Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

BUDIDAYA UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI)


DI KERAMBA JARING APUNG

Oleh:
Riska Dwi Maharani
21742030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, karena atas
karunia-Nya laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini penulis susun berdasarkan hasil
kegiatan praktikum bertujuan sebagai pelengkap tugas mata kuliah “Teknik Budiaya Ikan Air
Laut”.

Penyusunan laporan ini dibuat sebagai salah satu tugas Mata Kuliah “Teknik Budidaya Ikan
Air Laut”, yang membahas tentang budidaya udang vaname di kja. Pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
penyusunan laporan ini hingga selesai.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) adalah salah satu jenis udang yang habitat
aslinya di pantai dan laut Amerika Latin, seperti Mexico dan Puertorico. Di Indonesia telah
dikembangkan budidaya udang Vanname dengan teknologi intensif, dan pengembangan
yang dilakukan hanya pada media air payau, padahal sebenarnya Vanname memiliki
toleransi salinitas yang cukup tinggi untuk dapat hidup.
Pengembangan udang Vanname ini dilakukan di Indonesia karena jenis udang ini lebih
banyak memiliki keunggulan dibandingkan jenis udang lain.Keunggulan dari udang
Vanname adalah ketahanan terhadap penyakit, kebutuhan kandungan protein yang relatif
lebih rendah, pertumbuhan lebih cepat, toleran terhadap perubahan suhu air dan oksigen
terlarut serta mampu memanfaatkan seluruh kolom air dibandingkan dengan udang jenis
lain.Selain itu udang Vanname juga dapat dibudidayakan pada kisaran salinitas yang lebar
(0,5–45 ppt), kebutuhan protein yang lebih rendah (20–35%) dibanding windu, mampu
mengkonversi pakan dengan lebih baik (FCR 1,2–1,6) serta dapat ditebar dengan
kepadatan tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2 (Briggs et al., 2004).
Udang Vanname memiliki banyak kelebihan dari pada jenis udang lainnya yang dapat
di produksi secara massal, namun pada era sekarang ini media untuk budidaya udang
Vanname yaitu air laut mulai tercemar baik itu pencemaran yang berasal dari limbah sungai
maupun laut. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menghindari hal tersebut perlu
dilakukan usaha untuk budidaya udang Vanname pada pemeliharaan salinitas rendah.

1.2 Tujuan

Budidaya udang vaname di KJA bertujuan sebagai alternatif media budidaya udang
vaname selain di tambak serta dapat lebih meningkatkan produksi udang vaname. Yang
mana kondisi air yang ada tidak mudah berubah-ubah, penyakit yang sering menyerang
udang vaname cenderung rendah di keramba jarring apung, pertumbuhan udang yang
relative lebih cepat apabila di bandingkan dengan pertumbuhan udang yang ada di tambak,
serta feses yang di keluarkan oleh udang tidak mengendap di bawah melainkan terbawa
oleh air laut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Vanname

Udang Vannamei meupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan
budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar
tinggi (high demand product). Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) merupakan produksi
udang di dalam negeri pada tahun 2013 dapat menembus hingga lebih dari 600.000 ton,
sehingga dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak terkait guna merealisasikan target tersebut.
Pada tahun 2013, capaian produksi udang nasional diproyeksikan sebesar 608.000 ton (KKP,
2013).

Menurut Haliman dan Dian (2006) klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah
sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoea

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapodas

Subordo : Dendrobrachiata

Familia : Litopenaeus

Spesies : Litopanaeus vannamei


2.2 Morfologi Udang Vanname

Tubuh udang vannamei berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal
sebagai “white shrimp”. Namun, ada juga yang berwarna kebiruan karena lebih dominannya
kromatofor biru. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm. tubuh udang vannamei dibagi menjadi
dua bagian, yaitu kepala (thorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari
antenula, antenna, mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga
dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki
sepuluh (decapoda). Sedangkan pada bagian perut (abdomen) udang vannamei terdiri dari
enam ruas dan pada bagian abdomen terdapat lima pasang kaki renang dan sepasang uropuds
(mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (Yuliati, 2009).

Haliman dan Adijaya (2005) mengemukakan bahwa sifat-sifat penting yang dimiliki
udang vannamei yaitu aktif pada kondisi gelap (nocturnal), dapat hidup pada kisaran salinitas
lebar (euryhaline) umumnya tumbuh optimal pada salinitas 15-30 ppt, suka memangsa sesama
jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tetapi terus menerus (continous feeder), menyukai hidup
di dasar (bentik) dan mencari makan lewat organ sensor (chemoreceptor).

