PENDAHULUAN
1
Oleh karena itu untuk menunjang keberlanjutan produksi ada banyak hal yang
perlu diperhatikan dalam pembesaran udang vanamei, mulai dari tahap persiapan
lokasi dan media, penebaran benur, pemeliharaan kualitas air, pengelolaan pakan,
pengelolaan hama dan penyakit hingga tahap panen dan pasca panen.
1.2 Tujuan
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu- bulu halus, terletak dibagian ventral dada,
antara ruas kaki jalan ketiga dan keempat.
Habitat adalah tempat tinggal satu individu atau populasi spesies tertentu ).
Udang vanamei mendiami habitat perairan yang memiliki kisaran salinitas 0,5–40
ppt (Kaligis, 2010). Udang vannamei merupakan udang yang mampu hidup
dengan kisaran salinitas yang cukup luas atau sering disebut dengan euryhaline
(Tahe et al., 2009). Udang vannamei tergolong hewan katadromus. Udang
dewasa akan bertelur di laut lepas dengan salinitas tinggi kemudian saat
memasuki stadia larva akan bermigrasi ke daerah estuaria yang bersalinitas rendah
(lihat Gambar 2)(Ernawati & Rochmady, 2017).
4
S
umber : Ernawati & Rochmady (2017)
Gambar 2. Siklus Hidup Udang Vannamei
Udang vaname (L. vannamei) sebenarnya bukan udang lokal atau asli
Indonesia. Udang ini berasal dari Pantai Barat Pasifik Amerika Latin, mulai dari
Peru hingga Meksiko (Purnamasari et al., 2017). Budidaya udang vaname di Asia
pertama kali adalah di Taiwan pada akhir tahun 1990 dan pada akhirnya
merambah ke berbagai negara di Asia diantaranya Indonesia dan mulai meningkat
pada tahun 2001 – 2002(Nadhif, 2016).
Udang vannamei juga termasuk hewan nocturnal atau aktif mencari makan
saat malam hari atau saat intensitas cahaya berkurang (Dewi, 2014). Udang
mempunyai pergerakan yang hanya terbatas dalam mencari makanan dan
mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap makanan yang tersedia di
5
lingkungannya. Selain itu, kebiasaan makan udang adalah dengan cara makan
sedikit demi sedikit tetapi sering.
2.2.3 Pengapuran
6
2.2.4 Setting Sarana dan Fasilitas Tambak
a. Pemasangan kincir
Penentuan jumlah kincir ditentukan dari padat tebar serta luas tambak yang
digunakan, kincir berkekuatan 1 HP (1 PK) diestimasi dapat memenuhi kebutuhan
oksigen untuk memproduksi sekitar 500 kg udang (WWF-Indonesia, 2014).
b. Pengisian air tandon
c. Pemasangan anco dan jembatan anco
d. Setting pipa untuk mengalirkan air dari tandon ke media
pemeliharaan
a. Adaptasi suhu
Plastik wadah benur direndam selama 15-30 menit, agar terjadi
penyesuaian suhu antara air di tambak dan didalam plastik.
b. Adaptasi udara
Plastik dibuka dan dibiarkan terapung selama 15-30 menit agar terjadi
pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
c. Adaptasi salinitas
7
2.4 Manajemen pakan
Jenis dan ukuran pakan sangat penting untuk diperhatikan dalam proses
budidaya. Hal ini untuk menentukan banyaknya pakan yang akan diberikan pada
udang sesuai dengan umur udang tersebut. Untuk kadar nutrisi pakan yang
digunakan sama pada setiap jenis pakan. Berikut adalah tabel ukuran dan jenis
pakan berdasarkan SNI 8118:2015 :
8
Tabel 1. Bentuk dan Ukuran Pakan
9
07.00 20
12.00 30
16.00 30
21.00 20
Jumlah 100
Pakan agar mampu bertahan lama juga harus disimpan ditempat yang baik.
Jika pakan disimpan dengan tidak baik akan menyebabkan kemunduran mutu
pakan yang mengakibatkan menurunnya kandungan nutrisi dalam pakan,
perubahan warna serta bau sehingga mempengaruhi daya tarik udang.
