Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL KERJA LAPANGAN

PEMBESARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI PT.


BUMI HARAPAN JAYA KABUPATEN SUMBAWA BARAT

OLEH :
ARYA ABIDMURSYID
11/313426/PN/12311

PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERIKANAN

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan perikanan budidaya merupakan salah satu unsur penting dalam sektor
perikanan di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan perannya sebagai salah satu penunjang
persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja serta mendatangkan
penerimaan negara melalui ekspor. Kegiatan perikanan budidaya juga berperan dalam
mengurangi beban sumber daya laut (Dahuri 1997). Budidaya tambak merupakan kegiatan
pemeliharaan untuk memperbanyak (reproduksi), menumbuhkan serta meningkatkan mutu
biota akuatik di dalam suatu kolam, dan agar dapat diperoleh suatu hasil yang optimal maka
perlu disiapkan suatu kondisi tertentu yang sesuai bagi komoditas yang akan dipelihara
(Effendi 2009).
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut KKP (2013), produksi udang nasional
didominasi oleh udang vannamei yaitu sebesar 54,70%. Udang windu dan udang jenis
lainnya hanya memiliki persentase sebesar 31,31% dan 13,99% dari total produksi udang
nasional. Tingginya kegiatan budidaya dan produksi udang vannamei ini tidak terlepas dari
beberapa keunggulan yang dimilki udang vannamei dibandingkan jenis udang lain, seperti
lebih tahan terhadap serangan penyakit dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat.
Selain itu, program pemerintah melalui revitalisasi tambak di beberapa wilayah juga memiliki
andil yang sangat besar dalam mendorong produksi udang nasional.
Sejalan dengan pengembangan kawasan usaha budidaya udang vannamei yang
semakin luas baik dari segmen pembenihan maupun pembesaran maka diperlukan suatu
sistem budidaya yang menguntungkan. Kegiatan budidaya udang pada segmen pembesaran
merupakan kegiatan budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan udang ukuran konsumsi.
Dalam kegiatan pembesaran, udang didorong untuk tumbuh secara maksimum hingga
mencapai ukuran panen (Haliman dan Adijaya, 2005). Mata rantai kegiatan dalam segmen
pembesaran, antara lain persiapan wadah, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan
kualitas air, pencegahan dan pengobatan penyakit serta pemanenan. Kegiatan pembesaran
udang vannamei sudah banyak dilakukan secara intensif yang ditandai dengan padat
penebaran yang tinggi. Kondisi ini menuntut agar dilakukan sistem biosecurity pada setiap
mata rantai produksi pembesaran udang agar tercipta lingkungan budidaya yang terhindar
dari bibit penyakit dan dapat menjaga kelangsungan hidup udang. (Amri dan Kanna. 2008).

P.T Bumi Harapan Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang budidaya udang di
Desa Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat. Perusahaan ini telah
menerapkan sistem biosecurity yang baik pada setiap mata rantai kegiatan pembesaran dan
memiliki fasilitas budidaya yang baik sehingga dihasilkan kualitas udang yang baik pula.
Oleh karena itu, penulis memilih P.T Bumi Harapan Jaya sebagai lokasi praktik lapangan
akuakultur untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam bidang
budidaya serta dapat mengaplikasikannya untuk masa depan.
B. Tujuan
1. Mengetahui sistem pengelolaan budidaya udang vannamei di PT Bumi Harapan Jaya.
2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi PT. Bumi Harapan Jaya dalam kegiatan
budidaya udang vannamei.
3. Manfaat
Kegiatan kerja lapangan diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman mahasiswa mengenai manajemen budidaya
perikanan khususnya dalam usaha pembesaran udang windu.
4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kerja lapangan dilaksanakan :
Lokasi

: Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang

Waktu

: 12 Januari 5 Februari 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Biologi Udang Vannamei
Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa udang vannamei memiliki nama
atau sebutan yang beragam di masing-masing negara, seperti white leg shrimp (Inggris),
crevette pattes blances (Perancis) dan camaron patiblanco (Spanyol). Udang putih pasifik
atau yang dikenal dengan udang vannamei digolongkan dalam :
Kingdom
: Animalia
Sub kingdom
: Metazoa
Filum
: Arthropoda
Sub filum
: Crustacea
Kelas
: Malacostraca
Sub kelas
: Eumalacostraca
Super ordo
: Eucarida
Ordo
: Decapoda
Sub ordo
: Dendrobranchiata
Famili
: Penaeidae
Genus
: Litopenaeus
Spesies
: Litopenaeus vannamei
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite. Seluruh tubuhnya tertutup oleh eksoskeleton yang terbuat dari bahan
kitin. Tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton)
secara periodik (molting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi,
sehingga dapat digunakan untuk beberapa keperluan antara lain : makan, bergerak dan
membenamkan diri ke dalam lumpur, menopang insang, karena struktur insang udang
mirip bulu unggas serta organ sensor seperti antenna dan antennulae (Haliman dan
Adijaya, 2005). Tubuh udang yang dilihat dari luar terdiri dari bagian, yaitu bagian depan
yang disebut cephalothorax, karena menyatunya bagian kepala dan dada serta bagian
belakang (perut) yang disebut abdomen dan terdapat ekor (uropod) di ujungnya (Suyanto
dan Mudjiman, 2001). Bentuk morfologi udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi udang vannamei (Matsudarmo dan Ranoemahardjo. 1980)

Cephalothorax udang vannamei terdiri dari antenna, antennulae, mandibula dan


dua pasang maxillae. Kepala ditutupi oleh cangkang yang memiliki ujung runcing dan
bergigi yang disebut rostrum. Kepala udang juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxilliped dan lima pasang kaki jalan (periopod). Maxilliped sudah mengalami
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan (Matsudarmo dan Ranoemahardjo.
1980). Bagian abdomen terdiri dari enam ruas, terdapat lima pasang kaki renang pada
ruas pertama sampai kelima dan sepasang ekor kipas (uropoda) dan ujung ekor (telson)
pada ruas yang keenam. Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus)
(Suyanto dan Mudjiman, 2001).
Udang vannamei bersifat nokturnal, yaitu lebih aktif beraktifitas di daerah yang
gelap. Proses perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Saat meloncat
tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Saat yang bersamaan, udang jantan
mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan
berlangsung lebih kurang satu menit. Sepasang udang vannamei berukuran antara 30-45
gram dapat menghasilkan telur yang berukuran 0,22 mm berkisar antara 100.000-250.000
butir (Adiyodi, 1970). Telur dapat menetas berkisar antara 18-24 jam pada suhu 28 C
(Saoud, 2003). Siklus hidup atau siklus produksi udang vannamei dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Siklus hidup udang vannamei (Dahuri, 1997)


Stadia nauplius adalah stadia yang pertama setelah telur menetas. Stadia ini
memiliki lima sub stadia (Dahuri, 1997). Larva berukuran antara 0,32-0,58 mm, sistem
pencernaannya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning
telur (Matsudarmo dan Ranoemahardjo. 1980).
Stadia zoea terjadi berkisar antara 15 24 jam setelah stadia nauplius. Larva
sudah berukuran antara 1,05 3,30 mm (Wiban dan Sweeney, 1991). Stadia zoea
memiliki tiga sub stadia, yang ditandai dengan tiga kali molting. Tiga tahap molting atau
tiga sub stadia itu disebut dengan zoea 1, zoea 2 dan zoea 3. Stadia ini, larva sudah dapat
makan plankton yang mengapung dalam kolom air. Tubuh akan semakin memanjang dan
mempunyai karapaks. Dua mata majemuk dan uropods juga akan muncul (Dahuri, 1997).
Lama waktu dari stadia ini menuju stadia berikutnya berkisar antara 4-5 hari (Amri dan
Kanna. 2008).
Stadia mysis memiliki durasi waktu yang sama dengan stadia sebelumnya dan
memiliki tiga sub stadia, yaitu mysis 1, mysis 2 dan mysis 3. Perkembangan tubuhnya
dicirikan dengan semakin menyerupai udang dewasa serta terbentuk telson dan pleopods.

