Anda di halaman 1dari 45

PEMBENIHAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)


PROGRAM STUDI TEKNIK BUDIDAYA PERIKANAN

Oleh:
1. Andriana Tira Tainalandu Nit : 20.3.13.059

2. Bokijump Sahubawa Nit : 20.3.13.060

3. Faruq Ehwana Nit : 20.3.13.061

4. Fitri Arianti Nit : 20.3.13.062

5. Hasan Basri Ollong Nit : 20.3.13.063

6. Indah Amelia Kalauw Nit : 20.3.13.064

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN SORONG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Judul: Pembenihan Ikan Kakap Putih di Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon
Nama: 1. AndrianaTiraTanailandu NIT: 20.3.13.059
2. Bokijump Sahubawa NIT: 20.3.13.060
3. Faruq Ehwana NIT: 20.3.13.061
4. Fitri Arianti NIT: 20.3.13.062
5. Hasan Basri Ollong NIT: 20.3.13.063
6. Inda Amelia Kalauw NIT: 20.3.13.064

Ambon, 7 Juni 2022

Komisi
Pembimbing,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Agung Setia Abadi, S.Pi., M.P Pamela Laoupatty, S.Pi,M.Si


NIP. 199200120180 1 003 NIP.

Menyetujui,
Dewan Penguji,
Ketua Anggota

Intanurfemi Bacandra Hismayasari, S.Pi, M.Si Desilina Arif, A.Pi,M.Si


NIP. 198101072006042019 NIP. 19661222 199103 2 003

Mengetahui,
Koordinator Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong

Muhamad Ali Ulat, S.Pi.,M,Si


NIP. 19730430 200112 1 002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan PKL 1 (Pembenihan Ikan Kakap Putih) dengan tepat waktu. Dalam
penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Muhamad Ali Ulath, S.Pi, M.Si Selaku Koordinator Politeknik Kelautan dan
Perikanan Sorong atas izin pelaksanaan PKL 1 di Politeknik Kelautan dan
Perikanan Maluku.Achmad Jais Ely, ST., M.Si selaku Wakil Koordinator
Politeknik Kelautan dan Perikanan Maluku.

2. Intanurfemi Bacandra Hismayasari, S.Pi, M.Si selaku Pembimbing Utama


yang telah memberikan arahan penyempurnaan, serta ulasan kritik terhadap
aporan ini.

3. Pamela Laoupatty, S.Pi.M.Si selaku Pembimbing Pendamping yng telah


memberikan koreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan informasi.

4. Irawati, S.St.Pi., M.Si Selaku Ketua Program Studi Teknik Budidaya


Perikanan.

5. Sarwono, S.St. Pi selaku kepala Balai Perikanan Budidaya Laut ( BPBL )


Ambon.

6. Ir. Doortje Horhoruw, M.S, selaku Subkoordinator Pengujian dan Dukungan


Teknis, yang banyak memberikan bimbingan teknis dan dorongan moril
selama kami melakukan PKL.

7. Narulitta Ely, S.Pi, M.Si dan Hamsah Amiruddin, M.Si selaku Pembimbing
Lapangan yang telah meluangkan waktu kepada kami serta arahan – arahan
yang diberikan sehingga penulisan laporan ini dapat terselesaikan.
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan PKL 1
(Pembenihan Ikan Kakap Putih)

Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang sempurna.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan ini.

Ambon. 17 Juni 2022


Hormat kami,

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki laut yang sangat luas, dengan perairan yang sangat bagus
untuk di jadikan tempat usaha budidaya ikan, salah satu ikan yang bagus dalam
budidaya yaitu ikan kakap putih. Ikan kakap putih merupakan komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi dan ikan kakap banyak diminati
oleh masayarakat. Ikan kakap putih memilki bentuk tubuh menunjang dengan mulut
yang besar namun sedikit moncong dan rahang atas memanjang sampai belakang
mata. Tepi tulang pipinya (Preoperculum) memiliki gerigi dengan duri yang tajam di
bagian sudut. Tutup insang (operculum) memiliki duri kedic dan penutup bergerigi
diatas pangkal gurat sisi. Ikan ini meimiliki sisi tipe sisir yang berukuran besar dan
berwarna perak gelap atau terang tergantung pada lingkungan tempat hidupnya.

Ikan kakap putih (L.Calcarifer) merupakan komoditas perikanan yang


mempunyai nilai ekonomis tinggi. Ikan ini banyak di gemari baik untuk di konsumsi
masyarakat atau sebagai komoditas ekspor. Produksi ikan kakap putih sebagian besar
masih di hasilkan dari penangkapan laut dan hanya beberapa saja diantaranya yang
telah dihasilkan dari hasil budidaya akan tetapi, permintaan ikan kakap putih baik
kebutuhan dalam negeri maupun ekspor cenderung mengalami kenaikan unntuk
menjaga keseimbangan suplai dalam ukuran yang dapat mengikuti perkembangan
pasar maka upaya memproduksi melalui budidaya merupakan pilihan yang tepat.

Prospek pemasaran ikan kakap putih sangat baik. Tingkat permintaan kakap
putih yang cukup tinggi menyababkab terjadinya penangkapan yang cukup intensif,
sehingga ketersediaan di alam semakin menurun. Usaha meningkatkan dan
mengembangkan budidaya laut kakap putih untuk memanfaatkan potensi yang cukup
besar. Agar nelayan tidak lagi mengandalkan penangkapan, sehingga stok ikan yang
ada di alam tidak berkurang.
Pengembangan budidaya kakap putih mempunyai peluang yang sangat besar kaerna
di dukung oleh potensi perairan yang cukup luas baik periran laut, payau, maupun
periran tawar. Dalam usaha budidaya ikan kakap putih salah satu faktor yang
mendukung keberhasilan adalah ketersediaan benih dalam jumlah yang cukup,
kualitas dan berkesinambungan, untuk melakukan hal tersbut perlu dilakukan usaha
peningkatan produksi benih ikan kakap putih untuk menunjang kebutuhan benih nya.

