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Budidaya udang putih umumnya
dilakukan dengan tingkat kepadatan yang tinggi. (Smith and Briggs, 2003 dalam
Agustina dkk, 2015). Produksi budidaya udang semakin meningkat secara signifikan
sejak usaha budidaya udang diperkenalkan pertama kali lebih dari lima abad yang
lalu. Produksi budidaya udang yang ada didunia mencapai 120.000 ton atau enam
persen dari total udang yang dipasarkan di dunia. Tahun 1988, ada lebih dari 40
diperkirakan mencapai 450.000 ton atau 22 persen dari total udang yang dipasarkan
Udang kaki putih (P.vannamei) memerlukan lingkungan yang baik dan dapat
memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan biologi komoditas yang dibudidaya (Chopin,
2001 dalam Sahrijanna dan Sahabudin, 2014). Parameter fisika kimia perairan
merupakan parameter yang dapat menetukan tingkat produktifitas biota laut disuatu
perairan (Jones, 1964 dalam Gusmaweti dan Deswanti, 2015). Karakteristik dari
perairan baik dari segi fisik maupun kimia sangat dipengaruhi oleh banyak factor baik
yang berasal dari faktor eksternal maupun dari faktor internal (Purba dan Khan,
2010). Oleh karena itu, organisme yang hidup dalam perairan sangat bergantung atau
berhubungan pada kualitas air baik secara fisik, kimia maupun biologi (Gusmaweti
udang kaki putih (Penaeus vannamei) sistem supra intensif bertujuan untuk
praktikum ini yaitu agar mahasiswa memahami cara manajemniasi dalam proses
budidaya udang.
3
vannamei
cara garis besar morfologi udang vanname bagian tubuhnya meliputi dua bagian
utama yaitu kepala (cepalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vanname
ditutupi oleh lapisan kitin yang fungsinya sebagai pelindung, meliputi antenulae,
antenna, mandibula, dan dua pasang maxilae. Kepala udang vanname juga dilengkapi
4
dengan tiga pasang maxlipad dan lima pasang kaki jalan (periopod) periopod terdiri
dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxilliped (Elovaara, 2001 dalam Panjaitan,
2012). Perut udang vannamei dilengkapi 6 ruas dan juga terdapat 5 pasang kaki
renang (pelepod) dan sepasang uropod yang membentuk kipas secara bersamaan
oleh temperatur, larva berkembang menjadi post larva pada temperatur 27-290C,
suatus proses sekitar sepuluh hari pada kondisi optimal. Pada temperatur yang tinggi,
perkembangan stadia larva akan berlangsung cepat dan post larva dapat dicapai dalam
waktu tujuh hari sejak telur menetas. Ketika larva mengalami molting dari stadia ke
stadia, syarat pemberian pakan juga tertentu berubah sesuai dengan morfologinya.
Ketika nauplius baru saja menetas, larva masih mempunyai kandungan kuning telur
(yolk sac) sebgai sumber makanan dan untuk memenuhi nutrisinya. Setelah
mengalami pergantian kulit (molting), cadangan kuning telur terserap habis dan
nauplius berubah bentuk menjadi stadia zoea dan mulai membutuhkan makanan
organisme kecil yaitu fitoplankton. Setelah 3 kali molting, zoea berubah bentuk
menjadi Mysis. Frekuensi molting pada stadia larva dapat terjadi antara 30-40 jam
pada kondisi suhu 280c. stadia Mysis yang bersifat planktonic berubah menjadi post
larva (PL) setelah mengalami 3 kali molting. Pada fase post larva Nampak seperti
bentuk tubuh udang dewasa. Walaupun pada stadia larva bersifat palnktonik (berenag
bebas), post larva adalah benthik (berenang di dasar). Ketika perubahan ini
5
dalam muara, dimana mereka tinggal sampai mencapai stadia dewasa (Panjaitan,
2012).