Menurut Farchan (2006), berikut adalah teknik penyimpanan pakan yang
baik :
10
2.5 Manajemen Kualitas Air
11
Dalam hal ini probiotik berperan sebagai pengurai bahan organik di
tambah menjadi senyawa sederhana sehingga dapat meningkatkan kualitas
air(Suwoyo et al., 2018). Probiotik juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas udang vanname karna menyeimbangkan mikroorganisme dalam
pencernaan agar tingkat serapannya tinggi (Purwanta & Firdayati, 2002).
Pemberian probiotik selama pemeliharaan yaitu setiap satu minggu dua kali
dengan dosis 1-2 ppm tergantung pada kondisi udang dan lingkungan. Namun
dosis yang diberikan dapat ditingkatkan antara 2-3 kali dari dosis normal apabila
lingkungan dan kondisi udang buruk ( Putra & Manan, 2019).
3. Penambahan dan Pergantian Air
Penambahan air dalam budidaya udang di tambak selain bertujuan untuk
mempertahankan tinggi air menurut WWF-Indonesia (2014), juga berfungsi
mempertahankan kualitas air seperti menambah kadar oksigen dan mencegah
naiknya bahan organik yang beracun dari dasar tambak. Pergantian air dilakukan
pada awal pemeliharaan (DOC-30) apabila masuk bulan selanjutnya pengurangan
dan penambahan air dapat ditingkat 5-30% dari ketinggian awal (Farchan, 2006).
4. Pengapuran
Dalam pengelolaan kualitas air, kapur memiliki peran dalam meningkatkan
pH tanah terutama pada saat hujan deras dimana kadar pH di tambak menjadi
menurun, mempercepat proses penguraian bahan organik, mengikat gas asam
arang (CO2) yang dihasilkan oleh pembusukan bahan organik dan pernafasan
biota air, mematikan bakteri dan parasit serta mengikat partikel-partikel (WWF-
Indonesia, 2014). Penggunaan kapur yaitu dengan cara ditebarkan langsung di
kolam dengan dosis yang diatur sesuai pH ditambak itu sendiri.
5. Penyiponan dasar tambak
12
mengurangi limbah organik yang berada di dasar tambak (Putra et al., 2014).
Penyiponan dilakukan dengan menyedot lumpur di dasar tambak dan dibuang ke
saluran outlet, kemudian ditambahkan lagi air baru dari tandon (Mustofa, 2017).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), hama adalah hewan yang berukuran
lebih besar dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan. Menurut Farchan
(2006), hama digolongkan menjadi predator (pemangsa), kompetitor (pesaing)
dan hama perusak konstruksi tambak. Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang
menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung,
yang disebabkan oleh organisme lain, pakan, maupun kondisi lingkungan yang
kurang mendukung Sachlan (1972) dalam Afrianto & Liviawati (1992).
Menurut Amri & Kanna (2006), penyakit pada udang tidak hanya disebabkan
oleh faktor internal namun juga eksternal seperti lingkungan dan pakan. Menurut
Soetomo (2000) dalam Kilawati & Maimunah (2015), lingkungan yang buruk
mengakibatkan produksi antibodi berkurang sehingga imunitas atau kekebalan
13
tubuh udang vannamei terhadap serangan penyakit menjadi berkurang
Penyebaran penyakit di lokasi tambak dapat terjadi dengan beberapa cara antara
lain karena udang yang karier, bangkai udang yang mati, kontak dengan objek
yang sudah terkontaminasi, sumber air maupun udara yang terkontaminasi
(Reksana et al., 2013). Beberapa penyakit yang menyerang udang vaname seperti
White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) dan
Acute Hepatopancreatic Necrosis Disease (AHPND) (Budiardi et al., 2005).
Dalam budidaya, biosecurity dapat diartikan sebagai prosedur tambahan pada
proses budidaya untuk melindungi biota dari organisme pembawa penyakit dan
kondisi tidak sehat lainnya (Pruder, 2004). Upaya perlindungan tersebut dapat
dilakukan dengan vaksinasi, penggunaan benih bebas penyakit, pemasangan pagar
keliling (Afrianto & Liviawaty, 1992). Selain itu, manajemen kualitas air dan
pakan yang baik, monitoring dasar tambak secara intensif, dan menentukan padat
tebar yang sesuai juga harus dilakukan (Andriyanto et al., 2013). Penggunaan
bahan tambahan seperti probiotik juga dinilai mampu meningkatkan imunitas dan
mengendalikan patogen pada inang dan lingkungan (Austin, 1999).
14
ukurannya kemudian memasukkan dalam wadah dengan pemberian es curah.
