4.1.2 Letak Geografis dan Topografi Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah
Lokasi BBPBAP Jepara terletak di Jalan Cik Lanang No 1, Desa Bulu,
Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah dan berada di tepi
pantai utara Jawa Tengah, tepatnya 1100 39’ 11” BT dan 60 35’ 10” LS dengan
tanjung kecil landai yang memiliki ketinggian 0 sampai dengan 0,5 meter dari
permukaan laut. BBPBAP Jepara berada di tepi pantai utara Jawa yang berbatasan
dengan beberapa wilayah yaitu bagian utara berbatasan dengan pantai utara Jawa,
bagian timur berbatasan dengan Desa Kauman, bagian selatan berbatasan dengan
Pantai Kartini dan bagian barat berbatasan dengan Pulau Panjang.
Kondisi perairan pantai berbatu dan berpasir dengan salinitas 26 – 35 ppt dan
suhu udara berkisar 20 – 300C. Jenis tanahnya lempung berpasir dan datarannya
cenderung liat. Beda pasang naik dan turun ± 1 meter, sehingga baik digunakan
untuk kegiatan budidaya. Luas areal BBPBAP Jepara yaitu seluas 64,547 Ha.
Dari jumlah lahan yang dimiliki oleh BBPBAP Jepara ini terdiri dari perkantoran,
perumahan dinas, asrama, masjid, unit pembenihan, lapangan olahraga,
auditorium dan labolatorium seluas dan 54,547 Ha lainnya digunakan sebagai area
pertambakan baik digunakan sebagai tambak beberapa spesies ikan, udang dan
rumput laut.
4.2 Organisasi dan Tenaga Kerja
4.2.1 Struktur Organisasi
Struktur organisasi BBPBAP Jepara berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. : 6/PERMEN-KP/2014 tanggal 3 Februari 2014
bahwa Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau merupakan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berada di bawah
naungan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan dipimpin oleh seorang Kepala Balai.
Kepala balai bertugas sebagai penanggung jawab penuh atas kinerja para pegawai.
Susunan organisasi BBPBAP Jepara terdiri dari beberapa bidang seperti
penjelasan masing-masing bidang kepegawaian seperti yang tercantum pada
penjelasan berikut ini:
1. Bidang Pengujian dan Dukungan Teknis
a. Seksi Dukungan Teknis
b. Seksi Produksi dan Pengujian
2. Bidang Uji Terap Teknik dan Kerjasama
a Seksi Uji Terap Teknik
b Seksi Kerjasama dan Informasi
3. Bagian Tata Usaha
a. Sub Bagian Keuangan dan Umum
b. Sub Bagian Kepegawaian
4. Kelompok Jabatan Fungsional
a. Perekayasa
b. Litkayasa
c. Pengawas Perikanan
d. Pustakawan
e. Pengawas Hama Penyakit Ikan
f. Arsiparis
g. Pranata Humas
h. Pranata Komputer
Berikut tersaji pula struktur organisasi Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau (BBPBAP) Jepara pada tahun 2016 dimana dari gambar dapat diperoleh
penjelasan bahwa seorang kepala balai memiliki wewenang dan tanggung jawab
khusus kepada seluruh pegawai yang berada di BBPBAP Jepara. Kepala balai
dalam melakukan segala tugas dibantu oleh semua jajaran pegawai sehingga
terciptalah kondisi kerja yang dinamis, sehingga dapat tercapai hasil yang
maksimal dalam melakukan tugas sebagai UPT Budidaya Air Payau. Struktur
organisasi Balai Besar Perikanan Air Payau (BBPBAP) Jepara seperti yang tertera
pada Gambar 1.
Kepala Balai
Sub Sub
Bag.Kepegawai Bag.Keuangan
an dan Umum
Seksi Seksi
Uji Terap Teknik Dukungan
Teknis
Seksi Kelompok Jabatan
Kerjasama dan Fungsional Seksi Produksi
Informasi dan Pengujian
4.2.2 Ketenagakerjaan
Pada tahun 2016 jumlah pegawai BBPBAP Jepara sebanyak 167 orang yang
terdiri dari 138 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS), 2 orang pegawai
diperbantukan dari Pusat Penyuluh SDM-KP serta 27 orang tenaga kontrak.
Sedangkan pengurangan pegawai sebanyak 2 orang dikarenakan pensiun. Berikut
tersaji rincian tenaga kerja yang berada di BBPBAP Jepara baik yang Pegawai
Negeri Sipil (PNS) maupun tenaga kontrak yang terdaftar pada tahun 2017.