Benih pada stadia ini sudah mampu berenang dan mencari makanan, baik fitoplankton
maupun zooplankton (Dahuri, 1997).
Saat stadia post larva (PL), benih udang sudah tampak seperti udang dewasa.
Umumnya, perkembangan dari telur menjadi stadia post larva dibutuhkan waktu berkisar
antara 12-15 hari, namun semua itu tergantung dari ketersediaan makanan dan suhu
(Dahuri, 1997). Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari. PL I berarti post
larva berumur satu hari. Saat stadia ini, udang sudah mulai aktif bergerak lurus ke depan
dan sifatnya cenderung karnivora. Umumnya, petambak akan melakukan tebar dengan
menggunakan udang yang sudah masuk dalam stadia antara PL10-PL15 yang sudah
berukuran rata-rata sepuluh millimeter (Araneda. 2008).
Di alam, populasi udang vannamei dapat ditemukan di Pantai Pasifik Barat,
sepanjang Peru bagian Utara, melalui Amerika Tengah dan Selatan sampai Meksiko
bagian Utara, yang mempunyai suhu air normal lebih dari 20 C sepanjang tahun. Udang
vannamei hidup di habitat laut tropis. Udang dewasa hidup dan memijah di laut lepas dan
larva akan bermigrasi dan menghabiskan masa larva sampai post larva di pantai, laguna
atau daerah mangrove. Secara umum, udang Penaeid membutuhkan kondisi lingkungan
dengan suhu berkisar antara 23-32 C, kelarutan oksigen lebih dari 3 ppm, pH 8 dan
salinitas berkisar antara 10-30 ppt (Amri dan Kanna, 2008).
Udang vannamei sangat toleran dan dapat bertahan hidup pada suhu yang rendah
(di bawah 15 C), walaupun pertumbuhannya akan sedikit terganggu. Sifat ini
memungkinkan budidaya udang ini di musim dingin. Namun, pertumbuhan terbaik
dicapai pada suhu berkisar antara 23-30 C, dengan pertumbuhan optimum pada suhu 30
C untuk udang muda (dengan berat rata-rata satu gram) dan suhu 27 C untuk udang yang
lebih besar (12-18 gram). Udang vannamei juga mempunyai kisaran toleransi yang tinggi
terhadap salinitas. Udang ini mampu hidup pada salinitas yang berkisar antara 0,5-45 ppt
(Boyd, 1989).
B. Teknik Budidaya Udang Vannamei
Budidaya udang di tambak (budidaya air payau) adalah kegiatan usaha
pemeliharaan atau pembesaran udang menggunakan campuran antara air laut dan air
kolam mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi ukuran yang layak dikonsumsi
(Suyanto, 2001).
Pembesaran udang vannamei dilakukan di tambak yang dikondisikan sesuai
dengan keadaan pada habitat alami udang vannamei. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam budidaya udang vannamei adalah lokasi budidaya, konstruksi tambak, penebaran,
pakan dan cara makan, pengelolaan kualitas air, penanggulangan hama dan penyakit,
panen dan pasca panen, pemasaran dan analisis usaha (Avnimelech and Ritvo. 2003).

Lim & Heryadi, (1989) menyatakan bahwa persiapan tambak merupakan langkah

awal budidaya udang vannamei, karena itu perlu diperhatikan hal-hal yang menyangkut
persiapan tambak, termasuk pemilihan lokasi. Lokasi tambak udang harus memenuhi
persyaratan tambak yang ideal, baik secara teknis maupun non teknis.
Bentuk petakan yang ideal adalah bujur sangkar. Ukuran panjang dan lebar
disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Kedalaman air tambak yang baik untuk
budidaya udang vannamei berkisar antara 150-180 cm. Saluran air dalam tambak terdiri
dari dua saluran, yaitu saluran air masuk (inlet) dan saluran air keluar (outlet). Kedua
saluran tersebut harus terpisah satu sama lain. Saluran pembuangan air tengah (central
drainage) berfungsi untuk membuang lumpur dan kotoran dari dasar tengah kolam
(Haliman dan Adijaya, 2005).
Benur udang vannamei yang akan ditebar dan dibudidayakan harus dipilih yang
terlihat sehat. Kriteria benur sehat dapat diketahui dengan melakukan observasi
berdasarkan pengujian visual, mikroskopik dan ketahanan benur. Hal tersebut bisa dilihat
dari warna, ukuran panjang dan bobot sesuai umur Post Larva (PL), kulit dan tubuh bersih
dari organisme parasit dan patogen, tidak cacat, tubuh tidak pucat, gesit, merespon
cahaya, bergerak aktif dan menyebar di dalam wadah (Araneda, 2008).
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vannamei
karena menyerap biaya yang berkisar antara 60-70 persen dari total biaya operasional.
Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan
perkembangan udang vannamei secara optimal, sehingga produktivitasnya bisa
ditingkatkan. Prinsipnya adalah semakin padat penebaran benih udang berarti
ketersediaan pakan alami semakin sedikit dan ketergantungan pada pakan buatan semakin
meningkat (Tricahyo. 1995). Udang vannamei membutuhkan pakan dengan kandungan
protein yang lebih rendah daripada udang windu. Kebutuhannya berkisar antara 18-35
persen dengan rasio konversi pakan 1:1,2 yaitu satu kilogram daging pada ikan dapat
dihasilkan dari pemberian 1,2 kilogram pakan. Hal ini tentu saja akan membuat biaya
produksi untuk pakan udang vannamei lebih rendah daripada biaya produksi untuk pakan
udang windu (Avnimelech and Ritvo. 2003).
Pakan alami lebih banyak digunakan saat udang masih berukuran kecil. Saat fase
zoea, udang akan bersifat herbivora dan memakan fitoplankton. Saat fase mysis, udang
akan bersifat karnivora, sehingga pakan yang dikonsumsi berupa zooplankton. Pakan
buatan berbentuk pellet dapat mulai dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap
panen. Namun, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus dilakukan secara cermat