Peran kegiatan pembenihan ikan kakap putih yaitu mengembangkan atau


memproduksi benih ikan kakap putih, sehingga setok yang ada dialam tidak
berkurang dan tidak lagi terjadi penangkapan ikan kakap putih secara besar-besaran.
Kegiatan dalam budidaya kakap putih yang telah berhasil saat ini adalah pembesaran
dan pembenihan. Pembesaran kakap putih benih ikan kakap putih yang dibesarkan
dalam wadah atau KJA, sedangkan untuk pembenihan induk yang di pijahkan
sehingga menghasilkan anak atau benih ikan kakap putih. Teknologi dalam
pembenihan kakap putih yang berkembang saat saat ini yaitu dengan menggunakan
sistem KJA Offishore yang di kembangkan oleh negara Norwegia dan negara-negara
lain termasuk Indonesia, teknologi ini berkembang karena sangat mudah dalam
membudidayakan ikan laut salah satunya ikan kakap putih dan jenis ikan laut
lainnya.

Menurut Jaya et al. (2013), budidaya ikan kakap putih telah menjadi suatu
usaha yang bersifat komersial (dalam budidaya) untuk dikembangkan, karena
pertumbuhan yang relatif cepat, mudah dipelihara dan mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadikan ikan Kakap Putih cocok
untuk usaha budidaya skala kecil maupun besar.

Berdasarkan uraian diatas bahwa potensi pengembangan budidaya ikan kakap


putih sangat bagus karena permintaan pasar sangat tinggi dan nilai jualnya yang
cukup tinggi. Oleh sebab itu penulis ingin mendalami pengetahuan tentang
pembenihan ikan kakap putih. praktek kerja lapangan di Balai Perikanan Budidaya
Laut (BPBL) Ambon ingin mengetahui secara lansung teknik pembenihan ikan
kakap putih, sehingga kegiatan pembenihan ini bisa dijadikan usaha yang sangat
menguntungkan.

1.2 Tujuan

Untuk menambah wawasan serta keterampilan penulis dalam memperkaya


ilmu pengetahuan dalam praktek perikanan,budidaya khususnya teknik pembenihan
kakap putih di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon.

1.3 Manfaat

Praktek kerja lapangan, secara umum manfaat yang diperoleh dari hasil
praktek kerja lapangan ini adalah informasi pembenihan ikan kakap putih.

Secara khusus kegiatan praktek kerja lapangan bermanfaat:

Dapat mengetahui Teknik pembenihan ikan dengan adanya kegiatan praktek


kerja lapangan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang dunia
perikanan terutama dalam pembudidayaan dan pembenihan ikan kakap putih.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)


2.1.1 Klasifikasi Ikan Kakap Putih

Razi (2013) menyatakan ikan kakap putih diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostomi

Ordo : Percomorphi

Famili : Centropomidae

Genus : Lates

Spesies : L. Calcarifer,Bloch

Gambar 1. Ikan Kakap Putih


2.2 Morfologi Ikan Kakap Putih

Bentuk ikan kakap putih adalah pipih dan ramping dengan badan memanjang
dan ekor melebar, kepala lancip dengan bagian atas cekung dan menjadi cembung di
depan sirip punggung. Mulutnya lebar, gigi halus dan bagian bawah operculum
berduri kuat. Operculum mempunyai duri kecil dengan cuping bergerigi di atas
pangkal gurat sisi. Sirip punggung berjari-jari keras 7-9 dan 10-11 jari-jari lemah.
Sirip dubur dan sirip ekor bulat, sirip dubur berjari-jari keras 3 dan berjari lemah 7-8.
Sirip dada pendek dan membulat. Sisisk ikan kakap putih bertipe sisik besar. Tubuh
berwarna dua tingkatan yaitu kecoklatan dengan bagian sisi dan perut berwarna
keperakan untuk ikan hidup di laut dan coklat keemasan pada ikan yang hidup di
perairan tawar. Ikan dewasa berwarna birukehijauan atau keabu-abuan.

Ikan kakap putih secara luas di wilayah tropis dan sub tropis termasuk Pasifik
Barat dan Lautan India, secara geografis terletak antara garis bujur 50 oE-160oW garis
lintang 24oN-25oS. Ikan kakap putih melakukan migrasi melewati seluruh perairan
bagian utara dari Asia, southward ke Queensland dan menuju ke barat yaitu daerah
Timur Afrika (Mulyono, 2011).

Ikan kakap putih merupakan jenis ikan euryhaline dan katadromous. Ikan
matang gonad ditemukan dimuara-muara sungai, danau dan lagunan dengan salinitas
air antara 10-15 ppt. larva yang baru menetas (umur 15-20 hari atau ukuran panjang
0,4-0,7 cm) terdapat sepanjang pantai atau muara sungai, sedangkan larva yang
berukuran 1 cm dapat ditemukan diperairan tawar seperti sawah dan danau. Perairan
habitat ikan kakap putih rendah jika akan memijah menuju daerah habitat pemijahan
ikan kakap putih berada pada daerah yang bersalintas yang berkisar antara 30-32 ppt,
telur yang telah keluar akan menuju pantai dan larva akan hidup di perairan yang
bersalinitas 29-30 ppt, kemudian dengan bertambahnya ukuran larva bermigrasi ke
air payau hingga pada umur dewasa akan hidup di perairan yang bersalinitas antara
30-32 ppt (Mulyono, 2011).
2.3 Kandungan Gizi Ikan Kakap Putih

Produk ikan yang berasal dari laut mempunyai kandungan mineral yang lebih
baik dibandingkan ikan air tawar, sehingga baik dikonsumsi oleh orang yang menu
makannya kekurangan mineral (Sudarisman dan Elvina,1996). Komposisi zat gizi
ikan kakap dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Komposisi zat Gizi Ikan Kakap per 100 gr BDD

