Anda di halaman 1dari 117

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN GURAME (Osphronemus gouramy)

DI INSTALASI BUDIDAYA AIR TAWAR PANDAAN


KABUPATEN PASURUAN, PROVINSI JAWA TIMUR

KARYA ILMIAH PRAKTEK AKHIR


PROGRAM STUDI TEKNIK BUDIDAYA PERIKANAN

Oleh :
PRAMONO TEDJO LAKSONO
NIT: 16.3.02.027

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN SIDOARJO
2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul : Teknik Pembenihan Ikan gurame (Osphronemus gouramy) Di Instalasi


Budidaya Air Tawar Pandaan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur

Nama : Pramono Tedjo Laksono

NIT : 16.3.02.027

Karya Ilmiah Praktek Akhir Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Serta
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Perikanan
Program Studi Teknik Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo
Tahun Akademik 2018/2019

Menyetujui :

Dosen Pembimbing II
Dosen Pembimbing I

Ir. Teguh Harijono, MP Ir. Moh. Zainal Arifin, MP


Tanggal : Tanggal :

Ir. Moh. Zainal Arifin, MP


Mengetahui :
Direktur
Ir. Teguh Harijono, MP Politeknik Kelautan dan Perikanan
Tanggal:
Sidoarjo
Tanggal:

Dr. Muh. Hery Riyadi Alauddin, S.Pi, M.Si.


NIP. 19740304 199903 1 002

ii
Mohsan Abrori,S.Pi,MSi

NIP. 19701230 200312 1 004


Telah Dipertahankan DI Hadapan Tim Penguji
Ujian Akhir Diploma III
Politeknik Kelautan Dan Perikanan Sidoarjo
Dan Dinyatakan LULUS
Pada Tanggal : ……………………

Penyelesaian Revisi Tanggal : ………………

Tim Penguji :

Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3

Ir. Teguh Harijono, MP Ir. Moh. Zainal Arifin, MP Mohsan Abrori,S.Pi, M.Si.
Tanggal : Tanggal : Tanggal :

Ir. Teguh Harijono, MP Ir. Teguh Harijono, MP Ir. Teguh Harijono, MP

Tanggal: Tanggal: Tanggal:

Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo

Mohsan Abrori,S.Pi, M.Si.


NIP. 19701230 200312 1 004

iii
RINGKASAN

PRAMONO TEDJO LAKSONO 16.3.02.027. Teknik Pembenihan Ikan Gurami


(Oshpronemus gouramy) di Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT) Pandaan
Provinsi Jawa Timur di bawah bimbingan Bapak Ir. Teguh Harijono, MP Selaku
Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. Moh. Zainal Arifin, MP Selaku Dosen
Pembimbing II.

Ikan gurami merupakan salah satu komoditi perikanan air tawar yang
banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan rasa dagingnya yang lezat
dan gurih. Selain disukai olah masyarakat ikan gurami juga disukai olah para
pembudidaya, karena memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan
komoditas perikanan air tawar yang lainnya. Ikan gurami juga termasuk salah
satu dari 15 jenis komoditas ikan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi
dan pendapatan petani.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan banyaknya suatu
usaha budidaya ikan sangat ditentukan oleh tersedianya benih yang tepat jumlah,
tepat waktu dan mutunya. Adapun persoalan lain yang membuat kurangnya
produksi benih gurami adalah masih terbatasnya sumber daya manusianya.
Masih banyak petani yang kurang memahami sifat dan karakter ikan gurami.
Akibatnya, tingkat mortalitas gurami cukup tinggi, terutama pada masa
pembenihan. Jadi proses pembenihan sangat mempengaruhi suatu keberhasilan
proses budidaya ikan gurami khususnya pada pembesaran.
Tingkat permintaan benih ikan gurame dari tahun 2000-2004 mengalami
peningkatan, dengan peningkatan rata-rata pertahun sebesar 42,25% (Ditjen
Perikanan Budidaya, 2007 dalam Nugroho, 2008). Menurut Ahcmad (2011),
menyatakan bahwa satu daerah yang membutuhkan ikan gurami paling tinggi
adalah Jakarta. Saat ini, pasar di Jakarta diperkirakan menyerap Gurami
konsumsi sebanyak 10 – 15 ton/hari. Untuk memenuhi pasar gurami di Jakarta,
para pemasok berburu ke Parung, Subang, Indramayu, Purwokerto,
Tulungangung dan Kediri. Namun, Sejumlah pasokan tersebut sebenarnya belum
memenuhi kebutuhan seluruhnya. Kesannya masih diperlukan peningkatan
gurami konsumsi untuk memenuhi peningkatan kebutuhan / permintaan gurami
konsumsi. Oleh sebab itu, maka kebutuhan benih akan terus meningkat.
Sehingga diperlukan pengembangan usaha pembenihan ikan gurami.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis ingin mempelajari lebih
lanjut tentang pembenihan ikan gurami (Osprhonemus goramy). Di Instalasi
Budidaya Air Tawar Pandaan Ikan ini mempunyai tugas dalam Pelaksanaan
pembinaan, pelatihan, balai diklat dan penyebaran teknologi pembenihan dan
budidaya perikanan air tawar kepada pembudidaya dan petugas teknis lapangan.
Alasan tersebut menjadi pertimbangan penulis memilih tempat KIPA Di Instalasi
Budidaya Air Tawar Pandaan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur dengan
mengambil judul Teknik Pembenihan Ikan Gurame (Osprhonemus Goramy).
Proses pembenihan yang dilakukan di IBAT Pandaan meliputi: jumlah
induk yang dipelihara sebanyak 120 jantan dan 120 betina. Induk jantan usia 2 –

iv
2,5 tahun berat 1,5 – 2 kg. Induk betina usia 2 – 3 tahun berat 2 – 3 kg. Asal
induk Tulungagung dan Magelang. Induk dipelihara dengan pemberian pakan
pelet protein 30% dosis 3% berat biomas induk, daunan hijau (papaya dan talas)
5% berat biomas, monitoring kualitas air berdasarkan parameter kualitas air,
pergantian air melalui air mengalir.
Jumlah kolam pemijahan 5 buah luas tiap kolam 196 m2. Persiapan
meliputi pengeringan 2 – 3 hari atau disesuaikan dengan cuaca, pengapuran
dengan kapur pertanian (CaCO3) dosis 25 gram/m2, pengisian air 80% dari tinggi
kolam 100 cm. b. Persiapan sarang
Di IBAT Pandaan kerangka sarang dari keranjang sampah plastik
dengan diameter 40 cm dan diletakkan sekitar 10-15 cm dari permukaan air
kolam dipasang dengan tiang pancang. Disekitar kolam dipasang bahan sarang
yang terbuat dari ijuk yang disebar didekat keranjang. Jumlah sarang tiap kolam
11 buah total 66 sarang. Produktivitas sarang 64 buah.
Seleksi induk dengan beberapa kriteria antara lain umur jantan dan
betina diatas 2 tahun. Panjangnya diatas 30 cm. Untuk bobot jantan 2 - 4 kg dan
betina 3 – 5 kg.
Pemijahan dilakukan secara alami dengan metode berpasangan secara
masal. Perbandingan induk jantan dan induk betina adalah 1 : 1. Padat tebar
induk 40 ekor/m 2. Biasanya berlangsung setelah 15-30 hari induk dilepas ke
kolam pemijahan. Induk jantan akan membuat sarang yang dapat berlangsung
1-2 minggu. Waktu pemijahan biasanya terjadi pada sore. Induk dimonitor dan
dikontrol dalam hal pakan dan kualitas air.
Di IBAT Pandaan pengecekan telur dilakukan setiap hari. Pengecekan
dilakukan dengan mengecek kondisi fisik lingkungan kolam dan sekitar sarang
kemudian pengecekan lanjutan dengan meraba sarang. Pengecekan di pagi
atau sore hari.
Panen telur dilakukan di pagi atau sore hari. Cara panen dengan
mengambil sarang dari keranjang, buang sebagian ijuk dan sisakan sedikit
bersama telur. Posisikan telur tengkurap bersama sarang pada ember. Segera
sortir dan tebar di wadah penetasan. Total telur 82.542 butir dari 26 sarang.
Telur ditetaskan pada wadah akuarium. Total akuarium di hatcery 75
buah. Ukuran masing – masing 30 liter. Padat tebar telur 1000 – 1805 butir.
Daya tetas telur dari 82.542 butir menetas 81.362 dengan HR 98,2%.
Larva dipelihara dalam akuarium selama 30 hari. 10 hari pertama tidak
diberi pakan apa – apa karena masih memakan kuning telur, 10 hari kedua
diberi pakan artemia, 10 hari ketiga diberi pakan artemia dan cacing sutra.
Pemberian pakan 2 kali sehari pagi dan sore hari. Monitoring kualitas air tetap
dilakukan. Tiap akuarium diberi aerasi 2 buah.
Setelah 30 hari di hatchery, benih didederkan pada pendederan 1 lalu
pendederan 2. Waktu mau di tebar di pendederan sebaiknya dilakukan pada
pagi atau sore hari. Dilakukan aklimatisasi sebelum tebar. Pendedean 1 SR
97,38% berhasil didederkan 77,350 ekor. Pendederan 2 SR 97,54% berhasil
didederkan 55.873 ekor. Pakan yang diberi meliputi cacing sutra dan pelet yang
disesuaikan dengan bukaan mulut. Dosis 2 – 3 % erat biomas. Monitoring
meliputi pertumbuhan dan monitoring kualitas air.

v
Pengecakan dilakukan secara berkala disesuaikan dengan parameter
yang ada. Pengecekan dilakukan pada pagi dan sore hari. Kisaran suhu pada
pemeliharaan larva adalah 26,8 – 27,8 oC, dan untuk pH berkisar 7,9 – 7,5. pada
pendederan suhu 27,4 – 26,5oC, pH 7,5 – 7,2.
Selama praktek hama yang ditemukan pada kolam induk dan
pendederan adalah ikan jatul, jentrung, trisipan, lumut, udang kecil, biawak,
keong sedangkan pada hatchery tidak ditemukan. Selama proses kegiatan kerja
praktek akhir di instalasi budidaya air tawar pandaan tidak ditemukan penyakit
yang menyerang pada benih ikan gurami.
Di IBAT Pandaan pemanenan dilakukan secara panen total. Waktu
pemanenan adalah pagi hari atau sore hari untuk menghindari dari cahaya terik
matahari. Cara pemanenan adalah kurangi terlebih dahulu air media dalam
kolam hingga tersisa 40 – 30%. Seser dengan menggunakan jaring atau waring
benih yang ada di kolam secara perlahan. Pisahkan ukuran benih sebab untuk
setiap ukurannya harganya berbeda.Penetasan telur baik, dibuktikan telur dapat
menghasilkan sebanyak 82.542 butir telur dan berhasil menjadi larva sebanyak
81.362 dengan HR 98,2% dan menjadi benih ukuran kecil dengan total panen
dari hatchery sebesar 79.468 ekor dengan SR 97,2%. Pendederan yang baik,
dibuktikan dengan benih dapat tumbuh dan sehat. Dari data pendederan 1 dapat
dibuktikan dengan penebaran 79.468 ekor benih dan dapat di panen dari
pendederan 1 dengan total 77,350 ekor dengan SR 97,38%. Dari data
pendederan 2 berjumlah 4 bak yang mana jumlah tebar awal 77.350 ekor total
akhir 55.873 ekor dan SR nya 97,54%. Kualitas benih cukup baik ditandai
dengan benih ukuran seragam dan benih sehat. Saran yang bisa diberikan
untuk Instalasi Budidaya Air Tawar Pandaan (IBAT) adalah sebaiknya dilakukan
penyimpanan pakan dan penyimpanan peralatan pembenihan sesuai dengan
penerapan CBIB yang baik. Perlu diperhatikan penerapan biosecurity dan
sterilisasi alat yang lebih ketat selama proses pembenihan.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Karya Ilmiah Kerja Praktek Akhir (KIPA) ini

dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan Karya Ilmiah Praktek Akhir ini tidak lepas dari bantuan pihak-

pihak yang terkait dalam kegiatan Kerja Praktek Akhir. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo yang telah

memberikan kesempatan untuk melaksanakan Kerja Praktek Akhir.

2. Bapak Mohsan Abrori, S.Pi,M.Si selaku Ketua Prodi Teknik Budidaya

Perikanan yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Kerja

Praktek Akhir.

3. Bapak Ir. Teguh Harijono, MP dan Bapak Ir. Moh. Zainal Arifin, MP selaku

dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam menyusun KPA.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Kerja

Praktek Akhir.

Penulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan dalam penyusunan

Karya Ilmiah Praktek Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran demi kesempurnaan Karya Ilmiah Praktek Akhir ini.

Sidoarjo, 26 Juni 2019

Penulis

vii Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................... ii
RINGKASAN ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ivii
DAFTAR ISI........................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan ..........................................................................................3
1.2.1. Maksud .......................................................................................................3
1.2.2. Tujuan.........................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................4
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gurame .............................................................4
2.1.1. Klasifikasi Ikan Gurame .............................................................................4
2.1.2. Morfologi Ikan Gurami ................................................................................4
2.1.3. Siklus Hidup Ikan Gurami...........................................................................5
2.1.4. Sifat dan Kehidupan Ikan Gurami ..............................................................6
2.1.5. Makan dan Kebiasaan Makan Ikan Gurami ..............................................6
2.1.6. Varietas Ikan Gurami .................................................................................7
2.2. Persyaratan Lokasi Pembenihan......................................................................9
2.2.1. Faktor Teknis ..............................................................................................9
2.2.2. Faktor Non Teknis ......................................................................................9
2.3. Fasilitas Pembenihan.....................................................................................10
2.4. Pemeliharaan Induk Ikan Gurami ...................................................................10
2.4.1. Persyaratan Induk Berkualitas .................................................................11
2.4.2. Persiapan Kolam Pemeliharaan Induk ....................................................11
2.4.3. Penebaran Induk ......................................................................................12
2.4.4. Pengelolaan Pakan ..................................................................................12
2.4.5. Pengelolaan Kualitas Air ..........................................................................12
2.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit ..........................................................13

viii
2.5. Pemijahan Ikan Gurami ..................................................................................14
2.5.1. Persiapan Kolam Pemijahan dan Pemasangan Substrat atau Sarang ..14
2.5.2. Seleksi Induk Matang Gonad ...................................................................17
2.5.3. Penebaran Induk Ke Kolam Pemijahan ...................................................18
2.5.4. Proses Pemijahan ....................................................................................19
2.6. Penetasan Telur ..............................................................................................20
2.6.1. Persiapan Media Penetasan ....................................................................20
2.6.2. Proses Penetasan ....................................................................................21
2.7. Pemeliharaan Larva ........................................................................................21
2.7.1. Persiapan Media Pemeliharaan Larva.....................................................22
2.7.2. Pemeliharaan Larva .................................................................................22
2.7.3. Pengelolaan Pakan ..................................................................................23
2.7.4. Pengelolaan Kualitas Air ..........................................................................26
2.7.5. Pengendalian Penyakit ............................................................................26
2.8. Pendederan.....................................................................................................27
2.8.1. Persiapan Kolam Pendederan .................................................................28
2.8.2. Penebaran Benih......................................................................................28
2.8.3. Pengelolaan Pakan Benih ........................................................................29
2.8.4. Pengelolaan Kualitas Air ..........................................................................29
2.8.5. Pengendalian Hama dan Penyakit ..........................................................30
2.9. Monitoring Pertumbuhan ................................................................................33
2.10. Panen ............................................................................................................34
III. METODOLOGI ..................................................................................................36
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ...................................................................36
3.2. Metode Kerja Praktek Akhir ............................................................................36
3.3. Sumber Data ...................................................................................................36
3.4. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................37
3.5. Teknik Pengolahan data .................................................................................38
3.6. Analisa Data Teknis ........................................................................................38
IV. KEADAAN UMUM ............................................................................................41
4.1. Keadaan Umum Lokasi ..................................................................................41
4.1.1. Letak Geografis ........................................................................................41
4.1.2. Sejarah Berdirinya Usaha ........................................................................42
4.1.3. Struktur Organisasi ..................................................................................42

ix
4.1.4. Fasilitas pembenihan ...............................................................................43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................46
5.1. Pemeliharaan Induk ........................................................................................46
5.1.1. Persiapan Media .....................................................................................46
5.1.2. Seleksi Calon Induk ................................................................................49
5.1.3. Penebaran Induk gurami........................................................................50
5.1.4. Pengelolaan Pakan .................................................................................51
5.1.5. Pengelolaan Kualitas Air ........................................................................52
5.1.6. Pengendalian Hama dan Penyakit ........................................................52
5.2. Pemijahan Gurami ..........................................................................................53
5.2.1. Persiapan Media Pemijahan ...................................................................53
5.2.2. Proses Pemijahan ...................................................................................56
5.3. Pemanenan Telur ...........................................................................................57
5.3.1. Proses Pemanenan Telur .......................................................................57
5.4. Penetasan Telur ..............................................................................................60
5.4.1. Persiapan Media Penetasan ...................................................................60
5.4.2. Proses Penetasan ...................................................................................61
5.5. Pemeliharaan Larva ........................................................................................63
5.5.1. Penyiponan .............................................................................................63
5.5.2. Pengelolaan Pakan .................................................................................64
5.5.3. Pengelolaan Kualitas Air .........................................................................65
5.5.4. Pengendalian Hama dan Penyakit .........................................................68
5.6. Pendederan....................................................................................................68
5.6.1. Persiapan Media Pendederan ................................................................68
5.6.2. Penebaran ..............................................................................................69
5.6.3. Pengelolaan Pakan .................................................................................78
5.6.4. Pengelolaan Kualitas Air .........................................................................79
5.6.5. Pengendalian Hama dan Penyakit .........................................................83
5.7. Panen ..............................................................................................................86
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................88
6.1. Kesimpulan .....................................................................................................88
6.2. Saran ...............................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................90
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................92

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Morfologi Ikan Gurami ...........................................................................5

Gambar 2. Sosog ...................................................................................................16

Gambar 3. Bahan Sarang ......................................................................................16

Gambar 4. (1). Induk Gurame Jantan (2). Induk Gurame Betina .....................18

Gambar 5. Ukuran Segmentasi Ikan Gurami ........................................................34

Gambar 6. Lokasi IBAT Pandaan ..........................................................................41

Gambar 7 Struktur Organisasi IBAT Pandaan .....................................................43

Gambar 8. Proses Pengeringan Kolam Indukan ...................................................47

Gambar 9. Proses Pengolahan Tanah ..................................................................47

Gambar 10. Proses Pengapuran Kolam................................................................48

Gambar 11. Saluran Air Paralel IBAT Pandaan ....................................................49

Gambar 12. (1) Induk Jantan Dan (2) Induk Betina ..............................................50

Gambar 13. (a) Proses Sampling Induk Gurame (b) Penebaran Induk Gurame 51

Gambar 14. Pakan pellet pada gambar (a), daun talas pada gambar (b) ............52

Gambar 15. Pengambilan Lumut ...........................................................................53

Gambar 16. Persiapan Tiang Pancang .................................................................54

Gambar 17. Persiapan Ijuk Untuk Sarang .............................................................54

Gambar 18. Keranjang Plastik untuk Sarang Gurame ..........................................55

Gambar 19. Proses Pemasangan Sarang ............................................................55

Gambar 20. Proses Pengambilan Sarang Ikan Gurame ......................................58

Gambar 21. Persiapan Media Penetasan Telur ikan Gurame ..............................61

Gambar 22. Pemasangan Aerasi Pada Akuarium ................................................61

Gambar 23. Proses Penebaran Telur Ikan Gurame .............................................63

Gambar 24. Penyiponan Larva ..............................................................................64

Gambar 25. Seperangkat Alat Penetasan Artemia ...............................................65

xi
Gambar 26. Grafik Suhu air Hatchery ...................................................................66

Gambar 27. Grafik Hasil pH media pemeliharaan larva .......................................67

Gambar 28. Proses Pengeringan Kolam Pendederan I ........................................69

Gambar 29. Penebaran Benih Pada Pendederan 1 .............................................71

Gambar 30. Proses Penyiponan Bak Pendederan I .............................................77

Gambar 31. Grafik Suhu Pendederan ...................................................................80

Gambar 32. Grafik pH pendederan .......................................................................82

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Ciri – ciri Induk Gurami Betina dan Jantan siap piijah ............................17

Tabel 2. Kriteria Induk Siap Pijah ..........................................................................18

Tabel 3. Persyaratan Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Gurami ...................26

Tabel 4. Tahap Pertumbuhan Ikan Gurami ...........................................................34

Tabel 5. Fasilitas di IBAT Pandaan 2019 ..............................................................45

Tabel 6. Hasil Panen Telur Ikan Gurame ..............................................................59

Tabel 7. Hasil penetasan telur ikan gurame ..........................................................62

Tabel 8. Pemberian Pakan Pada Larva Ikan Gurame (81.362 ekor) ...................65

Tabel 9. Nilai Survival rate (SR%) benih hasil pemeliharaan di hatchery ............71

Tabel 10. Data tebar pendederan I di IBAT Pandaan ...........................................72

Tabel 11. Nilai Survival rate (SR%) benih hasil pemeliharaan di pendederan I ...74

Tabel 12. Tebar pendederan II ..............................................................................75

Tabel 13. Hasil SR pendederan II..........................................................................76

Tabel 14. Pemberian Pakan Benih Pendederan I dan 2.......................................78

Tabel 15. Jenis plankton di kolam pendederan .....................................................83

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Kualitas Air Kolam Induk .....................................92

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Hatchery ..........................................93

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pendederan I ....................................94

Lampiran 4. Denah Lokasi IBAT Pandaan ............................................................95

Lampiran 5. Perhitungan laju pertumbuhan ..........................................................98

Lampiran 6. Perhitungan Kebutuhan Pakan Induk Gurame .................................99

Lampiran 7. Padat Tebar Telur di Aquarium .......................................................101

Lampiran 8. Laporan Hasil Uji Kualitas Air ..........................................................103

xiv
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan gurami berasal dari perairan daerah sunda (Jawa Barat, Indonesia)

dan menyebar ke Malaysia, Thailands, Ceylon dan Australia. Pertumbuhan ikan

gurami agak lambat dibanding ikan air tawar jenis lain. Di indonesia, orang jawa

menyebutnya Gurami, Guramih, orang Sumatra ikan kalau, kala, kalui,

sedangkan di Kalimantan disebut kalui. Orang Inggris menyebutnya ‘’Giant

Gouramy’’, karena ukurannya yang besar sampai mencapai 5 kg (Sitanggang,

1999).

Ikan gurami merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang

banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan rasa dagingnya yang lezat

dan gurih. Selain disukai olah masyarakat ikan gurami juga disukai olah para

pembudidaya, karena memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan

komoditas perikanan air tawar yang lainnya. Ikan gurami juga termasuk salah

satu dari 15 jenis komoditas ikan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi

dan pendapatan petani. Hal ini terkait dengan masa pemeliharaan ikan gurami

yang lebih lama dibandingkan dengan masa pemeliharaan ikan air tawar lainnya

(Tim Karya Tani Madiri, 2009).