dan tepat, sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan maupun kelebihan pakan
(Lim & Heryadi, 1989).
Udang vannamei termasuk golongan omnivora. Beberapa sumber pakan udang
vannamei, antara lain : udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda, polychaeta, larva
kerang dan lumut. Udang ini juga termasuk dalam pemangsa sejenis (kanibalisme).
Udang vannamei ini mencari dan mengenali pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa
getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae) yang
terdapat pada ujung anterior antennulae, bagian mulut, capit, antenna dan maxilliped.
Udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit untuk mendekati
sumber pakan. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian pakan
dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam
kerongkongan dan esofagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan
dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut (Ghufran, 2006)
Kualitas air tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan
udang vannamei secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak perlu diperiksa dan
dikontrol secara seksama (Nurdjana, 1989). Beberapa parameter kualitas air yang harus
terus diamati selama proses budidaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Kualitas Air Tambak
Parameter

Metode atau alat uji

Waktu uji

Angka referensi

Fisik
1. Suhu

Termometer

2. Kecerahan

pH meter dan kertas Pagi dan sore

Kimia
1. Nitrit

Test kit

7,5-8,5

Siang atau sore 2- 0,1 ppm


3 hari sekali

Test kit

Siang atau sore 1-3 ppm


seminggu sekali

3. Alkalinitas
5. H2S

26-30 C

pH

2. Fosfat

4. Besi (Fe)

Pagi dan sore

Titrasi asam basa

Siang atau sore

150 ppm

Test kit

2-3 hari sekali

1 ppm

Spektrofotometer

Seminggu sekali

7 ppb

6. pH
pH meter dan kertas Pagi dan sore
7. Salinitas
8. DO

7,5-8,5

pH
Refraktometer

Pagi dan sore

15-30 ppt

DO meter
Sumber : Haliman dan Adijaya (2005)

02.00-05.00

3 ppm

Organisme yang bersifat hama bagi udang vannamei adalah predator dari jenis
ikan, kepiting dan ular (Lightner, 1996). Hama golongan penyaing adalah hewan-hewan
yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan. Golongan
pengganggu biasanya akan merusak sarana tambak, seperti pematang, tanah dasar tambak
dan pintu air.
Penyakit pada udang bisa disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur maupun virus.
Parasit menyerang udang vannamei bila kualitas air tambak kurang baik, terutama pada
kondisi kandungan bahan organik yang tinggi. Pencegahan keberadaan parasit bisa
dilakukan dengan penggantian air tambak, pemakaian

probiotik dan pengelolaan

pemberian pakan. Beberapa jenis parasit yang menyerang udang vannamei yaitu
Zoothamnium, Vorticella dan Epistylis. Jamur (cendawan) juga sering dijumpai pada
udang yang sakit. Jenis cendawan yang umumnya menyerang udang antara lain
Sirolpidium sp., Halipthoros sp. dan Lagenidium spp. (Lightner, 1996).
Virus merupakan ancaman serius bagi budidaya udang, karena dapat
menyebabkan kematian udang secara massal dalam waktu singkat. Faktor pemicu
munculnya virus yaitu faktor nutrisi, lingkungan dan genetika. Beberapa virus yang
sering menyerang dan perlu diwaspadai adalah White Spot Syndrome Virus (WSSV),
Taura Syndrome Virus (TSV), dan Infectious Hypodermal Hematopoetic Necrosis Virus
(IHHNV)(Lightner, 1996).

III. METODOLOGI
A. Metode dan Tata Laksana
Kerja lapangan yang akan dilaksanakan menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Partisipatif
Mahasiswa melibatkan diri secara langsung dalam proses pembesaran udang
vannamei di PT. Bumi Harapan Jaya.