2.3 Habitat dan Daur Hidup Udang Vanname

Siklus hidup udang putih dimulai dari udang dewasa yang melakukan pemijahan hingga
terjadi fertilisasai. Setelah 16-17 jam dari fertilisasi, telur menetas menjadi larva (nauplius).
Tahap naupli tersebut memakan kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya dan akan
moulting, kemudian bermetamorfosis menjadi zoea. Zoea akan mengalami metaforfosis
menjadi mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang kecil memakan alga dan zooplankton.
Setelah 3 sampai 4 hari, mysis mengalami metaforfosis menjadi post larva. Tahap post larva
adalah tahap saat udang sudah memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari
tahap naupli sampai post larva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Kemudian post larva maka
dilanjutkan ke tahap jevenil (Wyban dan Sweeney, 1991).

2.4 Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup

Menurut Effendie (2003), pertumbuhan adalah penambahan ukuran Panjang dan bobot
ikan atau udang dalam kurun waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa factor internal
yaitu keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan.
Sedangkan factor eksternal meliputi suhu, kualitas dan kuantitas makanan serta ruang.

Menurut FAO (1987), pertumbuhan udang akan dapat dipercepat jika pakan yang
diberikan memiliki kandungan nutrisi protein cukup tinggi. Pakan yang dicerna dan diserap
oleh udang dengan kadar protein 40-50% diperlukan untuk pemeliharaan tubuh. Udang vaname
membutuhkan protein sekitar 32% lebih rendah dari pada kebutuhan protein udang windu
sekitar 45%.

Udang vanammei adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan
kedalaman 72 meter. Udang vannamei dapat ditemukan di perairan atau lautan Pasifik mulai
dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan. Habitat udang vannamei berbeda-beda tergantung
dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatantingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya
udang vannamei bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang
disukai oleh udang vannamei adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran
lumpur dan pasir (Haliman dan Adijaya, 2006).

2.5 Manajemen Pakan Udang Vanname

Menurut Kordi (2010), pemberian pakan buatan dapat diberikan mulai sejak benur
ditebar hingga udang siap panen. Namun, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus
dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan (under
feeding) atau kelebihan pakan (over feeding).

Under feeding bisa menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat, ukuran udang
tidak seragam, tubuh tampak keropos dan timbul kanibalisme. Sementara over feeding bisa
menyebabkan kualitas air tambak menjadi jelek (Kordi, 2010).
Program pemberian pakan pada budidaya udang putih merupakan langkah awal yang
harus diperhatikan untuk menentukan jenis, ukuran, frekuensi, dan total kebutuhan pakan
selama masa pemeliharaan (Adiwidjaya dkk, 2005). Nutrisi dan pemberian pakan memegang
peranan penting untuk kelangsungan usaha budidaya hewan akuatik. Penggunaan pakan yang
efisien dalam usaha budidaya sangat penting karena pakan merupakan faktor produksi yang
paling mahal (Haryanti, 2003).

Menurut Tacon (1987), pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mugkin dengan
memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dimana udang diberi pakan. Penerapan
feeding program hendaknya disesuaikan dengan tingkah laku udang, serta siklus alat
pencernaan guna memaksimalkan penggunaan pakan.

Jumlah pakan adalah porsi atau banyaknya pakan yang dibutuhkan dan harus diberikan
pada udang budidaya. Biasanya dihitung dalam persen (%) per hari berat (bobot) keseluruhan
jumlah udang dalam wadah budidaya (tambak, keramba, KJA dan lain-lain). Persentase pakan
untuk udang harus benar-benar diperhatikan, jangan hanya terpaku pada satu patokan saja.
Patokan yang ada kadang tidak terlalu tepat, karena setiap jenis udang pada umur atau ukuran
tertentu membutuhkan jumlah atau porsi pakan berbeda-beda (Suyanto dan Mujiman, 1989).

2.6 Kualitas Air

Keberhasilan dalam budidaya salah satunya ditentukan oleh kualitas air media, kualitas
perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan organisme yang hidup
di air. Kualitas air yang diamati selama budidaya di keramba jaring apung yaitu suhu, salinitas,
pH,dan DO. Secara umum nilai parameter kualitas air yang didapatkan masih dalam batas
standar pemeliharaan udang.

a. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting untuk kegiatan budidaya udang
karena mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan, konsumsi oksigen, siklus molting,
respons imun dan kelangsungan hidup (Ferreiraet al., 2011 dalam Effendi, 2016), suhu
optimal bagi pertumbuhan udang berkisar 26°C- 32°C (Zakaria, 2010). Pada kisaran
tersebut konsumsi oksigen cukup tinggi sehingga nafsu makan udang meningkat dan
pada suhu dibawah 20°C nafsu makan menurun (Wardoyo, 1997). Rendahnya kualitas
air dapat mengakibatkan rendahnya tingkat pertumbuhan, sintasan dan frekuensi
pergantian kulit. Nilai suhu pada media pemeliharaan di keramba jaring apung berkisar
antara 28°C- 32°C, nilai tersebut berada pada kisaran optimal dan layak untuk
pertumbuhan udang pada kisaran suhu tersebut proses metabolisme berjalan dengan
baik sehingga pertumbuhan udang dapat optimal. Suhu pada keramba jarring apung
relatif stabil baik pagi, siang, maupun sore memberikan dampak yang baik bagi
pertumbuhan udang. Fluktuasi suhu yang terlalu tinggi pada media dipengaruhi oleh
iklim atau cuaca sehingga akan berdampak pada suhu perairan.

b. Ph (Power Of Hidrogen)
Derajat keasaman atau pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O2 maupun CO2 dan
senyawa senyawa yang bersifat asam., Menurut Ferreira et al. (2011) pertumbuhan
optimal udang yang dibudidaya di laut dengan kisaran pH 6-9. pengukuran pH selama
pemeliharaan dilakukan pada shubuh hari. nilai pH diatas 10 dapat menyebabkan udang
mati sedangkan dibawah 5 pertumbuhan udang menjadi lambat dan dapat menyebabkan
kematian. Dalam budidaya udang di KJA pH air tidak terlalu mengkhawatirkan karena
air laut mempunyai kemampuan menyangga/buffer yang sangat besar untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk
terganggunya sistem penyangga. Karena pH dipengaruhi oleh proses pembusukan dan
karbondioksida yang tinggi pada tambak biasanya diatasi dengan menggunakan
kincir/aerator dan dilakukan pergantian air agar perubahan pH tidak terlalu besar tetapi
pada media berupa keramba jaring apung tidak perlu dilakukan karena air laut pH-nya
relative stabil dan fluktuasinya tidak terlalu besar terbukti pada saat pemeliharaan
perubuhan pH tidak terlalu signifikan.

c. DO (disolved Oxygen)
DO atau oksigen terlarut merupakan parameter kunci dalam setiap kehidupan
organisme. DO pada media pemeliharaan di keramba jaring apung diamati pada pukul
05.00 WIB, hal ini dilakukan untuk mengetahui kandungan oksigen minimum, selama
pemeliharaan nilai DO yaitu berkisar antara 5.0-6.0 nilai tersebut berada di kisaran
optimal menurut kisaran DO yang optimal antara 4-8 ppm. Nilai minimal DO selama
pemeliharaan yaitu 5-6 ppm hal ini menunjukan kandungan oksigen di perairan laut
khususnya di KJA cukup tinggi dan optimal untuk buiddaya udang, pada tambak untuk
meningkatkan oksigen di perlukan kincir atau aerasi sehingga oksigen dalam perairan
dapat meningkat ,tapi untuk media KJA hal ini itu tidak perlu dilakukan karena oksigen
terlarut sudah memenuhi kisaran optimal dalam budidaya.

d. Salinitas
Salinitas berperan dalam pengaturan osmoregulasi . Hasil pengukuran salinitas pada
saat pemeliharaan berkisar 31-34. Nilai tersebut cukup tinggi dibandingkan salinitas
yang ada di tambak. Siklus hidup secara alami dari udang vannamei terjadi di laut dan
estuari. Hal ini yang menyebabkan udang vannamei mampu beradaptasi pada kisaran
salinitas yang lebar. Salinitas air laut mempengaruhi tekanan osmotik air yang
mempengaruhi kemampuan osmoregulasi dari udang vannamei. Udang vannamei
memiliki sifat euryhaline yaitu mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap
perubahan salinitas dalam rentang cukup tinggi 3-45 ppt tetapi akan tumbuh dengan
baik pada salinitas 15-30 ppt.

2.7 Budidaya Udang Vanname di KJA

Budidaya udang selain dilakukan di tambak juga dapat dilakukan di laut/pantai.


Budidaya udang dilaut/pantai dengan menggunakan Keramba Jaring Apung saat ini belum
banyak dilakukan. Budidaya udang di laut dengan menggunakan keramba jaring apung
merupakan salah satu alternatif budidaya udang yang ramah lingkungan dan berpotensi
menjadi teknologi aplikatif budidaya udang di masa mendatang. Budidaya udang di laut dengan
menggunakan keramba jaring apung secara teknologi lebih mudah dalam pengelolaannya
karena tidak harus melakukan pengelolaan kualitas air secara intensif. Selain itu budidaya
udang dengan keramba jaring apung tidak merusak lingkungan pesisir akibat pembukaan lahan
pantai sehingga kualitas pesisir tetap terjaga.