Perbandingan es curah dengan udang adalah 1 : 1 (Rusmiyati, 2012).
15
BAB III
METODE PRAKTEK
Alat dan bahan yang digunakan selama praktik budidaya ini bertujuan
sebagai alat pendukung keberhasilan suatu kegiatan budidaya (Raharjo, 2017).
Alat dan bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Alat Praktek
No Nama Alat Jumlah Spesifikasi Fungsi
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Kincir air 4 Daya 1 HP; 3 phase; 380 Menyuplai oksigen,
volt; 1,6 A; 1440 RPM menghomogenkan
bahan tambahan
dengan air
pemeliharaan.
2 Pompa Air 3 2 inch ,Daya 1 HP; 3 phase; Mengisi dan
0,73 kW membuang air.
4 inch ,Daya 2 HP; 3 phase;
1,5 kW
6 inch ,Daya 5 HP; 3 phase;
380 volt; 3,7 kW
3 Termometer Jenis alkohol; ketelitian 1oC; Mengukur suhu.
range 1oC – 100oC
4 Refraktometer Ketelitian 1 ppt; range 1 – Mengukur salinitas.
100 ppt
5 Timbangan 5 Timbagan Neraca ; Menimbang pakan,
Ketelitian 0,1 g; kapasitas vitamin, rekato,
maksimal 110 kg probiotik, kapur,
Timbangan digital; dan menimbang
Ketelitian 0,01 g; kapasitas udang saat
maksimal 500 g sampling.
Timbangan pegas;
16
Ketelitian 10 g; kapasitas
maksimal 5 kg
Timbangan gantung manual;
Ketelitian 100 g; kapasitas
maksimal 10 kg
Timbangan gantung digital;
Ketelitian 0,01 g; kapasitas
maksimal 200 kg
(1) (2) (3) (4) (5)
6 Generator set 1 3 phase; 380 volt; 30 Sumber cadangan
KVA; 45,6 A; Frekuensi listrik
50 Hz
7 Jala 1 Diameter 5 m; mesh size 3 Menangkap udang
inch
8 Ember 3 Volume 20 l Wadah pemberian
pakan, kapur, dan
probiotik.
9 3 Volume 0,5 l; bertangkai Menebar pakan,
kapur, dan
probiotik.
10 Lampu 2 400 watt; Penerangan
17
penguraian bahan organik.
5 Chlorine/ Kalsium Kandungan 60%; net Desinfektan.
hipoklorit (Ca(ClO)2 15 kg
6 Probiotik Bakteri jenis Menumbuhkan bakteri baik
Bacillus sp. dan mendekomposisi bahan
organik.
18
3.4 Metode Kerja
Metode kerja yang dilakukan pada praktek keahlian adalah sebagai berikut:
19
3.4.5 Monitoring Pertumbuhan
3.4.7 Panen
3.4.8 Pascapanen
Kegiatan pengelolaan data yang meliputi tabulasi dan sortasi data. Hasil
pengolahan data disajikan secara kuantitatif dalam bentuk tabel maupun dalam
20
bentuk gambar grafik. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Populasi(ekor )
SR (%) = x 100%
Jumla h awaltebar (ekor )
c. Biomassa
SGR (%/hari) =
LnABW 2 ( ekorg )−LnABW 1( ekorg ) x 100
Intervalwaktusampling(h ari)
21
e. Feed Convertion Ratio (FCR)
f. Feed/Day (F/D)
g. Analisis Laba/Rugi
Rumus ini digunakan untuk menenentukan laba atau rugi suatu usaha.
Rumus analisis laba/rugi menurut Farchan (2006) adalah:
22
Tabel 8. Parameter Kualitas Air
No Parameter Kualitas Air Standar
1 Suhu (℃) 28,5 – 31,5
2 Salinitas (g/L) 15 – 25
3 pH 7,5 – 8,5
4 Amoniak (mg/L) 0,01
Sumber : SNI 01-7426-2006
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
pengisian tandon menggunakan pompa 6 inch yang terhubung pada tandon
pengendapan.