Tingkat permintaan benih ikan gurame dari tahun 2000-2004 mengalami

peningkatan, dengan peningkatan rata-rata pertahun sebesar 42,25% (Ditjen

Perikanan Budidaya, 2007 dalam Nugroho, 2008). Peningkatan permintaan

benih ikan gurame ini menunjukkan bahwa usaha pembenihan ikan gurame

sangat menjanjikan, namun permasalahan dalam pembenihan juga dapat timbul

seperti tingginya tingkat kematian, rendahnya fekunditas telur, rendahnya derajat

pembuahan dan penetasan telur, serta beragamnya ukuran benih pada

pemeliharaan di kolam (Nugroho, 2008).

1
2

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan banyaknya suatu

usaha budidaya ikan sangat ditentukan oleh tersedianya benih yang tepat

jumlah, tepat waktu dan mutunya. Adapun persoalan lain yang membuat

kurangnya produksi benih gurami adalah masih terbatasnya sumber daya

manusianya. Masih banyak petani yang kurang memahami sifat dan karakter

ikan gurami. Akibatnya, tingkat mortalitas gurami cukup tinggi, terutama pada

masa pembenihan. Jadi proses pembenihan sangat mempengaruhi suatu

keberhasilan proses budidaya ikan gurami khususnya pada pembesaran.

Menurut Achmad (2011), menyatakan salah satu daerah yang

membutuhkan ikan gurami paling tinggi adalah Jakarta. Saat ini, pasar di Jakarta

diperkirakan menyerap Gurami konsumsi sebanyak 10 – 15 ton/hari. Untuk

memenuhi pasar gurami di Jakarta, para pemasok berburu ke Parung, Subang,

Indramayu, Purwokerto, Tulungangung dan Kediri. Namun, Sejumlah pasokan

tersebut sebenarnya belum memenuhi kebutuhan seluruhnya. Kiranya masih

diperlukan peningkatan gurami konsumsi untuk memenuhi peningkatan

kebutuhan / permintaan gurami konsumsi. Oleh sebab itu, maka kebutuhan benih

akan terus meningkat. Sehingga diperlukan pengembangan usaha pembenihan

ikan gurami.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penulis ingin mempelajari lebih

lanjut tentang pembenihan ikan gurami (Osprhonemus goramy). Di Instalasi

Budidaya Air Tawar Pandaan Ikan ini mempunyai tugas dalam Pelaksanaan

pembinaan, pelatihan, balai diklat dan penyebaran teknologi pembenihan dan

budidaya perikanan air tawar kepada pembudidaya dan petugas teknis lapangan.

Alasan tersebut menjadi pertimbangan penulis memilih tempat KPA Di Instalasi

Budidaya Air Tawar Pandaan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur dengan

mengambil judul Teknik Pembenihan Ikan Gurame (Osprhonemus Goramy).


3

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Maksud dari pelaksanaan Karya Ilmiah Praktek Akhir ini adalah untuk

mengikuti kegiatan teknis pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy) di

Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT) Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Provinsi

Jawa Timur meliputi persiapan lahan, pemeliharaan hingga panen.

1.2.2. Tujuan

Tujuan dari Karya Ilmiah Praktek Akhir (KIPA) ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mempelajari teknis atau cara pembenihan ikan gurami (Osphronemus

gouramy) yang baik dan benar mulai dari pemeliharaan induk, pemijahan,

pemanenan telur, penetasan telur, pemeliharaan larva, pendederan, serta

panen dan pasca panen di IBAT Pandaan.

2. Untuk mengetahui hasil produksi, jumlah dan kualitas benih ikan gurami

(Osphronemus gouramy) yang dihasilkan oleh IBAT Pandaan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gurame

2.1.1. Klasifikasi Ikan Gurame

Didalam buku Saani (1984) dalam Kordi (2010), gurami disebut hanya

mempunyai satu spesies, yaitu Osphronemus gourami, sedangkan di dalam buku

Kottelet et al (1993) dalam Kordi (2010), dicacat tiga spesies, yaitu Osphronemus

gourami, O. laticvalus dan O. Septemfasciatus. Namun demikian, spesies yang

umum dikenal adalah Osphronemus gourami.

Secara taksonomik, ikan gurami klasifikasikan adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Perciformes

Family : Osphoronemidae

Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus gourami

Nama Inggris : gourami atau giant gouramis

Nama Lokal : gurami, gurameh, gurame, gerameh, kala, koloi, kalau dan kalui

2.1.2. Morfologi Ikan Gurami

Ikan gurami memiliki bentuk badan oval agak panjang, pipih dan

punggung tinggi. Mulut kecil, dengan rahang atas dan bawa tidak rata. Dibagian

rahang terdapat gigi kecil berbentuk kerucut. Deretan gigi sebelah luar lebih

besar dibandingkan dengan gigi sebelah dalam. Ikan yang sudah tua memiliki

dagu menonjol. Badan berwarna kecoklatan dengan bintik hitam pada sirip dada

dan ukuran sisiknya besar. Pada jari pertama sirip perut terdapat alat peraba

berupa benang panjang. Pada gurami muda, di depan sirip duburnya terdapat

bintik hitam dengan pinggiran kuning atau keperakan dan di depan sirip dada

4
5

terdapat bintik-bintik hitam yang menandakan bahwa gurami itu masih muda.

Pada ikan yang sudah tua, terdapat duri di sirip punggung dan sirip dubur yang

ukurannya akan semakin besar (Agung, 2007). Morfologi ikan gurami dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi Ikan Gurami


Sumber : Agung (2007)

2.1.3. Siklus Hidup Ikan Gurami

Gurami berkembangbiak sepanjang tahun dan tidak tidak tergantung

pada musim. Kematangan kelamin biasanya dicapai saat gurami berumur 2-3

tahun. Sebelum induk betina bertelur, induk jantan akan membuat sarang untuk

meletakkan telur. Sarang berdiameter 30 – 40 cm ini diletakkan di tempat yang

bersembunyi. Setelah induk betina meletakkan telur ke sarang, induk jantan akan

membuahi telur tersebut. Induk jantan juga akan menjaga telur hingga menetas.

Biasanya telur akan menetas setelah berumur 5 hari. Usai perkawinan, menjaga

keturunan menjadi kewajiban induk betina. Telur yang menetas menghasilkan

larva yang akan terus tumbuh membesar (Agung, 2007).

Ikan gurami termasuk penyayang anak, hal ini terlihat dari ikan gurami

melindungi anak-anaknya dengan membuat sarang yang nyaman, mencukupi


6

oksigen dengan mingipas-ngipaskan siripnya-siripnya kearah sarang dengan

meronda secara bergiliran dari serangan pemangsa (Resapati dan Budi, 1993).

2.1.4. Sifat dan Kehidupan Ikan Gurami

Gurami termasuk golongan ikan labyrinthici, sebangsa ikan yang memiliki

alat pernapasan insang dan insang tambahan (labirin). Labirin adalah alat

pernapasan berupa selaput tambahan yang berbentuk tonjolan pada tepi atas

lapisan insang pertama. Pada selaput ini terdapat pembuluh darah kapiler

sehingga kemungkinan gurami untuk mengambil oksigen langsung dari udara

sehingga dapat bertahan hidup pada perairan yang kurang oksigen (Tim Karya

Tani Mandiri, 2009).

Bentuk tubuh yang pipih dan tinggi (compres) serta bentuk sirip ekor

setengah lingkaran merupakan ciri bahwa gurame ikan penghuni air tenang,

dengan dasar perairan yang tidak terlalu keras dan berlumpur. Dasar kolam

yang keras dapat merusak tubuh gurami ketika menggosok-gosokan tubuhnya,

terutama jika sedang mengalami sedikit stress. Sementara dasar kolam yang

berlumpur mudah di aduk-aduk gurame. terutama pada waktu mencari makan

yang menyebabkan pernapasan dan pengilahatan gurame terganggu. Suhu

optimal habitat gurame berkisar 24-300C. Kandungan oksigen berlarut di perairan

3-5 ppm. Sementara derajat keasaman (pH) berkisar 7-8.

2.1.5. Makan dan Kebiasaan Makan Ikan Gurami

Gurame termasuk ikan pemakan segala (omnivora). Larva ikan gurami

yang baru menetas mempunyai cadangan makanan yang berupa kuning telur

yang ada pada tubuhnya. Selama 5-7 hari sisa-sisa kuning telur ini cukup

memberikan energi (Respati dan Budi, 1993). Setelah kuning telur habis, gurame

biasanya memakan binatang renik (retifera, infusoria, moina, daphnia) yang

hidup sebagai perifiton (melayang dalam kolam air). Benih gurame lebih

menyenangi larva serangga crustaceae, zooplankton, dan cacing sutra.


7

Setelah besar gurame lebih berkecenderungan memakan dedaunan dari

tumbuhan air (herbivora). Pakan dan kebiasaan ikan gurame bisa berubah

sesuai dengan keadaan lingkungan hidupnya. Dalam lingkungan yang berbeda,

ikan lebih bergantung atau berkolerasi dengan ketersediaan makanan (Respati

dan Budi, 1993).

Menurut Gufron (2010), Dengan memberikan pakan yang bergizi, gurame

akan tumbuh lebih cepat dibanding dengan hanya memberikan pakan daun –

daunan. Pakan gurami yang minimal mengandung 20% protein diyakini sudah

dapat memacu pertumbuhan gurami saat dibudidayakan.

2.1.6. Varietas Ikan Gurami

Pada umumnya masyarakat mengenal ikan gurami hanya memiliki satu

spesies saja, yaitu Osphronemus Gouramy, Menurut Agung (2007), adapun

jenis-jenis ikan gurami sebagai berikut.

1. Varietas Jepun atau Gurami Jepang atau Japanoca gourami memiliki sisik

tidak terlalu besar, tubuhnya pendek, panjang tubuh maksimum 45 cm dan

beratnya hanya mencapai 3,5 kg. Warna tubuh putih abu-abu dan kemerah-

merahan.

2. Varietas Soang, atau lebih sering disebut Gurami Angsa bewarna putih abu-

abu, memiliki sisik yang lebar, ukuran badan lebar dan panjang. Panjang

maksimum dapat mencapai 65 cm dan berat 8-12 kg. Pada proses pembiakan

lebih pesat dan mampu menghasilkan telur mencapi 5.000-7.000 butir.

Pertumbuhannya lebih cepat dibanding varietas yang lain. Disebabkan karena

gurami jenis soang lebih rakus, dan merespon makanan lebih cepat. Dalam

waktu 6 bulan, benih yang ditebar debgan berat 100 gr/ekor dapat tumbuh

mecapai 700 gr/ekor. Pada varietas lain membutuhkan waktu sampai 9 bulan.
8

3. Varietas Blausafi, berwarna merah muda cerah. Berat maksimum dapat

mencapai 2 kg. Telur yang dihasilkan oleh seekor induk dalam setiap kali

pemijahan antara 5.000 – 7.000 butir.

4. Varietas Paris, berwarna merah muda cerah pada tubuh dan warna putih

pada kepalanya. Mempunyai sisik agak halus. Terdapat bintik bintik hitam di

sekujur tubuhnya. Berat mencapai 1,5 kg dan kemampuan bertelur antara

5.000 – 6.000 butir.

5. Varietas Porselen, berwarna merah muda cerah dan kepalanya relatif kecil.

Dibandingkan gurami varietas lain, gurami porselen lebih unggul dalam

menghasilkan telur. Jika induk lain setiap sarangnya dapat menghasilkan

2.000 – 7.000 butir, porselen mampu menghasilkan 10.000 butir telur dalam

sekali pemijahan. Oleh karena itu, gurami porselen disebut sebagai gurami

pilihan (top of the top).

6. Varietas Bastar, atau yang lebih dikenal dengan gurami pedaging

mempunyai sisik besar dan berwarna agak kehitam hitaman. Dalam satu

keturunan, gurami ini selalu tumbuh lebih cepat dari jenis lainnya. Namun telur

yang dihasilkan sangat sedikit yaitu antara 2.000 – 3.000 butir dalam sekali

pemijahan.

7. Varietas Kapas, berwarna putih keperakan. Sisiknya kasar dan besar.

Varietas kapas juga tergolong cepat tumbuh. Dalam waktu 13 bulan dapat

mencapai 1 kg/ekor. Namun, produksi telurnya sedikit, sekitar 3.000

butir/setiap kali pemijahan.

8. Varietas Batu, berwarna hitam merata dan sisiknya kasar. Varietas ini

tergolong lambat tumbuh. Dalam waktu 13 bulan hanya mencapai 0,5 kg/ekor,

terhitung sejak telur menetas.


9

2.2. Persyaratan Lokasi Pembenihan

Menurut Mahyuddin (2009), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

dalam penentuan lokasi, tetapi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu faktor teknis dan nonteknis.

2.2.1. Faktor Teknis

a. Lokasi mempunyai sumber air yang cukup sepanjang tahun, baik pada musim

hujan maupun musim panas .

b. Lokasi mempunyai sumber air yang cukup sepanjang tahun, baik pada musim

hujan maupun musim panas.

c. Lokasi hendaknya jauh dari limbah pabrik maupun limbah rumah tangga.

d. Lokasi memiliki tanah yang subur banyak ditemukan dan tumbuh berbagai

pakan alami didasar tanah tersebut.

e. Kualitas air di lokasi harus mendukung pertumbuhan dan kelangsungan ikan.

2.2.2. Faktor Non Teknis

Faktor non teknis adalah faktor – faktor yang mempengaruhi secara tidak

lansung terhadap untung ruginya usaha dalam budidaya ikan (Mahyuddin, 2009).

Faktor – faktor tersebut yaitu:

a. Lokasi harus mempertimbangkan dalam kemudahan memperoleh sarana

produksi.

b. Lokasi dekat dengan pasar dan masyarakat.

c. Keamanan lokasi terjamin.

d. Sumber daya lingkungan sekitar mendukung kegiatan usaha.


10

2.3. Fasilitas Pembenihan

Fasilitas pembenihan menurut Agromedia (2007), meliputi:

1. Kolam pemeliharaan induk : berfungsi untuk mempersiapkan kematangan

telur dan memelihara kesehatan induk. Kolam ini berupa kolam tanah yang

luasnya sekitar 10 meter persegi dengan kedalaman minimum 50 cm dan

kepadatan kolam berisi 20 ekor betina dan 10 ekor jantan (Agromedia, 2007)

2. Kolam pemijahan : berfungsi sebagai tempat pemijahan antara induk betina

dan induk jantan. Kolam tanah dengan luas 200-300 meter2. Dalam kolam

ini, untuk satu ekor ikan dewasa memerlukan luas 2 – 10 meter persegi.

Dengan kedalam air 75 – 100 cm. Bagian dasar kolam sebaiknya diberi pasir

(Agromedia, 2007).

3. Kolam pemeliharaan benih atau kolam pendederan: Luas kolam ini tidak

lebih dari 50 – 100 m2 dengan kedalaman air 30 – 50 cm. kepadatan benih

sebaiknya 5 – 50 ekor/m2. Lama pemeliharaan benih dalam kolam 3 – 4

minggu, benih ikan berukuran 3 – 5 cm (Agromedia, 2007).

4. Peralatan pendukung pembenihan: diantaranya substrat sarang, wadah

sarang, saringan air, aquarium, sumber listrik, blower atau aerator, pompa

air, ginset, seser, scopnet, heather, thermometer, secchi disk, jaring atau

hapa, alat pengangkutan benih dan obat – obatan (Tirta, 2011).

2.4. Pemeliharaan Induk Ikan Gurami

Menurut Mahyuddin (2009), menyatakan bahwa induk maupun calon

induk yang akan dipijahkan dipelihara dalam kolam khusus, yaitu kolam

pemeliharaan induk. Tujuannya untuk mempercepat proses pematangan gonad

(telur dan sperma) induk serta menjaga kesehatan induk. Induk maupun calon

induk gurami jantan dan betina hendaknya dipelihara secara terpisah. Tujuannya

untuk menghindari pemijahan diluar kehendak, mempercepat proses

pematangan gonad dan penjadwalan pemijahan dapat dilakukan lebih tepat.


11

2.4.1. Persyaratan Induk Berkualitas

Menurut Mahyuddin (2009), Ciri – ciri induk unggul dan berkualitas

sebagai berikut:

a. Pertumbuhannya cepat.

b. Kondisi tubuh sehat dan bentuk badan normal (tidak cacat).

c. Gerakan normal dan lincah.

d. Susunan sisik rapi dan teratur lincah dan mengkilap, serta tidak ada luka.

e. Umur produktif induk betina 4 – 10 tahun dan induk jantan 3 – 7 tahun.

f. Berat induk betina dari 2 kg/ekor. Berat induk jantan lebih besar dari induk

betina.

g. Induk betina mempunyai badan relative panjang, perut menggembung

dan warna badan relative lebih terang/cerah. Sedangkan induk jantan

bagian perut dekat anus lancip, gerakannya lincah dan berwarna tubuh

gelap.

h. Induk jantan, dipilih yang berdagu besar dan tebal.

2.4.2. Persiapan Kolam Pemeliharaan Induk

Menurut Mahyuddin (2009), menyatakan bahwa kolam pemeliharaan

induk dapat berupa kolam tanah atau kolam tembok, tetapi dasar kolam tetap

tanah. Kolam dasar tanah akan merangsang dan mempercepat induk gurami

matang gonad. Pada kolam tanah, sebaiknya dilapisi dengan anyaman bamboo,

agar dinding pematang tidak mudah rusak, longsor dan bocor, aman dari

predator. Pada kolam induk harus ada pintu pemasukkan dan pengeluaran air.

Sehingga mempermudah dalam pengeringan dan pergantian air. Air pada kolam

induk diusahakan jernih, tenang dan mengalir.

Tahapan yang perlu dilakukan untuk menyiapkan kolam induk gurami ini

antara lain melakukan pengeringan tanah serta perbaikan pematang. Setelah

dilakukan pengeringan, dilakukan pengapuran untuk menetralkan pH tanah dan


12

memutus pathogen yang terdapat di dalamnya. Setelah itu dilakukan pengisian

air (Mahyuddin, 2009).

2.4.3. Penebaran Induk

Induk gurami yang sudah diseleksi kemudian dipindahkan ke kolam

pemeliharaan. Pelepasan induk dalam kolam harus dilakukan secara hati-hati

agar induk tidak stress. Penebaran induk dilakukan pagi atau sore hari, ketika

suhu tidak terlalu panas. Lebih baik lagi apabila kolam induk diberi naungan yang

berfungsi untuk menahan sinar matahari berlebih (Sunaryo, 2005). Induk jantan

dan betina dipelihara pada kolam yang berbeda, hal ini bertujuan agar tidak

terjadi pemijahan liar. Padat pada pemeliharaan induk ikan gurami adalah 1-2

ekor/m2 (SNI : 01- 6485.3, 2000).

2.4.4. Pengelolaan Pakan

Menurut Mahyuddin (2009), menyatakan bahwa, induk Gurami diberi

pakan yang bermutu baik. Pakan yang diberikan terdiri dari dua macam yaitu:

pakan tumbuhan (hijauan) dan pakan buatan (pellet). Pakan tumbuhan yang

diberikan berupa daun – daunan seperti daun sente, talas, ketela pohon, kacang

hijau, kangkung dan daun papaya. Pakan tumbuhan diberikan sebanyak 5 – 10%

dari berat total bobot ikan per hari.

Jumlah daun – daunan yang diberikan sebanyak 8% dari total berat

badan dan pakan pellet diberikan sebanyak 1% dari berat total tubuh ikan. Pakan

pellet yang diberikan dengan kandungan protein minimal 25% (Tirta, 2011).

2.4.5. Pengelolaan Kualitas Air

Menurut Mahyuddin (2009), menyatakan bahwa pengelolaan kualitas air

pada induk ini bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang optimal bagi ikan

agar tetap bisa hidup dan tumbuh maksimal. Prinsip dalam pengelolaan air

adalah penggantian dengan air baru yang bermanfaat (oksigen) dan membuang

bahan yang tidak bermanfaat, bahkan membahayakan keluar dari kolam


13

budidaya, seperti sisa pakan, kotoran ikan dan amoniak (NH 3 ). Fases dan sisa

pakan tersebut akan menghasilkan amoniak yang bersifat beracun dan dapat

menghambat pertumbuhan ikan sehingga harus dibuang. Pergantian air di kolam

dilakukan secara periodic 3 – 4 minggu sekali.

2.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Menurut Sunaryo (2005), pengendalian hama dan penyakit sebaiknya

dilakukan sejak persiapan kolam. Hal ini lebih baik dari pada pengobatan.

Pengobatan membutuhkan biaya yang mahal dan meningkatkan kekebalan

terhadap penyakit tertentu serta gangguan pada lingkungan secara umum.

Menurut Sitanggang (1999), ada beberapa hama dan penyakit yang

menyerang ikan gurami adalah sebagai berikut.

1. Hama

Bagi gurame musuh yang paling utama adalah gangguan dari ikan

liar/pemangsa dan beberapa jenis ikan peliharaan seperti tawes, gurame dan

sepat. Musuh lainnya adalah biawak, katak, ular dan bermacam-macam burung

pemangsa.

2. Penyakit

Gangguan yang dapat menyebabkan matinya ikan adalah penyakit yang

disebut penyakit non parasiter dan penyakit yang disebabkan parasit. Gangguan

non parasiter bisa berupa pencemaran air seperti adanya gas-gas beracun

berupa asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau

kelainan tubuh karena keturunan. Penanggulangannya adalah dengan

mendeteksi keadaan kolam dan perilaku ikan-ikan tersebut. Memang diperlukan

pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk mengetahuinya. Ikan-ikan yang

sakit biasanya menjadi kurus dan lamban gerakannya. Gangguan lain yang

berupa penyakit parasiter, yang diakibatkan oleh bakteri, virus, jamur dan
14

berbagai mikroorganisme lainnya. Bila ikan terkena penyakit yang disebabkan

parasit, dapat dikenali sebagai berikut :

a. Penyakit pada kulit : pada bagian-bagian tertentu berwarna merah terutama di

bagian dada, perut dan pangkal sirip.

b. Penyakit pada insang : tutup insang mengembang. Lembaran insang menjadi

pucat, kadang-kadang tampak semburat merah dan kelabu

c. Penyakit pada organ dalam : perut ikan membengkak, sisik berdiri.

Pencegahan timbulnya penyakit ini dapat dilakukan dengan mengangkat ikan

dan melakukan penjemuran kolam beberapa hari agar parasit pada segala

stadium mati. Parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan

pinset.

