Anda di halaman 1dari 20

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Udang merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang sangat bernilai
ekonomis komersial. Di Indonesia perikanan udang banyak diusahakan oleh
penduduk yang berdomisili di pesisir pantai. Kecenderungan penangkapan
tersebut diakibatkan oleh permintaan pasar yang tinggi. Permintaan pasar yang
tinggi menyebabkan tekanan terhadap ketersediaan sumberdaya yang ada di alam
sehingga peluang terjadi eksploitasi berlebihan (over exploitation) semakin besar.
Udang adalah binatangh yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut,
atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang
berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman
bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan
(Wahyuni et al., 2017).
Hubungan panjang berat ikan merupakan salah satu informasi pelengkap
yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya
dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya
yang berukuran layak tangkap. Pengukuran panjang–berat ikan bertujuan untuk
mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau
kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan,
kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad.
Analisa hubungan panjang–berat juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau
sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal penting
dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif
populasi ikan atau individu tertentu (Saputra et al., 2013).
Pengukuran udang dilakukan oleh tenaga enumerator lapangan yang telah
di latih tentang pengenalan jenis udang dan metode sampling biologi. Jumlah
sampel yang diukur berjumlah seratus ekor dalam setiap bulannya. Pengamatan
biometrik meliputi pengkuran panjang karapas, dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong (tingkat ketelitian 0,01 mm). Data panjang karapas yang diperoleh
kemudian ditabulasikan dalam tabel distribusi frekuensi panjang karapas dengan
interval 2 mm menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Pengamatan berat
dilakukan dengan menggunakan bantuan alat timbangan digital dengan tingkat
2

ketelitian 0,5 gram.Pengukuran panjang udang dalam penelitian, hendaknya


mengikuti suatu ketentuan yang umum digunakan,. Panjang udang dapat diukur
dengan menggunakan sistem metric atau lainnya, tetapi sistem metric sangat
dianjurkan untuk dipakai. Untuk memperkirakan pertumbuhan udang tersebut
dalam hal ini metode utama yang digunakan untuk menghitung atau mengukur
panjang rata – rata dan berat rata – rata pada udang dengan umur yang berbeda
(Nurdin dan Kembaren, 2015).
Udang putih (L. vannamei) merupakan spesies introduksi yang
dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang dikenal masyarakat dengan
udang vannamei ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara-negara di
Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama,Brasil, dan
meksiko sudah lama membudidayakan jenis udang yang dikenal juga
dengan pasific white shrimp. Produktivitasnya mencapai lebih dari 13.600 kg/ha.
Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa
keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat kelulushidupan
tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan Penyakit
dan konversi pakan rendah (Saputra et al., 2013).
Udang putih dalam bahasa internasional disebut dengan white shrimp,
umumnya ditangkap dengan menggunakan trawl, jaring tiga lapis (trammel net),
lampara dasar (danish seine), jaring dogol, belat dan sero. Di perairan Sampit,
udang putih ditangkap dengan menggunakan jaring tiga lapis dan lampara dasar
yang dioperasikan dengan menggunakan perahu motor berukuran kurang dari 5
GT. Ukuran mata jaring bagian kantong lampara dasar sebesar 1,5 dan 1,25 inci,
sementara itu ukuran mata jaring trammel netsebesar 1,75 inci pada bagian dalam
(inner net) dan 10 inci pada bagian luar (outer net) (Nurdin dan Kembaren, 2015).
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) biasa juga disebut Penaeus
vannamei, Pasific white shrimp, West coast white shrimp dan Camaron blanco
langostino, sedangkan nama FAO-nya adalah White leg shrimp, Crevette pettes
blanches, Camoron pattiblanco. Keunggulan udang ini antara lain: ukuran PL 6-7
sudah merupakan benur yang siap tebar selain kepadatan tebarnya tinggi, tahan
terhadap goncangan lingkungan dan juga memiliki sintasan yang tinggi. Secara
umum udang putih mempunyai karakteristik morfologi tubuh beruas-ruas yang
3

masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang, kulit keras dari chitin, dan
pleura kedua menutupi pleura pertama dan ketiga. Badan terdiri atas 3 bagian,
yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk kepala dada
(cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan bagian ekor (uropoda).
Cephalothorax dibungkus karapas (carapace) (Syafrudin, 2016).
Analisis hubungan panjang dan bobot dimaksudkan untuk mengukur
variasi bobot harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau
kelompok-kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan,
kesehatan, perkembangan gonad, dan sebagainya. kegunaan lain dari analisis
hubungan panjang dan bobot yaitu dapat digunakan untuk melakukan estimasi
faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan
salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau
keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu
(Faizah dan Prisantoso, 2010).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui morfologi dan klasifikasi udang air tawar
(Litopenaeus Vanammei)
2. Untuk mengetahui hubungan panjang dan bobot udang air tawar
(Litopenaeus Vanammei)
3. Untuk mengetahui koefisien korelasi pada udang air tawar udang air tawar
(Litopenaeus Vanammei)

Manfaat Praktikum
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Laboratorium Biologi Perikanan dan sebagai sumber informasi bagi
pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
4

Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


Udang merupakan salah satu jenis udang dari suku Palaemonidae, serta
masuk kelompok udang Palaemoid yang umum hidup di air tawar. Udang adalah
binatangh yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau. Udang
dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air
tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat
permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang merupakan
salah satu sumberdaya perikanan yang sangat bernilai ekonomis komersial
(Rachmawati, 2009).
Tubuh udang dibagi menjadi dua bagian, yaitu sefalotoraks dan abdomen,
yang pertama tertutup dengan tameng keras (carapace) yang menjulur ke depan
di antara dua mata. Penujuluran tameng itu disebut rastrum. Tiga belas pasang
pertama alat tambahan dan mata bertaut dengan sefalatoraks. Enam alat tambahan
lainnya bertaut dengan abdomen, dan masing-masing berakhir sebagai telson
(sirip horizontal). Abdomen dibagi menjadi segmen-segmen, di sebelah dorsal dan
di sebelah lateralnya masing-masing dilindungi oleh suatu skeleton yang
bercabang. Skeleton dibagi menjadi dua: sebuah tergit (dorsal) dan dua buah
pleura (lateral). Di sebelah ventral tiap segmen abdomen terdapat papan yang
disebut sternit (Syafrudin, 2016).
Secara umum udang putih mempunyai karakteristik morfologi tubuh
beruas-ruas yang masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang, kulit keras dari
chitin, dan pleura kedua menutupi pleura pertama dan ketiga. Badan terdiri atas 3
bagian, yaitu bagian kepala dan dada yang bersatu membentuk kepala dada
(cephalothorax), bagian badan (abdomen), dan bagian ekor (uropoda).
Cephalothorax dibungkus karapas (carapace). Tonjolan seperti pedang pada
carapace disebut rostrum dengan gigi atas berjumlah 11-15 buah dan gigi bawah
8-14 buah. Kaki jalan ke dua pada udang dewasa tumbuh sangat panjang dan
besar,panjangnya bisa mencapai 1,5 kali panjang badan, sedangkan pada udang
betina pertumbuhan tidak begitu mencolok. Udang vaname (Litopenaeus
vannamei) biasa juga disebut Penaeus vannamei, Pasific white shrimp, West coast
white shrimp dan Camaron blanco langostino, sedangkan nama FAO-nya adalah
White leg shrimp, Crevette pettes blanches, Camoron pattiblanco. Keunggulan
5

udang ini antara lain: ukuran PL 6-7 sudah merupakan benur yang siap tebar
selain kepadatan tebarnya tinggi, tahan terhadap goncangan lingkungan dan juga
memiliki sintasan yang tinggi (Rachmawati, 2009).