No Komponen Jumlah

1 Air 77 g

2 Energi 92 kkal
3 Protein 20 g

4 Lemak 0,7 g
5 Abu 2,3 g

6 Kalsium 20 mg

7 Fosfor 200 mg
8 Besi 1 mg

9 BDD 80 %

Sumber : Persatuan Ahli Gizi, 2009

2.4 Habitat dan Siklus Hidup Ikan Kakap Putih

Habitat ikan kakap putih (L. cacarifer) berada di sungai, danau, muara dan
perairan pesisir. Ikan kakap putih di alam memakan crustacean dan ikaan-ikan kecil.
Pemijahan ikan kakap putih terjadi dimuara sunngai, di hilir muara atau sekitar
tanjung pesisir. Ikan kakap putih bertelur setelah bulan purnama dan bulan baru.
Kegiatan pemijahan bergantung dengan musim daan pasang surut air laut yng
membantu penyebaran telur dan larva ke muara.
Daerah sabaran kakap, putih di daerah tropis dan sub tropis, daerah Pasifik
Barat dan Samudra Hindia, yang meliputi: Australia, Papua New Guinea, Imdonesia,
Philipina, Jepang, China, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura,
Bangladesh, India, Srilangka, Pakistan, Iran, Oman dan Negara-negara disekitar laut
Arab. Penyebarab kakap putih di Indonesia terutama terdapat di pulau utara Jawa, di
sepanjang perairan pantai Sumatera bagian Timur, Kalimantan, Sulawesu Selatan
Dan Arafuru.

Ikan kakap putih merupakan ikan yang memiliki kemampuan toleransi yang
tinggi terhadap kadar garam (euryhaline). Selain itu, ikan kakap putih juga termasuk
ikan katadromus (besar di air tawar dan kawin di air laut). Karakteristik ikan kakap
putih tersebut menyebabkan pembudidayaan dapat dilakukan di laut ataupun di
tambak. (FAO, 2006).

2.5 Kualitas Air

Tabel 2. Persyaratan Kualitas Air Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

Parameter Satuan Persyaratan

Suhu °C 26 – 32
pH Ppm 7,0 – 8,5
Oksigen terlarut Mg/1 4
Salinitas g/1 15 – 28
Kecerahan air cm 30 - 40

Sumber : (SNI 6145.4:2014)


2.6 Sistem Resirkulasi

Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang


sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara
sebuah filter atau ke dalam wadah (Fauzzia et al., 2013), sehingga sistem ini bersifat
hemat air. oleh karena itu sistem ini merupakan salah satu alternatif model budidaya
yang memanfaatkan air secara berulang dan berguna untuk menjaga kualitas air.
Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang menggunakan
teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi di dalam ruang tertutup (indoor), serta
kondisi lingkungan yang terkontrol sehingga mampu meningkatkan produksi ikan
pada lahan dan air yang terbatas (Lukman, 2005). Menurut Yudha (2005)
Penggunaan sistem ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah:

a. Penggunaan air lebih hemat

b. Fleksibelitas lokasi budidaya

c. Lebih Higienis

d. Kebutuhan ruang atau lahan relative kecil

e. Kemudahan dalam mengendalikan dan memelihara

f. Kemudahan dalam mempertahankan suhu dan kualitas air

g. Ramah lingkungan

h. Aman dari pencemaran yang terjadi di luar lingkungan perairan

i. Dapat dilaksanakan sepanjang waktu

2.7 Makan dan Kebiasaan Makan

Ikan kakap putih tergolong ikan buas pemakan daging atau karnivora.
Makanan pokoknya terutama berasal dari hewan dan dari cara makannya ikan kakap
putih popular disebut ikan pemangsa (Mulyono dan Farchan, 2011). Ikan kakap putih
dewasa termasuk rakus ikan karnivora yang rakus, tetapi juvenilnya  bersifat
omnifora. Ikan kakap putih dewasa yang berukuran besar kadang hanya  berdiam diri
sepanjang hari dan menunggu calon mendekat, begitu calon mangsa yang terdiri dari
ikan kecil dan udang-udangan ini mendekat maka dengan tiba-tiba disergapnya,
sedangkan ikan kakap putih yang kecil aktif mencari makan (Permana, 2016). Jenis-
jenis makanan ikan kakap putih berdasarkan stadia hidup adalah sebagai berikut :

 Larva sampai juvenile : fitoplankton seperti tetraselmis, nannochloropsis sp.,


zooplankton seperti rotifera, acartia, artemia.

 Juvenile sampai gelondongan : udang jambret, udang rebon, ikan-ikan kecil


dan jenis kepiting.

 Ikan-ikan muda dan dewasa : ikan selar, sardine, kuniran, teri dan udang.

Nilai nutrisi dalam pakan merupakan unsur yang sangat penting dalam
pertumbuhan, perkembangbiakan dan pemeliharaan kesehatan tubuh. Kebutuhan
nutrisi ikan kakap putih hampir sama dengan kebutuhan nutrisi ikan laut karnivora
lainnya, yang meliputi : protein (asam amino), lemak (asam lemak), karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Ikan karnivora memerlukan protein lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan herbivora atau omnivora (Permana, 2016).

2.8 Monitoring Hama dan Penyakit

Jenis-Jenis penyakit yang sering menyerang Ikan Kakap Putih beserta


penanggulangannya menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2019),
adalah sebagai berikut :

1. Bintik Putih (Parasit)

Bagian tubuh ikan yang diserang adalah sel lendir, sisik, dan lapisan insang.
Ikan yang terserang penyakit ini tampak sulit bernafas, sering menggosok-gosokkan
tubuhnya kedinding wadah, munculnya bintik putih pada insang dan sirip, lapisan
lendir rusak, dan terjadi pendarahan pada sirip dan insang.
Penyebab Penyebabnya adalah protozoa Ichthiopthirius multifiliis. Faktor
pendukung penyebab penyakit ini adalah : kualitas air yang buruk, suhu yang terlalu
rendah, pakan yang buruk dan kontaminasi ikan lain yang sudah terkena penyakit
bintik putih. Penularan penyakit ini dapat melalui air dan kontak langsung antar ikan.