24
Tahap akhir
persiapan media pemeliharaan adalah penebaran probiotik yang terdiri dari
bakteri Bacillus sp. Dosis probiotik yang digunakan adalah sebanyak 7,5 g/m3
pada petak pemeliharaan yang bertujuan supaya media air pemeliharaan blab la
bla
5.1.3 Penebaran
Seleksi benur dilakukan sebanyak 2 kali yaitu seleksi di panti
pembenihan (hatchery) dan seleksi di lokasi tambak. Seleksi bertujuan untuk
mendapatkan benur yang berkualitas. Benur yang ditebar berasal dari Hatchery
Ayen yang berumur Post Larvae (PL) 12. Umur benur ini sudah sesuai dengan
pendapat Farchan (2006) yang menyatakan bahwa udang vaname yang dapat
ditebar di tambak berumur mulai PL 9. ( lengkapi literature)
Pada saat benur sudah tiba di lokasi tambak, dilakukan uji visual, uji
stress menggunakan dan pemeriksaan kualitas air yang terdapat di dalam
kantong benur. Uji visual yang dilakukan meliputi pengamatan vibrio, aktivitas
renang, bentuk tubuh, dan warna tubuh. Uji stress dilakukan meliputi
pengamatan …. dan Parameter kualitas air yang diukur adalah salinitas pada
kantong benur. Apabila hasil pengukuran kualitas air berbeda dengan kualitas air
yang terdapat di dalam tambak, maka dilakukan aklimatisasi benur. Selain itu
dilakukan pengukuran panjang dan perhitungan jumlah benur. Nilai pengukuran
panjang dan pengamatan benur dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4 dan hasil
pengujian benur udang dapat dilihat pada Tabel 8.( Lengkapi gambar kita kalau
ada)
25
Tabel 8. Hasil pengukuran dan pengamatan benur
Hasil Pengukuran/Pengamatan
No Parameter
Benur Ayen Benur Ndaru
1 Panjang PL 10 mm 8 mm
2 Keseragaman ukuran SD: 1,4 SD: 0,9
3 Aktivitas Renang Aktif dan Menyebar Aktif dan Menyebar
4 Bentuk Tubuh Lurus Lurus
5 Warna Tubuh Transparan Transparan
26
Gambar 7. Penghitungan dan aklimatisasi benur
27
(2017), nilai ADG 0,12-0,17 gram/hari. Berikut data pertumbuhan harian rata-rata
(ADG) udang di Modul 3A disajikan pada Gambar 3.
28
denganpendapat Briggs et al. (2004), konversi pakan (FCR) pada udang vaname
berkisar 1,2 – 1,6.
29
(2017).Selain itu pengelolaan kualitas air dan manajemen pemberian pakan
diduga berpengaruh terhadap rasio tingkat kelulushidupan udang.
Selama masa pemeliharaan, suhu air pada modul 3A berada pada kisaran
25-30oC. Kondisi suhu selama masa pemeliharaan siklus ini dinilai cenderung
stabil karena kondisi musim yang kemarau. Stratifikasi atau pelapisan suhu dalam
tambak dicegah dengan penggunaan kincir sehingga suhu air di dasar dan
permukaan merata.
b) pH
30
Boyd & Litchtkoppler (1979) mengatakan bahwa pH merupakan nilai
konsentrasi ion dalam air. Nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat
menjadikan air bersifat racun. Berikut adalah data hasil pengukuran pH pada
modul 3A (lihat Gambar 6) :
Pada masa pemeliharaan, pH berada pada kisaran 7-8. Nilai tersebut terbilang
normal berdasarkan SNI 01-7426-2006. Meski demikian, pertumbuhan udang
tidak akan optimal apabila terjadi fluktuasi pH yang tajam karena dapat
menyebabkan udang stress dan tidak nafsu makan.Hal tersebut mempengaruhi
jumlah pakan yang dimakan atau tingkat efisiensi pakan yang dicerna oleh udang.
Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan pemberian kapur secara
berkala selama masa pemeliharaan, terutama di musim hujan, agar pH tetap
stabil.
c) Salinitas
Pada masa pemeliharaan modul 3A keadaan salinitas cenderung selalu berada
pada kisaran dibawah 20 g/l. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang cukup
tinggi, namun menurut Farchan (2006) kondisi tersebut masih merupakan kisaran
yang dapat ditoleransi oleh udang vanname. Perubahan salinitas yang drastis
dapat dihindari dengan melakukan pergantian air dan penggunaan kincir. Grafik
pengukuran salinitas disajikan pada Gambar 7.