Habitat asli udang kaki putih berada pada perairan lepas pantai sampai
dengan kedalaman sekitar 70 meter pada suhu 26-28oC d an salinitas sekitar 35 ppt
untuk bertelur, kawin serta matang gonad. Udang kaki putih yang masih muda secara
alami bermigrasi kearah pantai dan udang dewasa hidup dilaut terbuka (Wyban dan
Udang vannamei hidup di habitat laut tropis. Suhu berkisar antara 23-32° C,
kelarutan oksigen lebih dari 3 ppm, pH 8 dan salinitas berkisar antara 10-30 ppt
Populasi udang vannamei dialam dapat ditemukan di Pantai Pasifik Barat, sepanjang
Peru bagian Utara, melalui Amerika Tengah dan Selatan sampai Meksiko bagian
Utara, yang mempunyai suhu air normal lebih dari 20° C sepanjang tahun. Larva
udang bermigrasi yang akan menghabiskan masa larva sampai post larva di pantai,
laguna atau daerah mangrove selanjutnya udang dewasa hidup dan memijah di laut
Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos), Ikan bandeng bentuk tubuhnya ramping,
mulut terminal, tipe sisik cycloid, Jari – jari, semuanya lunak, jumlah sirip punggung
antara 13–17, sirip anal 9 –11, sirip perut 11 – 12, sirip ekornya panjang dan
bercagak, jumlah sisik pada gurat sisi ada 75 – 80 keping, panjang maksimum 1,7 in
Siklus hidup bandeng menurut Girl et al, (1986) di mulai dari telur yang
menetas menjadi larva (pro - larva dan post - larva), benih bandeng atau juvenil, dan
bandeng dewasa.
Menurut Ahmad dan Ratnawati (2002) mulai dari telur bandeng biasanya
terbawa arus ke arah pantai yang dihasilkan dan pemijahan dari induk bandeng di
perairan pantai. Larva bandeng merupakan bagian dari komunitas plankton di laut
lepas yang kemudian hidup dan berkembang. Habitat larva bandeng berada di
siklus hidupnya benih bandeng yang tertangkap didalam perairan pantai telah
mencapai umur tiga — empat minggu, berdasarkan dari pengamatan dari benih yang
perkirakan benih bandeng yang di tangkap di daerah pantai pada musimnya telah
mencapai usia 21 — 25 hari. Larva yang berumur lebih 20 hari di sebut benih.
Habitat benih di perairan pantai berkarang atau pasir yang kadang — kadang
di tumbuhi vegetasi campuran atau mangrove yang subur, hal ini dikemukan oleh
Priyo dan Giri, (1986). Benih bandeng hidup diperairan berlumpur yang sedikit
mengandung lumut, sedangkan induk bandeng biasanya berumur lebih dari empat
tahun dan panjang total 70 — 150 cm hidup diperairan pantai karang didaerah pantai
Ikan Bandeng di alam bebas hidup di laut, telurnya di temukan pada jarak 8 –
26 Ion dart pantai pada laut yang dalamnya lebib dari 40 in, telurnya terapung
melayang dekat pennttkaan air. Memijah diwaktu malam sekitar 20.00 – 22.00 dan
mendekati pantai dan diketemukan dua kali setahun di dekat pantai – pantai yang
Ikan bandeng termasuk jenis ikan pelagis yang mencari makanan di daerah
pennuk-aan dan sering di jumpai di perairan dekat pantai atau daerah litoral. Secara
geografis ikan in] hidup di daerah tropis maupun sub tropis antara 300 – 400 LS dan
antara 400 BT – 1000 BB. Ikan ini suka hidup bergerombol dalam kelompok kecil
antara 10 – 20 ekor. Berenang di perniukaan perairan pantai terutama pada saat air
Secara alami ikan berpijah di laut. Larva ikan bandeng wring di jumpai di
sepanjang pantai terutama pada bulan — bulan tertentu. Larva terutama di jumpai di
sepanjang pantai yang landai, berpasir, dan berair jernih serta kaya akan plankton
seperti di daerah pantai utara pulau Jawa, Bali, Lombok, dan pantai Timur Sumatera
Utara (Dana, 1990). Musim pemijahan bandeng di Indonesia terjadi dua kali dalam
satu tahun yaitu bulan Februari - Mei dengan puncak antara bulan Maret - April dan
bulan Juli - Desember dengan puncak antara bulan September - Oktober (Giri et al,
1986).