Pengobatan dengan Bahan Kimia Direndam dalam larutan garam dapur


dengan dosis 1-3 gram/100 cc air selama 5-10 menit. Methylene Blue (MB 1%)
sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 100 cc air. Ambil 2-4 cc larutan tersebut dan
encerkan kembali didalam 4 liter air. ikan yang sakit selanjutnya direndam didalam
larutan tersebut selama 24 jam. Perendaman dilakukan 3-5 kali dengan selang waktu
1 hari. Dapat diberikan ekstrak sambang darah. Dengan dosis yang digunakan
sebanyak 0,5 ml/5 liter air. ikan yang terserang penyakit direndam setiap hari selama
30-60 menit, sampai ikan benar-benar sembuh.

2. Penducle (Bakteri)

Penyakit yang sering menyerang benih arwana ini disebabkan oleh Trichodina
sp. bagian tubuh yang diserang adalah kulit, sirip, dan insang. Penyakit ini sering
disebut dengan penyakit air dingin (cold water descareases) yang bisa terjadi pada
suhu 160 C. penyebabnya adalah bakteri Flexbacter psychropahila yang berukuran
sekitar 6 mikron.

Merendam ikan yang sakit di dalam Oxytetracycline (OTC) 10 ppm selama


30 menit (100 mg/l). Pakan dicampur dengan Sulfixazole. Sebanyak 100 mg/1 kg
berat ikan. Pencampuran dilakukan dengan cara mengencerkan Sulfixazole tersebut
dalam 15 cc air dan menyemprotkannya ke pakan. Kemudian diberikan selama 10-20
hari. Ikan yang terkena penyakit ini dapat diberikan ekstrak dari kunyit dengan dosis
1 ml/1 liter air dan direndam selama 15 menit.

3. Penyakit Gatal

Serangan penyakit gatal ditandai dengan gerakan ikan yang lemah dan sering
menggosok-gosokkan tubuhnya kebenda keras dan dinding wadah pemeliharaan.
Ikan yang sakit diobati dengan cara merendamnya di dalam larutan formalin 150-200
ml/m3 air atau 150-200 ppm selama 15 menit. Direndam dalam larutan Malacyte
Green Oxalate (MGO) dengan dosis 19 gram/m3 air selama 24 jam. Dapat diberikan
ekstrak daun sambiloto, dengan dosis yang digunakan yaitu 0,2 ml daun sambiloto
untuk 2 liter air. Ikan yang terserang penyakit direndam selama 15-30 menit.

III. METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapangan berlokasi di BPBL Ambon Jl. Laksdya Leo


Wattimena, Desa Waiheru, kecamatan Baguala, kota Ambon Provinsi Maluku.
Praktek Kerja Lapangan yang dilaksanakan dari tanggal 06 Juni – 17 Juni 2022.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan

Nama Kegiatan Juni


i ii iii iv v vi vii i ii iii iv v vi vii
1 Pengajuan Proposal
2 Keberangkatan
3 Pelaksanaan PKL
4 Persiapan Wadah
5 Pemilihan Induk
6 Pemeliharaan Induk
7 Pemijahan
8 Pemeliharaan Larva
9 Pemberian Pakan
10 Panen
11 Penulisan Laporan
12 Seminar PKL

3.2 Metode Kerja

3.2.1 Alat dan Bahan yang Digunakan


Alat dan bahan yang digunakan di Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon pada
kegiatan pemeliharaan larva kakap putih dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Alat

No Nama Alat Kegunaan

1. Bak beton volume 8-20 ton Untuk wadah pemelirahaan larva/benih ikan

2. Sikat tangan Untuk memebersihkan kotoran pada bak

3. Selang sipon Untuk mensuplai oksigen

4. Tutup Saji Untuk menampung dan menimbah ikan

5. Slang sipon Untuk mengangkat kotoran dalam bak

6. Gayung Untuk menyiram bak dengan larutan kaporit pada


dinding dan dasar bak dan menebar pakan alami di
bak larva

7. Mangkok kecil Untuk menghitung benih dan memisakan benih


sesuai ukuran pada saat greading

8. Ember Untuk melarutkan kaporit,menampung pakan


alami,benih dan air laut/air tawar

9. Cover (plastic/terpal) Untuk mempertahkan suhu dalam bak dan


melindungi bak dari kotoran

10. Blower,slang aerasi,batu Untuk mensuplai oksigen ke bak pemeliharaan


aerasi dan kran aerasi

11. Tanggo/ seser Untuk mengangkat ikan dari bak

13. Timbangan Untuk menimbang kista artemia

14. Tali Untuk membagi batu aerasi sesuai titik yang


dikehendaki
15. Alat pengukur kualitas air Untuk mengukur suhu dan oksigen terlarut (DO),
Untuk mengukur salinitas (%), Untuk mengukur
Do , Refractometer, PH derajat keasaman (PH)
meter

Tabel 2. Bahan

No Nama Bahan Kegunaan

1. Air laut Untuk media hidup benih / tempat pemeliharaan


larva

2. Air tawar Untuk mensterilisasikan peralatan kerja dan bak


pemeliharaan larva

3. Kaporit Untuk mensterilisasikan bak sebelum digunakan/


strerilisasi peralatan

4. Larva ikan bubara Untuk dipelihara pada bak larva

5. Pakan alami dan Untuk bahan makanan larva serta benih ikan
buatan

3.2.2 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan dilokasi praktek kerja lapangan,


sebagai berikut :
1. Persiapan alat dan bahan yang digunakan pada saat praktek
2. Persiapan bak
3. Memberi pakan sesuai waktu dan ukuraan ikan yang sudah ditentukan
4. Penyiponan
5. Greding
6. Proses pemanenan larva
7. Pengecekan suhu dan salinitas.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpuan data diperoleh dari data promer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari pengamatan lagsung baik itu ikut keja praktek di lapangan maupun
melakukan wawancara dengan staf atau karyawan yang terkait di dalamnya.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka.