Daur Hidup Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


Udang di alam memiliki dua fase kehidupan, yaitu kehidupan di kawasan
estuary dan laut lepas sampai kedalaman 1000 m untuk udang Penaeidae atau
kehidupan di estuari dan sungai/air tawar untuk udang Palaemonidae . Oleh
karena itu udang dikenal sebagai spesies amphibiotic/amphidromy. Untuk
mencapai stadia dewasa dan melengkapi siklus hidupnya, udang mengalami
beberapa kali proses pergantian kulit (moulting) dan perkembangan stadia. Siklus
hidup udang dimulai dari telur yang dihasilkan oleh indukinduk udang dewasa
yang matang telur di daerah pemijahan (spawning ground). Daerah pemijahan
udang Penaeidae berada di laut lepas dengan kadar salinitas yang tinggi. Telur-
telur akan menetas menjadi larva yang bersifat planktonik. Proses perkembangan
larva ini dimulai dari stadia nauplius dan pascalarva. Sementara itu, udang
Palaemonidae umumnya memijah di daerah sungai. Telur menetas dan terhanyut
dibawa arus sungai menuju estuari. Di daerah estuari terjadi perkembangan larva
sampai menjadi yuwana dan selanjutnya melakukan migrasi kembali ke daerah
sungai (Kembaren dan Suprapto, 2011).
Udang menjadi dewasa dan bertelur hanya di habitat air laut. Betina
mampu menelurkan 50.000 hingga 1 juta telur, yang akan menetas setelah 24 jam
menjadi larva (nauplius). Nauplius kemudian bermetamorfosis memasuki fase ke
dua yaitu zoea (jamak zoeae). Zoea memakan ganggang liar. Setelah beberapa hari
bermetamorfosis lagi menjadi mysis (Jamak myses). Mysis memakan ganggang
dan zooplankton. Setelah tiga sampai empat hari kemudian mereka
bermetamorfosis terakhir kali memasuki tahap pascalarva: udang muda yang
sudah memiliki ciri-ciri hewan dewasa. Seluruh proses memakan waktu sekitar 12
hari dari pertama kali menetas. Pada tahap ini, udang budidaya siap untuk
diperdagangkan, dan disebut sebagai benur. Di alam liar, postlarvae kemudian
bermigrasi ke estuari, yang sangat kaya akan nutrisi dan bersalinitas rendah. Di
sana mereka tumbuh dan kadang-kadang bermigrasi lagi ke perairan terbuka di
mana mereka menjadi dewasa. Udang dewasa merupakan hewan bentik yang
6

utamanya tinggal di dasar laut, udang masih kerabat jauh dari serangga seperti ulat
bulu, kupu-kupu dan cencorang (Rozaki et al., 2014).

Distribusi Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


Udang putih banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia
mulai dari daerah muara sungai yang ditumbuhi pohon mangrove perairan pantai
di sekitar kawasan mangro:e seperti estuaria laguna dan teluk sampai perairan
terbuka. Daerah penyebaran udang di Indonesia termasuk udang erbung diperairan
sepanjang pantai barat Sumatera Selat Malaka, pantai utara Jawa pantai Selatan
Jawa dan Kalimantan Barat Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan Teluk Bintuni
Kepulauan Arus dan Laut Araura. Sebuah wilayah dimana suhu air umumnya
berkisar di atas rata-rata (Rachmawati, 2009).
Untuk mengetahui distribusi hasil tangkapan menurut kedalaman,
dipergunakan persamaan regresi kuadratik adalah Y = a + bX + cX 2, Dimana : Y
merupakan hasil tangkapan jenis udang banana, X merupakan kedalaman dan a, b
dan c merupakan koefisien. Untuk mengetahui model persamaan regresi yang
berlaku pada setiap kedalaman, diketahui dengan uji koefisien regresi. Udang
biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses kawin udang meliputi
pemindahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina. Peneluran
bertempat pada daerah lepas pantai yang lebih dalam. Telur-telur dikeluarkan dan
difertilisasi secara eksternal di dalam air. Tahap nauplii tersebut memakan kuning
telur dalam tubuhnya yang lalu mengalami metamorphosis menjadi
Tahap kedua inimemakan alga dan setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi
menjadi mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang kecil dan memakan alga dan
Zooplankton. Setelah , sampai - hari mysis mengalami metamorfosis menjadi
Postlarva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang sudah mulai memiliki
karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap nauplii sampai postlarv
membutuhkan waktu sekitar 15 hari. Di habitat alaminya postlarva akan migrasi
menuju estuarin yang kaya nutrisi dan bersalinitas rendah mereka
(Rozaki et al., 2014).