2.5. Pemijahan Ikan Gurami

2.5.1. Persiapan Kolam Pemijahan dan Pemasangan Substrat atau Sarang

Menurut Mahyuddin (2009), tahapan persiapan kolam pemijahan adalah

sebagai berikut ini:

a. Kolam dikeringkan selama 3 – 7 hari, tergantung cuaca dan ketebalan

lumpur kolam.

b. Perbaikan pematang, membersihkan dari semua kotoran yang ada dan

masuk kekolam serta membersihkan rumput liar disekitar pematang.

c. Jika didasar kolam banyak mengandung lumpur segara dikurangi atau

dibuang.

d. Dilakukan pengapuran, pengapuran dengan dosis 100 gr/m2.

e. Pengisian air kolam dilakukan setelah persiapan kolam selesai. Kolam

pemijahan diisi dengan air bersih dan jernih dengan kedalaman 80 cm.

f. Sumber air yang digunakan untuk pemijahan harus bersih, jernih dan

memenuhi untuk persyaratan kehidupan ikan dan telur nantinya. Dalam

SNI: 01-6485.3-2000 tentang produksi benih ikan gurami kelas benih


15

sebar disebutkan bahwa kualitas air media untuk: media pemijahan, suhu:

25°C-30°C, nilai pH: 6,5-8,0 dan laju pergantian air 10%-15% per hari.

g. Kolam pemijahan yang telah terisi air kemudian dibiarkan mini mal 3 – 4

hari.

1. Persiapan Sarang

Menurut Poleng (2011), menyatakan bahwa induk gurami membuat

sarang terlebih dahulu sebelum melakukan pemijahan. Gurami meletakkan dan

menyimpan telurnya didalam sarang. Di alam, induk gurami jantan membuat

sarang yang terbuat dari rumput-rumputan kering yang disusun dipojokkan

kolam. Agar proses pemijahan gurami dapat berlangsung lebih cepat,

pembudidaya perlu menyediakan tempat kerangka sarang (sosong) dan bahan-

bahan yang diperlukan untuk membuat bahan sarang (seperti ijuk dan sabut

kelapa).

a. Kerangka Sarang (Sosog)

Kerangka sarang dapat berupa sosog, ranting-ranting pohon bila bamboo

yang cukup ditncapkan di pinggir pematang kolam. Pemakaian dengan bilah

bambu lebih praktis, hemat biaya dan induk gurami lebih fleksibel dalam

membuat sarang. Sedangkan sosog adalah anyaman bamboo berbentuk

kerucut dengan diameter lingkaran mulut sosog antara 25 – 30 cm dan

dalamnya 30 – 40 cm. jumlah sosog yang dipasang di kolam pemijahan

disesuaikan dengan jumlah induk betina (Poleng 2011). Lebih jelasnya sosog

dapat dilihat pada Gambar 2.


16

Gambar 2. Sosog
Sumber : Poleng (2011)

b. Bahan Sarang

Bahan sarang untuk pemijahan gurami dapat berupa ijuk, sabut kelapa

dan rumput-rumput kering. Namun, yang paling banyak digunakan adalah ijuk

dan sabut kelapa karena lebih praktis, murah, dan mudah didapat (Poleng,

2011).

Penempatan bahan sarang yang umum dilakukan diatas para-para yang

terbuat dari bambu diatas para-para yang terendam air atau rata dengan air

supaya mudah diambil induk jantan. Para-para bambu ini diberi kaki pada

keempat sudutnya sehingga mampu menahan ijuk/sabut kelapa yang

ditempatkan diatasnya. Oleh induk jantan, ijuk/sabut kelapa diambil dan

dipindahkan ke sosog atau bilah bambu yang ditancapkan pinggir pematang

kolam (Poleng, 2011). Lebih jelasnya bahan sarang ikan gurami dapat dilihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Bahan Sarang


Sumber: Poleng (2011)
17

2.5.2. Seleksi Induk Matang Gonad

Menurut Mahyuddin (2009), seleksi induk bertujuan untuk mengetahui

tingkat kematangan gonad induk yang dipijahkan. Adapun ciri – ciri induk ikan

gurame betina dan jantan yang siap untuk dipijahkan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Ciri – ciri Induk Gurami Betina dan Jantan siap piijah

No Induk Betina Induk Jantan

1. Perut Nampak buncit dan bagian Bentuk perutnya meruncing/lancip kearah

perutnya membesar kearah anus

belakang.

2. Perut terasa lembek/lunak jika Susunan sisik normal (tidak membuka) dan

diraba. kedua belah rusuk bagian perut membentuk

sudut tumpul.

3. Pada alat kelamin atau sekitar Aktifitas induk yang mengumpulkan bahan

anus terlihat berwarna putih sarang. Aktivitas ini menandakan bahwa

kemeraha (merah cerah) dan induk lagi membuat sarang untuk

agak menonjol. melakukan pemijahan.

4. Susunan sisik terutama dibagian Tingkah laku induk jantan yang selalu

perut dekat sirip dada sedikit beriringan dengan induk betina.

membuka (rengang).

5. Warna tubuh relative Tingkahnya sangat agresif dan

terang/cerah. pergerakannya lebih lincah.

6. Pengerakan induk lebih lamban. Alat kelamin tampak memerah serta warna

tubuh cenderung merah dan hitam terang.

Apabila ditekan bagian perut kearah

kelamin atau anus akan mengeluarkan

sperma yang berwarna putih jernih.

Sumber : Mahyuddin (2009)


18

Menurut Sulhi (2012), tidak semua induk akan siap pijah dalam waktu

bersamaan. Oleh karena itu, harus dilakukan seleksi agar dapat diketahui induk

yang sudah siap dipijahkan di kolam pemijahan. Kriteria induk yang siap

dipijahkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Induk Siap Pijah

No Betina Jantan

1. Berat 2,5 3 kg/ekor Berat 2 – 2,5 kg/ekor

2. Umur minimal 2 tahun Umur minimal 2 tahun

3. Perut membulat Tonjolan dahi terlihat jelas

4. Alat kelamin memerah Badan kekar dan lincah

5. Susunan sisik agak membuka Susunan sisik normal

6. Warna cenderung merah dan hitam Warna tubuh relative terang/cerah


terang

Sumber: Sulhi (2012)

Lebih jelasnya ciri – ciri induk jantan dan betina yang siap pijah matang

gonad dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. (1). Induk Gurame Jantan (2). Induk Gurame Betina

Sumber: Harpandi ( 2013)

2.5.3. Penebaran Induk Ke Kolam Pemijahan

Menurut Mahyuddin (2009), menyatakan bahwa induk yang telah

matang gonad dan siap dipijahkan dapat segera dipindahkan ke kolam


19

pemijahan. Pemasukkan induk ke kolam pemijahan harus dilakukan secara hati –

hati agar induk tidak stress. Masukkan induk bersama dengan wadahnya ke

dalam kolam pemijahan, biarkan gurami keluar sendiri. Pemindahan induk juga

dapat juga dengan cara mempergunakan kain halus basah. Induk dibungkus

dengan kain halus basah, kemudian diangkut dan dilepaskan bersama

pembungkusnya. Dengan cara ini kemungkinan induk jatuh karena meronta

dapat dikurangi atau dihendaki. Jika induk sampai terjatuh ke bawah atau

pematang maka akan dapat menyebabkan stress sehingga induk tidak mau

memijah.

2.5.4. Proses Pemijahan

Pemijahan gurame dilakukan secara alami dengan sistem massal.

Perbandingan induk jantan dan betina adalah 1 : 2 dengan 50 ekor induk gurame

jantan dan 100 ekor induk gurame betina. Perbandingan ini bertujuan agar

pemijahan yang dilakukan lebih efektif karena hampir semua sel ovum dapat

dibuahi oleh sel sperma (Mukti, 2005 dalam Caniago dkk., 2014).

Seminggu setelah dilepas ke kolam pemijahan, induk jantan akan

mengikuti induk betina untuk memikatnya. Setelah terpikat, induk betina akan

meletakkan telur – telurnya di sarang yang telah tersedia dan segera dibuahi

oleh induk jantan. Dalam keadaan normal, proses pemijahan biasanya

berlangsung selama dua hari setelah sarang selesai dibuat. Waktu yang dipilih

untuk memijah pada waktu sore hari, sekitar pukul 15.00 – 17.00 (Sunaryo,

2005).

Proses pengeluaran telur terjadi di depan sarang, sedangkan

pembuahan oleh induk jantan dilakukan di dalam sarang. Keberhasilan proses

pemijahan dapat diamati dengan cara memperhatikan permukaan air kolam di

sekitar sarang. Apabila di daerah tersebut tercium bau amis disertai dengan

munculnya bintik – bintik minyak dipermukaan air kolam, berarti telah terjadi
20

proses pemijahan. Proses pemijahan berlanjut terus hingga telur induk betina

habis. Apabila pemijahan selesai, sarang yang semula terbuka akan ditutup oleh

induk jantan sehingga bentuknya menjadi bulat (Sunaryo, 2005).

2.6. Penetasan Telur

Padat tebar telur 4-5 butir/cm2 dengan ketinggian air 15-20 cm.

Kepadatan dihitung per satuan luasan permukaan wadah sesuai sifat telur yang

mengambang. Untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut, didalam

media penetasan ditambahkan aerasi kecil tetapi harus dijaga agar tidak terlalu

teraduk.

Kualitas air media penetasan yang baik adalah suhu 29-30 ºC, nilai pH

6,7-8,6 dan bersumber dari air tanah. Bila air sumber mengandung karbon

dioksida tinggi, nilai pH rendah atau mengandung bahan logam (misalnya besi),

sebaiknya air diendapkan terlebih dahulu selama 24 jam. Telur akan menetas

setelah 36-48 jam (Sani, 2014).

2.6.1. Persiapan Media Penetasan

Penetasan telur gurami dapat dilakukan di berbagai wadah, seperti

akuarium, ember, baskom, paso dan kolam/bak pemijahan. Pada umumnya

penetasan telur pada pembenihan intensif menggunakan akuarium. Akuarium

yang umum digunakan berukuran 80 x 40 x 40 cm yang diisi air setinggi 15 – 20

cm dan digunakan untuk penetasan 1000 – 1250 butir telur (Kordi, 2014).

Sebelum telur dimasukan kedalam media penetasan maka dibutuhkan proses

persiapan media, berikut adalah proses persiapan media penetasan :

1) Cuci bersih wadah yang akan digunakan sebagai tempat penetasan,

upayakan benar-benar bersih dari bahan kimia atau bahan beracun dan

berbahaya lainnya dari wadah. Gunakan deterjen saat pencucian pertama

kali, lalu dapat diulang menggosok permukaan bagian dalam wadah dengan

potongan gedebog pisang (Sumanto, 2015).


21

2) Setelah wadah benar-benar bersih, isi dengan air bersih (tidak harus jernih),

dari kolam/sawah/danau/irigasi, air sumur yang sudah diendapkan 2 hari,

atau air PAM yang sudah diendapkan lebih dari 4 hari. Jangan

menggunakan air PAM yang mengandung kaporit tinggi (biasanya tercium

bau kaporit) (Sumanto, 2015).

2.6.2. Proses Penetasan

Penetasan telur membutuhkan waktu antara 36-48 jam. Pentasan telur

gurami dapat dilakukan di kolam penetasan, paso, aquarium, ataupun ember-

ember plastik. Telur yang baik berwarna kuning mengkilat. Sedang telur yang

tidak dapat menetas berwarna putih keruh. Telur-telur yang berwarna putih keruh

yang tidak bisa menetas akan membusuk sebaiknya segera dibuang karena

telur-telur yang busuk tersebut bisa menimbulkan penyakit (Sutanto, 2012).

Sebelum ditebar ke dalam akuarium, telur gurami direndam pada

malachite green oxalat dengan dosis 20 ppm. Tujuanya untuk meyucikan telur

agar tidak terserang jasat patogen (penyakit) terutama jamur (Kordi, 2014).

2.7. Pemeliharaan Larva

Larva adalah fase ikan gurame sejak menetas hingga kuning telur habis

dan mulai memperoleh makanan dari lingkungannya serta memiliki bentuk yang

berbeda dengan ikan dewasa berumur 10 hari-12 hari.

Pemeliharaan larva merupakan salah satu kegiatan paling menentukan

keberhasilan pembenihan gurami. Stadia larva ikan merupakan fase kritis dalam

hidupnya, bahkan lebih sulit dari penetasan telur. Kematian larva pada masa

pemeliharaan larva sangat tinggi. Oleh karena itu, penetasan telur dan

pemeliharaan larva harus dilakukan sangat terkontrol.

Biasanya pemeliharaan larva dilakukan hingga larva menjadi benih

ukuran biji oyong atau berat sekitar 0,5 gr/ekor dan panjang 1-2 cm. Waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai ukuran biji oyong/gabah 30-40 hari.


22

2.7.1. Persiapan Media Pemeliharaan Larva

Larva adalah fase ikan gurame sejak menetas hingga kuning telur habis

dan mulai memperoleh makanan dari lingkungannya serta memiliki bentuk yang

berbeda dengan ikan dewasa berumur 10 hari-12 hari.Pemeliharaan larva gurami

dapat dilakukan didalam ruang tertutup, dengan menggunakan wadah berupa

aquarium, ember, paso, dan bak. Pemeliharaan larva juga dapat dilakukan di luar

ruangan, tetapi sulit untuk mengendalikan faktor pengaruh cuaca, hujan, angin,

suhu, dan hama/penyakit, sehingga tingkat mortalitas larva tinggi.

Jika pemeliharaan larva dilakukan di akuarium, pada umumnya akuarium

berukuran 80 x 40 x 40 cm yang diisi air 30-40 cm, dapat dipelihara larva

sebanyak 1.000-1.500 ekor. Pemeliharaan larva di akuarium kadang dibutuhkan

pemanas air (water heater thermostat) dengan daya 75-100 watt, agar suhu lebih

stabil 27-30ºC. Perlu dilengkapi dengan aerator atau blower untuk menyuplai

oksigen ke dalam media pmeliharaan. Tekanan aerasi diatur jangan terlalu keras,

karena larva masih sangat lemah. Pada ujung selang aerator dipasangi batu

aerasi, untuk mengurangi guncangan akibat gelembung air yang terlalu besar

(Kordi, 2014).

2.7.2. Pemeliharaan Larva

Sunaryo (2005), telur gurami akan menetas dalam 2 hari, larva yang baru

menetas posisi badannya terbalik yaitu bagian perut berada diatas sedangkan

bagian bawah punggungnya berada dibawah. Larva yang baru menetas

biasanya bergelombol di sekitar substrak dan gerakkannya berputar-putar

selama 4 – 5 hari baru kemudian yang terlihat besar. Bagian tubuh sudah

lengkap dan transparan. Pada umur 12 hari cadangan makanan sudah mengecil

dan terlihat bening. Pada usia 14 hari sirip-siripnya sudah mekar dan bentuk

badan terlihat pipih sebagaimana gurami muda. Setelah telur menetas, larva

dapat terus dipelihara dicorong penetasan/Waskom sampai umur 6 hari


23

kemudian dipindahkan ke akuarium selama pemeliharaan larva, pergantian air

hanya perlu dilakukan untuk membuang minyak bila minyak yang dihasilkan

ketika penetasan cukup banyak. Sedangkan bila larva sudah diberi makan,

penggantian air dapat disesuaikan dengan kondisi air yaitu bila sudah banyak

kotoran dari sisa pakan.

2.7.3. Pengelolaan Pakan

Menurut Sunaryo (2005), pakan untuk larva gurame soang dapat berupa

pakan hidup dan pakan buatan. Penyediaan pakan tersebut bisa disiapkan

sendiri. Pakan hidup merupakan pakan ikan yang berupa hewan – hewan dan

tumbuh – tumbuhan kecil yang biasa disebut zooplankton dan fitoplankton. Jenis

pakan ini berukuran sangat kecil sehingga lebih cocok diberikan untuk benih.

Sebagai pakan, zooplankton lebih menarik perhatian benih atau larva ikan

karena bergerak. Gerakan zooplankton ini akan merangsang larva atau benih

ikan untuk memangsanya. Apabila benih ikan telah bisa mendapatkan pakannya

sendiri maka kelangsungan hidup benih ikan tersebut akan lebih terjamin.

Salah satu keuntungan pakan hidup adalah tidak akan rusak dan

terbuang percuma bila tersisa. Selain itu, pakan alami juga tidak mencemari dan

mengotori air di wadah budidaya karena kan tetap hidup. Beberapa contoh

pakan alami yang sering digunakan yaitu kutu air (moina dan daphnia), cacing

sutra (tubifek), serta azolla. Adapun pakan lain yang dapat digunakan pula untuk

pakan larva ikan gurame seperti artemia.

1. Kutu air

a. Moina, merupakan organisme yang termasuk ke dalam subordo Cladocera,

seperti halnya Daphnia. Cara perkembangbiakan maupun kebiasaan makan

Moina mirip dengan Daphnia. Bentuk tubuhnya membulat dengan garis

tengah 0,9 – 1,8 mm dan berwarna kemerah – merahan. Pada bagian perut

terdapat 10 silia dan di punggungnya ditumbuhi rambut – rambut kasar.


24

Ukuran tubuh Moina antara 500 – 1000 mikron. Umur Moina sekitar 13 hari

dan mulai bertelur setelah umur 4 hari. Moina dapat ditemui di daerah yang

mengandung bahn organic, seperti didaerah rawa – rawa yang banyak

rumput atau kayu mati. Pengembangannya dapat dilakukan dengan skala

kecil dan skala massal.

b. Daphnia, merupakan organisme yang bersifat planktonis dan bergerak aktif

dengan alat geraknya, yaitu kaki renang. Organisme ini ternasuk dalam ordo

phylopoda dan subordo Cladocera. Tubuh daphnia berbentuk lonjong pipih

dan segmen badannya tidak terlihat. Tubuh ditutupi cangkang yang terbuat

dari kitin transparan. Pada bagian belakang cangkang, ada sebuah kantong

yang berfungsi sebagai tempat penampungan dan perkembangan telur.

Ukuran tubuh daphnia antara 1000 – 5000 mikron. Didaerah yang beriklim

dingin, perkembangbiakan daphnia selama musim dingin terjadi secara

kawin. Sementara pada waktu musim panas, perkembangbiakkan terjadi

secara parthenogenesis. Daphnia hidup di air tawar, seperti danau atau

kolam, baik di daerah tropis maupun subtropis. Pengembangan daphnia

dapat dilakukan dalam skala kecil maupun masal.

2. Cacing Tubifek

Cacing tubifek dikenal juga dengan sebutan cacing rambut atau cacing

sutra. Tubuhnya berukuran kecil, ramping, bulat dan terdiri atas 30 – 60

segmen. Tubuh cacing tubifek terdiri dari dua lapis otot yang membujur dan

melingkar sepanjang tubuhnya. Panjangnya antara 10 – 30 mm dengan warna

tubuh kemerah – merahan. Species ini mempunyai saluran pencernaan berupa

celah kecil mulai dari mulut sampai anus. Cacing ini hidup berkoloni, bagian

ekornya berada di permukaan (Sunarya, 2006).


25

3. Azolla

Azolla merupakan tumbuhan paku air (aquatic fern), yng tumbuh

mengapung di permukaan air. Tumbuhan ini mampu menambahkan nitrogen

bebas dari udara dengan bantuan Anabaena azolla. Kandungan nitrogen pada

azolla segar berkisar 0,2 – 0,4 %. Oleh karena itu azolla dapat tumbuh berlipat

ganda pada umur 5 – 7 hari setelah inokulasi. Setelah 20 – 25 hari, hasil azolla

akan mencapai 20 – 25 ton/ha atau setara 40 – 50 kg.

Untuk memproduksi azolla di lahan sawah, dapat digunakan teknik

produksi berganda. Dua puluh satu hari sebelum pengolahan tanah pertama,

sawah dipertahankan agar tetap berair pada ketinggian 5 – 8 cm, kemudian

inokulasi azolla dengan dosis 200 – 500 g/m2. Setelah berumur 20 hari,

permukaan tanah akn tertutup azolla. Pada saat ini, azolla dapat dipanen untuk

pakan ikan.

4. Artemia

Artemia (Artemia salina) telah dikenal di kalangan usahawan perbenihan

udang maupun usahawan berbagai jenis ikan di Indonesia. Di kalangan ilmuwan,

jasad renik ini cukup dikenal pula oleh pakar di bidang pertanian, terutama di

subsector perikanan. Bagi masyarakat alam, jasad renik ini memang belum

begitu popular. Hal ini dapat dimaklumi karena jasad renik ini bukan hewan asli

Indonesia. Selain itu peranan jasad renik ini juga tidak berhubungan langsung

dengan kepentingan masyarkat. Kandungan protein yang amat tinggi dalam

jasad renik ini merupakan kunci rahasia sehingga peranan sebagai pakan amat

dibutuhkan. Usahawan pasti pembenihan selalu memburuny sekalipun harganya

amat mahal di pasaran.

Didalam artemia, kandungannya terdiri dari protein, karbohidrat, lemak,

air dan abu. Protein merupakan kandungan terbesar yaitu 40 – 60 %. Menurut

hasil penelitian fakultas pertenakan IPB (1994), kandungan protein di dalam


26

artemia dapat mencapai 58,58 %. Dalam penelitian yang sama kandungan nutrisi

lainnya adalah lemak 6,15 %, karbohidrat 30,15 %, abu 5,12 % dan kandungan

energy 5,02 kkal/g.

2.7.4. Pengelolaan Kualitas Air

Menurut Kordi (2014), selain sumber air dan kuantitas (jumlah) air yang

harus memadai, air yang digunakan untuk pemeliharaan larva ikan gurami harus

memenuhi kebutuhan optimal larva. Adapun persyaratan kualitas air yang

optimal bagi pemeliharaan larva ikan gurami dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Gurami

No Parameter Kualitas Air Nilai Batas


1. Suhu 29 – 30 oC
2. Ph 6,5 – 8,0
3. Oksigen Terlarut Minimal 3 ppm
4. Ketinggian Air 15-20 cm

Sumber : (SNI 01-6485.2, 2000)

2.7.5. Pengendalian Penyakit

Menurut Sitanggang (1999), penakit yang sering menyerang pada

pemeriharaan larva gurami adalah penyakit Non-parasiter. Penyakit non-

parasiter disebut juga dengan penyakit non-infeksi. Penyakit ini disebabkan oleh

kualitas media yang jelek atau penanganan budi daya yang salah. Penyakit non-

parasiter dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu penyakit nutrisi, penyakit

kejenuhan gas, dan penyakit kekurangan oksigen.

1. Kekurangan nutrisi

Penyakit ini disebabkan kekurangan asam amino dan vitamin pada

pakan. Selain itu, juga dapat disebabkan keracunan alfatokin. Penyakit ini

menyerang bagian insang dan badan bagian luar. Gejalanya adalah tutup insang

keriput, tubuh ikan bengkok, dan pertumbuhannya lambat.


27

Munculnya penyakit ini dipicu oleh kualitas pakan yang jelek atau pakan

yang sudah tercemar jamur. Karena itu, penyakit ini dapat diobati dengan

mengganti pakan yang lebih berkualitas dan memberikannya dalam jumlah yang

sesuai dengan kebutuhan.