3.4.1. Data Primer

Merupakan diperoleh sumber data pertama dilokasi melalui prosedur dan teknik
pengambilan data yang berupa wawancara, observasi dan partisipasi aktif. Pada saat
kegiatan kerja praktek di balai, pengambilan data silakukan dengan mencatat segala
sesuatu yang dijelaskan oleh pembimbing dan semua yang dilakukan selama kerja
praktek.

A. Observasi
Observasi merupakan suatu penelitian secara sistematis menggunakan
kemampuan indera manusia. Pengamatan dilakukan pada saat terjadi aktifitas
dan wawancara secara mendalam (indept Interview).

B. Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan cara tanya jawab
sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan pada tujuan
praktek kerja lapangan komunikasi yang baik dan lancar antara pewawancara
dengan responden sanat diperlukan dalam wawancara, sehingga data yang
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara keseluruhan.

3.4.2. Data Sekunder


Data sekunder dapat diperoleh dari studi-studi sebelumnya dan dikumpulkan
dan disatukan atau diterbitkan oleh bebagai instansi lain seperti birostatistika,
majalah, keterangan atau badan publik keterangan atau badan publikasi lainnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Keadaan umum

4.1.1 Letak Geografis

Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon merupakan salah satu Unit

Pelaksanaan Teknik di bidang laut yang berada dan bertanggung jawab kepada

Direktor Jendral Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Wilayah Kerja Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon meliputi Sulawesi,

Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.Secara geografis BPBL Ambon

antara 03037’30’’LS dan 128014’00’’BT dan secara Administratif berada di Desa

Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon.

Gambar 2. Kantor BPBL Ambon

3.2.1 Sejarah Singkat BPBL Ambon

1. Tahun 1990 - 1994 merupakan UPT Pusat di bawah Departemen Pertanian


dengan nama Balai Budidaya Laut Stasiun Ambon.
2. Tahun 1994 berubah menjadi Loka Budidaya Laut Ambon dengan SK Menteri
Pertanian No.47/KPTS.107.210/5/1995.
3. Tahun 2004 berubah nama menjadi Eselon IV b ke Eselon IVa.
4. Tahun 2006 statusnya berubah menjadi Balai Budidaya Laut Ambon (eselon
IIIa).

Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas sebagai Unit Pelaksanaan Teknis Balai


Budidaya Laut (BPBL) Ambon, dilengkapi dengan struktur organisasi Balai
Perikanan Budidaya Laut Ambon dapat dilihat pada gambar berikut :

Kepala Balai

Sub
Kordinator

Bagian Tata
Usaha

Sub Kordinator Sub Kordinator


Pengujian dan Uji Terap
Dukungan Teknis Teknik dan
Penanggung Jawab Kerjasama
Kelompok Jabatan
Fungsional

Gambar 3. Struktur Organisasi BPBL Ambon

4.1 Induk Ikan Kakap Putih


Berdasarkan Praktek Kerja Lapangan yang telah dlakukan di BPBL ambon,
teknik pembenihan ikan kakap putih (Lates calcarifer), dapat diuraikan dan
dijabarkan sebagai berikut:

4.1.1 Persiapan Bak Pemeliharaan Induk

Wadah pemeliharaan merupakan sarana utama dalam menunjang


keberhasilan usaha pembenihan ikan kakap putih. Wadah yang digunakan dalam
menunjang pemeliharaan induk berupa bak bundar. Bak tersebut berdiameter 6m
dengan ketinggian 3m.bak induk yang digunakan di BPBL Ambon bukan hanya
sebagai bak pemeliharaan induk saja, tetapi juga sebagai bak pematangan gonad
induk hingga pemijahan induk. Bak induk dilengkapi dengan aerasi didasar bak yang
mengelilingi seluruh dasar bak. Bak induk juga dilengkapi dengan saluran inlet dan
outlet. Saluran outlet induk ada 2, yakni diatas dan dibawah dengan ukuran yang
berdiameter 6 inci. Pipa outlet dibagian bawah dilengkapi dengan penutup yang bisa
ditutup dan dibuka secara manual yang berfungsi untuk membuka dan menutup
saluran outlet.

Bak yang akan digunakan harus dalam kondisi bersih. Sebelum bak
digunakan, bak terlebih dahulu dicuci dan disiram dengan kaporit. Tujuan dari
pemberian kaporit ini yaitu untuk menghilangkan dan menetralisir serta membunh
bibit-bibit penyakit yang terdapat pada bak indukan.
Gambar 4. Pencucian Bak Pemeliharaan Induk

4.1.2 Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk sangatlah penting untuk dilakukan dalam


pembenihan ikan. Indukan kakap dapat diperoleh dengan cara menangkap di alam
maupun dengan cara membesarkan ikan hasil dari pembenihan. Pengelolaan induk di
BPBL Ambon menggunakan induk yag berasal dari pembenihan dan pembesaran
ikan di KJA. Hal ini sesuai dengan pendapat Dermawan et.al (1999) yang
menyatakan induk kakap dapat diperoleh dari hasil pembesaran benih yang berasal
dari unit pembenihan serta pengumpulan dari alam.

4.1.3 Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan sebanyak 1 kali sehari dengan metode


dimana pemberian pakan dilakukan secara perlahan. Jika ada pakan yang sampai
didasar bak, berarti ikan tersebut sudah kenyang dan tidak perlu di beri pakan lagi.
Pada saat pemberian pakan, ikan kakap putih juga diberikan obat dan vitamin yang
dimasukkan kedalam pakan ikan ruca.