9
Praktikum Lapang Manajemen Budidaya Payau dan Laut dilaksanakan pada hari
Sabtu, tanggal 01 Mei 2021. Bertempat di 3 Desa yaitu Desa Lalombi, Desa
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum lapang mengenai
Manajemen Budidaya Udang kaki Putih (Penaeus vannamei) dengan Sistem Semi-
Udang Kaki Putih (Penaeus vannamei) dengam Sistem Semi-Intensif yaitu sebagai
berikut :
1. Siapkan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktek
4.1 Hasil
Budidaya Payau dan Laut, melalui wawancara dengan para petambak budidaya
Udang Kaki Putih (Penaeus vannamei) dengam Sistem Semi-Intensif dapat dilihat
tambak
substrat tanah 1. Berlumpur
2. Berlumpur/ berpasir
3. Berlumpur
Jumlah 1. Untuk tambak kurang lumut padat tebarnya
organisme dalam 50.000 ekor udang sedangkan tambak yang
tiap petak tambak banyak lumutnya 150.000 ekor udang
2. Untuk tambak perhektar padat tebarnya
50.000 ekor udang
3. Untuk tambak 1 hektar jumlah organismenya
100.000 ekor udang
Harga bibit 1. Pengambilan bibit daerah Barru dengan
harga 65 rupiah
2. 52 rupiah
3. 75 rupiah
Sumber air 1. Laut
2. Laut
3. Laut
Pintu air masuk 1. Pintu masuknya ada dan otletnya tdk ada
dan keluar 2. 1 pintu masuk dan keluar
3. Ada inlet dan outletnya
Hama dan 1. Hamanya kepiting, ular, burung, siput
sedangkan penyakit yang ditemukan yaitu
berbintik putih dan kepala kemerah-merahan
penyakit
2. Hamanya Keong, Telescopium, kepiting dan
ikan mujair sedangkan penyakit yang
ditemukan yaitu berbintik putih
3. Hamanya Keong, Telescopium, kepiting,
pada saat umur 20 hari didapatkan penyakit
berbintik putih.
Pakan 1. Jagung yang telah di pabrik dan pellet
2. Jagung yang telah di pabrik dan pakan
13
komersial
3. Jagung halus
Perlakuan 1. Sebelum penebaran dilakukan aklimatisasi
(sebelum selama setengah jam dan sebelum ditebarkan
pemeliharaan) di kolam pembesaran/pemeliharaan bibit
udang dipelihara selama 2 minggu dan
selanjutnya dilakukan pemupukan dan
pengeringan dan pengapuran selama 2
minggu.
2. Pemupukan urea dan poska (2/3 ton untuk 3
hektar selanjutnya pengeringan dan
pengapuran dolomit selama 1 minggu
3. Sebelum penebaran dilakukan aklimatisasi
selama satu jam dan sebelum ditebarkan di
kolam pembesaran/pemeliharaan bibit udang
dipelihara selama 2 minggu dan selanjutnya
dilakukan pemupukan dan pengeringan dan
pengapuran selama 1 minggu lebih.
Pemanenan 1. Pemanenan selama 2-3 bulan dengan panen
total/keseluruhan dan harga tergantung dari
besarnya udang yang dipanen
2. Pemanenan selama 2 bulan menggunakan rol
(pengepul)
3. Pemanenan selama 2 bulan dan di
distribusikan ke perusahaan
6. Udang Vanamei
4.2 Pembahasan
Dari data Hasil wawancara yang di dapatkan pada praktikum lapang Mata
Kuliah Manajemen Budidaya Payau dan Laut, melalui wawancara dengan para
petambak budidaya Udang Kaki Putih (Penaeus vannamei) dengam Sistem Semi-
yang akan dilakukan proses budidaya harus disiapkan secara terstruktur agar
mendapatkan kondisi lahan buidaya yang baik dan kualitas air yang optimal sehingga
tambak dilakukan setelah 3-7 hari setelah panen. Mengingat tambak Semi-intensif
penebaran setelah pasca panen terlebih dahulu tambak yang akan dilakukan proses
budidaya harus disiapkan secara terstruktur agar mendapatkan kondisi lahan budidaya
yang baik dan kualitas air yang optimal sehingga udang dapat hidup dengan baik
dilakukan. Pengeringan dilakukan dengan cara menguras seluruh air yang ada pada
dasar tambak dengan membuka pipa penutup central drain untuk mengalirkan air
atau zat-zat beracun lainnya. Pengeringan pada dasar tambak bertujuan untuk
menetralkan pH pada tanah dasar tambak, menghilangkan gas-gas beracun dan juga
membantu membunuh bakteri-bakteri atau hama pada dasar kolam (Supono, S. 2018).