Mengingat potensi laut di Indonesia mencapai 12.123.383 Ha dengan total yang telah
termanfaatkan baru sebesar 325.825 Ha (KKP, 2015) serta dengan beberapa kemudahan dan
keuntungan yang ada, budidaya udang di laut dengan menggunakan keramba jaring apung
merupakan salah satu potensi tekologi budidaya yang dapat dikembangkan dalam rangka
meningkatkan produksi udang secara nasional serta tanpa merusak lingkungan pesisir.

KJA yang digunakan berasal dari pabrikasi Aquatec berukuran 3 x 3 m2 tiap petaknya.
Jumlah petak yang digunakan sebanyak 6 petak/plong. Lama pemeliharaan dilakukan dari awal
tebar sampai panen selama 3 bulan. Pemberian dan pengontrolan pakan serta kesehatan udang
menggunakan anco dan di aplikasikan pada awal pemeliharaan. Padat penebaran yang
dilakukan mengunakan kepadatan 222 ekor /m2. Jumlah tebar yang digunakan sebanyak 2000
ekor tiap petak pemeliharaan. Sampling panjang dan berat udang dilakukan seminggu sekali
setelah fase blind feeding selesai (DOC 30) sampai dengan panen. Pergantian jaring dilakukan
sesuai dengan keadaan jaring yang digunakan. Ketika jaring yang digunakan sudah terlalu
kotor proses pergantian dapat dilakukan. Keadaan jaring yang kotor dapat menganggu sirkulasi
air laut di dalam petak pemeliharaan.

Pemberian pakan menggunakan dasar score anco berdasarkan fedding rate (FR) awal
sebanyak 10%, jika dalam 2 jam pakan yang diberikan habis maka dilakukan penambahan
pakan sebanyak 10% dari pakan sebelumnya. Jika pakan tersisa 25 % maka pakan yang
diberikan akan tetap dan jika pakan sisa 50% maka pakan yang diberikan pada pemebrian
berikutnya dikurasngi 20 % dari pakan sebelumnya. Frekuensi pemberian pakan diberikan
sebanyak 4 kali. Waktu pemberian pakan dilakukan pada pukul 07.00, 11.00, 15.00 dan 20.00
WIB. Parameter pengamatan dilakukan dengan mengukur Survival Rate (SR), Mean Body
Weight (MBW), Average Daily Growth (ADG), Biomass dan Food Convertion Ratio (FCR).
Mean Body Weight (MBW) merupakan berat rata-rata udang dari hasil sampling. MBW dapat
dihitung sebagai berikut (Hermawan, 2012).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu : Setiap Jumat, 23 Maret 2023 sampai selesai.

Tempat : Keramba Jaring Apung Budidaya Laut Politeknik Negeri Lampung

Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin Kab. Pesawaran

3.2 Alat dan Bahan

No. Alat dan Bahan Kegunaan


1. Udang Vannamei Sebagai bahan sampling dan bahan
budidaya.
2. Timbangan Digunakan untuk menimbang udang yang
akan di sampling.
3. Pena & buku Digunakan untuk menulis data hasil
sampling
4. Penggaris Digunakan untuk mengukur panjang
udang
5. pH meter / pH paper Digunakan untuk mengukur pH air kolam
6. Baskom Di gunakan untuk wadah udang sampling
7. Jaring

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Memperhatikan arus air

Arus air yang digunakan di lokasi tambak udang diupayakan tidak berarus terlalu kencang,
namun selalu ada arus agar pertukaran air dapat berjalan dengan baik dan kandungan oksigen
selalu tercukupi, seperti halnya udang air tawar. Selain itu, diperlukan aliran air untuk
membersihkan sisa makanan dan kotoran yang jatuh ke dasar perairan. Arus yang tidak terlalu
bagus digunakan untuk menjaga kekuatan jaring agar dapat digunakan lebih lama. Namun, jika
areal tumbuh yang digunakan tidak memiliki arus, hal ini tetap dapat diusahakan, namun
jumlahnya tidak boleh melebihi 1% dari permukaan air. Dalam budidaya non-rutin, unit harus
ditempatkan di tengah air sejajar dengan pantai.

3.3.2 Memperhatikan kedalaman air

Kedalaman air mempengaruhi kualitas air di lokasi tumbuh. Untuk tempat yang
dangkal lebih mudah diaduk karena mempengaruhi ombak yang membuat air keruh.