Sebaran Frekuensi Panjang Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


7

Sebaran frekuensi panjang karapas diperoleh dengan mentabulasikan data


panjang karapas dalam table distribusi frekuensi dengan selang kelas 5mm.
Pendugaan ukuran matang gonad (length at maturity/Lm) dan ukuran tertangkap
(length at capture/Lc) dilakukan dengan pendekatan fungsi logistic. Ukuran
matang gonad dinyatakan dengan ukuran pada saat 50% lobster betina membawa
telur (size at 50% ovigerous) dan ukuran pertama kali tertangkap dalam ukuran
pada saat 50% lobster tertangkap (Lc50%). Keseimbangan nisbah kelamin
dilakukan dengan uji chi-kuadrat (Kembaren dan Nurdin, 2014).
Frekuensi panjang karapas udang putih yang didapat sebagian besar udang
yang tertangkap di Kotabaru berukuran lebih kecil yang dapat disebabkan oleh
perbedaan alat tangkap dan perbedaan karakteristik biologi udang.Ukuran rata-
rata pertama kali matang gonad (Lm) udang putih di daerah penelitian sebesar
35,3 mmCL atau memiliki berat sebesar 37 gram yang berarti terdapat 27 ekor
udang dalam 1 kg.Ukuran rata-rata pertama kali matang gonad tersebut dapat
digunakan sebagai salah satu indikator tekanan penangkapan. ata-rata ukuran
pertama kali tertangkap (Lc) udang putih di perairan Kotabaru sebesar 28,1
mmCL lebih kecil dibandingkan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
sebesar 35,3 mmCL. Kondisi tersebut dapat mengganggu penambahan baru
populasi udang putih disebabkan sebagian besar udang yang tertangkap belum
melakukan pemijahan (Tritadanu et al., 2017).

Hubungan Panjang dan Bobot Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


Panjang dan berat merupakan hubungan yang saling mempengaruhi,
hubungan ini berpengaruh terhadap bentuk tubuh dan keadaan dari organisme
tersebut. Analisis regresi dan korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara panjang dan berat, dimana pertambahan berat dipengaruhi oleh
pertabahan panjang. Besar kecilnya nilai koefisien b juga dipengaruhi oleh
perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif (ikan pelagis) menunjukkan nilai
b cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif
(kebanyakan ikan demersal), hal ini mungkin terkait dengan alokasi energi yang
dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan (Zuliani et al., 2016).
Analisis hubungan panjang dan bobot merupakan aspek penting dalam
mempelajari biologi ikan, fisiologi, ekologi, dan merupakan dasar yang digunakan
8

untuk mengetahui informasi tentang faktor kondisi ikan sertamendeterminasi sifat


pertumbuhan ikan apakah isometrik atau alometrik. Hubungan panjang dan bobot
juga dapat digunakan untuk mendeterminasi bobot dan biomassa jika hanya
ukuran panjang yang diperoleh sebagai indikasi perbandingan parameter
pertumbuhan dari daerah yang berbeda (Faizah dan Prisantoso, 2010).
Panjang karapas diukur dengan menggunakan mistar sorong yang
berketelitian 0,02 mm. Pengukuran panjang karapaks dimulai dari anterior sampai
dengan ujung posterior karapaks setelah itu dilakukan penimbangan bobot.
Pengambilan sampel dilakukan sekali dalam seminggu. Hasil tangkapan yang
diambil adalah secara acak bertingkat (random sampling). Parameter a dan b
diperoleh melalui analisis regresi linear dengan input log L sebagai variabel bebas
(x) dan log W sebagai variabel tak bebas (y) sehingga didapatkan persamaan
regresi y = a + bx. Koefisien determinasi dan korelasi juga dapat ditentukan
melalui persamaan. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dimana thitung
akan dibandingkan dengan ttabel dengan menggunakan selang kepercayaan 95%.
Pengambilan keputusannya adalah tolak H0 jika thitung > ttabel, atau gagal tolak
H0 jika thitung < ttabel (Kantun, 2011).