4.2.1.4 Pengapuran
pengapuran dilakukan dengan cara menaburkan kapur pada dasar tambak dengan
dosis sesuai ukuran, untuk ukuran tambak 2.500 m2 khusunya pada tambak system
Semi-intensif, dosis kapur yang digunakan adalah 300 kg/kolam. Untuk kapur yang
digunakan adalah kapur aktif yaitu kapur cAO dan CaCo3. Perlakuan ini bertujuan
untuk meningkatkan konsentrasi keasaman tanah pada dasar tambak dan membantu
tanah akan mengikat ion hidrogen (H+) sehingga mengurangi derajat keasaman dan
meningkatkan pH air dan tanah. Fungsi yang kedua adalah meningkatkan alkalinitas
dan hardnes sedangkan fungsi berikutnya adalah pengikat fosfor (dalam bentuk
fosfat) yang terlarut dalam air. Calcium yang ada pada material kapur akan bereaksi
dengan fosfat sehingga membentuk endapan Ca3 (PO4)2. Berikut adalah kapur yang
Pada tambak Sistem Semi-intensif pengisian air dilakukan dengan cara mengalirkan
air dari laut dengan cara membuka pintu air kemudian air dialiri melalui saringan
yang berada dibawah tambak yang berfungsi untuk memfilter air yang masuk
kedalam tambak dan bagian ujung di lapisi dengan waring agar hama yang berada
didalam laut tidak mudah masuk kedalam kolam persiapan. Air yang dimasukkan ke
Berdasarkan hasil wawancara dengan para petambak budidaya ada hama yang
sering menggangu petambak yaitu kepiting, ular, burung, dan siput. Hal ini Karena
masuknya penyakit dan penyebarannya dari satu tempat ketempat lainnya. Manfaat
yangleebih besar yang disebabkan oleh wabah penyakit, kualitas udang lebih
4.2.1.7 Pemupukan
ketika terjadi penurunan kualitas air yang terjadi akibat hujan/penurunan jumlah
fitoplankton didalam air. Pupuk yag digunakan adalah pupuk jenis Urea.
pupuk organic maupun pupuk Anorganik terutama pada awal siklus budidaya dan
saat terjadinya die off plankton. Pupuk yang digunakan dalam budidaya meliputi
Dari hasil wawancara adapun benur yang digunakan dalam proses budidaya
semi-intensif, diperoleh dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Harga benur yang
didatangkan yaitu 50rp/ekor dengan ukuran PL (Post Larva) 5-6, Benur didatangkan
dengan menggunakan transportasi darat dari tempat asal benur yang kemudian di
4.2.2.2 Aklimasi
tambak. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan udang dengan suhu air tambak.
Perbedaan suhu yang tidak terlampau jauh dari kemasan benur dan tambak akan
tambak ke dalam plastik benur dengan tujuan mengadaptasi benur dengan salinitas air
tambak. Benur siap dimasukkan tambak dengan kondisi air berarus yang dibantu
dengan menggunakan kincir. Fungsi kincir saat budidaya udang vaname juga
dengan cara memiringkan kantong benur dan perlahan – lahan benur udang vaname
dilakukan setelah proses persiapan tambak. Pengamatan dilakukan di dua petak, yang
kemudian disebut petak A dan B dengan luasan masing-masing petak adalah 2.500
m2. Jumlah benur yang ditebar di petak A dan B sama yaitu 100.000 ekor, sehingga
saat malam hari atau saat suhu air rendah. Benur udang vaname yang digunakan
adalah benur dengan umur atau PL (Post Larva) 5-6 dengan berat awal 0,02 g/ekor.