3.3.3 Memperhatikan tingkat kesuburan

Tingkat kesuburan terbagi menjadi 3 jenis yaitu rendah atau oligotropik, sedang atau
meosotropik dan yang terakhir tinggi atau eurotropik. Untuk jenis air yang baik pada sistem
keramba jaring apung adalah rendah sampai sedang, karena jika tingkat fertilitas terlalu tinggi
dapat beresiko kekurangan oksigen pada malam hari dan dapat berdampak buruk bagi udang.

3.3.4 Persiapan kolam budidaya

Untuk persiapan kolam nya bentuklah memanjang supaya sirkulasi oksigen dapat
lancar di waktu mengalir. Tambahkan pula pematang kuat yang lebarnya kurang lebih 1 meeter
dan tambahkan pula tempat berlindung udang di waktu pergantian kulit atau molting. Sherlter
tersebut dapat menggunakan pelepah daun kelapa yang letaknya didasar tempat budidaya.

3.3.4.1 Cara merakit kolam

Untuk membuat keramba ini bisa dibuat dari bahan bambu guna memasang kantung
jaring. Bentuknya persegi panjang dan ukurannya bervariasi yakni panjang 2 meter dengan
lebar 2 meter atau panjang 7 meter dan lebar 3 meter yang tinggi nya antara 2 meter hingga 3
meter.
Keempat sudah dirakit menggunakan bambu utuh belum dibelah, sementara untuk
penyambung nya dipakai bambu yang dipotong menyesuaikan kebutuhan.
3.3.4.2 Pelampung

Keramba sederhana tak memerlukan drum sebagai pelampung, akan tetapi dapat
menggunakan bambu utuh untuk pelampungnya. Bambu dipotong dua sisi lebar dan sisi
panjang lalu diikat yang sudah dipotong, tingginya 170 cm dari dasar rakit. Jika rakit
ditenggelamkan di air 150 cm, maka pelampung bambu dibuat tingginya 150 cm.

3.3.4.3 Jaring

Untuk jaringnya pilih bahan polyethylene bermata jaring sesuai ukuran udang. Pastikan
lubangnya jaring tak dapat diterobos udang. Hindarkanlah memakai mata jala terlalu kecil
sebab dapat mencegah udang keluar dari jaring.

3.3.4.4 Pemasangan KJA

Untuk memasang jaring dirangka, maka harus menggunakan tali plastik untuk merajut
lembaran jaring. Pemasangan jaring yang telah membentuk kantung ini menyesuaikan bentuk
rakit. Jika jaring ditenggelamkan didalam air maka posisinya tak akan tergeser, lalu tambahkan
pula pemberatnya atau batu atau besi dibagian sudut agar bentuk jaringnya tetap menyiku.

3.3.4.5 Pemberat dan tali KJA

Pemberat ini dipakai dikeramba jaring apung yang terbuat batu/ timah beratnya 2
smapai 5 kg jadi jaring tetap akan simetris di bagian sudut jaring apung. Tali/ tambang yang
dipakai di keramba jaring secara umum menyesuaikan kondisi air.

3.3.5 Menyiapkan benih udang

Untuk bibit paling baik, pilihlah yang terbebas cacat fisik dan parasit, bisa bergerak
aktif dan mempunyai postur sama. Sebelum bibit udang (benur) ini ditebarkan, hendaknya
diaklimatisasi lebih dulu dengan merendam kantung udang di dalam kotak selama 15 menit
kemudian buka penutupnya kantung selama 15 menit dan keluarkanlah benih perlahan.
Upayakan pula supaya bibit berenang keluar dari kantung sendiri supaya mudah menyesuaikan
kondisi kolam budidaya dan lingkungan barunya.
3.3.6 Pemberian pakan

Pemberian pakan bisa berwujud alami dan pelet. Jenis pakan alami bisa fitoplankton
yang dapat berkembangbiak dengan penaburan pupuk kandang. Sementara pakan pelet dapat
diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari, yakni pagi, siang, serta sore. Sebab diwaktu tersebut
kegiatan udang paling tinggi. Jumlah pellet yang diberikan 5% terhadap berat total dan
menyesuaikan usianya mulai dari pembibitan.