31
Gambar 7. Grafik Pengukuran Salinitas
d) Amoniak
32
Gambar 8. Grafik Hasil Pengukuran Amonia
33
Laba/rugi = Pendapatan – Modal
= Rp62.340.000 - 74.400.000
= - Rp12.060.000
Pendapatan
R/C Ratio ¿
Biaya Produksi
62.340 .000
¿
65.272 .677
= 0,95
Break Even Point (BEP) merupakan suatu cara menganalisa titik impas dari
suatu usaha, yaitu nilai dimana usaha tidak mengalami baik keuntungan maupun
kerugian. BEP terbagi menjadi BEP produksi dan BEP harga.
A. BEP Produksi
Rp 70.000 .000
Modal / hargaudang/kg =
Rp56.000 /kg
= 1.250 kg
34
BEP produksi 1.250 kg artinya usaha akan memperoleh keuntungan apabila
hasil produksi minimal 1.250 kg. Total tonase hasil panen modul 3A adalah 1.200
kg, sehingga hasil produksi di modul 3A bisa dipastikan rugi.
B. BEP Harga
Biaya t etap
Biayaproduksi / hasilpanen = biaya tidak tetap
1−
total penjualan
13.844 .677
= 51.428 .000
1−
62.340 .000
= Rp 65.297
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., & Kanna, I. (2006). Budi Daya Udang Vaname Seca Intensif, Semi
Intensif, dan Tradisional. Jakarta: PT Gramedia.
Amri, K., & Kanna, I. (2008). Budi Daya Udang Vanamei Secara Intensif, Semi
Intensif, dan Tradisional.
Andriyanto, F., Efani, A., & Riniwati, H. (2014). Analisis Faktor-Faktor Produksi
Usaha Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) di
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur; Pendekatan Fungsi
Cobb-Douglass. ECSOFiM (Economic and Social of Fisheries and
Marine), 1(1).
37
Budiardi, T., Muzaki, A., & Utomo, N. B. P. (2005). Produksi Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Tambak Biocrete Dengan Padat penebaran
Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2), 109–113.
38
Ismayani, E. (2017). Manajemen Usaha Budidaya Udang Vanam ((Litopeneaus
vannamei) (Studi Kasus Tambak PT. Beroro Jaya Vanname di Kabupaten
Konawe Selatan). Universitas Halu Oleo, Kendari.
Miranti, F., Muslim, & Yulisman. (2017). Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Larva Ikan Betok (Anabas testudineus) yang Diberi Pencahayaan dengan
Lama Waktu Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 5(1), 33–44.
Pirzan, A. M., & Utojo, U. (2013). Pengaruh Variabel Kualitas Air terhadap
Produktivitas Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Kawasan
Pertambakan Kabupaten Gresik, Jawa imur. Majalah Ilmiah Biologi
BIOSFERA: A Scientific Journal, 30(3), 126–133.
Pratama, A., Wardiyanto, & Supono. (2017). Studi Performa Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) yang Dipelihara dengan Sistem Semi Intensif
pada Kondisi Air Tambak dengan Kelimpahan Plankton yang Berbeda
39
pada Saat Penebaran. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Perairan, 6(1), 10.
Purnamasari, I., Purnama, D., & Fajar Utami, M. A. (2017). Pertumbuhan Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano,
2(1), 58–67.
Putra, F. R., & Manan, A. (2019). Monitoring Kualitas Air pada Tambak
Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Situbondo, Jawa
Timur [Monitoring of Water Quality on Rearing Ponds of Vannamei
Shrimp (Litopenaeus vannamei) in Situbondo, Jawa Timur]. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 6(2), 137–142.
Riani, H., Rostika, R., & Lili, W. (2012). Efek Pengurangan Pakan Terhadap
Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) PL-21 yang Diberi
Bioflok. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3), 207–211.
40
Sandi. (2014). Manajemen Produksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 5, 5.
Sovianti, I., & Firmayanti, R. (2017). Makalah konsep dasar ipa habitat hewan
dan lingkungannya.
Sudarno, Mahasri, G., & Kismiyanti. (2014). IbM Bagi Petambak Udang
Tradisional di Desa Masaran, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang,
yang Gulung Tikar Akibat Kasus Kematian Udang yang Terus Menerus.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 6(1), 59–65.
Suwoyo, H. S., Fahrur, M., & Syah, R. (2018). Pengaruh Jumlah Titik Aerasi pada
Budidaya Udang Vaname, Litopenaeus Vannamei. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 10(3), 727–738.
41