Kriteria benur udang vaname yang baik rata-rata sudah mempunyai organ
insang yang sempurna, seragam atau rata, tubuh benih dan usus terlihat jelas,
berenang dengan melawan arus. Arsad, et al (2017) juga menyatakan kriteria benur
yang baik dapat dilihat dari ukuran benih seragam, memiliki panjang > 6 mm,
berenang secara aktif dan melawan arus, tubuh berwarna bening, serta terhindar dari
24
infeksi virus dan bakteri. Proses penebaran benur dilakukan pada pagi, sore atau
malam hari, dan terlebih dahulu dilakukan aklimasi agar benur dapat beradaptasi
4.2.3 Pemeliharaan
selama 24 jam dengan range waktu selama 4 jam sekali tetapi hanya dilakukan pada
pagi, siang, dan sore hari saja dan jumlah total pakan yang diberikan sebanyak 4 kg
per hari.
tambahan mengunakan pellet atau pakan buatan. Pemberian pakan merupakan salah
satu fakor keberhasilan dalam kegiatan produksi. Pengaruh besar pakan terhadap
udang adalah dari segi pertumbuhan dan perkembangan. Pakan yang termakan oleh
udang akan diolah dan diserap dalam tubuh udang sebagai sumber energi, gerak dan
1. Penggunaan Probiotik
Probiotik adalah bakteri yang memiliki peran positif (bermanfaat) yang diasukkan
senyawa sisa metabolisme biota dalam air, sehingga dapat meningkatkan nilai
2. Pengapuran
berperan dalam meningkatkan nilai parameter kualitas air. Tujuan pengapuran adalah
sebagai pengontrol pH air dan juga sebagai nutrient bagi plankton sehingga
pengapuran dilakukan pada saat udang molting massal dengan tujuan untuk
mempercepat pergantian kulit agar kulit. Kapur yang digunakan adalah Azomite dan
Kaptan (kapur pertanian, dengan dosis pemberian 7 kg setiap tambak (sesuai dengan
kondisi air).
3. Pergantian Air
kualitas air untuk pertumbuhan udang dan dapat menekan tingkat mortalitas udang.
pergantian air dilakukan seminggu sekali dengan mengganti air sebanyak 20-30%
Kualitas air merupakan syarat mutlak yang harus selalu dijaga dalam proses
budidaya, dimana pengelolaan media budidaya dapat dikatakan berjalan dengan baik
dan benar jika kualitas air lingkunganya berada dalam kisaran yang sesuai dengan
Parameter kualitas air adalah beberapa ukuran yang digunakan untuk mengetahui
kualitas air, dilihat dari segi fisika, kimia dan biologi air. Beberapa parameter kualitas
Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa manajemen kesehatan udang pada
pertumbuhan, kelengkapan organ tubuh udang dan jaringan tubuh. Upaya penanganan
memberikan perlakuan aplikasi probiotik pada udang yang dibudidaya dengan cara
melarutkan probiotik kedalam air budidaya. Probiotik yang digunakan adalah Super
mebersihkan dasar kolam (Sipon) atau juga melakukan pergantian air sebanyak 30
udang adalah adanya serangan penyakit dan penurunan kualitas air sehingga dapat
Secara umum penyakit udang disebabkan karena adanya faktor dari luar
dari dalam (internal) terjadi karena penggunaan atau pemilihan benur yang
berkualitas rendah sehingga benur atau udang yang akan dibudidayakan akan mudah
Panen merupakan salah satu kegiatan terakhir yang dilakukan setelah proses
budidaya. Panen adalah tahap akhir dari proses budidaya untuk mengetahui
keuntungan dan kerugian. Panen dapat dilakukan kapan saja, tergantung kondisi
udang dan umur udang (Pratama dkk., 2017). Keberhasilan dan keuntungan seorang
organisme yang dibudidayakan. Dari hasil wawancara yang dilakukan yaitu para
petambak udang vannamei ini melakukan panen total dilakukan pada pagi hari. panen
ini dilakukan oleh banyak orang agar proses pemanenan lebih mudah dan cepat.