2. Metode Observasi
Pengamatan secara langsung proses pengelolaan usaha pembesaran (budidaya) udang
windu di PT. Bumi Harapan Jaya dimulai dari penebaran benih/ benur udang,
pemeliharaan, hingga pemanenan.
3. Metode Wawancara
Mahasiswa melakukan wawancara dan diskusi dengan pengurus dan petugas di PT.
Bumi Harapan Jaya.
4. Studi Pustaka
Mahasiswa mengkaji pustaka yang berkaitan dengan udang vannamei (Litopenaeus
vannamei).
B. Rencana Pelaksanaan Kerja Lapangan
Kegiatan

Okt 14
Nov 14
Jan 13
Feb 14
Mar 13
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Perijinan
Proposal
Survei
Pelaksanaan
Laporan
Ujian
Keterangan
:kegiatan

DAFTAR PUSTAKA
Adiyodi, K. G., dan R. G. Adiyodi. 1970. Endocrine Control of Reproduction in Decapod
Crustacea. Biol. Rev. 45: 121-165.
Amri, K., dan I. Kanna. 2008. Budidaya Udang Vannamei. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Araneda, M., Eduardo P. Prez, Eucario Gasca-Leyva. 2008. White shrimp Penaeus
Vannamei Culture in Freshwater at Three Densities : Condition State Based on
Length and Weight. Aquaculture 283. 1318
Avnimelech, Y., and G. Ritvo. 2003. Shrimp and Fish Pond Soil : Processes and
Management. Aquaculture. 220:549-567.
Boyd, C. E. 1989. Water Quality Management and Aeration Shrimp Farming. US Wheat
Associates.

Dahuri R, Farhan, Goenawan M. 1997. Budidaya Udang Vannamei. Gramedia. Jakarta.


Elovoora A.K, 2001. Shrimp Forming Manual. Practical Tecnology Intensive Commercial
Shrimp Production. United States Of America.
Effendi. 2009. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak dengan teknologi
intensif. Bogor.
Ghufran, M. 2006. Pemeliharaan Udang Vanname. Gramedia. Surabaya.
Haliman, R. W., dan D. Adijaya S. 2005. Udang Vannamei, Pembudidayaan dan Prospek
Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Jakarta. Penebar Swadaya.
KKP. 2013. Tren Ekspor Positif, KKP Siapkan Renacana Strategis. http://www.kkp.go.id/
[Diakses pada tanggal 27 Maret 2015].
Lightner D.V. 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Prosedures for
Diseases of Cultured Penaeid Shrimp. Baton Rouqe, Louisiana, USA. The World
Aquaculture Society.
Lim & Heryadi, D, 1989. Back Yard Usaha Budidaya Udang Skala Rumah Tangga. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Matsudarmo, B dan B.S. Ranoemahardjo. 1980. Biologi Udang Penaeid. Direktorat Jenderal
Perikanan Departemen Pertanian.
Nurdjana, H, Utojo, Tangko AM. 1989. Status, masalah, dan alternatif pemecahan masalah
pada pengembangan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Sulawesi
Selatan. Jurnal Media Akuakultur 3 (2): 118-125.
Saoud, I.P, D.A. Davis, D.B. Rouse. 2003. Suitability studies of inland well waters for
Litopenaeus vannamei culture. Aquaculture 217:373-383.
Suyanto, S., Rachmatun dan Mujiman, A. 2001. Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar
Swadaya. 87 hal.
Tricahyo. 1995. Budidaya Udang dengan Sistem Resirkulasi dan Masalahnya. P.T. Chaeron
Pokphand Indonesia: Medan.
Wyban, J.A dan Sweeney, J. 1991. Intensif Shrimp Production Tecnology. Honolulu Hawaii,
USA.

LEMBAR PENGESAHAN
Usulan Kerja Lapangan
MANAJEMEN PEMBERIANPAKAN UDANG VANNAMEI (Litopaneus vannamei)
PT. BUMI HARAPAN SEJAHTERA, KABUPATEN SUMBAWA BARAT
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
ARYA ABIDMURYSYID
11/313426/PN/12311

Usulan kegiatan ini telah disahkan dan diterima sebagai kelengkapan mata kuliah Kerja
Lapangan (PIM 3060) yang diselenggarakan oleh Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Yogyakarta,

Juni 2015

Dosen Pembimbing

Susilo Budi Priyono, S.Pi., M.Si.


NIP.
Tanggal : 10 Juni 2015 2014
Komisi Kerja Lapangan
Nomor : ..............................
Ketua Jurusan Perikanan

Komisi Kerja Lapangan

Universitas Gadjah Mada

PS Manajemen Sumberdaya Perikanan

Prof. Dr. Ir. Rustadi, M.Sc.

Noer Khasanah, A.pt., M.Si., Ph.D

NIP. 19531219 198003 1 004

NIP.

Anda mungkin juga menyukai