Faktor Kondisi Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


Faktor kondisi merupakan derivat dari pertumbuhan dan sering disebut
sebagai faktor K. Faktor kondisi ini menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat
dari kapasitas fisik dan reproduksi. nilai faktor kondisi antara 2–4 menunjukkan
bahwa ikan berbentuk agak pipih (tidak montok) dan nilai 1–3 menunjukkan
bahwa ikan kurang pipih (montok). Hal ini dapat disebabka oleh kondisi perairan
tempat udang ditangkap atau dibudidayakan (Sangadji, 2016).
Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi
kapasitas fisik untuk sintasan dan reproduksi. Faktor kondisi dihitung dengan
menggunakan sistem metrik berdasarkan hubungan panjang bobot ikan sampel.
Jika pertambahan bobot seimbang dengan pertambahan panjang maka pertum-
buhan ikan bersifat isometric. Apabila pertumbuhan bersifat allometrik yakni
pertambahan panjang dan pertambahan bobot tidak seimbang. Faktor kondisi
menggambarkan ke-montokan ikan yang dinyatakan berdasarkan data panjang
dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas
9

fisik untuk sintasan dan reproduksi. Nilai faktor kondisi ikan di suatu perairan
bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis
kelamin dan kema-tangan gonad (Ibrahim et al., 2017).
Nilai faktor kondisi sering bervariasi dan hal ini dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Selain itu nilai factor kondisi juga tergantung kepada jumlah organisme
yang ada didalam suatu perairan, ketersediaan makanan didalam perairan tersebut,
dan kondisi lingkungan perairan itu sendiri. nilai factor kondisi akan meningkat
pada saat gonad ikan terisi oleh sel – sel kelamin dan akan mencapai nilai terbesar
sesaat sebelum terjadi pemijahan (Sangadji, 2016).

Kondisi Perairan Udang Putih (Litopenaeus Vanammei)


Kondisi perairan dikolam perpus substratnya berlumpur dan berpasir.
Banyak sampah-sampah mahasiswa yang terbenam didalam substrat. Udang putih
ini diambil dengan menggunakan jarring yang di tanggokkan kedalam perairan
sampai mencapai substrat karena udang putih ini banyak yang berdiam di substrat.
Disekeliling kolam terdapat banyak rumput liar dengan berbagai jenis yang dapat
pula sebagai tempat bermain biota di dalam perairan tersebut.
Keanekaragaman udang dalam suatu perairan menunjukkan kondisi
lingkungan tersebut, apakah dapat mendukung atau tidaknya kelangsungan hidup
suatu populasi jenis udang. Sifat fisik dan kimia perairan yang khas menunjukkan
kondisi lingkungan yang bervariasi sehingga menyebabkan organisme yang hidup
di perairan tersebut memiliki kekhasan pula (Rahmi et al., 2016).
Udang putih merupakan udang yang mampu bertahan hidup dalam
lingkungan air payau dan air tawar, tetapi budidaya udang galah masih memiliki
masalah, udang putih menggunakan energi yang cukup tinggi untuk
mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuhnya agar seimbang dengan media
hidupnya. Sebagian besar udang putih mempunyai kemampuan yang kuat dalam
mengatur osmoregulasi pada lingkungan air tawar maupun pada lingkungan
dengan salinitas yang berbeda, namun akan kehilangan kemampuannya pada
salinitas tinggi (Ipandri, 2017).