Panen ini dilakukan pada usia udang 90 hari atau bahkan 120 hari pemeliharaan atau
tersebut menjelaskan proses panen total dilakukan denan cara menguras seluruh air
yang ada didalam kolam budidaya dengan cara mngeluarkan air melalui pintu air
28
sentral kemudian air dialirkan ke saluran outlet atau pembuangan. Setelah air kering
maka proses panen dapat dilakukan yaitu dengan mengumpul udang didasar tambak.
Pengangkutan udang dari dalam kolam dilakukan menggunakan blong atau potongan
drum yang kemudian udang tersebut dilansir menggunakan mobil pick up menuju
area penimbangan. Setelah udang dilansir ketempat penimbangan, maka udang akan
Panen siap dilakukan pada sore sampai malam hari saat matahari terbenam.
penampungan. Umumnya panen dilakukan saat matahari terbenam atau pada saat
malam hari, hal ini dilakukan karena menghindari terik matahari dan mengurangi
resiko udang berganti kulit akibat panen karena stress (Haliman, 2005).
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan para petambak dari ketiga desa
tersebut, Pemasaran hasil panen oleh para petambak berlangsung dilokasi panen.
Yang mana para pembeli atau pemborong akan datang langsung kelokasi untuk
mengambil hasil panen. Untuk estimasi harga udang disesuaikan oleh ukuran dan
mutu udang. Perusahaan yang memiliki penawaran harga tertinggi maka udang hasil
melakukan transaksi pada dengan para petambak berasal dari kota makssar.
29
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pebahasan di atas maka dapat di tarik kesimpulan, Proses
budidaya harus disiapkan secara terstruktur agar mendapatkan kondisi lahan buidaya
yang baik dan kualitas air yang optimal sehingga udang dapat hidup dengan baik
mengurangi resiko masuknya penyakit dan penyebarannya dari satu tempat ketempat
lainnya.
Penanganan benih yang baik agar benih udang dapat menyesuaikan dengan
suhu air tambak. Perbedaan suhu yang tidak terlampau jauh dari kemasan benur dan
merupakan syarat mutlak yang harus selalu dijaga dalam proses budidaya, dimana
pengelolaan media budidaya dapat dikatakan berjalan dengan baik dan benar jika
kualitas air lingkunganya berada dalam kisaran yang sesuai dengan pertumbuhan
organisme budidaya. Parameter kualitas air adalah beberapa ukuran yang digunakan
untuk mengetahui kualitas air, dilihat dari segi fisika, kimia dan biologi air.
5.2 Saran
proses wawancara lebih baik lagi agar dapat mengumpulkan data lebih optimal.
30
DAFTAR PUSTAKA
Arsad, S., Ahmad, A., Atika, P., Betrina, M., Dhira, S., & Nanik, R. B. (2017). Studi
Kegiatan Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Penerapan Sistem
Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1-14.
Asaad, A. I. J., Makmur, M., & Syah, R. (2015, December). ANALISIS JARINGAN KERJA
PADA PERSIAPAN TAMBAK TEKNOLOGI SUPER INTENSIF DI KABUPATEN
TAKALAR BERDASARKAN CRITICAL PATH METHOD (CPM) DAN
PROGRAM EVALUATION AND REVIEW TECHNIQUE (PERT). In Prosiding
FORUM INOVASI TEKNOLOGI AKUAKULTUR (pp. 931-938).
Andi Sahrijanna dan Sahabuddin Teknologi akuakultur 2014. Kajian kualitas air pada
budidaya udang vaname (Litopanaeus vannamei) dengan sistem pergiliran pakan
ditambak intensif
Budiardi, T., Muluk, C., Widigdo, B., Praptokardiyo, K., & Soedharma, D. (2008). Tingkat
pemanfaatan pakan dan kelayakan kualitas air serta estimasi pertumbuhan dan produksi
udang vaname (Litopenaeus vannamei, Boone 1931) pada sistem intensif. Jurnal Ilmu-
Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 15(2), 109-116.
Effendi., H. (2003). Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan
Perairan. Kanisius.
Farchan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vaname. BAPPL Sekolah Tinggi Perikanan,
Serang.