2. Kejenuhan gas

Penyakit ini disebabkan oleh kandungan nitrogen, oksigen, dan

karbondioksida di dalam air kolam terlalu jenuh. Bagian yang terserang adalah

kulit, mata, dan insang. Penyakit ini lebih banyak menyerang benih gurami.

Gejala klinis yang timbul pada ikan yang terkena penyakit ini adalah timbulnya

gelembung udara di bagian kulit, mata, dan insang. Penyakit ini tidak menular,

tetapi jika tida ksegera diobati akan menyebabkan gangguan kronis. Penyakit ini

dapat diatasi dengan cara mengganti air atau meningkatkan kualitas air kolam.

3. Kekurangan oksigen

Penyakit ini disebabkan oleh oksigen terlarut di dalam air rendah. bagian

yang terserang adalah organ tubuh bagian dalam (paru). Penyakit ini menyerang

gurami dari semua golongan umur. Gejala klinis yang muncul adalah gurami

sering membuka tutup insang dan berkumpul di permukaan air. Munculnya

penyakit ini dipicu oleh pertumbuhan plankton yang berlebihan dan kadar bahan

organik terlarut sangat tinggi. Oleh karena itu, cara mengatasinya dapat

dilakukan dengan memperbaiki kualitas air, mengurangi bahan organik, dan

mengurangi kepadatan ikan.

2.8. Pendederan

Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih lanjutan yang dilakukan

untuk menghasilkan benih-benih gurami yang mempunyai keunggulan tertentu

dari segi keseragaman umur dan ukuran, jumlah benih yang dihasilkan, serta

rendahnya tingkat mortalitas pada setiap fase pertumbuhan. Selain itu, kegiatan

ini juga dilakukan untuk mengantisipasi kejenuhan kolam dalam hal penyediaan
28

lingkungan yang baik, serta penyediaan kebutuhan nutrient yang diperlukan oleh

benih untuk tumbuh dan berkembang (Prihartono, 2004).

Menurut SNI 01-6485.2-2000, pendederan dibagi menjadi 5 diantaranya:

1. Pendederan pertama (P I) adalah pemeliharaan benih dari tingkat larva

sampai tingkat larva sampai ke tingkat benih ukuran 1 – 2 cm.

2. Pendederan kedua (P II) adalah pemeliharaan benih tingkat ukuran 1 - 2

cm sampai tingkat benih ukuran 2 – 4 cm.

3. Pendederan ketiga (P III) adalah pemeliharaan benih tingkat ukuran 2 – 4

cm sampai ketingkat benih ukuran 4 – 6 cm.

4. Pendederan keempat (P IV) adalah pemeliharaan benih tingkat ukuran 4

– 6 cm sampai ke tingkat benih ukuran 6 – 8 cm.

5. Pendederan kelima (P V) adalah pemeliharaan benih tingkat ukuran 6 -8

cm sampai ke tingkat benih ukuran 8 – 11 cm.

2.8.1. Persiapan Kolam Pendederan

Persiapan kolam pendederan meliputi pengeringan dan pemupukan. Hal

ini dilakukan bertujuan agar kolam terbebas dari bibit – bibit penyakit dan

penumbuhan pakan alami. Menurut Agung (2007), Luas kolam pendederan yang

dipakai 50 – 100 m2. Kolam pendederan harus dikeringkan terlebih dulu sehingga

muncul retakan – retakan tanah. Setelah itu, kolam dipupuk dengan kotoran

ayam sebanyak 25 g/m 2. Pupuk dan kapur tersebut ditebar merata ke dasar

kolam terutama di bagian pemasukan air dan kolam siap diisi air. Kolam diisi air

dengan ketinggian 60 – 80 cm agar sinar matahari dapat menembus hingga

dasar kolam. Biarkan selama lima hari, setelah plankton tumbuh kemudian

ketinggian air dapat ditambah hingga mencapai 100 cm.

2.8.2. Penebaran Benih

Setelah kolam siap, kegiatan yang dilakukan adalah penebaran benih.

Benih ditebar pada pagi atau sore hari untuk mencegah stres karena tingginya
29

suhu air. Sebelum ditebar, benih diadaptasikan terlebih dulu dengan air kolam.

Caranya, biarkan wadah benih mengapung di permukaan air kolam sehingga

terjadi penyesuaian suhu. Setelah itu, buka wadah agar benih keluar dengan

sendirinya dan masuk ke kolam. Adaptasi suhu perlu dilakukan agar gurami tidak

stres ketika masuk ke kolam baru (Agung, 2007). P I padat tebar 100 ekor/m2 , P

II padat tebar 80 ekor/m 2, P III padat tebar 60 ekor/m 2, P IV padat tebar 45

ekor/m2, P V padat tebar 30 ekor/m 2 (SNI 01-6485.2, 2000).

2.8.3. Pengelolaan Pakan Benih

Sama halnya pengelolaan pakan pada tahap pemeliharaan larva,

pengelolaan pakan pada tahap pendederan dilakukan bertujuan untuk

mempercepat laju pertumbuhan benih ikan gurami. Pemberian pakan

disesuaikan dengan ukuran atau umur benih. Ikan gurami di pendederan dapat

diberi pakan berupa tepung dan pelet terapung yang jumlahnya tergantung pada

besarnya benih. Misalnya bobot benih 10 gram dapat diberikan pakan tepung

berkadar protein 36% sedangkan pada benih 10 – 50 gram diberi pakan pelet

dengan diameter 2 mm yang berkadar protein 26 %.Jika bobot ikan lebih dari 50

gram diberi pellet berdiameter 3 mm dengan kadar protein 26%. Jumlah dan

frekuensi pemberian pakan disesuaikan dengan ukuran benih. Misalnya untuk

ukuran benih gurami ukuranl di bawah 50 gram/ekor diberi pakan 4% dari bobot

badannya, dengan frekuensi 4 kali sehari. Gurami ukuran di atas 50 gram/ekor

diberi pakan 3% dari bobot badannya, dengan frekuensi 3 kali sehari (Agung,

2007).

2.8.4. Pengelolaan Kualitas Air

Menurut Agung (2007), kualitas air untuk pemeliharaan benih

gurami dilakukan dengan pengontrolan kualitas air terhadap beberapa

parameter. Hal ini bertujuan agar air media tetap stabil sehingga selama

pemeliharaan benih tidak terganggu. Kualitas air harus memenuhi beberapa


30

persyaratan karena air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah

terserang penyakit. Kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan benih gurami.

a. Kandungan oksigen dan karbondioksida, pada usaha intensif, kandungan

oksigen yang baik antara 4 – 6 mg/liter, sedangkan kandungan

karbondioksida kurang dari 5 mg/liter.

b. Derajat keasaman (pH) yang baik untuk budidaya gurami dikisaran 5 – 9.

c. Gurami akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25° – 28°C.

d. Senyawa beracun yang berbahaya bagi kehidupan gurami adalah amoniak.

Pada kisaran 0,1 – 0,3 mg/liter konsentrasi kandungan amoniak dapat

menyebabkan kematian pada gurami.

e. Tingkat kecerahan air pada suatu perairan dapat diamati

menggunakan secchi disk (pengukur kecerahan air). Nilai kecerahan yang

baik untuk pendederan ikan gurami lebih dari 45 cm.

2.8.5. Pengendalian Hama dan Penyakit

Ada beberapa penyakit yang sering menyerang pada fase pendederan,

(Sitanggang, 1999).

1. Bintik putih

Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang memiliki bulu getar, yaitu

Ichthyophthirius multifillis. Parasit ini biasanya berada di bawah lapisan epidermis

kulit. Gejala yang ditimbulkan adalah warna tubuh gurami menjadi pucat akibat

dari adanya bintik putih di seluruh badan ikan. Gurami terlihat sering menggosok-

gosokkan badannnya ke bagian dasar atau dinding kolam atau terlihat megap-

megap dan sering berkumpul di tempat pemasukan air karena kekurangan

oksigen.

Penyakit ini dapat menular melalui penggunaan peralatan yang tidak

bersih. Penularan juga dapat terjadi akibat suhu air yang rendah (kurang dari 22

C), kurang makan, atau tertular penyakit dari ikan liar.


31

2. Myxosporeasis

Penyakit myxosporeasis disebabkan oleh parasit Henneguya sp. dan

Thellohanelus sp. yang menyerang insang. Gurami yang diserang penyakit ini

biasanya sudah berumur satu bulan ke atas. Gejalanya muncul pembengkakan

di bagian insang dan badan gurami.

Penyakit ini muncul akibat kualitas air yang buruk, kandungan oksigen

terlarut rendah, dan kepadatan gurami yang terlalu tinggi. Penyakit ini dapat

menular melalui air. Pencegahannya dapat dilakukan dengan mengendapkan air

sebelum diisikan kolam. Sementara itu, penanggulangannya dilakukan dengan

mengeringkan kolam karena belum ada obat untuk menyembuhkan penyakit ini.

3. Cacing insang dan cacing kulit

Penyakit cacing insang dan cacing kulit disebabkan oleh parsit

Dactylogyriasis sp. yang menyerang benih gurami, terutama di bagian badan dan

insang. Gejalanya gurami tampak lemah, nafsu makan berkurang, dan sering

berkumpul di permukaan air karena kekurangan oksigen.

4. Kutu ikan

Penyakit kutu ikan disebabkan oleh Argulus sp. yang menyerang

dengan cara menggigit seluruh bagian badan gurame. Di sekitar bekas gigitan

akan terjadi perdarahan, yang jika dibiarkan akan semakin menghebat.

Munculnya penyakit ini dipengaruhi oleh kualitas air yang buruk. Penularan

terjadi melalui air dan kontak langsung antara gurami yang sehat dan gurame

yang sakit. Penyakit ini dapat diatasi dengan cara merendam ikan di dalam

larutan garam dapur 1,25% selama 15 menit.

5. Bercak merah

Penyakit bercak merah disebabkan oleh bakteri Aeromonas punctata

dan Aeromonas hydrophylla. Badan gurami yang terserang penyakit ini akan
32

berwarna gelap dan kulitnya menjadi kasar (akibat kekurangan lendir). Selain itu,

gurami sering muncul ke permukaan air akibat kekurangan oksigen.

Mengatasi penyakit ini dapat dilakukan dengan cara merendam gurami

di dalam larutan Oxytetracyclin 205 ppm. Perendaman dilakukan tiga kali

berturut-turut, masing-masing selama 24 jam. Mengobati bekas luka dapat

dilakukan dengan mengoleskan obat merah yang diencerkan. Satu mililiter obat

merah dilarutkan ke dalam 10 ml air, lalu dioleskan ke bagian badan gurami yang

luka.

6. Columnaris

Penyakit columnaris disebabkan oleh parasit Flexybacter columnaris

yang menyerang bagian sirip dan insang. Penyakit ini menyerang gurami dengan

berbagai umur. Gejala klinis yang muncul adalah ikan menjadi lemas, nafsu

makan berkurang, sirip rontok, dan insang terkelupas.

Penyakit ini dapat menulai melalui media air atau kontak langsung

antara ikan sehat dengan ikan yang sakit. Pencegahan dapat dilakukan dengan

melaksanakan sanitasi yang baik, mendesinfeksi peralatan, dan mengurangi

kandungan bahan organik terlarut di dalam kolam.

7. Trichodina

Penyakit trichodina disebabkan oleh parasit Trichodina sp. yang

menyerang bagian kulit dan sirip ikan. Serangan penyakit ini menyerang bagian

kulit dan sirip ikan. Serangan penyakit ini menyebabkan luka di sekujur bagian

yang diserang. Penyakit ini dapat diatasi dengan cara merendam ikan di dalam

larutan garam dapur 500-1.000 mg/l air selama 24 jam atau di dalam larutan

formalin 25 mg/l air selama 24 jam.

8. TBC

Penyakit ini dapat menimbulkan kematian hingga 30-70%. Bahkan, jika

lingkungan kurang mendukung, seperti air kotor dan suhu dingin, tingkat
33

kematiannya dapat lebih tinggi. Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya secara

kuantitas, tetapi harga jualnya pun turun karena tampilan ikan jelek. Penyakit

TBC disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium sp., terutama

Mycobacterium fortuitum.

Parasit Mycobacterium fortuitum akan menyerang gurami, terutama

yang sedang stres. Stres pada gurami dapat disebabkan oleh kualitas air yang

jelek. Kualitas air kolam yang menurun dapat disebabkan adanya tumpukan

limbah rumah tangga di dasar kolam. Keadaan ini menyebabkan bahan organik

terlarut meningkat dan pH air menurun. Pada keasaman yang tinggi, oksigen

terlarut menjadi sedikit dan bakteri yang berkembang menjadi lebih patonegik

sehingga ikan gurami mudah stres.

2.9. Monitoring Pertumbuhan

Menurut Sunarya (2006), monitoring pertumbuhan dilakukan dua

monitoring yaitu monitoring pertumbuhan panjang dan monitoring pertumbuhan

berat pada benih ikan gurami. Untuk melakukan monitoring pertumbuhan

panjang dilakukan pengambilan sampel setelah benih berusia 2 bulan

pemeliharaan di wadah larva, ukur panjang dan usahkan jangan sampai ikan

stress dan lakukan dengan cepat. Catat dan hitung pertambahan panjang rata –

ratanya. Sedangkan untuk melakukan monitoring pertumbuhan berat dilakukan

dengan cara yang sama hanya saja diukur adalah beratnya dan ditimbang di

timbangan digital. Hitung pertumbuhan rata – ratanya. Menurut Agung (2007),

Telur yang menetas menghasilkan larva yang akan terus tumbuh membesar.

Berikut tahap pertumbuhan Gurami berdasarkan umunya. Tahap pertumbuhan

Gurami dapat dilihat pada Tabel 4.


34

Tabel 4. Tahap Pertumbuhan Ikan Gurami

Umur Sebutan Ukuran Bobot Panjang

1 – 12 hari - - 0,5 cm

12 – 30 hari Biji oyong 0,5 g 0,5 – 1 cm

1 – 2 bulan Daun kelor 0,5 – 2,5 g 1 – 2,5 cm

3 bulan Silet 2,5 – 5 g 2,5 – 4 cm

4 bulan Korek api 5 – 10 g 4 – 6 cm

5 bulan Bungkus rokok 50 g 12 – 15 cm

6 bulan Telapak tangan 150 – 200 g -

9 bulan Konsumsi umum 500 g -

<1 tahun Konsumsi khusus 1 kg -

Sumber: Agung (2007).

Untuk lebih mengetahui ukuran yang dihasilkan dalam pembenihan

Gurami, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Ukuran Segmentasi Ikan Gurami


Sumber: Abi (2010)

2.10. Panen

Menurut Agung (2007), pemanenan gurami berbeda untuk tiap

tahapannya. Namun, untuk pemanenan benih pada umumnya hampir sama.

Penanganan pascapanen ikan gurami segar meliputi aktivitas pengangkutan dan

pengepakan. Jumlah ikan yang diangkut harus disesuaikan dengan kapasitas

wadah, kandungan oksigen, ukuran ikan, serta lamanya pengangkutan sehingga


35

ikan yang diangkut tetap hidup sampai tujuan. Wadah pengangkutan harus

selalu dijaga pada keadaan suhu udara yang rendah. Pengepakan harus

dilakukan pada pagi dan malam hari atau d tempat yang teduh dengan

menggunakan kantong plastic berdiameter 60 cm, panjang 125 cm, tebal 0,1

mm, dan sebaiknya rangkap dua serta diberi tambahan oksigen. Air yang

digunakan adalah air bersih dan tidak mengandung bahan yang membahayakan

ikan. Jumlah air sekitar 1/3 bagian (Agung, 2007).


III. METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kerja Praktek Akhir ini dilaksanakan di Instalasi Budidaya Air Tawar

Pandaan Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur mulai tanggal 04 Maret

sampai dengan tanggal 24 Mei 2019.

3.2. Metode Kerja Praktek Akhir

Kerja Praktek Akhir akan di laksanakan dengan menggunakan metode

survey. Menurut Nazir (2003), metode survey adalah penelitian yang dilakukan

untuk memperoleh fakta–fakta dari gejala–gejala yang ada serta mencari

keterangan–keterangan yang aktual. Sedangkan pola yang digunakan untuk

memperoleh dan meningkatkan keterampilan adalah pola magang, yaitu penulis

mengikuti serta berpartisipasi secara langsung dalam semua kegiatan yang

berhubungan dengan proses pembenihan ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

secara intensif yang dilaksanakan di tempat praktek di bawah bimbingan

pembimbing eksternal.

3.3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada Kerja Praktek Akhir ini adalah data primer

dan data sekunder. Menurut Narbuko dan Achmadi (2005), sumber data yang

digunakan dalam kegiatan PKL adalah sebagai berikut :

a. Data primer data yang didapat secara langsung atau yang diperoleh dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap objek. Data primer berupa jenis –

jenis peralatan dan bahan yang digunakan, serta urutan - urutan proses

pembenihan ikan gurami yang diterapkan. Data primer yang akan diambil

meliputi: sarana dan prasarana, pemeliharaan induk, seleksi induk,

penebaran induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva,

36
37

pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, monitoring pertumbuhan,

pengendalian hama dan penyakit dan panen.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga kepustakaan yang

terkait dengan objek yang diselidiki. Seperti buku jurnal dan laporan proses

kegiatan pembenihan, keadaan umum lokasi, keadaan unit usaha, biaya

produksi maupun sosial ekonomi (Subagyo, 1993).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam kegiatan Kerja Praktek Akhir data yang dikumpulkan adalah data

primer dan data sekunder. Menurut Nazir (2003) Data primer merupakan data

yang diperoleh dari unit KPA dengan cara:

1. Observasi partisipasi

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data

penelitian melalui pengamatan dan penelitian melalui dan penginderaan di mana

peneliti terlibat dalam keseharian informan. Sekaligus turut ambil bagian atau

berada dalam keadaan obyek yang diamati (Narbuko dan Ahmadi, 2005). Data

yang dapat terkumpul dengan cara ini, misalnya: persiapan bak pemeliharaan

induk, seleksi induk, penebaran induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan

larva, pendederan, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, monitoring

pertumbuhan dan panen, sarana dan prasarana yang tersedia.

2. Interview atau wawancara

Pengambilan data dengan cara Tanya jawab langsung (berkomunikasi

langsung) dengan pihak – pihak terkait meggunakan daftar pertanyaan (Narbuko

dan Ahmadi, 2005). Data yang dapat terkumpul dengan cara ini, misalnya:

keadaan lokasi usaha secara geografis, struktur organisasi, keadaan penduduk

sekitar usaha, penggunaan SDM sebagai tenaga kerja dan jumlah biaya produksi

khususnya pakan. Hasil dari wawancara ini merupakan pemecahan masalah jika

terjadi perbedaan antara kondisi di lapangan dan di literature dan sebagai bahan
38

dalam analisis data secara deskripsi. Proses memperoleh keterangan dengan

wawancara dengan menggunakan daftar kuisoner.

3.5. Teknik Pengolahan data

Sedangkan Naburko dan Ahmadi (2005), menjelaskan bahwa data yang

telah terkumpul baik data primer maupun sekunder selanjutnya dilakukan

pengelolaan dengan langkah berikut :

i. Editing

Kegiatan pengkajian kembali terhadap data – data yang diperoleh dari

lapangan (Narbuko dan Achmadi, 2005).

ii. Tabulating

Penyususunan data dalam bentuk tabel yang pada tahap lanjut dalam

proses analisis data dapat di baca dan mudah dimengerti (Nazir, 2003).

3.6. Analisa Data Teknis

Data teknis yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan

analisis deskriptif dengan cara membandingkan keadaan yang ada di lapangan

dengan teori yang ada sesuai literature (Suparmoko, 1995).

Munurut Narbuko dan Achmadi (2005), analisis data yang digunakan

adalah analisi deskripsi. Penggunaan analisis deskriptif bertujuan agar data

dapat disajikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa memberikan

perlakuan apapun, sehingga dapat dengan mudah mengambil kesimpulan.

Dalam analisa data teknis yang akan dianalisa yaitu tentang teknis

kegiatan dalam pembenihan ikan gurami (Osphronemus gouramy) meliputi:

persyaratan lokasi pembenihan, sarana dan prasarana pembenihan,

pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva,

pengelolaan pakan, pengendalian hama dan penyakit, pendederan dan panen.

Dari data tersebut data dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai keberhasilan

dari usaha pembenihan ikan gurami. Keberhasilan usaha pembenihan ini dapat
39

dilihat dari sarana dan prasarana dan proses pembenihan yang telah

dilaksanakan serta keberhasilan dalam pemanenan yang dinilai berdasarkan

produksi yang meliputi daya tetas dan tingkat kelulusan hidupnya, kualitas benih

meliputi ukuran, berat, kesehatan benih.

Dalam analisa data teknis ada beberapa data yang dicari untuk mengetahui

tingkat pertumbuhan dan perkembangbiakan dari benih gurami yang dihasilkan

nantinya. Data – data tersebut antara lain sebagai berikut:

Analisis data terhadap pertumbuhan ikan gurame adalah :

1. Fekunditas

Fekunditas merupakan salah satu aspek yang penting dalam biologi

perairan dikarenakan berhubungan dinamika populasi dan produksi ikan

tersebut. Perhitungan pendugaan jumlah telur berdasarkan rumus Bagenal

(1978) yaitu :
F = ( Wg / Ws ) x N

F : Fekunditas ( jumlah telur dalam satuan gonad / ikan )

Wg : Bobot ikan (g)

Ws : Bobot sub sample (g)

N : jumlah telur dalam sub sample (buah)

2. Hatching Rate (HR)

Hatching rate adalah daya tetas telur yang menetas atau jumlah telur yang

menetas. Untuk mendapatkan HR sebelumnya dilakukan sampling larva untuk

mendapatkan jumlah larva. Menurut Murtidjo (2001), HR dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

HR = A / B x 100%

HR = Hatching rate (daya tetas telur)

A = Jumlah telur yang menetas

B = Jumlah telur yang dihasilkan


40

3. SR (Survival Rate)

Survival Rate atau biasa dikenal SR adalah indeks kelulusan hidup suatu

jenis ikan dalam suatu proses budidaya dari mulai awal ikan tebar hingga ikan

dipanen. Nilainya dihitung dalam bentuk angka presentasi 0 – 100 %.

Rumus perhitungannya sendiri sebagai berikut:

Keterangan : SR : Kelangsungan Hidup Larva.

4. Produksi Benih

Pertumbuhan relatif larva ikan gurami (Oshpronemus gouramy) yang

diamati dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus (De Silva dan

Anderson, 1995 dalam Subandiyono dan Hastuti, 2014):

RGR = Wt – Wo
x 100 %
Wo x t

Dimana :

RGR = Relative Growth Rate (pertumbuhan relatif)

Wt = Bobot ikan pada akhir pemeliharaan (g)

Wo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g)

t = Lama waktu pemeliharaan (hari)


IV. KEADAAN UMUM

4.1. Keadaan Umum Lokasi

4.1.1. Letak Geografis

Lokasi Karya Ilmiah Praktek Akhir (KIPA) di Instalasi Budidaya Air Tawar

Pandaan, terletak di Jalan Raya Jogosari, Desa Jogonalan, Kecamatan

Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. terletak geografis

7o39’35”S 112o41’52”T. Luas lahan IBAT Pandaan 25.000 m 2 atau 2,5 ha.