3.3.7 Mengatasi penyakit pada udang

Penyakit tersering yang menyerang budidaya udang yakni blackspot yang dikarenakan
jamur. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat anti baterial/ antibiotika dan fungisida disema
kolam.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan

N0. PARAMETER NILAI SATUAN


1. Pertumbuhan Berat Mutlak 8,1 Gram

2. Pertumbuhan Panjang Mutlak 4,63 Cm

3. Laju Pertumbuhan Harian 0,020 %

4. Tingkat Kelangsungan Hidup 100 %

Tabel 2. Kualitas air

No. TANGGAL PARAMETER


PENGAMATAN
SUHU pH SALINITAS
1. 19 Mei 2023 32 7 30
2. 26 Mei 2023 32 6 30
3. 16 Juni 2023 31 5 30

4.2 Pembahasan

4.2.1 Perbandingan PBM budidaya di KJA dan di Tambak

Selain pakan dan kesehatan, kualitas lingkungan media secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan udang. Untuk menjaga agar pertumbuhan udang tetap baik, selain pakan yang
cukup dan berkualitas baik, kondisi lingkungan juga harus sesuai untuk kehidupan udang.
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang, berat dan volume dalam kaitannya
dengan perubahan dari waktu ke waktu, pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal, faktor internal seperti genetik dan fisiologi seperti kesehatan sedangkan faktor
eksternal seperti pola makan dan fisik-kimia air. (suhu, oksigen terlarut, amonia dan salinitas).
Untuk mengetahui pertumbuhan udang dapat dilihat dari nilai pertumbuhan spesifik (SGR) dan
pertumbuhan absolut (GR). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan salinitas antar
perlakuan berpengaruh terhadap absolute growth rate (GR).

4.2.2 Perbandingan panjang mutlak budidaya udang di KJA dan Tambak

Pertumbuhan panjang mutlak adalah perubahan atau pertambahan panjang udang yang
dipelihara dalam satuan waktu.Untuk pada pengaruh nyata pakan terhadap pertumbuhan
panjang mutlak udang vaname. Perbandingan pada budidaya udang di kja tidak cepat pada
pertumbuhan Panjang udang sedangkan pada media tambak udang lebih cepat bertumbuh
Panjang.

4.2.3 Perbandingan LPH budidaya udang di KJA dan Tambak

Laju pertumbuhan harian (LPH) merupakan salah satu parameter penting yang perlu
diperhatikan dalam kegiatan budidaya. Keberhasilan dan efisiensi waktu pemeliharaan di
bidang budidaya diperoleh dengan melihat periode laju pertumbuhan udang. Salah satu faktor
yang melatarbelakangi tingginya laju pertumbuhan udang adalah baik atau tidaknya
pengelolaan kegiatan pemeliharaan udang, seperti efisiensi waktu pemeliharaan, pakan dan
pengendalian lingkungan budidaya. Laju pertumbuhan di KJA lebih tinggi daripada di tambak.

4.2.4 Perbandingan tingkat kelangsungan hidup udang di KJA dan Tambak

Tingkat kelangsungan hidup udang berkaiatan erat dengan tingkat molting udang dan tingkat
kanibalisme udang. Persentase tingkat molting yang tinggi memberikan tingkat kelangsungan
hidup yang tinggi pula sedangkan pada tingkat kanibalisme udang, semakin rendah tingkat
kanibalisme udang maka semakin tinggi tingkat kelangsungan hidup. Tingkat kanibalisme
udang dipengaruhi oleh jumlah pakan yang tersedia di dalam wadah budidaya udang, namun
yang perlu diwaspadai adalah saat keadaan udang cukup lapar mereka bisa menjadi kanibal
pada sesama, bahkan udang dewasa yang sedang proses ganti cangkang dimakan juga. Maka
untuk menghindari kanibalisme, pada tempat budidaya udang diberi makanan supaya sifat
kanibalismenya dapat dikendalikan. Hal ini sesuai pendapat (Abdul et al., 2016). tingginya
tingkat kelangsungan hidup diduga karena pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan
baik, kebutuhanudang akan terpenuhi sehingga udang tidak lapar dan tidak kanibal. Sedangkan
tingkat moulting dipengaruhi oleh jumlah total kalsium yang tersedia pada wadah sebagai
pengerasan kulit atau karapaks pada udang. aktivitas moulting untuk pertumbuhan, pada saat
ketahanan tubuh udang akan melemah dan nafsu makan akan menurun sehingga udang akan
lebih sering berdiam didasar bak, dan pada saat ini dapat menyebabkan kanibalisme pada udang
yang sehat sehingga dapat menimbulkan kematian. Saat terjadi pergantian kulit (moulting)
tubuh larva udang menjadi lunak karena tidak memiliki pelindung sehingga mudah diserang
oleh udang yang lain. Hal ini sesuai pendapat (Yoga et al., 2016).