31
Fidari, J. S., & Maftuch, M. B. (2017). Perencanaan model desain kolam tambak intensif
Kabupaten Probolinggo. Jurnal Teknik Pengairan, 8(2), 252-261.
Gusmaweti dan Deswanti. L., 2015. Analisis parameter fisika-kimia sebagai salah satu
penentu kualitas perairan batang Palangki Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Buku
seminar nasional XII pendidikan Biologi FKIP UNS. Hal 799-803.
Haliman., R. W. (2005). Udang Vannamei, Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih
yang Tahan Penyakit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Katili, V. R., & Adrianto, L. (2017). Evaluasi Emergy Pengembangan Sistem Budidaya
Udang Supra Intensif di Kawasan Pesisir Mamboro, Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah. Journal of Natural Resources and Environmental Management, 7(2), 138-
147.
Lama, A. W. H., Darmawati, D., & Wahyu, F. (2020). OPTIMASI PADAT TEBAR
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP UDANG
VANAME (Litopenaus Vannamei) DENGAN SISTEM RESIRKULASI. OCTOPUS:
JURNAL ILMU PERIKANAN, 9(1), 48-52.
Mustafa, A. (2008). Desain, tata letak, dan konstruksi tambak. Media Akuakultur, 3(2), 166-
174.
Nugraha, N. P., Muhammad, A., & Tri, Y. M. (2017). Rekayasa Kincir Air pada Tambak
LDPE Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak UNIKAL Slamaran. PENA
Akuatika, 103 - 115.
Purnamasari, I., Purnama, D., & Utami, M. A. F. (2017). Pertumbuhan udang vaname
(Litopenaeus vannamei) di tambak intensif. Jurnal Enggano, 2(1), 58-67.
P.Purba, dan M.A.Khan. 2010 Karakteristik fisika kimia perairan pantai dumai pada musim
peralihan. Jurnal akuatika Vol.1 No.1
Pujiastuti, C. 2008. Kajian Penurunan Ca dan Mg dalam Air Laut Menggunakan Resin
(Dowex). Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran. Jawa Timur. Jurnal Teknik
Kimia. 3 (1).
Pratama, A., Wardiyanto, & Supono. (2017). Studi Performa Udang Vaname (Litopenaeus
vanamei) yang Dipelihara dengan Sistem Semi Intensif pada Kondisi Air Tambak
dengan Kelimpahan Plankton yang Berbeda pada Saat Penebaran. Jurnal Rekayasa
dan Teknologi Budidaya Perairan, 644 - 652.
Riani, H., Rostika, R., & Lili, W. (2012). Efek pengurangan pakan terhadap pertumbuhan
udang vaname (Litopenaeus vannamei) PL-21 yang diberi bioflok. Jurnal Perikanan
Kelautan, 3(3).
32
Sa’adah W. 2008. Analisa Usaha Budidaya Udang Vannamei (Lithopenaeus vannamei) dan
Ikan Bandeng (Chanos-chanos Sp.)di Desa Sidokumpul Kecamatan
Lamongankabupaten Lamongan Jawa Timur. Hal.1
Sahrijanna A dan Sahabuddin. 2014 Kajian Kualitas Air Pada Budidaya Udang Vanname
(Litopenaeus vanname) Dengan Sistem Pengiliran Pakan Di Tambak Intensif. Balai
Penelitian dan pengembangan budidaya air payau. Jl. Makmur No.129
Suwoyo, H. S., & Mangampa, M. (2010). Aplikasi probiotik dengan konsentrasi berbeda
pada pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei). In Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur (pp. 239-247).
Yuni kilawati dan Yunita Maimunah 2015. Kulitas lingkungan tambak intensif (Litopanaeus
vannamei) dalam kaitannya dengan prevalensi penyakit White Spot Syndrome Virus
Zainuddin, Z., Aslamyah, S., & Hadijah, H. (2018). Efek dari perbedaan sumber karbohidrat
pakan terhadap kualitas air, komposisi proksimat dan kandungan glikogen juvenil
udang vannamei Litopenaeus vannamei (Boone, 1931). Jurnal Ilmiah Samudra
Akuatika, 2(1), 1-8.
33
LAMPIRAN