Adapun batas - batas dari wilayah kelurahan Jogosari yaitu sebelah Utara

terdapat Kelurahan Jogonalanan. Sebelah Barat terdapat Kelurahan Petungsari.

Sebelah Timur terdapat Kelurahan Kutorejo. Sebelah Selatan terdapat Kelurahan

Karangjati.

Lokasi IBAT Pandaan dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini:

Gambar 6. Lokasi IBAT Pandaan


Sumber : Data Primer, (2019)

Sumber air yang digunakan dalam kegiatan budidaya berasal dari sungai

Jogonalan yang sumbernya berasal dari mata air Gunung Arjuno. Distribusi air

melalui saluran irigasi permanen dan air tanah (sumur bor). Air akan mengalir

secara gravitasi ke kolam – kolam dan bak – bak beton.

41
42

Pasokan air mengalami fluktuasi mengikuti musim. Selama musim

penghujan pasokan air melimpah, sedangkan saat musim kemarau pasokan air

berkurang. Debit air rata – rata di sungai Pandaan adalah 20 – 30 liter/detik.

4.1.2. Sejarah Berdirinya Usaha

IBAT Pandaan pada awalnya bernama Balai Benih Ikan Pandaan

didirikan pada tahun 1962 dan berada dibawah naungan Dinas Perikanan

Pasuruan kemudian pada tahun 1968 berganti nama menjadi Teknik Center di

bawah naungan UPBAT Kepanjen. Pada tahun 1970, Teknik Center berganti

nama menjadi Lembaga Usaha Penelitian (LUP). Pada tahun 1972 berganti

menjadi BBIAT setelah itu berganti nama menjadi Balai Induk Udang Galah

(BIUG).

Berdasarkan SK Kepala Dinas Perikanan Propinsi Jawa Timur tanggal 10

Maret berada dibawah naungan Pusat Pembenihan Udang (PPU) Probolinggo.

Pada akhir tahun 2010 BIUG berubah menjadi Unit Pengelola Budidaya Air

Tawar (UPBAT) Pandaan yang berlaku mulai tanggal 1 Juni 2010. Status ini

berdasakan peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 131 Tahun 2008 dan

mengacu pada draft keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat 1

Propinsi Jawa Timur Nomor: 061/6614116.01/2010 tanggal 30 April 2010. Pada

tahun 2014 UPBAT diganti nama menjadi Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT)

Pandaan.

4.1.3. Struktur Organisasi

Secara Kelembagaan keberadaan IBAT Pandaan yang berada di bawah

Unit Kerja UPT PBAT Umbulan. Berikut ini merupakan struktur Organisasi di

IBAT Pandaan yaitu pada Gambar 7.


43

IBAT Pandaan

ISLAKHUL MUKMIN,S.Pi

Staff Staff

MAYA KUSRIRIN,S.S NUR RATNAWATI, S.Pi

Staff Staff Staff Staff

GATOT SANTOSO MOH.SOLEH BASIRIN UMI KULSUM


WAHYUDI

Staff Staff Staff


RIBUT WAHYUDI M.SOKHIB ADE YAYAN ARIANA

Gambar 7 Struktur Organisasi IBAT Pandaan


Sumber : Data Sekunder, (2019)

4.1.4. Fasilitas pembenihan

1. Fasilitas pokok

a. Kolam dan Hatchery

IBAT Pandaan memiliki kolam dan hatchery. Kolam yang ada merupakan

tipe kolam semi permanen dan berjumlah 37 kolam. Kolam dibagi menjadi 3 tipe

meliputi 12 kolam ukuran kecil (100 m2), 11 kolam ukuran sedang (300 m2) dan

14 kolam ukuran besar (1000 m2). Kedalaman rata – rata kolam berkisar antara

30 – 80 cm. Kolam yang digunakan diantaranya untuk kolam indukan gurami,

benih gurami, indukan patin, benih patin, induk nila, benih nila, induk komet,

benih tombro, induk tombro, udang galah dan polikultur. Pada hatchery terdapat

65 akuarium, 4 bak beton, 2 bak bundar, dan 3 bak fiber.

b. Sumber Air

Sumber air yang digunakan dalam kegiatan budidaya berasal dari Sungai

jogonalan dan sumber mata air tanah dari aliran Gunung Arjuno (sumur bor).

Distribusi air disalurkan melalui saluran irigasi permanen. Posisi kolam dengan
44

salura pemasukan air dan pembuangan air dibuat secara pararel karena untuk

memudahkan dalam kegiatan budidaya. Pasokan air mengalai fluktuasi

mengikuti musim. Selama musim penghujan pasokan air melimpah, sedangkan

saat musim kemarau pasokan air berkurang. Pada kolam indukkan ikan gurami

saluran pemasukan dan pengeluaran berupa pipa paralon dengan ukuran 6 dim.

c. Sumber listrik

Sumber listrik yang di gunakan di IBAT Pandaan berasal dari perusahaan

listrik negara (PLN) Pasuruan dengan besaran tenaga listrik yang digunakan

sebesar 15.600 watt yang digunakan untuk :

1. Lesehan dan Penginapan : 2.200 Watt

2. Kantor dan Rumah Dinas : 2.200 Watt

3. Pasar Hygienis : 6.600 Watt

4. Laboratorium : 1.300 Watt

5. Gedung pertemuan dan Asrama : 3.300 Watt

Tenaga listrik digunakan untuk kegiatan perikanan meliputi penerangan,

sumber aerasi, dan kegiatan operasional lainnya. Sebaga cadangan bila terjadi

pemadaman listrik, IBAT Pandaan memiliki generator set (genset) sebagai

sumber tenaga listrik alternatif.

d. Laboratorium

Laboratorium di IBAT Pandaan meiliki peralatan diantaranya autoclave

untuk sterilisasi, mikroskop, timbangan digital, almari pendingin, oven,

erlenmeyer ( 25 ml, 50 ml, 100 ml, 200 ml, dan 250 ml ), gelas ukur ( 2000 ml,

1000 ml, 600 ml, 250 ml, 100 ml, 50 ml, 25 ml ), pipet ukur 25 ml, pipet volume

( 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml, 25 ml), refragtometer, haemocytometer, dessecting set,

injektor, soil tester, pH pen, Handylab OXI2, handylab pH set, pH/MV (shcout),

botol smapler 500 ml, labu ukur ( 1000 ml, 500 ml, 250 ml ), DO meter (YSI),

Centrifuge, stirer type 16700, spektofotometer, desicator, blender, termos,


45

timbangan analitik, dan lain – lain. Namun saat kegiatan praktek dilakukan

laboratorium tidak difungsikan serta ada beberapa alat – alat yang hilang dan

rusak sepert: DO meter, senccidisk serta thermometer air.

e. Tempat Pemasaran Ikan

IBAT Pandaan memiliki tempat dan kolam yang khusus digunakan untuk

pemasaran ikan hasil budidaya. Tempat ini biasa disebut dengan Sentra

Aquabis. Ikan yang dipasarkan disini ada yang diletakkan di aquarium sebagai

contoh dan ada yang diletakkan di kolam namun tiap ukuran dan spesies

dipisahkan dengan jaring / sekat.

2. Fasilitas

Tabel 5. Fasilitas di IBAT Pandaan 2019

No Nama Unit Keterangan


(1) (2) (3) (4)
1 Kantor Dinas 4x6 meter 1 unit Baik
2 Rumah Dinas 4x6 meter 1 unit Baik
3 Ruang Pemberokan + Gudang 1 unit Masa Perbaikan
20x4 meter
4 Loket 3x4 meter 1 Unit Rusak
5 Rumah Wartel 3x4 meter 1 Unit Rusak
6 Pasar ikan higienis 20x5 meter 2 unit Baik
7 Mess Operator 4x6 meter 1 unit (2 lantai) Baik
8 Lab.laboratorium 20x6 meter 1 unit Baik
9 Ruang pelatihan + Ruang makan 1 unit (2 lantai) Baik
20x6 meter
10 Asrama 40x4 meter 2 unit (16 kamar) Baik
11 Tempat penginapan 4x6 meter 1 unit (2 lantai) Baik
12 Warung ikan segar 3x4 meter 1 unit Baik
13 Hatchery 30x15 meter 1 unit Baik
14 Kamar mandi + Toilet 4x3 meter 3 Unit Baik
15 Rumah genset 6x4 meter 1 unit Baik
16 Sumur bor dalam diameter 3 2 unit Baik
17 Pagar pengaman 100 meter 1 unit Baik
18 Rumah jaga 2x2 meter 1 unit Baik
Sumber : Data Primer, (2019)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pemeliharaan Induk

5.1.1. Persiapan Media

A. Pengeringan Kolam

Pengeringan ini setelah perbaikkan kolam selesai, pengeringan berguna

untuk memutuskan siklus hidup hama dan penyakit yang mungkin ada pada

siklus sebelumnya, mikroorganisme pathogen akan mati dan menghilangkan gas

– gas beracun. Dengan membiarkan kolam begitu saja selama 2 – 3 hari

tergantung cuaca pada saat pengeringan dan pada saat kondisi hujan 6 - 12 hari

tergantung musim hingga tekstur tanah lembab atau biasa disebut macak -

macak. Pengeringan ini penting dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah

dasar kolam yang telah lama digunakan biasanya sudah menurun. Tujuan dari

diadakanya pengeringan kolam pada proses pemeliharaan kolam antara lain :

a. Membunuh hama dan sumber penyakit yang terdapat pada kolam.

b. Menghilangkan bahan organik berbahaya seperti nitrit, nitrat, amonia, dan

sebagainya

c. Memberikan suasana baru bagi induk ikan Gurame yang akan dipijahkan,

karena tanah yang kering akan memiliki bau yang khas saat terendam air

yang akan merangsang induk ikan untuk memijah.

d. Menumbuhkan kelekap (plankton) di pinggir – pinggir kolam sebagai

persediaan pakan bagi induk gurame dan induk siap dimasukkan ke kolam

pemijahan.

Menurut Adnan (2009), kolam dijemur antara 3 - 6 hari, tergantung

keadaan suhu dan cuaca lingkungan serta ketebalan lapisan lumpur dalam

kolam. Pengeringan kolam ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan

46
47

hama dan penyakit ikan serta gas – gas yang membahayakan ikan. Proses

pengeringan pada kolam induk gurame tertera pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses Pengeringan Kolam Indukan


Sumber : Data Primer, (2019)

b. Pengolahan Tanah

Pembuangan sisa lumpur yang mengendap di dasar kolam. Alat yang

digunakan dengan menggunakan sorok. Setelah dirasa cukup kemudian barulah

dilakukan pembalikan tanah dengan cara pembajakan. Alat yang digunakan

berupa cangkul. Setelah dibalik lalu ditunggu kurang lebih selama 2 hingga 3 hari

sampai kondisi dasar lembab tidak kering ataupun hingga retak. Proses

pengeolahan Tanah pada kolam seperti tertera pada Gambar 9.

Gambar 9. Proses Pengolahan Tanah


Sumber : Data Primer, (2019)

c. Pengapuran

Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian (CaCO 3) berbentuk

serbuk dengan dosis 25 gram/m2. Pada kolam indukan dan pemijahan yang
48

luasnya 196 m 2 dibutuhkan kapur sebesar 4,9 kg. Pengapuran dilakukan kepada

setiap kolam yang sudah dikeringkan termasuk kolam induk sekaligus berfungsi

sebagai kolam pemijahan.

Pengapuran dilakukan dengan cara menebarkan secara langsung

secara merata, lalu dibiarkan selama 1 hari atau 24 jam agar kapur dapat bekerja

dengan baik. Pengapuran yang baik dilakukan di pagi hari. Keesokan harinya

kolam siap untuk pengisian air. Hal ini tidak sesuai dengan SNI : 01-6485.3-

2000, bahwa pada tingkat pemeliharaan Gurami dosis kapur yang diberikan

berkisar rata – rata 50 gram/m2.

Menurut Farchan (2006), tujuan pengapuran adalah untuk mempercepat

penguraian bahan organik, menaikkan alkalinitas tanah, memperbaiki tekstur

tanah dasar, menambah unsur kalsium dalam tanah serta menaikkan pH tanah.

Hal ini disebabkan karena kapur pertanian (CaCO 3) mempunyai kemampuan

meningkatkan alkalinitas yang lebih tinggi serta dalam meningkatkan pH air tidak

terlalu drastis jika dibandingkan dengan kapur lain sehingga aman bagi biota

peliharaan. Proses pengapuran pada kolam seperti tertera pada Gambar 10.

Gambar 10. Proses Pengapuran Kolam


Sumber : Data Primer, (2019)

d. Persiapan Air

Air diisi sampai ketinggian 80 % dari ketinggian total kolam yaitu 100 –

120 cm. Setelah diisi air dibiarkan sampai berwarna hijau atau hijau kecoklatan
49

yang menandakan plankton tumbuh. Jika plankton sulit tumbuh barulah diberikan

pupuk pada air. Sistem pengairan di IBAT Pandaan dilakukan dengan sistem

paralel. Untuk kolam dialirkan dari sungai dengan saluran pemasukan air dan

bagian berlekuk pada pintu pemasukan air, sedangkan air tanah digunakan

untuk mengisi kolam apabila debit air sungai yang melewati saluran berkurang.

Air dari jaringan irigasi langsung dialirkan ke kolam. Model saluran air yang ada

di IBAT Pandaan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Saluran Air Paralel IBAT Pandaan


Sumber : Data Primer, (2019)

5.1.2. Seleksi Calon Induk

Di IBAT Pandaan terdapat 120 ekor induk jantan dan 120 ekor induk

betina sehingga total indukan yang ada sebanyak 240 ekor. Induk gurame yang

ada disini berasal dari Magelang dan Tulungagung. Berkisar induk jantan sudah

berumur 2 – 2,5 tahun dengan bobot jantan berkisar 2 - 3 kg sedangkan pada

induk betina berkisar sudah berumur 2 – 3 tahun dengan bobot berkisar 3 - 5 kg.

Ikan Gurame yang ada di Instalasi Budidaya Air Tawar Pandaan berjenis gurame

Soang atau gurame angsa. Gurame jenis ini memiliki cula di dahinya pada

gurame jantan.

Induk jantan dan induk betina ikan gurame sesuai dengan SNI: 01-

6485.2000 yaitu induk jantan ditandai dengan adanya benjolan di kepala bagian

atas, rahang bawah tebal dan tidak adanya bintik hitam di kelopak sirip dada.

Sedangkan induk betina ditandai dengan bentuk kepala bagian atas datar,
50

rahang bawah tipis dan adanya bintik hitam pada kelopak sirip dada. Ciri – ciri

induk jantan dan betina seperti tertera pada Gambar 12.

Gambar 12. (1) Induk Jantan Dan (2) Induk Betina


Sumber : Data Sekunder, (2019)

5.1.3. Penebaran Induk gurami

Penebaran induk pada kolam pemeliharaan dilakukan secara hati-hati

agar induk tidak stres. Induk yang stres akan menyebabkan induk tidak mau

untuk memijah dan menghasilkan telur. Dalam satu kolamnya terdapat jumlah

jantan dan betina masing – masing 20 ekor untuk masing – masing jenis kelamin.

Perbandingan yang digunakan disini adalah 1 : 1, hal ini tergantung pada stok

indukan yang ada dan dibagi pada tiap kolamnya. Jumlah keseluruhan indukan

dalam satu kolamnya terdapat 20 pasang induk. Penebaran dilakukan di pagi

hari sekitar pukul 7 untuk menghindari dari paparan sinar matahari dan suhu

yang terlampau tinggi. Apabila induk ditebar lebih dari jam 7 dapat

mengakibatkan terjadinya stres pada ikan dan rawan kematian. Proses

penimbangan induk gurame pada penebaran induk gurame seperti tertera pada

Gambar 13.
51

Gambar 13. (a) Proses Sampling Induk Gurame (b) Penebaran Induk Gurame
Sumber : Data Primer, (2019)

Padat tebar indukan untuk setiap kolamnya 40 ekor untuk luasan kolam

196 m2. Dengan berat rata – rata untuk jantan 2 kg dan betina 3 kg dengan usia

berkisar 2 – 2,5 tahun untuk jantan dan 2 – 3 tahun untuk betina. Menurut

Sunarya (2006), bahwa penebaran induk ke dalam kolam harus dilakukan secara

hati-hati. Padat penebaran induk sebaiknya 1 ekor untuk setiap 4 – 5 m2.

5.1.4. Pengelolaan Pakan

Pemberian pakan pada indukan di Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT)

Pandaan bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan mempercepat proses

pemijahan induk ikan gurame. Selama proses pemeliharaan induk, pakan yang

diberikan ada dua jenis pakan yaitu pakan buatan (pellet) dan pakan tambahan

(daun talas). Pakan buatan berupa pellet apung dengan kandungan protein 30%

dan pemberian dosis 3% per hari dari biomass gurame. Frekuensi pemberian 2

kali sehari pada pagi pukul 06.40 WIB dan sore 16.00 WIB. Pakan tambahan

berupa 6 lembar daun talas per hari cara pemberiannya hanya dengan ditebar

pada kolam indukkan dan bagian batangnya dipotong kecil – kecil agar induk

mudah memakannya.

Menurut Tirta (2011), pakan yang diberikan untuk induk harus mempunyai

kandungan gizi yang baik sehingga telur yang dihasilkan akan berkualitas baik

pula. pakan pelet diberikan sebanyak 1 % dari berat total tubuh ikan. Pakan pelet

yang diberikan dengan kandungan protein minimal 30 %. Selain pakan pelet juga

diberikan pakan tumbuhan yaitu berupa daun talas dan daun pepaya yang segar
52

dengan dosis 5 % dari biomass gurame. Frekuensi pemberian 3 kali seminggu

pada pagi pukul 09.00 WIB.

Hal ini sependapat dengan Mahyuddin (2009), yang menyatakan bahwa

Pakan tumbuhan yang diberikan berupa daun-daunan seperti daun sente, talas,

ketela pohon, kacang hijau, kangkung dan daun pepaya. Pakan tumbuhan

diberikan sebanyak 5 – 10 % dari berat total bobot ikan per hari. Proses

pengelolaan pakan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Pakan pellet pada gambar (a), daun talas pada gambar (b)
Sumber : Data Primer, (2019)

5.1.5. Pengelolaan Kualitas Air

Selama pemeliharaan pengisian air kolam indukan dari irigasi dengan

cara di alirkan terus ke kolam dengan sistem gravitasi dan tidak ada penyaringan

terlebih dahulu sedangkan untuk ketinggian air 100 – 120cm

5.1.6. Pengendalian Hama dan Penyakit

1. Hama

Di IBAT Pandaan hama pemangsa yang sering dijumpai di sini

terutama pada kolam indukan diantaranya seperti ular dan biawak. Ular dan

biawak ini memangsa langsung ikan gurame dan berasal dari sungai dan semak

– semak di sekeliling IBAT Pandaan.

Cara pengendalian yang dilakukan adalah dengan cara mengusir dan

membunuh langsung hama yang masuk ke dalam kolam.


53

2. Penyakit

Penyakit yang menyerang induk gurame, dapat menyebabkan

pertumbuhan gurame terganggu, produktivitas telur menurun dan bisa

menyebabkan kematian masal. Selama praktek berlangsung tidak ditemukan

adanya penyakit di IBAT Pandaan pada kolam indukan sehingga kelangsungan

hidup induk dan produktivitas telur tetap terjaga. Adapun beberapa biosecurity

yang diterapkan pada IBAT Pandaan untuk menjaga indukannya dari ancaman

penyakit diantaranya sebagai berikut :

3. Pengambilan lumut dalam kolam

Lumut yang dibiarkan tumbuh berkembang dapat menurunkan kondisi

kualitas air dan DO sehingga menyebabkan ikan mudah terkena penyakit. Lumut

yang biasanya sering dijumpai di IBAT Pandaan adalah jenis Spyrogira sp.

Pengambilannya dengan cara manual menggunakan bantuan seser dan tangan

dengan perlahan supaya induk tidak stres. Proses pengambilan lumut dapat

dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pengambilan Lumut


Sumber: Data Primer, (2019)

5.2. Pemijahan Gurami

5.2.1. Persiapan Media Pemijahan

Sebagai tiang untuk pengikat ijuk. tiang yang digunakan berupa tiang dari

bilah bambu berukuran sedang dengan panjang kurang lebih 1 hingga 1,2 meter.
54

Bagian tiang yang di tancapkan di dasar kolam sedikit diruncingkan untuk

memudahkan proses penancapan tiang ke kolam.

Bahan sarang yang digunakan berupa ijuk. Ijuk ini berfungsi sebagai untuk

bahan pembuat sarang dan tempat meletakkan telur. Ijuk dipotong dan

pisahpisahkan kemudian ijuk diikat menjadi satu dengan tali rafia dan diikatkan

menggantung di tiang yang sudah diancapkan di dasar kolam. Menurut Poleng

(2011) bahwa bahan – bahan yang diperlukan untuk membuat bahan sarang

(seperti ijuk dan sabut kelapa). Keberadaan bahan sarang tersebut juga

merangsang induk cepat untuk memijah.

Proses persiapan tiang pancang seperti tertera pada Gambar 16.

Gambar 16. Persiapan Tiang Pancang


Sumber : Data Primer, (2019)

Ijuk sebagai bahan sarang telur oleh induk ikan gurame seperti tertera pada
Gambar 17.

Gambar 17. Persiapan Ijuk Untuk Sarang


Sumber : Data Primer, (2019)
55

c. Pemasangan kerangka sarang (sosog)

Kerangka sarang yang digunakan berupa keranjang sampah plastik

dengan diameter 30 cm. Kegunaan kerangka sarang sebagai tempat sarang dan

telur ikan gurame. Cara pemasangan kerangka sarang diikatkan pada 2 buah

patok bambu guna menahan agar kerangka sarang tidak bergeser pada saat

pemijahan terjadi dengan kedalaman sosok 35 cm di bawah permukaan air dan

sudut kemiringan sekitar 300. Kerangka sarang dipasang pada kolam pemijahan

sebanyak 11 kerangka sarang untuk setiap kolam. Keranjang plastik yang

digunakan sebagai pengganti sosog dari anyaman bambu seperti pada Gambar

18.

Gambar 18. Keranjang Plastik untuk Sarang Gurame


Sumber : Data Primer, (2019)

Proses pemasangan sarang ikan gurame seperti tertera pada Gambar 19.