Rincian ini menjelaskan jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh BBPBAP Jepara
berdasarkan tingkat pendidikan maupun berdasarkan profesi masing-masing
pegawai. Rincian jumlah pegawai BBPBAP Jepara menurut tingkat pendidikan
tersaji pada Tabel 1 sedangkan kondidi pegawai BBPBAP Jepara berdasarkan
profesi pada tahun 2017 tersaji pada Tabel 2.
Tabel 1.Jumlah Pegawai BBPBAP Jepara Menurut Tingkat Pendidikan
dan Golongan Tahun 2017
Pranata Komputer - - - 1 - - - 1
Pranata Humas - - - - 1 - - 1
Pustakawan - - 1 - - - - 1
Arsiparis - - - 1 - - - 1
Penyuluh Perikanan - - 1 - 1 - - 2
Fungsional Umum - - - 4 41 5 4 4
4.3.1 Sarana
Berlangsungnya kegiatan pembenihan dibutuhkan sarana sebagai elemen
penting dalam proses produksi. Sarana tersebut terdiri dari wadah/bak budidaya,
sumber energi, sistem tata air dan sistem aerasi. Keempat sistem tersebut harus
tersedia selama kegiatan pembenihan.
a. Sistem Penyediaan Listrik
Listrik merupakan sarana vital dan salah satu pendukung utama kegiatan utama
dibalai secara umum. Pembangkit listrik yang digunakan bersumber dari jaringan
Pembangkit Listrik Negara (PLN), daya yang terpasang sebesar 147 KVA dan
197 KVA dengan panjang jaringan 5000 m, 6 buah genset yang digunakan untuk
menanggulangi sewaktu-waktu aliran listrik PLN mengalami gangguan/padam.
Genset yang tersedia juga dilengkapi dengan alarm yang akan berbunyi secara
otomatis apabila listrik PLN padam. Tenaga listrik di BBPBAP Jepara digunakan
terutama untuk penerangan jalan, kantor, bagian pembenihan, bagian pembesaran,
laboratorium, perumahan dinas, asrama dan mushola. System penyediaan listrik di
BBPBAP Jepara tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2. Sistem penyediaan listrik
(c)
Gambar 3. Sistem penyediaan air tawar dan air laut (a) Tandon air tawar
(b) Tandon air laut (c) Sand filter
c. Sistem Aerasi
Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas bagi sebagian besar
organisme akuatik. Kandungan oksigen yang terlarut dalam lingkungan budidaya
di bak secara terkontrol sangat berperan penting dan harus disuplai secara teratur
kedalam bak pemeliharaan. Penggunaan aerator adalah cara yang paling umum
digunakan dalam suatu unit pembenihan.
Kebutuhan oksigen terlarut yang mencukupi dalam bak pemeliharaan induk
maupun bak pemeliharaan larva dan pakan alami juga tidak terlepas dari
perencanaan instalasi aerasi yang baik dan terkontrol. Suplai oksigen harus benar-
benar cukup dimana sesuai dengan kebutuhan biota-biota yang dipelihara.
Kebutuhan setiap biota berbeda-beda tergantung dari aktifitas dan kebiasaan
hidupnya, ada yang membutuhkan sedikit suplai oksigen namun ada juga yang
membutuhkan banyak oksigen dimana semakin berat dan semakin intensif
aktifitasnya semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan. Kebutuhan aerasi
dalam bak pemeliharaan tergantung dari ukuran yang digunakan dan seberapa
besar kekuatan aerator. Beberapa aerator yang dapat digunakan dalam suatu usaha
pembenihan adalah blower, kompresor dan aerator akuarium. Kompresor aeraor
akuarium jarang digunakan dalam usaha pembenihan karena menghasilkan
tekanan udara yang kecil. Sedangkan yang umum digunakan adalah blower.
Kebutuhan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi budidaya khususnya
dalam pemeliharaan larva dan induk rajungan karena sedikit saja oksigen terlarut
kurang dari kebutuhan optimal maka akan sangat mempengaruhi kehidupan dari
induk dan larva rajungan yang dipelihara. Untuk memenuhi suplai kebutuhan
oksigen yang cukup dalam air, maka diberi penambahan blower sebagai sumber
oksigen. Berikut ini root blower yang merupakan sumber aerasi pada pembenihan
rajungan di BBPBAP Jepara yang tersaji pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 11. Fasilitas pendukung (a) Gedung tata usaha (b)
Auditorium Alie Poernomo
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Calon induk dapat berasal dari hasil penangkapan di tambak tradisional atau
perairan di pinggir pantai, atau dapat juga berasal dari penangkapan di laut. Induk
yang berasal dari laut biasanya terlihat lebih jernih dibandingkan dengan calon
induk dari tambak. Kesehatan calon induk juga harus diperhatikan, oleh karena itu
dipilih yang bersih, tidak berbercak atau mempunyai tanda-tanda penyakit pada
tubuhnya. Di samping itu calon induk dipilih yang mempunyai organ tubuh
lengkap. Induk rajungan yang digunakan adalah induk alam yang telah berisi telur
(Kordi, 2008).