Vitamin yang diberikan ada 3 jenis, yaitu vitamin b dan c, Supravit, serta
Natur E. Vitamin tersebut diberikan secara bergantian setiap harinya. Untuk dosisnya
disesuaikan dengan jumlah ikan kakap, yang harapannya satu induk dapat memakan
satu pakan yang sudah diberi vitamin.
Gambar.5. Pemotongan Serta Penambahan Vitamin Pada Pakan

Gambar.6. Pemberian Pakan Rucah Pada Induk Ikan Kakap Putih

4.1.4 Proses Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari, dengan menggunakan serok. Telur
lalu dipindahkan didalam baskom, kemudian didiamkan selama sekitar 5 menit.
Tujuan telur didiamkan yaitu untuk memisahkan telur yang baik dan jelek. Telur
yang baik dan terbuahi akan berwarna putih bening dan berada di permukaan
baskom, sedangkan telur yang jelek yang tidak terbuahi akan berwarna putih dan
berada didasar baskom. Hal ini sesuai dengan pernyataan mayunar (1991), yang
menyatakan telur yang terbuahi akan berada di permukaan dan mengapung,
sedangkan telur yang jelek akan berwarna putih dan berada di dasar wadah.
Telur yang terbuahi kemudian diambil dan dihitung menggunkaan saringan
teh yang sudah diukur sesuai dengan volume telur. Jika telur terisi penuh didalam
saringan teh maka telur berjumlah 200.000 butir. Berdasarkan induk pemijahan
kakap putih.

Gambar.7 Proses Pemanenan Telur

4.2 Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih

4.2.1 Persiapan Bak

Sebelum telur di tebar pada bak terkontrol, dilakukan sterilisasi bak dengan
cara pencucian bak agar lumut, parasit, jamur, bakteri serta kotoran yang ada pada
dinding dan dasar bak dapat mati dan terlepas, pembersihan dapat dilakukan
mengunakan sikat dan karet pembersih, setelah itu timbang kaporit sesuai kebutuhan
(10 ppm), selanjutnya encerkan kaporit dengan air laut sebanyak 15 liter, siram bak
dengan larutan kaporit pada dinding, dasar bak serta batu aerasi.kemudian bak di
biarkan selam 10 – 15 menit, bilas bak dengan mengunakan air laut atau air tawar
sampai bau kapuritnya hilang. Kemudian bak di diamkan selam 3-4 hari serta di
tutup dengan terpal atau plastic benig sebagai cover bak, kemudian bak di isi dengan
air laut sebanyak 6 – 20 ton dan dilengkapi dengan dua saluran pemasukan (satu
saluran pemasukan air laut dan satu saluran pemasukan fitoplankton ) berbentuk
persegi panjang dengan sudut melengkung dilengkapi dengan aerasi sebanyak 16
buah dan pada dasar berwarna biru.
Sebaiknya isi air laut yang sudah di filtrasi atau pun melui pengendapan di
tandon dan kemudian di saring dengan mengunakan filter bag dengan salinitas 30-33
ppt., aerasi di pasangkan di dalam bak pemeliharaan larva, hal ini hal ini bertujuan
untuk mensuplae oksigen terlarut dalam bak pemeliharaan larva, bak ditutup plastic
transparan yang di lapisi terpal untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk
sekaligus menjaga kestabilan suhu media pemeliharaan mengunakan metodeh secara
umum yang di pakai untuk pemeliharan larva ikan bubara Caranx sp.

Gambar 8. Pencucian Bak Pemeliharaan Larva

Tabel 2. Pengaturan kekuatan aerasi pada bak larva

No Umur larva Kekuata aerasi Tujuan


1 D.0-D.2 Sedang -Larva menyebar ke permukaan.

-Mencegah larva mengendap di dasar.

2 D.3-D.11 Lemah -Memudahkan larva memangsa pakan.

3 D.13-D.25 Sedang -Agar larva tidak terkumpul pada tepi bak /

sudut.

4 D.26-D.35 Kuat -Menambah kandungan oksigen.

4.2.2 Penebaran Telur Larva

Penebaran telur sebaiknya dilakukan dengan teliti dan hati-hati telur


yang dipanen. Telur mulai menetas setelah 19-20 jam menjadi larva, Larva yang
baru menetas mempunyai panjang total 1,5-2,0 mm, berwarna putih
transparan,bergerak mengikuti arus serta masih memiliki kuning telur (yolk egg) dan
pada umur 3 hari sudah mulai tampak kuning. Kemudian telur diambil mengunakan
gayung dan ditapis mengunakan saringan yang sudah berskala, biasanya tapis
saringan kecil kepadatan diperoleh 100 – 200 ribu butir telur. Setelah itu telur di
tebar secara merata di bak pemeliharan larva yang sudah di isi air laut, serta aerasi
di sesuai kan baik jumblah titik aerasi maupun besar kecil oksigen yang masuk
kedalam bak pemeliharaan larva.

Gambar 3. Penebaran benih

4.2.3 Pemberian Pakan

Selama pemeliharaan larva diberikan pakan alami dan pakan buatan. Pakan
alami yang digunakan adalah fitoplankton jenis Clorela sp dan zooplankton jenis
Brachionus plicatilis / rotifera dan naupli artemia, sedangkan pakan buatan yang
diberikan Pelet yang disesuaikan dengan bukaan mulut ikan.
Manajemen pemberian pakan pemeliharaan larva dapat dijelaskan sebagai
berikut :

1. Pemberian pakan Clorela sp


Pemberian Clorela sp dimulai pada saat larva berumur D-1 sampai D-25.
Pemberian dilakukan dengan mengalirkan Alga/clorela sp yang siap panen dengan
menggunakan pompa DAB merk Sanyo dari bak kultur masal clorela sp ke bak
tandon berupa bak fiber, plankton dialirkan ke bak pemeliharaan larva.

Fitoplankton pada bak tandon di cek setiap 2-3 hari jika warna dari hijau
sudah berubah menjadi hijau kekuningan berarti fitoplankton sudah tidak layak
diberikan kepada larva kemudian dibuang dan dicuci kembali bak tersebut dan diisi
lagi dengan yang baru.

Kepadatan pakan yang diberikan 2-4 x 10 sel/ml dan dipertahankan/ hingga air
pada bak larva berwarna hijau. Kepadatan tersebut dipertahankan sebagai
penyeimbang kualitas air dan pakan rotifer yang berada didalam bak pemeliharaan
larva. Hal ini sesuai dengan Sutrisno et al. (1999), larva D-1 media pemeliharaan
diberi fitoplankton dari jenis Clorela sp, atau Tetraselmis sp akan tetapi yang di
guanakan di Balai Budidaya Laut Ambon adalah jenis Clorela sp.