Gambar 19. Proses Pemasangan Sarang


Sumber : Data Primer, (2019)
56

5.2.2. Proses Pemijahan

Proses pemijahan di IBAT Pandaan dilakukan secara alami biasanya

akan berlangsung yang diawali satu minggu pertama induk jantan telah membuat

sarang dengan bahan ijuk yang telah disediakan sebelumnya disekitar kerangka

sarang lamanya membuat sarang lebih kurang 6 hari kemudian induk betina

yang sudah matang gonad siap pijah memiliki naluri akan segera mengeluarkan

telurnya dengan disemprotkan dan induk jantan akan langsung menyemprotkan

spermanya pada telur hingga terjadilah proses pembuahan. Telur – telur tersebut

kemudian akan diambil oleh jantan dengan mulutnya kemudian oleh sang jantan

akan diletakkan ke dalam sarang yang telah dibuatnya. Setelah sarang terisi,

jantan akan segera menutup sarang dengan ijuk yang ada di kolam.

Proses pemijahan akan diakhiri apabila induk jantan telah menutup

sarang, dengan ijuk. Jumlah telur yang dihasilkan oleh induk yaitu berkisar 128-

7.800 butir telur. Hasil ini didapat dari penghitungan langsung telur yang di

hasilkan pada setiap sarangnya. Kemudian jumlah keseluruhan di rata – rata.

Proses pemijahan ikan gurame membutuhkan waktu relatif lama dan sangat

dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad induk dan rangsangan dari luar.

Biasanya berlangsung setelah 15 - 30 hari induk dilepas ke kolam pemijahan.

Induk jantan akan membuat sarang yang dapat berlangsung 1 - 2 minggu

tergantung kondisi induk dan lingkungannya. Setelah itu induk jantan akan

menghampiri dan menggiring induk betina untuk melakukan pemijahan dan

biasanya terjadi didepan mulut sarang. Fertilisasinya terjadi secara eksternal

yaitu bertemunya telur dan sperma di luar tubuh.

Waktu pemijahan biasanya terjadi pada sore hari, yaitu antara pukul

14.00 – 17.00. Setelah pemijahan selesai, induk jantan akan menutup lubang

sarang dengan ijuk/sabut kelapa/rumput kering yang menandakan dalam sarang

sudah ada telur. Telur di sarang dapat diambil 1 hari setelah pemijahan. Induk
57

jantan dalam menjaga telur dan sarangnya sesekali mengipaskan sirip terutama

ekornya ke arah sarang. Tujuannya untuk meningkatkan kandungan oksigen

terlarut dalam air guna membantu menetaskan telur-telur dalam sarang. Menurut

Adnan et al, (2009), tanda – tanda terjadinya pemijahan mulai muncul setelah

pasangan gurame berada dalam kolam pemijahan 15 – 20 hari. Tanda ini diawali

dengan dibuatnya sarang oleh induk jantan dengan tujuan untuk menampung

telur yang rapuh dari serangan hama. Sarang juga sebagai perangsang lawan

jenis untuk untuk melakukan pemijahan.

5.3. Pemanenan Telur

5.3.1. Proses Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan di pagi hari dan sore hari sedangkan

pengontrolan telur dilakukan setiap hari. Pada saat pengambilan telur dilakukan

secara hati-hati agar telur tidak rusak dan pecah. Pengambilan telur di dalam

sarang pada kolam pemijahan segera dilakukan setelah proses pemijahan

selesai. Sebaiknya pengambilan telur dilakukan sebelum matahari bersinar terik.

Jika telambat dalam pengambilan telur maka banyak telur yang sudah menetas

dan susah dalam pengambilannya, serta untuk menghindari telur yang berada di

dalam sarang tidak dimakan oleh ikan liar.

Cara pengambilan sarang yaitu perlahan memasukkan tangan pada sisi

kiri dan kanan sarang hingga ke dalam sampai menyentuh dasar sarang.

Usahakan ketika proses pengambilan telur ikan sarang jangan sampai terurai

atau kita menusuk dengan jari kita bagian tengah pada sarang karena di dalam

sarang tersebut terdapat ribuan telur yang rapuh dan siap dipanen. Tarik

perlahan sarang hingga semua sarang keluar lalu tempatkan sarang di dalam

bak plastik yang sudah terisi air. Posisikan bagian yang cekung di dasar dan

yang cembung di atas (posisi terbalik).


58

a. Pemisahan Telur dari Sarang

Setelah itu urai ijuk pada sarang yaitu diambil secara perlahan ijuk – ijuk

yang menyelimuti sarang hingga tersisa sebagian kecilnya saja. Jangan sampai

telur ada yang ikut terangkat saat sarang dipisahkan. Jangan lupa cuci terlebih

dahulu sarang yang diambili sedikit demi sedikit lalu jemur untuk digunakan

kembali pada pemijahan selanjutnya. Jika pengambilan sarang dilakukan secara

kasar dapat menyebabkan telur gagal menetas atau bonor dan pecah sehingga

tidak dapat menetas menjadi larva. Proses pengambilan sarang ikan gurame

dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Proses Pengambilan Sarang Ikan Gurame


Sumber : Data Primer, (2019)

Hal ini sependapat dengan (Mahyuddin, 2009), pengambilan sarang dan

telur sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengambilan telur gurame

minimal sehari setelah proses pemijahan selesai dan paling lambat tiga hari

setelah pemijahan. Apabila lebih dari tiga hari, telur banyak yang sudah

menetas dan susah dalam pengambilannya. Namun meski demikian harus tetap

diambil untuk menghindari kepadatan berlebih pada kolam induk dan pemijahan.

b. Perhitungan Telur

Setelah telur dipisahkan dari sarang telur dihitung dengan menggunakan

saringan teh, dan tempat sebagai menampung telur berupa baskom dengan cara

memisahkan telur dari telur yang rusak dan menghitung telur perbaskom berisi

1000 butir telur.


59

Menurut Sandjaya dan Riski (2006), panen dapat dilakukan dengan

mengangkat sarang secar hati – hati ke dalam ember yang berisi air kolam

dimaksudkan agar kondisi air tidak berubah untuk mengurangi kematian telur.

Sebaiknya air yang digunakan bukan air dari luar kolam sebab dikhawatirkan

memiliki suhu dan pH yang berbeda dengan tempat sarangnya yang dapat

mengakibatkan kematian telur. Data pemanenan telur selama praktek

berlangsung di IBAT Pandaan tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Panen Telur Ikan Gurame

Jumlah Telur Per Kolam (Butir) Total Panen


Periode
(butir)
6B 6C 7B 7C 8B
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (8)
1. 4.290 5.520 9.810
2. 4.800 4.800
3. 1.600 3.320 4.920
4. 2.600 2.600
5. 6.525 128 6.653
6. 900 900
7. 5600 916 1.082 7.598
8. 4.805 4.805
9. 5.400 5.400
10. 7.800 7.800
11. 4.788 4.788
12. 2300 2.300
13. 3.068 3.068
14. 840 1.500 4.012 6.352
15. 563 4.800 5.363
16. 3.479 842 1.063 5.384
8.603 13.074 6.061 23.492 31.311 82.542
Sumber : Data Primer, (2019)

Dari data tabel 6 diambil sempel data perinduk 8B berjumlah 31.311 dan

selama preode 1 hingga 16 mampu menghasilkan telur paling sedikit 128 telur

dan terbesar 6525 dengan total panen selama pereode 1-16 semua kolam

indukan tersebut adalah 82.542. Untuk penebaran telur ikan gurami di aquarium

dapat dilihat pada Lampiran 7.


60

Selama melaksanakan karya ilmiah praktek akhir di Instalasi Budidaya Air

Tawar Pandaan ada 5 kolam indukkan ikan gurame. Dari 5 kolam indukkan itu

kolam 8C dan 7C mendapatkan produktivitas telur terbanyak karena didukung

kualitas air dan pakan yang baik. Sedangkan kolam 7B kurang baik dikarenakan

kualitas air yang kurang baik dan kondisi kolam dalam keadaan banyak lumut

dan nafsu makan menurun, maka mengganggu dalam pemeliharaan induk yang

akan memijah.

5.4. Penetasan Telur

5.4.1. Persiapan Media Penetasan

Penetasan telur dilakukan di IBAT Pandaan secara terkontrol karena

didalam hatchery ruangan terlindung dari curah hujan, angin, perubahan suhu

dan hama predator. Tujuan pemakaian ruangan tertutup dan terlindung yaitu

agar fluktuasi suhu antara siang dan malam hari dapat diminimalisir.

Penetasan telur menggunakan wadah berupa akuarium dengan volume

50 cm x 30 cm dengan ketinggian air 20 cm yang hasilnya 30000 cm 3 atau 30

liter. Sebelum wadah digunakan terlebih dahulu di cuci dan dibilas dengan air

bersih. Keringkan dan lakukan pengisian air, air yang digunakan dalam

penetasan adalah air bersih yang berasal dari sumber mata air dari sumur bor.

Wadah penetasan diisi air dengan ketinggian 20 cm.

Hal ini sependapat dengan Mahyuddin (2009), bahwa penetasan telur di

bak plastik yang digunakan bervolume 20 liter, berdiameter 50 - 60 cm dan

berwarna hitam. Ketinggian air untuk penetasan telur sekitar 15 – 20 cm. Padat

penebaran telur dalam bak ember antar 1.000 – 1.250 butir telur per ember.

Penempatan ember penetasan ini hendaknya dalam ruangan tertutup agar

terlindung dari sinar matahari langsung, curah hujan, perubahan suhu, dan

tiupan angin kencang seperti pada Gambar 21.


61

Gambar 21. Persiapan Media Penetasan Telur ikan Gurame


Sumber : Data Primer, (2019)

Pada tiap akuarium dipasang masing – masing 2 aerasi sebagai sumber

oksigen benih dalam air. Aerasi diatur dengan kecepatan sedang agar benih

nantinya saat di tetaskan tidak stres. Batu aerasi yang digunakan berukuran

sedang. Total keseluruhan batu aerasi yang terpasang di hatchery kurang lebih

108 dengan jumlah aquarium 54. Sumber udara yang mengalir dari batu aerasi

berasal dari blower. Jumlah blower yang ada di hatchery yaitu 2 buah dengan

kekuatan 80 HP. Pemasangan batu aerasi pada akuarium dapat dilihat pada

Gambar 22.

Gambar 22. Pemasangan Aerasi Pada Akuarium


Sumber : Data Primer, (2019)

5.4.2. Proses Penetasan

Telur ikan gurame yang telah dipisahkan dari sarangnya, kemudian

dihitung dan dimasukkan kedalam wadah penetasan secara hati-hati. Padat

penebaran telur sebanyak 1000 - 1805 butir per akuarium sesuai tanggal panen

telur. Telur ikan gurame akan menetas selama 36 – 48 jam dengan kondisi suhu
62

yaitu 29 – 30oC. Hal ini sesuai dengan pendapat Hora dan Pillay (1962) dalam

Effendi (2002), yang menyatakan bahwa masa pengeraman ikan gurame sekitar

30 – 36 jam. Larva gurame yang menetas akan terapung dengan kondisi perut di

atas. Telur yang hidup biasanya berwarna kuning cerah atau bening transparan.

Sedangkan telur yang gagal menetas bewarna kuning keputihan keruh dan tidak

transparan. Telur ataupun larva yang mati ini harus segera diangkat karena

dapat menyebabkan jamur sehingga dapat mempengaruhi telur yang masih baik.

Dari hasil panen telur yang diperoleh dan ditetaskan, didapatkan HR dan

berdasarkan pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil penetasan telur ikan gurame

Periode Kolam Jumlah Jumlah Jumlah HR %


Indukan Total tidak yang
Telur menetas Menetas

3,7,14,15 6B 8.603 167 8.436 98%

1,7,13,15 6C 13.074 187 12.887 98,5%

7,14,16 7B 6.061 148 5.913 97,5%

1,4,5,6,8,12,16 7C 23.493 310 23.183 98,6%

2,3,5,9,10,11,14,16 8B 31.311 368 30.943 98,8%

Total 82.542 81.362 98,2%

Sumber : Data Primer, (2019)

Dari data tabel 7 di dapat hasil, jumlah telur menetas paling tinggi adalah

dengan jumlah 30.943. Dari hasil penetasan telur tersebut, jumlah keseluruhan

telur yang menetas adalah 81.362. Sehingga didapat HR rata – rata dari telur

periode 1 – 16 yaitu 98,2% Daya tetas telur yang tinggi ini berasal dari

lingkungan pemeliharaan yang sedemikian rupa dibuat dapat menjaga kondisi

telur agar tumbuh dan berkembang tanpa ada kendala maupun kematian dan

gagal menetas. Proses penebaran telur pada akuarium dapat dilihat pada

Gambar 23.
63

Gambar 23. Proses Penebaran Telur Ikan Gurame


Sumber : Data Primer, (2019)

5.5. Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva pada IBAT Pandaan dilakukan pada aquarium yang

sama pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling menentukan

keberhasilan pembenihan gurami.Stadia larva pada ikan gurami merupakan

salah satu fase kritis dalam siklus hidupnya. Pemeliharaan larva gurami dapat

dilakukan di dalam ruangan tertutup ataupun ruangan terbuka dengan

menggunakan berbagai wadah budidaya seperti akuarium, kolam beton, ember,

paso dan bak plastik dan pemeliharaan larva dilakukan pada aquarium yang

sama.

5.5.1. Penyiponan

Penyiponan larva di IBAT Pandaan dilakukan pada hari ke 18

menggunakan selang sipon setiap 2 hari sekali atau setiap hari tergantung dari

kondisi tingkat kekeruhan dan lumut serta larva yang mati yang menempel pada

akuarium. dapat dilihat pada Gambar 24


64

Gambar 24. Penyiponan Larva


Sumber : Data Primer, (2019)

5.5.2. Pengelolaan Pakan

Setelah usia diatas 10 hari, benih mulai kehilangan makanannya sendiri

yaitu kuning telur (eggyolk). Pada saat itu menjadi fase yang sangat rawan bagi

benih sebab benih rawan sekali mati. Pada tahap ini mulai dilakukanlah

pemberian pakan lanjutan. Ada banyak pilihan untuk pakan yang dapat diberikan

pada benih diukuran tersebut, diantaranya seperti kutu air (moina dan daphnia),

cacing sutra yang di cacah, rotifer, dan artemia. Pakan lanjutan setelah larva

yang di pakai di IBAT Pandaan yaitu menggunakan artemia. Dalam proses

budidaya ikan gurame ini, cyste artemia digunakan sebagai pakan benih atau

larva karena baik untuk pertumbuhan dan perkembangan benih atau larva ikan

gurame serta memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

1) Mudah dalam penanganan karena tahan dalam bentuk cysta untuk waktu

yang lama,

2) Mudah beradaptasi dalam kisaran salinitas lingkungan tebar,

3) Dapat tumbuh dengan baik pada tingkat padat tebar tinggi,

4) Mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, yaitu protein 40-60% dan sesuai

dengan tubuh ikan,

5) Berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva,

6) Serta mudah dicerna dalam tubuh benih atau larva.


65

Sedangkan kekurangan menggunakan Artemia sebagai pakan benih

atau larva adalah harga cyst artemia yang mahal. Untuk mendapatkan larva

artemia yang disebut nauphlius, harus menggunakan metode-metode khusus.

Proses penetasan artemia menggunakan metode non dekapsulasi (hidrasi).

Pada satu wadah penetasan artemia berukuran 2 liter air ditetaskan kurang lebih

3 gram artemia dalam waktu 24 jam dengan kadar salinitas air 28 – 40 ppt.

Perangkat alat penetasan artemia dapat dilihat pada Gambar 25.

Gambar 25. Seperangkat Alat Penetasan Artemia


Sumber: Data Primer, (2019)

Selama pemeliharaan larva di akuarium mulai usia hari ke 11 hingga hari

ke 17 larva diberi pakan berupa artemia dengan dosis 643 ml setiap aquarium.

Akan tetapi pemberian artemia tidak menentu tergantung padat tebar larva yang

di aquarium, adapun hasil yang di dapat seperti pada tabel berikut :

Tabel 8. Pemberian Pakan Pada Larva Ikan Gurame (81.362 ekor)

No Usia (Hari Jenis Pakan Dosis/Hari Ʃ Pakan


Ke-)
1. 11 – 17 Artemia 81.362 6 gr
ekor/hari/larva
Sumber : Data Primer, (2019)

5.5.3. Pengelolaan Kualitas Air

a. Monitoring Kualitas Air

Selama pemeliharaan larva untuk menuju perkembangan menjadi benih

dilakukan proses monitoring kualitas air di dalam hatcery. Pengukuran yang

dilakukan meliputi pengukuran pH, suhu. Monitoring kualitas air dilakukan


66

dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Berikut ini merupakan

beberapa parameter kualitas air yang digunakan dalam memonitoring kualitas air

di IBAT Pandaan.

1) Suhu

Di IBAT Pandaan dari hasil monitoring pengukuran suhu yang dilakukan

setiap hari dan didapatkan hasil bahwa kisaran suhu di hatcery terdapat 2

pengukuran suhu yaitu suhu untuk air dan suhu ruangan. Alat yang digunakan

adalah termometer atau DOmeter yang sudah dilengkapi dengan termometer.

Hasil pengukuran suhu air dapat dilihat di grafik suhu Gambar 26.

Gambar 26. Grafik Suhu air Hatchery


Sumber : Data Primer , (2019)

Dari gambar 26, pada minggu ke 3 suhu pagi mengalami kenaikan

berkisar 26,8oC – 27,8oC. hal ini dikarenakan ada perlakuan pemberian hitter

pada aquarium sehingga suhunya tinggi. Hal ini sesuai Berdasarkan SNI : 01-

6485.3-2000 (2000) suhu pemeliharaan larva yaitu 29 oC - 30oC dalam kondisi

optimal.
67

2) Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH (puisanche of the H) merupakan ukuran

konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa. Faktor

yang mempengaruhi pH suatu perairan adalah konsentrasi karbondioksida dan

senyawa yag bersifat asam. Kisaran pH adalah 1 -14, angka 7 menunjukan pH

netral. Hasil pengukuran pH air media pemeliharaan larva tersaji pada Gambar

27.

Dinamika Ph media pemeliharaan larva


8,1
8
7,9
7,8
7,7
7,6
7,5
7,4
7,3
7,2
1 2 3 4
minggu ke -

pagi sore

Gambar 27. Grafik Hasil pH media pemeliharaan larva


Sumber : Data Primer, (2019)

Pada gambar 27 grafik pH media pemeliharaan larva, diperoleh hasil

pengukuran pH pagi hari tertinggi nilai pH tertinggi adalah 7,9 terendah 7,5.

Pada pengukuran di sore hari didapat hasil pengukuran tertinggi sebesar 7,5,

terendah 8. Fenomena fluktuasi pH yang terjadi kebanyakan diperoleh dari

pengaruh lingkungan, kandungan bahan organik, nafsu makan dan sisa pakan

dalam kolam hingga pada sumber air pula. Hujan juga sering berpengaruh pada

nilai pH. Biasanya nilai pH rendah dikarenakan adanya hujan yang membawa zat

asam dalam udara bebas.


68

Menurut Sunarya (2006), kolam pemeliharaan ikan gurami soang

idealnya memiliki pH yaitu antara 6,5 – 7,5. Apabila besarnya pH kurang dari 6

berarti kondisi air terlalu asam dan perlu dilakukan penambahan kapur kalsium

karbonat (CaCO3) dengan dosis 50 gram/m 2. Sementara untuk kondisi basa di

atas angka 7 dapat menggunakan penambahan daun ketapang kering.

5.5.4. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian ini bertujuan untuk melindungi larva dari hama maupun

penyakit yang menyerang, karena keadaan larva yang masih sangat rentan.

Pada Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT) Pandaan larva tidak diketemukan

hama, karena memang terdapat diruangan bangsal (hatchery). Jadi, larva dicek

secara intensif agar terhindar dari hama dan penyakit. Begitupun dengan

penyakit, tidak diketemukan penyakit yang menyerang larva.

5.6. Pendederan

5.6.1. Persiapan Media Pendederan

a. Persiapan Kolam Pendederan

Sebelum dilakukan penebaran benih terlebih dahulu perlu dilakukan

persiapan wadah dan media pendederan. Selain sebagai bentuk biosecurity

selama pemeliharaan juga sebagai salah satu cara menjaga agar calon benih

dapat tumbuh dengan baik. Pendederan ikan gurame dilakukan melalui 2 tahap

yaitu pendederan 1 pada bak beton dan pendederan 2 pada bak semi beton.

Pada pendederan tersebut terbagi menjadi 2 ukuran dengan bentuk persegi

panjang yang masing – masing luasnya 56 m 2. Untuk pendederan 1 dan 93 m 2

untuk pendederan 2 yang merupakan kolam semi beton. Langkah-langkah

persiapan wadah pendederan 1 maupun 2 sama sebagai berikut ini :

1. Bak Beton dibersihkan dari kotoran dan lumut yang menempel dengan cara

mengosok dasar dan dinding bak benton menggunakan sikat dan dibilas

dengan air bersih. Sedangkan bak semi beton dibersihkan dari kotoran dan
69

lumut dengan cara manual dengan menggunakan bantuan sorok, untuk

selanjutnya dilakukanpembalikan tanah.

2. Bak beton dan bak beton dikeringkan kurang lebih 1 hari bertujuan untuk

membunuh organisme patogen yang terdapat pada bak fiber.

3. Pengisian air dengan air bersih sedalam 30 cm, air yang digunakan berupa air

sungai berasal dari sumber mata air gunung Arjuno. Kemudian air didiamkan

selama 7 hari sebelum penebaran larva dengan tujuan menstabilkan suhu

yang terdapat pada bak beton.

4. Setelah kolam diisi air dengan ketinggian air 50cm dan didiamkan, kemudian

meletakkan wadah pakan berupa cobek. Dan Cobek ini diletakan pada bagian

pojok kolam. Untuk pemberian cobek berbentuk bulat pada tiap kolam diberi 4

cobek Pada bak pendederan 1.

5. Jika sudah siap seluruhnya tinggal menunggu calon benih di tebar.

Proses pengeringan kolam pendederan I dapat dilhat pada Gambar 28.