5.2 Pemijahan
Gambar 18 Perbedaan warna telur rajungan sebelum dan sesudah TKG III
5.3.2 Perhitungan Larva
Setelah telur menetas kemudian dilakukan perhitungan zoea dengan cara
sampling, yaitu dengan mengambil 2 kali larva secara acak menggunakan
beakerglass 100 ml, dan untuk memudahkan perhitungan larva maka
dipindahkan pada baskom yang berisi air dengan volume 4 L dan dilakukan
perhitungan secara manual dengan bantuan handtalycounter. Berikut adalah
rumus perhitungan larva:
𝑁
∑ larva = 𝑉 𝑥
𝑃
Diketahui :
Σ = jumlah larva yang dihasilkan
V = Volume bak (L)
N = jumlah larva terhitung (ekor)
P = volume pengambilan sampel (ml)
Berikut ini adalah hasil perhitungan larva rajungan yang baru menetas (zoea 1)
yang telah dilakukan dengan cara sampling, yang tersaji pada Tabel 4 dan gambar
perhitungan tersaji pada Gambar 19.
Tabel 4. Data Pemanenan Zoea dari 2 Induk Rajungan
No. Sampel Volume Sampel Jumlah Larva
Induk rajungan (P. sanginolentus) yang telah mencapai TKG III dengan ciri
telur berwarna kuning membutuhkan waktu selama 7-8 hari untuk menetaskan
telurnya. Stadia hidup larva rajungan mengalami 4 fase Zoea dan 1 fase
Megalopa. Pada stadia Zoea, larva rajungan membutuhkan waktu 7-8 hari (zoea 1
3 hari, zoea 2 2 hari, zoea 3 2 hari, zoea 4 2 hari) waktu pemeliharaan untuk
mencapai stadia Megalopa. Kemudian pada stadia Megalopa membutuhkan
waktu selama 2-3 hari untuk mencapai stadia Crablet, dan setelah 5-6 hari
kemudian saat mencapai stadia Crab yaitu benih (Baby Crab) sudah siap panen.
Keterlambatan perpindahan stadia disebabkan karena beberapa faktor, yaitu :
kepadatan terlalu tinggi, kualitas air kurang baik, serta pakan Branchionus sp yang
kurang. Kegiatan pemeliharaan larva rajungan di BBPBAP Jepara meliputi
persiapan wadah pemeliharaan induk dan larva, penebaran larva, pengontrolan
kualitas air, kultur pakan alami, pemberian pakan, pencegahan dan pemberantasan
hama penyakit, pemanenan serta pengiriman ke berbagai daerah seperti
Kabupaten Brebes, Kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Demak.
5.8 Hambatan
5.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang di Balai Besar
Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara Jawa Tengah dapat ditarik
kesimpulan bahwa saya dapat memahami dan menguasai teknik pembenihan
rajungan (P. Sanginolentus) dengan melakukannya sendiri dari tahap awal hingga
tahap akhir kegiatan pembenihan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk kegiatan pembenihan rajungan
(P.sanginolentus) yaitu dalam manajemen pemeliharaan larva harus diperhatikan
karena pada saat stadia ini, larva sangat rentan terhadap kondisi lingkungan.
Selain itu dalam perhitungan larva harus benar-benar diperhatikan dan teliti dalam
perhitungan karena telur yang dihitung cukup banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A., Efrizal, M.S. Kamarudin, dan C.R. Saad. 2006. Study of Fecundity,
Embriology and Larva Development of Blue Swimming Crab Portunus
pelagicus under Laboratory Conditions. Research Journal of Fisheries and
Hidrobiology, 1(1): 35-44.
Atar, H.H. and S. Secer. 2003. Width/length – Weight Relationship of Blue Crab
(Callinectus sapidus Rathbun 1896) Population Living in Beymelek
Lagoon Lake. Turk. J. Vet Amin. Sci. 27: 443-447.
Kordi, K.M.G. 2008. Budidaya Kepitinng Dan Ikan Bandeng. Dahara Prize.:
Semarang.
Kordi, H. G. M. 2011. Marikultur – Prinsip dan Praktek Budi Daya Laut. Lily
Publisher, Yogyakarta.
Saputra, S. W. 2009. Buku Ajar Berbasis Riset Dinamika Populasi Ikan. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Wandansari,N. D. 2013. Perlakuan Akuntansi Atas PPH Pasal 21 Pada PT. Artha
Prima Finance Kotamobagu.Jurnal EMBA. 1(3) : 568.
Widodo, J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut.
GadjahMada University Press, Yogyakarta.