2. Pemberian pakan Rotifera (Brachionus plicatilis)

Rotifera diberikan pada larva mulai dari umur D3 tepatnya pada pagi hari
sampai larva berumur D25. Kepadatan antara 5-7 ind/ml bahkan lebih tinggi, seiring
dengan bertambahnya umur larva. Rotifer diperoleh dari bak kultur massal yang
dipanen setiap hari.
Gambar 5. Pemberian pakan rotifera pada larva ikan kakap putih

Saat larva berumur D-18 kepadatan rotifera secara berangsur–angsur


dikurangi karena larva sudah diberikan naupli artemia. Untuk mengetahui jumlah
kepadatan rotifera yang akan diberikan, terlebih dahulu rotifera hasil pemanenan
diambil sampel dan dihitung kepadatannya dilaboratorium pakan alami, sehingga
diketahui berapa kepadatan rotifera yang akan diberikan di bak pemeliharaan larva.
Penambahan rotifera dilakukan apabila kepadatannya kurang dari yang diinginkan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Minjoyo et al. (1999), dalam pemberian rotifer harus
disesuaikan dengan umur larva dan harus dicek sebelum diberikan pakan baru.
Pengontrolan terhadap kepadatan rotifera harus sesering mungkin supaya tidak
terjadi blooming atau terjadi kekurangan rotifera pada bak pemeliharaan larva.

3. Artemia
Naupli artemia diberikan pada saat larva berumur D-15 sampai D-35 atau
sampai larva dipindahkan ke bak pendederan. Sebelum artemia diberikan terlebih
dahulu dilakukan pengkayaan dengan menggunakan Scot emulsion selama 4–6 jam
pada baskom dengan dosis 20 ml/10 liter dan diberi aerasi kuat. Pemberian artemia 4
liter di waktu pagi dan siang kemudian 6 liter di waktu sore hari. Diberikan dalam
sehari di waktu pagi dan siang kurun waktu 3 jam yakni jam 00:09 waktu pagi,
kemudian 12:00 waktu siang dan disiang memasuki waktu sore 4 jam setelah jam
12:00 selanjutnya di jam 16:00 waktu pemberian pakan sore.
Gambar 10. Pemberian Artemia pada Larva ikan kakap putih Gambar 6.
Artemia perbesaran 40 kali

Tabel 5. Kultur Artemia


No Pembuatan artemia Penjelasan

Naupli artermia sebelum di kultur diamkan di


dalam pendingin berupa kulkas agar tidak terjadi
1 Persiapan Naupli Artemia
pembusukan terhadap telur.

Setelah telur di siapkan kemudian ditimbang


dengan menggunakan alat timbangan digital
2 Penimbangan Naupli
dengan berat 80-150grm. Kemudian dimasukan
kedalam ember.
Artemia yang sudah melalui dua proses diatas
kemudian di masukan kedalam ember dan
dicampurkan dengan air tawar sebanyak 2 liter
3 Cara kultur dan diamkan selama kurang lebih 15 – 20 menit,
selanjutnya di bilas mengunakan air tawar
selama 5 menit baru di kultur kedalam wadah
penetasan
4 Persiapan wadah Sebelum melakukan kultur artemia wadah yang
mau digunakan disiapkan terlebih dahulu, wadah
yang di pakai berupa bak aquarium mini yang di
isi air tawar dan air laut dengan perbandingan 1\3
(satu ember air laut dan tiga ember air tawar).
Selanjutnya didiamkan selama semalam pada
saat pagi hari baru di panen
Artemia di panen setiap pagi hari jam 8 sebelum
diberikan pada larva, setelah di panen
menggunakan waring artemia dimasukan
kedalam wadah berupa ember yang sudah
5 Panen artemia
dicampurkan dengan pengkayaan selanjutnya
diisi air laut sebanyak 6-10 ember dan diamkan
menggunakan air laut. Pakan artemia siap
diberikan pada larva.

Gambar 11. Pembuatan Artemia


 Pengkayaan

Pengkayaan dibuat dengan cara mencampurkan minyak ikan,


elbasin,elkoso, dan skotelmolsoon kemudian di larutkan menggunakan air
pada gayung. Jika sudah terlarut di tampung pada wadah yang siap di isi
rotifer dan artemia.

Gambar 12. Proses Pengkayaan

4. Pakan Buatan

Pakan buatan yang digunakan rotemia. Pakan buatan mulai diberikan setelah
larva berumur D-15 dengan cara ditebar merata pada permukaan bak menggunakan
tapisan teh, pemberian pakan pertama ialah rotemia dengan frekuensi pakan 2-3 kali
dalam sehari dan pakan akan terus bertambah sesuai dengan pertumbuhan ikan.
Ukuran pakan yang diberikan disesuaikan dengan umur ikan dan bukaan mulutnya.

Pemberian pakan buatan dimaksudkan untuk mencegah kekurangan nutrisi


dan gizi yang tidak terdapat pada pakan alami. Dengan bertambahnya umur larva
maka ukuran pakan yang diberikan semakin besar dan jumlahnya semakin
bertambah. Menurut Hayashi (1995), dalam Suwirya et al. (1998), pemberian pakan
buatan pada larva dapat meningkatkan vitalitas benih karena komposisi pakan buatan
sudah diatur kandungan nutriennya.
Pakan yang digunakan bermerek Love Larva ukuran pakan yang diberikan
bervariasi tergantung umur dan ukuran larva. Pakan ini diberikan sejak larva
berumur D16. Pada awal pemberiannya, pakan diberikan sedikit demi sedikit
gunanya untuk membiasakan sekali merangsang larva untuk memakan pakan
tersebut. Pakan ini diberikan sampai larva masuk ke tahap pendederan.