Gambar 28. Proses Pengeringan Kolam Pendederan I


Sumber: Data Primer, (2019)

5.6.2. Penebaran

Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari. Untuk hasil benih dari

pemeliharaan di aquarium adalah 79.468. dan untuk pendederan 1 ukuran

kolam yang digunakan adalah 56 m2. Benih yang diambil berasal dari

pemeliharaan telur hingga menjadi larva kurang lebih sampai berusia 30 hari.
70

Sedangkan pada pendederan 2 benih berasal dari pendederan 1. Cara

pengambilan benih di IBAT Pandaan adalah sebagai berikut ini :

a. Kurangi volume air yang ada di kolam hingga tersisa 10 – 15 cm.

b. Ambil benih dengan perlahan menggunakan seser.

c. Hitung benih yang hidup dengan yang mati

d. Lakukan secara cepat dan hati – hati agar benih tidak mudah stress.

e. Letakkan benih yang sudah terhitung ke dalam ember atau bak plastik yang

sudah diisi air sebanyak 10 – 20 %.

f. Jika semua tahap selesai dikerjakan, segera pindahkan benih ke kolam

pendederan untuk segera di didederkan

Pada Pendederan 1 penebaran benih dalam bak beton dengan cara

memasukkan ember yang berisi larva dibiarkan mengapung dan sedikit demi

sedikit tambahkan air dalam ember. Setelah kurang lebih 5 menit ember

dimiringkan dan benih dibiarkan keluar sendiri ke bak pendederan. Jumlah benih

yang ditebar pada kolam pendederan I berkisar 3000 - 3.587 ekor/kolam

tergantung banyaknya benih yang dipanen dan ketersediaan kolam. Jika kondisi

kolam kurang maka kepadatan bisa ditambah untuk setiap kolamnya. Untuk

perlindungan terhadap benih yang baru didederkan dari sengatan terik sinar

matahari dan gangguan hama lain maka diberi perlindungan berupa

pemasangan paranet. Sedangkan pada pendederan 2 cara yang dilakukan sama

dengan pendederan 1 hanya saja yang berbeda adalah ukuran kolam

pendederan 2 yaitu 11.88 m2. Benih yang didederkan berkisar antara 8004 –

29473 ekor tergantung banyaknya benih yang ada. Proses pendederan I pada

bak beton tertera pada Gambar 29.


71

Gambar 29. Penebaran Benih Pada Pendederan 1


Sumber : Data Primer, (2019)

Tabel 9. Nilai Survival rate (SR%) benih hasil pemeliharaan di hatchery


Periode Jumlah Jumlah mati Jumlah panen
larva benih SR %
3,7,14,15 8.436 238 8.198 97,1%
1,7,13,15 12.887 304 12.587 97,6%
7,14,16 5.913 253 5.660 95,7%
1,4,5,6,8,12,16 23.183 517 22.666 97,7%
2,3,5,9,10,11,14,16 30.943 586 30.357 98,1%
Total 81.362 1.898 79.468 97,2%
Sumber : Data Primer, (2019)

Dari tabel yang menetas sebanyak 81.362 ekor, mendapatkan SR%

sebesar 97,2% benih yang dapat bertahan sebanyak 79.468 ekor dan bisa untuk

didederkan. Jumlah ini masih terhitung baik dan nilainya masih tinggi. Tingkat

kehidupan dan adaptasi dari benih sudah cukup baik dengan kondisi lingkungan

di Pandaan yang sering bersuhu dingin. Salah satu hal yang membantu benih

dalam adaptasi yaitu ruangan hatchery yang melidunginya sehingga suhu udara

tidak langsung mempengaruhi benih dalam tumbuh dan berkembang. Disamping

itu, fluktuasi suhu yan tinggi antara siang dan malam dapat terlindungi oleh

adanya ruangan hatchery. Apabila dibiarkan begitu saja, benih akan mudah

stres, terkena penyakit, dan tidak betah yang pada akhirnya mati. Data jumlah

tebar benih pada pendederan 1 di IBAT Pandaan dapat dilihat pada Tabel 10.
72

Tabel 10. Data tebar pendederan I di IBAT Pandaan


Periode Tebar awal Bak Jumlah Keterangan
pendederan didederkan
(1) (2) (3) (4) (5)
3,7,14,15 8.198 A1 3.000 Ukuran
Kuku
B1 3.000 Ukuran
Kuku
A2 2.198 Ukuran
Kuku

1,7,13,15 12.587 B2 3.000 Ukuran


Kuku
A3 3.000 Ukuran
Kuku
(1) (2) (3) (4) (5)
B3 3.000 Ukuran
Kuku
A4 3.587 Ukuran
Kuku

7,14,16 5.660 B4 3.000 Ukuran


Kuku
A5 2.660 Ukuran
Kuku

1,4,5,6,8,12,16 22.666 B5 3.000 Ukuran


Kuku
A6 3.000 Ukuran
Kuku
B6 3.000 Ukuran
Kuku
A7 3.000 Ukuran
Kuku
B7 3.000 Ukuran
Kuku
A8 3.000 Ukuran
Kuku
B8 3.000 Ukuran
Kuku
A9 1.666 Ukuran
Kuku
73

(1) (2) (3) (4) (5)


2,3,5,9,10,11,14,16 30.357 B9 3.000 Ukuran
Kuku
A10 3.000 Ukuran
Kuku
B10 3.000 Ukuran
Kuku
A11 3.000 Ukuran
Kuku
B11 3.000 Ukuran
Kuku
A12 3.000 Ukuran
Kuku
B12 3.000 Ukuran
Kuku
A13 3.000 Ukuran
Kuku
B13 3.000 Ukuran
Kuku
A14 3.357 Ukuran
Kuku

Jumlah 79.468 79,468 Ukuran


Kuku
Sumber : Data Primer (2019)

Berdasarkan data pada tabel 10, didapat hasil pendederan 1 ikan gurame

pada periode 1 sampai 16 dari jumlah benih yang ditebar keseluruhan sebanyak

79.468 ekor dengan padat tebar 3000 - 587 ekor untuk mengisi setiap kolam

dengan jumlah bak sebesar 27 bak.

Dalam kurun waktu 1 bulan kemudian dilakukan grading pada benih dan

hasilnya di dederkan pada pendederan 2. Keterbatasan jumlah kolam yang tidak

sebanding dengan jumlah benih menjadi pemicu lain benih harus segera

didederkan untuk kemudian dilakukan pemasaran benih. Sebelum benih

dipasarkan terlebih dahulu ditampung dikolam atau tanjaran pemasaran

dibelakang Pasar Ikan Higienis untuk dirawat sampai pembeli datang sedangkan

sisanya di besarkan lagi sampai ukuran benih yang lebih besar. Namun biasanya
74

tidak ada sisa benih semua benih yang dihasilkan biasanya laku terjual semua.

Hal ini dikarenakan konsumen pesan terlebih dahulu kepada pihak balai sebelum

panen dilakukan. Hasil jumlah benih yang hidup selama berada pada

pendederan I berdasarkan pemeliharaan selam 2 bulan pendederan I didapatkan

hasil sesuai Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Survival rate (SR%) benih hasil pemeliharaan di pendederan I
Periode No. Bak Jumlah awal Jumlah mati Jumlah hidup SR%
3,7,14,15 A1 3.000 64 2936 97,8 %
B1 3.000 79 2921 97,3 %
A2 2.198 51 2147 97,9 %

1,7,13,15 B2 3.000 72 2928 97,6 %


A3 3.000 54 2946 98,2 %
B3 3.000 90 2910 97 %
A4 3.587 102 3485 97,3 %

7,14,16 B4 3.000 85 2915 97,1%


A5 2.660 66 2594 97,7%

1,4,5,6,8,12,16 B5 3.000 75 2925 97,5%


A6 3.000 69 2931 97,7%
B6 3.000 84 2916 97,2%
A7 3.000 62 2938 97,9%
B7 3.000 74 2926 97,5%
A8 3.000 86 2914 97,1%
B8 3.000 68 2932 97,7%
A9 1.666 53 1613 97,5%

2,3,5,9,10,11,14,16 B9 3.000 79 2921 97,3%


A10 3.000 85 2915 97,1%
B10 3.000 92 2908 96,9%
A11 3.000 89 2911 97%
B11 3.000 78 2922 97,4%
A12 3.000 75 2925 97,5%
B12 3.000 81 2919 97,3%
A13 3.000 90 2910 97%
B13 3.000 82 2918 97,2%
A14 3.357 133 3224 96,6%
Jumlah 79,468 2118 77.350 97,38%
Sumber : Data Primer (2019)
75

Berdasarkan data di atas, jumlah benih pada pendederan I, dari total awal

79.468 ekor yang dapat bertahan sebesar 77.350 ekor dengan SR 97,38%.

Kematian yang terjadi berasal dari beberapa faktor pemicu seperti faktor stres

akibat di pindah ke lingkungan baru, pakan yang tidak sesuai dengan bukaan

mulut, fluktuasi suhu di luar lebih terasa dari pada di dalam ruangan dan dari

kualitas air sumber air yang tidak sesuai dengan kondisi benih termasuk di

kawasan Pandaan. Benih Yang didederkan pada pendederan II dan dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Tebar pendederan II


PerIode Tebar awal Bak pendederan Jumlah didederkan
(ekor)
(1) (2) (3) (4)
3,7,14,15 2936 1A 8004
2921 1A
2147 1A

1,7,13,15 2928 2A 12269


2946 2A
2910 2A
3485 2A

7,14,16 2915 2B 5509


2594 2B

1,4,5,6,8,12,16 2925 3C 22095


2931 3C
2916 3C
2938 3C
2926 3C
2914 3C
2932 3C
1613 3C

2,3,5,9,10,11,14,16 2921 4D 29473


2915 4D
2908 4D
2911 4D
2922 4D
2925 4D
76

(1) (2) (3) (4)


2919 4D
2910 4D
2918 4D
3224 4D
Jumlah 77.350 77.350
Sumber : Data Primer (2019)

Berdasarkan data pada tabel 12, didapat pada periode 1 sampai 16 dari

jumlah benih yang ditebar pada pendederan II keseluruhan sebanyak 77.350

ekor dengan padat tebar 22095 - 8004 ekor. Untuk mengisi setiap bak dengan

jumlah sebanyak 4 bak. Hasil jumlah benih yang hidup selama berada pada

pendederan II berdasarkan pemeliharaan selam 3 bulan. pendederan II

didapatkan hasil sesuai Tabel 13.

Tabel 13. Hasil SR pendederan II

Periode Jumlah Kolam Jumlah Jumlah Ukuran SR (%)


Awal Mati Akhir (cm)
3,7,14,15 8004 1A 216 7,788 3,5 97,3 %

1,7,13,15 12269 2A 284 11,985 3,5 97,7%

7,14,16 5509 2B 186 5323 3,5 96,7%

1,4,5,6,8,12,16 22095 3C 411 21.684 3,5 98,1%

2,3,5,9,10,11,14,16 29473 4D 627 28.846 3,5 97,9%


Jumlah 77.350 1.724 55.873 97,54%
Sumber : Data Primer (2019)

Dari data tabel 13 diketahui pada pendederan 2 yang mana jumlah

tebar awal keseluruhan 77.350 ekor dan jumlah akhir hasil pendederan 2 yang

siap dipindahkan ke tandon penjualan berjumlah 55.873 ekor dengan SR 97,54%

5.6.3. Penyiponan pada bak pendederan

Selama pemeliharaan benih dalam bak pendederan, biasanya hal yang

sering mengganggu adalah air yang kotor dan padatnya lumut. Untuk sebab itu
77

perlu dilakukan penyiponan. Selama pemeliharaan di bak beton pada

pendederan I, penyiponan dilakukan setiap 1 minggu sekali menggunakan

selang sipon. Tujuannya untuk mengurangi tingkat kepadatan lumut dan plankton

yang ada di dalam air. Untuk pendederan 2 yang berada pada bak semi beton

dengan dasar tanah tidak dilakukan penyiponan.

Proses penyiponan biasanya dilakukan di pagi atau sore hari. Cara

penyiponan dengan menyedot dan membuang lumut dan kotoran di dasar bak

beton dengan selang sipon. Penyiponan dilakukan dari setiap sisi ke sisi secara

perlahan dan hati – hati agar benih tidak ikut tersedot oleh selang sipon. Setelah

disipon biasanya sisa lumut akan mengambang di permukaan bak beton. Lumut

lumut ini kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dibuang. Lumut

yang tidak segera dibuang nantinya akan dijadikan sebagai tempat hinggapnya

capung untuk meletakkan telurnya. Telur yang menetas dan tumbuh menjadi

larva ini akan menjadi predator bagi benih ikan gurame. Proses penyiponan pada

bak pendederan I dapat dilihat pada Gambar 30.

Gambar 30. Proses Penyiponan Bak Pendederan I


Sumber: Data Primer, (2019)

Selama proses pemeliharaan, air media melalui proses pergantian air.

Pergantian air ini berlangsung dengan sistem resirkulasi, yaitu air mengalir

otomatis dengan sistem gravitasi ke bak beton jika saluran dibuka dan akan

langsung membuang sendirinya melalui outlet jika melebihi batas. Ketika air

mengisi bak, jika sudah mencapai batas ketinggian tertentu yaitu kurang lebih

30 – 50 cm maka air akan terbuang secara otomatis melalui saluran outlet.


78

Ketinggian buangan air disesuaikan dengan tinggi pipa outlet yang dipasang

pada kolam.

5.6.3. Pengelolaan Pakan

Selama pemeliharaan di bak beton pada pendederan I, benih gurame

mengalami 3 kali perganti pakan. Jenis pakan yang digunakan secara bertahap

yaitu cacing sutra, pelet serbuk dan pelet biasa sesuai bukaan mulut ikan. Pada

pendederan I, setelah berusia kurang lebih 30 hari di akuarium, benih didederkan

dan dipelihara di bak beton untuk pendederan I. Lama pendederan I di bak beton

berkisar selama 1 bulan. Jenis pakan yang diberikan pada saat pendederan I

antara lain cacing sutra, pelet tepung dan pelet pabrikan ukurannya disesuaikan

dengan bukaan mulut ikan. Dosis pemberian pakan pada benih yaitu 80 gram

cacing sutra untuk masing – masing kolam pendederan 1 dan 2. Pemberian

pakan benih pendederan 1 dan 2 dapat dilihat ada Tabel 14.

Tabel 14. Pemberian Pakan Benih Pendederan I dan 2

No. Usia (hari) Jenis Presentase Frekuensi


(1) (2) (3) (4) (5)
1. 31 Cacing sutra 100 % cacing 2 kali sehari
2. 32 sutra
3. 33
4. 34
5. 35
6. 36
7. 37
8. 38 Cacing sutra 100 % cacing sutra
9. 39
10. 40 Cacing sutra 100 % cacing sutra
11. 41
12. 42
13. 43
14. 44
15. 45 Cacing sutra 100 % cacing sutra
16. 46
17. 47
18. 48
19. 49 Pelet biasa 60 % Pelet biasa
20. 50 40 % pelet tepung
21. 51 Pelet tepung
79

(1) (2) (3) (4) (5)


22. 52 Pelet biasa sesuai 100 % pelet sesuai
23. 53 bukaan mulut bukaan
24. 54 mulut
25. 55
26. 56
27. 57
28. 58
29. 59
30. 60
Sumber : Data Primer, (2019)

Setelah didederkan selama kurang lebih 1 bulan kemudian benih di

grading dan di dederkan pada pendederan II. Selama di kolam pendederan II

benih yang berusia 1,5 – 2 bulan diberi pakan berupa pelet yang disesuaikan

dengan bukaan mulut ikan. Pelet yang digunakan sebaiknya memiliki kandungan

protein sebesar 25 – 30 %. Dosis pemberian adalah 192 gram pelet untuk

masing – masing kolam pendederan II dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi

dan sore.

5.6.4. Pengelolaan Kualitas Air

Pada bak dan kolam pendederan dilakukan monitoring kualitas air.

Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran pH, suhu. Monitoring kualitas

air dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Berikut ini

merupakan beberapa parameter kualitas air yang digunakan dalam memonitoring

kualitas air di IBAT Pandaan.

1) Suhu

Di IBAT Pandaan dari hasil monitoring pengukuran suhu yang dilakukan

setiap hari, kolam pendederan di pagi hari berkisar antara 26 – 27oC dan disore

adalah berkisar antara26 – 28oC.Alat yang digunakan yaitu termometer atau DO

meter yang sudah dilengkapi dengan termometer dengan frekuensi pengukuran

2 kali sehari, pagi dan sore. Grafik suhu pada pendederan dapat dilihat pada

Gambar 31.
80

Gambar 31. Grafik Suhu Pendederan


Sumber : Data Primer, (2019)

Dari grafik di atas di dapatkan hasil pengukuran suhu pendederan I pada

pagi hari yaitu suhu tertinggi 27,4oC, suhu terendah 26,5oC dan pada suhu sore

hari yaitu tertinggi 27,4 oC dan suhu terendah 26,7 oC. pada grafik juga tersaji

fenomena fluktuasi suhu baik di pagi hari dan sore hari. Fluktuasi ini berasal dari

lama penyinaran sinar matahari serta kondisi cuaca mendung atau tidaknya.

Semakin lama penyinaran sinar matahari suhu dalam air juga akan semakin naik

dan semakin lama mendung yang menghalang sinar serta lamanya angin yang

berhembus dan udara luar berdifusi dengan air, maka semakin rendah suhu air.

Suhu terendah sering terjasi ketika hujan deras dan sempat didapati pada lokasi

beberapa kali.

Hasil pengukuran tersebut sesuai dengan pendapat Sunarya (2006),

Suhu air yang ideal bagi pertumbuhan ikan gurami berjenis soang adalah 24 – 30
o
C.
81

Menurut Sunarya (2006), apabila perbedaan suhu antara siang dan

malam terlalu besar (>5oC), pertumbuhan gurame soang akan terganggu karena

kandungan oksigen dalam kolam menurun dibawah angka ideal yaitu 4 – 6 mg/l.

Menurut Sunarya (2006), Kepekaan gurami soang teradap perubahan

suhu bisa disiasati dengan merekayasa ketinggian air kolam. Ketinggian air

dalam keadaan normal adalah 70 – 80 cm. Ketika musim kemarau tiba,

ketinggian kolam ditambah sekitas 10 – 20 cm. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi suhu yang terlampau panas. Sebaliknya saat musim hujan tiba,

ketinggian kolam dipermukaan kolam harus diturunkan supaya air kolam tidak

terlalu dingin. Apabila suhu air dingin maka kadar oksigen akan tinggi dan

sebaliknya. Kecenderungan menunjukan bahwa suhu air yang terlalu dingin

memiliki resiko tinggi berbagai jenis penyakit ikan, sebagaimana terlampir pada

lampiran 3.

2) Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH (puisanche of the H) merupakan ukuran

konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa. Faktor

yang mempengaruhi pH suatu perairan adalah konsentrasi karbondioksida dan

senyawa yang bersifat asam. Kisaran pH adalah 1 -14, angka 7 menunjukan pH

netral. Grafik pengukuran pH pada pendederan dapat dilihat pada Gambar 32.
82

Grafik pH pendederan 1
7,6
7,5
7,4
7,3
7,2
7,1
7
1 2 3 4
Minggu ke

pagi sore

Gambar 32. Grafik pH pendederan


Sumber : Data Primer, (2019)

Dari grafik di atas di dapatkan hasil pengukuran pH pendederan I pada

pagi hari yaitu suhu tertinggi 7,5 pH terendah 7,2 dan pada pH sore hari yaitu

tertinggi 7,3 dan pH terendah 7,2. Fenomena fluktuasi ph yang terjadi

kebanyakan diperoleh dari pengaruh lingkungan, kandungan bahan organik,

nafsu makan dan sisa pakan dalam kolam hingga pada sumber air pula. Hujan

juga sering berpengaruh pada nilai pH. Biasanya nilai pH rendah dikarenakan

adanya hujan yang membawa zat asam dalam udara bebas.

Menurut Sunarya (2006), kolam pemeliharaan ikan gurami soang

idealnya memiliki pH yaitu antara 6,5 – 7,5. Apabila besarnya pH kurang dari 6

berarti kondisi air terlalu asam dan perlu dilakukan penambahan kapur kalsium

karbonat (CaCO3) dengan dosis 50 gram/m 2. Sementara untuk kondisi basa di

atas angka 7 dapat menggunakan penambahan daun ketapang kering.

4). Jenis Plankton

Plankton adalah salah satu jenis makhluk hidup yang terdiri dari tanaman

dan hewan. Selain itu, plankton juga ada yang berjenis bakteri serta mikrobiologi.

Plankton sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis- jenis plankton antara lain:
83

berdasarkan fungsinya, berdasarkan penyebarannya, berdasarkan daur hidup,

dan berdasarkan ukuran tubuhnya.

Pada kolam pendederan di IBAT Pandaan juga dihuni oleh beberapa

jenis plankton baik yang merugikan maupun yang tidak. Jenis plankton yang

menghuni kolam pendederan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Jenis plankton di kolam pendederan

No. Kolam Jenis Plankton


1. Kolam Pendederan Botryococcus sp
Tetraedron sp
Navicula sp
Chlorella sp
Staurastrum sp
Campylodiscus sp
Coelastrum sp
Sumber : Data Primer, (2019)

Dari beberapa jenis plankton di atas tergolong ke dalam beberapa jenis

plankton yaitu yang merugikan dan yang menguntungkan. Jenis plankton yang

menguntungkan seperti Navicula sp, Chlorella sp, sedangkan untuk jenis

plankton yang merugikan diantaranya Campylodiscus sp dan Coelastrum sp.

5.6.5. Pengendalian Hama dan Penyakit

1. Hama

Hama adalah segala jenis hewan atau tumbuhan yang ada di kolam

selain ikan yang dibudidayakan dan dianggap dapat merugikan karena

mengurangi produktivitas. Hama pada benih ikan gurame sangat merugikan

karena hama ini menjadi predator, kompetitor, dan perusak. Berikut ini

merupakan pembagian hama dan beberapa jenis hama yang di jumpai pada

pembenihan ikan gurame.


84

a. Hama pemangsa (Predator)

Di IBAT Pandaan hama pemangsa yang sering dijumpai di sini terutama

pada bak dan kolam pendederan juga ditemukan hama lain yang biasanya

memangsa benih seperti jentrung (anak capung). Menurut Sunarya (2006),

predator adalah hewan yang secara langsung membunuh dan memakan ikan

yang dibudidayakan ( gurame soang ) sehingga jumlahnya di dalam kolam

menjadi berkurang.

b. Hama penyaing (Kompetitor)

Selain hama predator ditemukan pula hama kompetitor seperti yang ada

di kolam pendederan yaitu lumut, udang kecil dan ikan jatul. Menurut Sunarya

(2006), keberadaan hewan atau tumbuhan penyaing di dalam kolam dapat

menimbulkan beberapa kerugian. Salah satunya menghambat pertumbuhan

gurame Soang melalui persaingan makanan, baik makanan alami maupun

makanan tambahan, persaingan oksigen, dan persaingan ruang atau tempat.

c. Hama Perusak

Adapula hama lain selain predator dan kompetitor yaitu hama perusak.

Beberapa hama perusak yang dijumpai di IBAT Pandaan seperti kepiting dan

trisipan yang dapat mengikis dinding kolam ataupun melubangi dasar kolam.

Menurut Sunarya (2006), hama perusak dapat menimbulkan beberapa kerugian,

di antaranya menyebabkan kerusakan pada pematang kolam. Kerugian paling

besar adalah terjadinya kebocoran yang diakibatkan kepiting dan belut yang

membuat lubang pada pematang. Adanya kebocoran akan mengakibatkan

antara lain :

1) Kedalaman air sulit dipertahankan

2) Masuknya hama pemangsa dan penyaing ke dalam kolam pemeliharaan

3) Banyak gurame Soang yang lolos (keluar) melalui lubang kepiting atau belut

4) Ada gurame Soang yang dimangsa leh belut atau kepiting.