4.2.5 Kualitas air dan cara penanganan nya

Kualitas air memegang peran penting dalam budidaya udang vanamei. Hybrid system
muncul sebagai perkembangan inovasi budidaya udang vaname karena kondisi perairan yang
semakin menurun. Hybrid system berprinsip menjaga kestabilan kualitas air sehingga udang
vaname hidup dengan nyaman dan pertumbuhan meningkat. Salah satu cara yang
memungkinkan dalam mengatasi turunnya kualitas air yaitu menggunakan system resirkulasi.
Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan
dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah filter atau ke dalam
wadah, Sistem resirkulasi ada dua jenis yakni sistem sirkulasi tertutup yang mendaur ulang
100% air dan sistem sirkulasi semi tertutup yang mendaur ulang sebagian air sehingga masih
membutuhkan penambahan air dari luar. Salinitas yang baik untuk pertumbuhan berkisar antara
10-30 ppt dengan salinitas optimal berkisar antara 15-25 ppt. Selanjutnya kandungan amoniak
pada masing-masing perlakuan menunjukkan angka yang berbeda dimana pada P1, P2 dan P3
kandungan amoniak 0,5 ppm.

4.2.6 Kelebihan dan kekurangan budidaya udang di KJA

• Kelebihan budidaya udang di KJA

Ada beberapa kelebihan yang bisa diperoleh dari budidaya udang dalam keramba jaring
apung (KJA), antara lain : keberadaan udang di dalamnya akan lebih aman, sehingga
memudahkan pemeliharaan. Udang vannamei yang di budidayakan di KJA juga memiliki
respon pakan yang cukup tinggi, pertumbuhannya cepat, tahan terhadap serangan penyakit dan
perubahan lingkungan, memiliki nilai konversi pakan yang rendah serta mangsa pasar yang
tinggi dan masih terbuka lebar.
• Kekurangan budidaya udang di KJA

Budidaya udang vannamei di KJA juga memiliki kekurangan yaitu, biaya yg


dikeluarkan lebih banyak dan jika kualitas air di laut tercemar alga merah maka untuk
penanganan nya lebih sulit dan menyebabkan udang mati. tingkat FCR nya yang masih relative
tinggi bila dibandingkan dengan budidaya di tambak. kepadatan benih dan ukuran panen
terbatas.

4.2.7 Potensi budidaya udang di KJA

Ini memiliki potensi untuk menjadi teknologi budidaya udang yang dapat diterapkan di masa
depan. Budidaya udang laut dengan keramba jaring apung secara teknologi lebih mudah
dikelola karena tidak memerlukan pengelolaan kualitas air yang intensif. Selain itu budidaya
udang dengan keramba jaring apung tidak merusak lingkungan pesisir akibat pembukaan lahan
pesisir sehingga kualitas pesisir tetap terjaga. Mengingat potensi laut di Indonesia mencapai
12.123.383 Ha dengan total yang telah dimanfaatkan hanya 325.825 Ha (KKP, 2015) dan
dengan berbagai kemudahan dan keunggulan yang ada, budidaya udang laut menggunakan
keramba jaring apung merupakan salah satu teknologi budidaya potensial yang dapat
dikembangkan. dikembangkan dalam rangka meningkatkan produksi udang secara nasional
dan tanpa merusak lingkungan pesisir. Oleh karena itu penelitian kajian budidaya udang
vaname di keramba jaring apung belum banyak dilakukan oleh petambak udang, sehingga perlu
dilakukan untuk mengetahui keberhasilan produksi udang.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pemeliharaan udang vaname di keramba jaring apung
(KJA) adalah memelihara udang vaname di keramba jaring apung memiliki beberapa
keuntungan yaitu tidak perlu menambahkan kincir air untuk menyuplai oksigen terlarut, karena
terbentuk oksigen. . gelombang laut yang memudahkan proses penyortiran, mempercepat
proses pemanenan karena pemanenan dilakukan dengan mengangkat jaring di keramba, tidak
perlu mengosongkan kolam, yang mengurangi laju penyebaran penyakit karena air di laut akan
selalu berubah, sehingga jarang terjadi limbah yang mengendap di dasar KJA tempatnya
dipelihara.

5.2. Saran

untuk budidaya dengan keramba jaring apung memang lebih baik kualitas airnya dari pada di
tambak, dan juga tidak membutuhkan modal yang banyak untuk memenuhi sarana dan
prasarana. Selain itu, menanam di keramba jaring apung lebih efisien waktu dalam memilah
tanaman dan menghindari hama predator.
DAFTAR PUSTAKA

KKP, 2010. Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Pola Tradisional Plus.Jurnal
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

//eprints.umm.ac.id/26612/1/jiptummpp-gdl-tommyasria-32305-2-.pdf.