Gambar 7. Pakan buatan

makanan dari endogenus ke eksogenus. Menurut Blaxter et al. (1985), dalam


Muchari (1991), kematian yang terjadi pada larva hari kelima dan seterusnya dapat
terjadi karena disebabkan oleh fenomena point of no return yaitu suatu keadaan
dimana hanya 50 % larva yang mampu makan pada kondisi dimana jumlah pakan
optimal, sedangkan sisanya tidak lagi mampu memangsa pakan yang tersedia.
Kematian larva ini menyebabkan padat tebar, pengelolaan kualitas Air, dan juga
perkembangan embrio yang belum sempurna dalam menyerap makanan.

4.4 Pengelolaan Kualitas Air

Keberhasilan pemeliharaan larva Kakap Putih dalam suatu pembenihan


salah satunya ditentukan oleh kondisi lingkungan atau kualitas air.

1. Penyiponan

Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjaga agar kondisi air atau media
pemeliharaan benih tetap terjaga dengan baik dan meminimalkan dampak buruk
yang diakibatkan oleh penurunan kualitas air. Upaya yang dilakukan dengan
penyiponan terhadap kotoran ikan maupun sisa-sisa pakan yang mengendap di dasar
bak. Penyiponan dilakukan dengan mengguanakan alat sipon dimana alat ini berupa
pipa yang disambung dengan selang untuk menyedot di dasar bak.Penyiponan
dilakukan setiap hari. Penyiponan dilakukan ketika larva menginjak umur D14 (dua
minggu) atau jika banyak terdapat kotoran di dasar bak, sifon dilakukan setelah larva
sudah diberikan pakan alami dan plankton. Setelah itu bak di tutup plastik terpal.
Tujuannya untuk menjaga kestabilan suhu dan mencegah kotoran masuk kedalam
bak.

larva kakap putih berkisar antara 30–32 oC. Salinitas yang ideal untuk kegiatan
pemeliharaan kakap putih adalah 30-35 ppt, Standar pH untuk pemeliharaan larva
kakap putih adalah 7–8 dan kandungan oksigen terlarut untuk pembenihan kakap
putih adalah > 5.

2. Filtrasi Air

Meliputi penyaringan pada pipa yang memasukan air kedalam bak agar tidak
ada kotoran dan microorganisme yang dapat membahayakn larva, penyaringan
meggunakan Filter bag pada ujung pipa pemasuk.

3. Sirkulasi atau pergantian air

Pergantian air dimulai sejak umur D7 sebanyak 5% dan ditinggikan menjadi


10% setelah berumur D10. Pada umur D20 sampai panen pergantian air ditingkatkan
menjadi 20 – 50 % .

4.5 Pengendalian Penyakit

Penyakit yang menyerang selama pemeliharaan larva adalah penyakit cacing


pipih. Penyakit ini menyerang pada bagian tubuh larva, menyebabkan larva berenang
dipermukaan dan nafsu makan berkurang. Penanggulangan penyakit ini dilakukan
dengan cara pergantian air bak larva sebanyak mungkin dan pencegahan pada
pemeliharaan larva meliputi :
1. Mencuci semua sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan
pembenihan.
2. Tidak saling menukar peralatan kerja dan sterilisasi air media pemeliharaan.

Pengobatan sebaiknya merupakan usaha akhir jika tindakan pencegahan tidak


memberikan hasil yang memuaskan. Efek samping dari pemberian obat-obatan
kadang malah menimbulkan masalah seperti terjadinya resisitensi terhadap ikan dan
kemungkinan meninggalkan residu yang tidak diharapkan. Selain ituu pencegahan
juga dapat dilakukan dengan pemberian 5-10 ppm Acriflavin.

4.6 Grading

Grading adalah upaya memilih ukuran larvaagar dapat ukuran yang

seragam.Hal ini dilakukan untuk mendapatkan benih yang seragam untuk

mengurangi sifat kanibalisme dan untuk mencegah persaingan makanan. Sifat

kanibal sedikit berkurang pada benih yang berukuran sama. Oleh karena itu grading

sebaiknya sudah dilakukan sejak awal penebaran sehingga presentase kematian

dapat diperkecil.Grading dilakukan secara manual dengan memisahkan secara

langsung dengan gayung pada ikan yang ada di dalam baskom. Dilakukan 1-2

minggu sekali.

Gambar 6 . Greading larva dan benih

4.7 Pemanenan
Panen dilakukan pada umur larva D45, yang selanjutnya di pemeliharan

di bak pendederan dengan kapasitas bak 2 m3, dari hasil pelaksanakan, larva

yang di pelihara mencapai SR sekitar 2,5%.

Gambar 7. Proses Packing benih


V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan

1. Teknik Pendederan Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) di BPBL Ambon sudah
mengalami perkembangan teknik dan teknologi yang baik meliputi: Sterilisasi
alat dan bahan, proses grading, proses packing, monitoring pertumbuhan dan
kualitas air dan panen.
2. Pertumbuhan ikan kakap putih dapat mengalami perkembangan dengan baik
apabila tidak terjadi kontaminasi dan menjaga kualitas air tetap optimun selama
pemeliharaan sehingga perkembangan dan pertumbuhan ikan kakap dapat
berkembang dengan baik.
3. Dengan adanya penguasaan teknologi pembenihan untuk ikan Kakap Putih yang
di budidayakan, Pembudidaya dapat diproduksi benihnya secara massal untuk
mendukung kelancaran usaha budidaya Ikan Kakap Putih.
4. Pemeliharaan ikan larva Kakap Putih meliputi perisiapan bak dan media
pemeliharaan larva, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air,grading dan
pengendalian penyakit.

5.2. Saran

Perlu meningkatkan penanganan terhadap kualitas air , pemberian pakan dan

multivitamin yang sesuai dalam kegiatan pembenihan agar kualitas serta

kuantitas ikan Kakap Putih dapat terjaga dengan baik sehingga mencegah ikan

Kakap Putih yang terserang penyakit


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Gambar 8 : Kultur Artemia

Gambar 9 : Mengukur Salinitas


Gambar 11 : Proses Panen dan Grading Larvaikan kakap untuk dipindahkan
ke bak pendederan

Anda mungkin juga menyukai