85

Pengendalian hama gurame Soang dapat digolongkan ke dalam tiga

cara, yaitu secara fisik, biologis dan kimiawi. Ketiga cara tersebut bisa dilakukan

secara berurutan, tetapi dapat juga secara terpisah. Dari ketiga cara tersebut,

yang paling aman untuk dilaksanakan yaitu cara fisik dan biologis sebab tidak

menimbulkan efek samping yang dapat merugikan. Di Instalasi Budidaya Air

Tawar Pandaan, pengendalian yang biasanya dilakukan yaitu secara fisik dan

secara biologis. Pengendalian secara fisik yaitu dengan cara pengeringan dasar

kolam, persiapan kolam dan perbaikan pematang, penangkapan langsung dan

penyaringan air masuk. Dan secara biologis biasanya dilakukan dengan cara

pemasukan hewan lain ke dalam kolam pemeliharaan yang musuh atau

pemangsa hama tersebut.

Beberapa hewan yang biasanya dijadikan hewan pemangsa bagi hama

yang ada seperti ikan Nila dan ikan Tombro. Cara kimiawi tidak dilakukan di

Instalasi Budidaya Air Tawar Pandaan karena dikawatirkan dapat mencemari

kondisi lingkungan disekitarnya termasuk ekosistem yang ada dan dapat

menyebabkan ikan menjadi resisten. Menurut Sunarya (2006), pengendalian

terhadap hama terbagi menjadi 3 cara antara lain :

1. Secara fisik

a. Pengeringan dasar kolam

Bertujuan untuk membunuh semua organisme patogen (hama),

termasuk telur dan larvanya. Di samping itu, pengeringan dasar kolam juga

dapat memperbaiki struktur tanah dasar.

b. Persiapan kolam dan perbaikan pematang

Dalam persiapan kolam dilakukan pengolahan tanah di dasar kolam.

Selain itu juga perlu dilakukan keduk teplok guna menutup lubang – lubang

pada pematang. Pengapuran juga perl dilakukan untuk membunuh bibit hama.

c. Penangkapan langsung
86

Penangkapan hewan liar dapat dilakukan secara teratur selama pemelih

-araan. Cara ini cukup efektif bila dilakukan secara rutin.

d. Penyaringan air masuk

Air yang masuk ke areal perkolaman harus disaring terlebih dahulu agar

hewan – hewan liar, termasuk telur dan larvanya tidak dapat masuk ke dalam

kolam. Alat yang digunakan sosog yang dilapisi ijuk atau dengan saringan air

lainnya yang halus.

2. Secara Biologis

Beberapa jenis hama ikan dapat diatasi secara biologis, yaitu dengan

memasukkan hewan lain ke dalam kolam pemeliharaan yang menjadi musuh

atau pemangsa hama tersebut. Gunanya adalah untuk memangsa secara

langsung hama yang ada.

3. Secara Kimiawi

Apabila penanggulangan cara fisik dan biologi mengalami hambatan

maka dapat dilakukan penanggulangan secara kimiawi yaitu menggunakan

pestisida.

2. Penyakit

Selama proses kegiatan Kerja Praktek Akhir di Instalasi Budidaya Air

Tawar Pandaan tidak ditemukan penyakit yang menyerang pada benih ikan

gurame.

5.7. Panen

Keberhasilan usaha budidaya gurame soang dapat diketahui dari hasil

panen yang diperoleh. Parameternya adalah jumlah, ukuran, jumlah panen dan

kualitas benih ikan yang dihasilkan. Pemungutan hasil atau pemanenan gurame

soang ukuran benih tidak jauh berbeda dengan cara pemanenan benih ikan air

tawar lainnya. Rencana panen harus direncanakan sejak awal tebar ikan karena

menyangkut biaya pakan yang harus dikeluarkan. Pemanenan terhadap ukuran


87

benih gurame tersebut meliputi benih ukuran kuku, karcis, korek, dan bungkus

rokok. Hal yang perlu diperhatikan sebelum dan waktu pemanenan benih antara

lain:

1) Lakukan pemanenan saat cuaca sejuk yaitu di pagi atau sore hari

2) Siapkan terlebih dahulu alat yang digunakan untuk memanen dan alat angkut

hasil panen ke wadah tampung

3) Lakukan proses pemanenan secara cepat dan hati – hati usahakan agar

benih yang dipanen tidak stres.

Di IBAT Pandaan pemanenan dilakukan secara panen parsial. Waktu

pemanenan adalah pagi hari atau sore hari untuk menghindari cahaya terik

matahari. Untuk ukuran benih yang sering pembeli inginkan dengan ukuran

berkisaran 3 – 7 cm. Cara pemanenan adalah kurangi terlebih dahulu air media

dalam kolam hingga tersisa 40 – 30%. Seser dengan menggunakan jaring atau

waring benih yang ada di kolam secara perlahan. Pisahkan ukuran benih sebab

untuk setiap ukurannya harganya berbeda. Jika pembeli belum datang, benih

dapat ditampung di dalam wadah tampungan atau sering disebut tanjaran.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari Kerja Praktek Akhir yang dilaksanakan di Instalasi

Budidaya Air Tawar Pandaan adalah sebagai berikut:

1. Teknik pembenihan yang telah dilaksanakan di IBAT pandaan sudah baik dan

sesuai dengan prosedur cara pembenihan ikan yang baik dengan sistem

alami dan pemijaan massal 20:20.

2. Jumlah induk jantan adalah 120 ekor dan betina 120 ekor, umur jantan 2 – 2,5

tahun dengan berat 1,5 – 2 kg. sedangkan betina 2 – 3 tahun dengan berat 3

– 5 kg untuk perbandingan pemijaan yaitu 1:1.

3. Penetasan telur baik, dibuktikan telur dapat menghasilkan sebanyak 82.542

butir telur dan berhasil menjadi larva sebanyak 81.362 ekor dengan HR

98,2%. Dan menjadi benih ukuran kecil dengan total panen dari hatchery

sebesar 79.468 ekor dengan SR 97,2%.

4. Pendederan yang baik, dibuktikan dengan benih dapat tumbuh dan sehat.

Dari data pendederan 1 dapat dibuktikan dengan panen benih total 79.468

ekor benih dan dapat dipanen dari pendederan 1 dengan total 77.350 ekor

dengan SR 97,38%

5. Dari data pendederan 2 berjumlah 4 bak yang mana jumlah tebar awal 77.350

ekor total akhir 55.873 ekor dan SR nya 97,54%

6. Kualitas benih cukup baik ditandai dengan benih ukuran seragam dan benih

sehat.

88
89

6.2. Saran

Saran yang bisa diberikan untuk Instalasi Budidaya Air Tawar Pandaan

(IBAT) adalah :

1. Sebaiknya dilakukan penyimpanan pakan dan penyimpanan peralatan

pembenihan sesuai dengan penerapan CBIB yang baik.

2. Perlu diperhatikan penerapan biosecurity dan sterilisasi alat yang lebih

ketat selama proses pembenihan.

3. Perlu Memanfaatkan lab kualitas air dengan baik.

4. Sebaiknya dilakukan penambahan kolam pada pendederan II agar pada

saat penebaran benih disesuaikan dengan ukurannya.

5. Sebaiknya dalam melakukan pengukuran kualitas air seperti DO

dilakukan setiap hari.


DAFTAR PUSTAKA

Abi. 2010. Budidaya Ikan Nila secara Intensif (Cetakan


Keempat). PT Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Achmad. (2001). Budidaya Ikan Gurame. Jakarta: Menegristek Bidang


Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Adnan, M., E.I. Martawijaya, dan B.S. Setiawan. 2009. Pembenihan Gurami didalam
Akuarium. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Agung. 2007. Panduan Lengkap Budidaya Gurami. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Agromedia. 2007. Panduan Lengkap Budidaya Gurami. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Caniago, A., Y. Basri dan Azrita. 2014. Pengaruh Perbandingan Induk Jantan dan Betina
dalam Pemijahan Ikan Sepat Mutiara (Tricogaster leeri Blkr) Terhadap Fekunditas dan
Daya Tetas Telur. Prosiding Hasil Penelitian Mahasiswa FPIK, 5 (1): 12 hal.
Djarwanto PS, Pangestu Subagyo, (1993), Statistik Induktif, BPFE Yogyakarta.

Effendi, H. 2002. Telaahan Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 259
hal.

Farchan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vaname. BAPPL Sekolah Tinggi Perikanan,
Serang

Ghufron, M dkk. 2010. Budidaya Perairan Jilid II, Cirta Aditya Bakti, Bandung.

Harpandi. 2013. Memacu Pertumbuhan Gurami (edisi revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Kordi K., M. Ghufran H. 2014. Panen Untung Dari Akuabisnis Ikan Gurami. Lily Publisher.
Yogyakarta.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Budidaya Perairan Jilid II, Cirta Aditya Bakti, Bandung.

Murtidjo. 2001. Pembenihan Ikan Gurame. Media Penyuluhan Perikanan. Pati.

Mahyuddin K. 2009. Panduan Lengkap Agribisnis Ikan Gurami. Penebaran Swadaya.


Jakarta.

Narbuko C dan Achmadi A. 2005. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.

Nazir M. 2003. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Timur.

Nugroho, M. H. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil


Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersertifikat SNI. Skripsi. Eksistensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 90 hal.

Poleng. 2011. Persiapan Budidaya Ikan Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prihartono RE. 2004. Permasalahan Gurami dan Solusinya. Penebar Swadaya. Jakarta.

90
91

Respati H dan S. Budi. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Gurami. Kanisius.
Yogyakarta.

Sandjaya, T dan Risksy. 2006. Usaha Pembenihan Gurame. Penebar Swadatya. Jakarta. 80
hal.

Sani, Berlin. 2014. Budi Daya Ikan Gurami. Dafa Publishing. Jakarta.

Sitanggang M. 1999. Budidaya Gurami. Penebaran Swadaya. Jakarta.

Subandiyono dan Hastuti, S. 2014. Beronang serta Prosek Budidaya Laut Indonesia.
Cetakan Pertama. UNDIP Press, Semarang, 78 hlm

Sulhi. 2012. Cara Penetasan Telur dan Perawatan Larva Gurame. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Sumanto, Fery. 2015. Persiapan Penetasan Telur Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunarya, Priatna U. 2006. Gurami Soang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunaryo, Uen Priatna. 2005. Gurami Soang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutanto, Danuri. 2012. Sukses Budidaya Ikan Gurami. Pustaka Baru Press.Yogyakarta.

SNI 01-6485.2-2-2000.2000. Produksi Benih Ikan Gurame (Osphronemous gouramy Lac)


Kelas Benih Sebar. Departemen Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Taringan, Josep R. dan Suparmoko. 1995. Metode Pengumpulan Data. Yogyakarta: BPFE.

Tim Karya Tani Mandiri. 2009. Pedoman Budidaya Ikan Gurami. CV. Nusa Aulia. Bandung.

Tirta dan Riski S. 2011. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar Swadaya, Jakarta.
92

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Kualitas Air Kolam Induk

Tabel Pengumpulan Data Monitoring Kualitas Air Kolam Induk dan Pemijahan
Hasil Pengukuran
No. Tanggal Suhu (0C) pH Keterangan
Pagi Sore Pagi Sore
1 1/4/2019 26.2 26.8 7.8 7
2 2/4/2019 26.5 26.8 7.3 7.6
3 3/4/2019 26.4 26.7 7.8 7.5
4 4/4/2019 27 26.8 7.5 7.1
5 5/4/2019 26.8 26.5 7.5 7.4
6 6/4/2019 26.6 26.4 7.6 6.9
7 7/4/2019 26.5 28.1 7.5 7.5
8 8/4/2019 26.5 28 8 7.3
9 9/4/2019 26.6 28.1 7.6 7.5
10 10/4/2019 25.9 26.3 7.3 6.9
11 11/4/2019 25.9 26.2 7.6 7.5
12 12/4/2019 25.8 26.6 7.7 7.7
13 13/4/2019 27.1 28.3 7.5 7.1
14 14/4/2019 Hujan Hingga Malam
15 15/4/2019 26.9 28.3 7.4 7.3
16 16/4/2019 26.7 28.4 8 7
17 17/4/2019 28.4 27.4 7.5 7.6
18 18/4/2019 Hujan Hingga Malam
19 19/4/2019 28 26.7 7.4 7.5
20 20/4/2019 24.7 26.7 7.2 7.3
21 21/4/2019 26.3 27.2 7 7.2
22 22/4/2019 Hujan Hingga Malam
23 23/4/2019 25.3 27.1 6.6 7.3
24 24/4/2019 25.8 27.2 7 7
25 25/4/2019 27.1 26 7.3 7.8
26 26/4/2019 26 25.8 7.4 7
27 27/4/2019 27.2 26.1 7.8 7
28 28/4/2019 26.7 27.9 7.4 7.4
29 29/4/2019 26.7 Hujan Sejak Sore
30 30/4/2019 27.2 27.7 7.6 7.3

26.55 27.08 7.47 7.3


93

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air Hatchery

Tabel Pengumpul Data Monitoring Kualitas Air Hatchery


Hasil Pengukuran
No Tanggal Suhu Air (oC) pH Keterangan
Pagi Sore Pagi Sore
1 1/4/2019 26.5 26.6 7.5 7.5
2 2/4/2019 26.4 26.7 7.7 7.6
3 3/4/2019 28.1 25.7 7.1 7.5
4 4/4/2019 28 28.1 7.8 7.4
5 5/4/2019 28.1 28 7.8 7.6
6 6/4/2019 26.3 28.1 7.8 7.3
7 7/4/2019 26.2 26.3 7.6 8.1
8 8/4/2019 26.6 26.2 8.5 7.8
9 9/4/2019 28.3 26.6 7 7.7
10 10/4/2019 27 28.3 7 8
11 11/4/2019 26.8 28.5 8 7.9
12 12/4/2019 26.6 26.1 7.8 8
13 13/4/2019 26.5 28 7.6 7.7
14 14/4/2018 26.4 26.7 8.5 8.4
15 15/4/2019 28.1 26.8 7 8
16 16/4/2019 28 26.5 7 7.9
17 17/4/2019 28.3 26.4 8 8.4
18 18/42019 28.4 28.1 7.8 7.6
19 19/4/2019 27.4 28 7.6 7.8
20 20/4/2019 28 28.1 7.7 9
21 21/4/2019 26.7 26.3 7.8 7.8
22 22/4/2019 26.7 26.2 9 7.3
23 23/4/2019 27.2 26.6 7.8 7.3
24 24/4/2019 27 28.3 7.3 8
25 25/4/2019 28.5 26 7.2 7.8
26 26/4/2019 26.1 27.2 8.5 8.9
27 27/4/2019 28 26.7 7 8.8
28 28/4/2019 26.7 26.7 8.7 8.5
29 29/4/2019 26.8 27.2 7 8.8
30 30/4/2019 26.5 27.9 7.1 7.5

27.21 27.10 7.673333 7.93


94

Lampiran 3. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pendederan I

Tabel Pengumpulan Data Monitoring Kualitas Air Pendederan I


Hasil Pengukuran
Suhu (oC) pH Keterangan
No Tanggal
Pagi Sore Pagi Sore
1 1/4/2019 26.2 26.8 7.8 7
2 2/4/2019 26.5 26.8 7.3 7.6
3 3/4/2019 26.4 26.7 7.8 7.5
4 4/4/2019 27 26.8 7.5 7.1
5 5/4/2019 26.8 26.5 7.5 7.4
6 6/4/2019 26.6 26.4 7.6 6.9
7 7/4/2019 26.5 28.1 7.5 7.5
8 8/4/2019 26.2 28 8 7.3
9 9/4/2019 26.6 28.1 7.6 7.5
10 10/4/2019 28.3 26.3 7.3 6.9
11 11/4/2019 26 26.2 7.3 7.5
12 12/4/2019 26.7 26.6 7 7.7
13 13/4/2019 26.7 28.3 7.6 7.1
14 14/4/2019 Hujan Hingga Malam
15 15/4/2019 26.9 28.3 7.4 7.3
16 16/4/2019 26.7 28.4 8 7
17 17/4/2019 28.4 27.4 7.5 7.6
18 18/42019 Hujan Hingga Malam
19 19/4/2019 28 26.7 7.4 7.5
20 20/4/2019 24.7 26.7 7.2 7.3
21 21/4/2019 26.3 27.2 7 7.2
22 22/4/2019 Hujan Hingga Malam
23 23/4/2019 26.3 27.1 6.6 7.3
24 24/4/2019 26.2 27.2 7 7
25 25/4/2019 26.6 26 7.3 7.8
26 26/4/2019 Hujan Hingga Malam
27 27/4/2019 26 25.8 7.3 7
28 28/4/2019 27.2 26.1 7 7
29 29/4/2019 26.7 27.9 7.6 7.4
30 30/4/2019 27.2 27.7 7.3 30

26.68 27.08 7.41 7.3


95

Lampiran 4. Denah Lokasi IBAT Pandaan


96
97

Keterangan denah lokasi PKM :


K. : Kolam
PIH : Pasar Ikan Hygienis
K.1 :-
K.2 : Induk Nila Merah
K.3 :-
K.4A : Induk Koi dan Tombro
K.4B : Benih Gurame
K.4C : Benih Gurame
K.5 : Udang Galah
K.6 : Benih Nila Merah
K.7 : Induk Komet
K.8A : Induk Gurame
K.8B : Induk Gurame
K.8C : Induk Gurame
K.9 : Induk Gurame
K.10 : Induk Nila Gyps
K.11A : Benih Gurame
K.11B : Calon induk Nila Merah
K.11C : Calon Induk Nila Gyps
K.12A : -
K.12B : Benih Nila Gyps
K.12C : Kolam Pemasaran
K.12D : Kolam Karantina
K.12E : Benih Gurame
K.12F : Udang Galah
K.13 : Benih Koi dan Kornet
K.14 : Calon Induk Patin
K.15A : Pembesaran Gurame
K.15B : Benih Nila Merah dan Nila Gyps
K.15C : Benih Nila Merah dan Nila Gyps
K.15D : Pembesaran Gurame
K.15E : Calon Induk Nila Gyps
K.15F : Benih Kornet
K.16 : Pembesaran Patin
K.17 : Calon Induk Patin
K.18 : Pembesaran Koi dan Kornet
K.19 : -
K.20 : -
K. Bundar : Pembesaran Gurame
Waduk : Semua Jenis Ikan Budidaya
98

Lampiran 5. Perhitungan laju pertumbuhan

Dari hasil pengukuran dan monitoring pertumbuhan panjang dan berat,

didapatkan hasil laju pertumbuhan harian dengan perhitungan sebagai berikut ini:

a. Laju Pertumbuhan Panjang

Diketahui = panjang awal (Po) = 0,5 cm

Panjang akhir (Pt) = 2,5 cm

Waktu (t) = 60 hari

Ditanya = Laju Pertumbuhan harian (SGR) ?

Jawab = SGR = 1] x 100%

1] x 100%

= [60√5 – 1] x 100%

= (1,03 – 1 ) x 100%

= 0,03 x 100% = 3% per hari

Jadi laju pertumbuhan panjang benih hariannya adalah 3% per hari

b. Laju Pertumbuhan Berat

Diketahui = berat awal (wo) = 0,45

cm berat akhir (wt) = 6 cm

Waktu (t) = 60 hari

Ditanya = Laju Pertumbuhan harian (SGR) ?

Jawab = SGR = %

1] x 100%

= [60√13,33– 1] x 100%

= (1,04 – 1 ) x 100%

= 0,04 x 100% = 4% per hari

Jadi laju pertumbuhan berat benih hariannya adalah 4% per hari


99

Lampiran 6. Perhitungan Kebutuhan Pakan Induk Gurame

Kebutuhan pakan pellet untuk induk yang dipelihara adalah sebagai

berikut:

Diket :

Dosis pakan per hari = 3%

Berat rata-rata induk = 3000 gram

Jumlah induk = 240

Frekuensi pemberian pakan = 2 kali

% Dosis pakan perhari x Berat biomass induk ikan gurami

Frekuensi pemberian pakan per hari

3% x (3000 gram x 240)

3% x 720.000

21600

10.800 gram

Jadi dalam sehari pakan pellet yang diberikan pada induk gurami ialah 10.8 kg.

karena pemberian pakan diberikan dua kali dalam sehari, maka setiap pemberian

pakannya ialah 5,4 kg.


100

Kebutuhan pakan Daun Talas untuk induk yang dipelihara adalah sebagai berikut:

Diket :

Dosis pakan per hari = 5%

Berat rata-rata induk = 3000 gram

Jumlah induk = 240

Frekuensi pemberian pakan = 1 kali

% Dosis pakan perhari x Berat biomass induk ikan gurami

Frekuensi pemberian pakan per hari

5% x (3000 gram x 240)

5% x 720.000

3.6000

36.000 gram

Jadi dalam sehari pakan pellet yang diberikan pada induk gurami ialah 36.000 kg. karena

pemberian pakan diberikan dua kali dalam sehari, maka setiap pemberian pakannya ialah

36 kg.
101

Lampiran 7. Padat Tebar Telur di Aquarium


Kolam Periode Total Panen AK/ Total Telur
Indukan Panen Penebaran
(1) (2) (3) (4) (5)
6B 3 1600 1 : 1600 Nilai Total
7 5600 2 : 1000 8603
3 : 1000
4 : 1000
5 : 1000
6 : 1600
14 840 7 : 840
15 563 8 : 563
Nilai Total
6C 1 4290 9 : 1000 13074
10 : 1000
11 : 1000
12 : 1290
7 916 13 : 916
13 3068 14 : 1000
15 : 1000
16 : 1068
15 4800 17 : 1000
18 : 1000
19 : 1000
20 : 1800
Nilai Total
7B 7 1082 21 : 1082 6061

14 1500 22 : 1500
16 3479 23 : 1000
24 : 1000
25 : 1479
Nilai Total
7C 1 5520 26 : 1000 23493
27 : 1000
28 : 1000
29 : 1000
30 : 1520
4 2600 31 : 1000
32 : 1600
5 6526 33: 1000
34 : 1000
35 : 1000
36 : 1000
37 : 1000
38 : 1526
102

(1) (2) (3) (4) (5)


6 900 39: 900
8 4805 40 : 1000
41 : 1000
42 : 1000
43 : 1805
12 2300 44 : 1000
45 : 1300
16 842 46 : 842
Nilai Total
8B 2 4800 47 : 1000 31311
48 : 1000
49 : 1000
50 : 1800
3 3320 51 : 1000
52 : 1000
53 : 1320
5 128 54 : 128
9 5400 55 : 1000
56 : 1000
57 : 1000
58 : 1.000
59 : 1.400
10 7800 60 : 1.000
61 : 1.000
62 : 1.000
63 : 1.000
64 : 1.000
65 : 1.000
66 : 1.800
11 4788 67 : 1.000
68 : 1.000
69 : 1.000
70 : 1.788
14 4012 71 : 1.000
72 : 1.000
73 : 1.000
74 : 1.012
16 1063 75 : 1.063
103

Lampiran 8. Laporan Hasil Uji Kualitas Air

Anda mungkin juga menyukai