//eprints.umm.ac.id/40687/3/BAB%20II.pdf Klasifikasi udang vanname dan tingkat


kelangsungan hidup.

O. I. Purnamasari, D. Purnama, M. Angraini, and F. Utami, “PERTUMBUHAN UDANG


VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK INTENSIF,” 2017.

repository.polipangkep.ac.id/uploaded_files/manajemen pemberian pakan.

Hermawan, D. 2012. Teknik Pemeliharaan Larva Udang Windu (Penaeus monodon) di


HSRT. Proposal Praktek Kerja Lapang II Jurusan Teknologi Budidaya Perikanan. Jawa
Timur: Akademi Perikanan Sidoarjo.

Paquotte P, Chim L, Martin JLM, Lemos E, Stern M, Tosta G. 1998. Intensive culture of
shrimp Penaeus Íannamei in floating cages: zootechnical, economic and environmental
aspects. Aquaculture. 164:151–166.

Purnama, R. S. 2003. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan botia (Botia macracanthus
Bleeker) pada berbagai padat penebaran. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
IPB. Bogor.

Nuhman. 2009. Pengaruh Prosentase Pemberian Pakan terhadap Kelangsungan Hidup dan
Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 1 (2):193-197.

Zakaria AS. 2010. Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di


Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan (Laporan PKL).
Fakultas kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya

Zarain-Herzberg M, Campa-Córdova AI, Cavalli RO. 2006. Biological viability of producing


white shrimp Litopenaeus vannamei in seawater floating cages. Aquaculture 259: 283–289.

Ghufron, M., Mirni, L., Putri, D. W. S., Hari, S. (2014). Teknik Pembesaran Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Pada Tambak pendampingan PT Central Proteina Prima Tbk Di
Desa Randutatah, Kecamatan Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.Journal of Aquaculture and
Fish Health. 7 (2), 70-77.

Supono. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Udang. Bandar Lampung: CV. Anugrah
Utama Raharja.

http://repository.ub.ac.id/159087/

Yoga, I.P., Wardiyanto., Tarsim. Kelangsungan Hidup Dan Perkembangan Larva Udang
Galah (Macrobrachium rosenbergii) Asahan Pada Salinitas Berbeda.Jurnal Rekayasa Dan
Teknologi Budidaya Perairan, 5(1).
LAMPIRAN

Data Sampling

• Data Sampling Mentah

Data sampling awal:


Panjang udang
1. 6,5 cm
2. 9 cm
3. 8 cm
4. 9 cm
5. 10 cm
6. 8,5 cm
7. 8 cm
8. 8,5 cm
9. 9,5 cm
10. 9 cm

Panjang rata- rata udang = 8,4 cm


Berat rata-rata udang = 4,4

Data sampling akhir


Petakan 1:
1. 12,5 cm
2. 12 cm
3. 13 cm
4. 14 cm
5. 13 cm
6. 12 cm
7. 13 cm
8. 12,5 cm
9. 13 cm
10. 12,5 cm
Jadi panjanh rata rata nya adalah = 127,5 : 10 =12,75
Bobot rata rata adalah = 120 :10 = 12 gr

Petakan 2:
1. 11,5 cm
2. 13 cm
3. 12,8 cm
4. 13,5 cm
5. 12,5 cm
6. 13,5 cm
7. 13 cm
8. 14 cm
9. 14 cm
10. 12,5 cm
Jadi Panjang rata rata adalah = 130,3 :10 =13,03
Bobot rata rata adalah = 125 : 10 = 12,5 gr
FOTO KEGIATAN KEL 1

N FOTO KETERANGAN
O

1. Pemasangan jaring
pada keramba
jaring apung

2. Proses pengeringan
ikan ke satu sisi
jarring kja supaya
mempermudah
proses
pengangkatan atau
pemanenan ikan
sebelum dipindah
pada kolam kja
yang baru
3. Foto pengeringan
jaring setelah
proses pemanenan
ikan bawal bintang
selesai,seharusnya
harus melalui
proses pencucian
dulu tetapi karena
waktunya tidak
mencukupi jadi
jaring hanya
dijemur
4. Proses
pengangkatan
jaring dan
pemanenan
bawal bintang

• Dari hasil kunjungan tanggal 14 maret 2023

Saat sampling diperoleh berat rata rata per ekor 6gr, pada keramba pertama diperoleh total
ikan bawal sebanyak 90 ekor,dan pada keramba ke-2 diperoleh ikan bawal sebanyak 67 ekor.

Anda mungkin juga menyukai