METODOLOGI
10

Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu, 28 November 2018 pukul 11.00-
12.00 WIB dan praktikum ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan.
Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Praktikum


Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain nampan yang
digunakan sebagai wadah untuk meletakkan udang, millimeter blok yang
digunakan untuk mengukur panjang dan tinggi udang, timbangan analytic
digunakan untuk mengukur berat udang, serbet digunakan untuk membersihkan
meja praktikum, alat tulis untuk mencatat hasil praktikum, dan terakhir adalah
kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan setiap kegiatan praktikum.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu udang putih (Litopenaeus
Vanammei) sebagai bahan utama objek penelitian, handwash yang digunakan
untuk mencuci tangan serta mencuci alat-alat praktikum, dan tisu yang digunakan
untuk mengeringkan alat praktikum setelah dicuci.

Prosedur Praktikum
Prosedur dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Diambil udang air tawar dari kolam perpus menggunakan jaring kecil
sebanyak 100 ekor.
2. Disiapkan alat dan bahan yang telah tersedia
3. Di ukur panjang karapas udang putih dengan menggunakan millimeter blok
4. Di ukur berat udang putih dengan menggunakan timbangan analytic
5. Dicatat hasilnya dan didokumentasikan gambar nya sampai udang putih
yang ke-100.

Prosedur Pengolahan Data


Prosedur pengolahan data panjang dan bobot udang air tawar adalah
sebagai berikut:
11

1. Dibuka tampilan dekstop

2. Dibuka Ms. Excel pada tampilan desktop

3. Dimasukkan data panjang dan bobot udang

4. Di klik data dan pilih data analysis, maka akan mucul kotak dialog seperti
dibawah ini.
12

5. Di klik “regression” pada kotak dialog kemudian klik “OK”

6. Di input nilai Y range dengan memblok data panjang udang, sehingga


akan muncul tampilan seperti dibawah ini:

7. Di input nilai X range dengan memblok data bobot udang, sehingga akan
muncul tampilan seperti dibawah ini:
13

8. Di klik output range pada output optios dan pilih disembarang kolom
untuk meletakkan hasil data analysis kemudian klik “OK”.

9. Ditampilkan hasil data analysis sebagai berikut:

10. Dibuat grafik dengan mengeklik insert scatter grafik 1 kemudian


akan tampil grafik seperti dibawah ini:
14

11. Di klik kanan kemudian klik kanan select data klik add dan isi kolom
X dengan memblok kolom panjang karapas udang dan kolom Y dengan
memblok kolom berat udang. Maka akan tampil grafik seperti dibawah ini:

12. Di klik garis dan klik kanan kemudian pilih opsi “Delete” untuk
menghapus garis pada grafik. Kemudian klik kanan pada grafik dan pilih
“Add trendline”. Pada “Trend type” pilih power dan ceklis “display
equations on chart” dan “Display R-Squared value on chart”, kemudian
klik close maka akan tampil grafik seperti dibawah ini:

13. Di klik nilai Y dan R kemudian klik kanan dan pilih “Format Trendline
Label”. Setelah itu pilih “Number” dan ketik angka 5 pada kolom
“Decimal places”. Kemudian close dan akan muncul grafik seperti
dibawah ini:
15

14. Pada sheet 2 buat kembali data panjang dan bobot udang air tawar,
kemudian masukkan nilai a dan b pada grafik yang telah didapat dan buat
juga kolom FK untuk mencari nilai FK.

15. Dicari nilai FK dengan menggunakan rumus FK= W/aLb. Maka akan
didapat hasil FK dan diurutkan dari yang terkecil sampai ke nilai terbesar
dengan mengeklik “Short and Filter” dan pilih “Short A to Z” dan cari
rata-ratanya, maka akan tampil sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
16

Grafik. 1. Hubungan Panjang dan Bobot Udang Air Tawar

Tabel 1. Faktor Kondisi Udang Air Tawar


Nilai FK Keterangan n
1-3 Kurang Pipih

Tabel 2. Koefisien Relasi Udang Air Tawar


Nilai Koefisien Korelasi (R) Keterangan n
0,05 Sangat lemah

Tabel 3. Nilai Uji T. Hitung dan T. Tabel


Uji Nilai i
Thitung -1,8
Ttabel 1,98
Hubungan Thit<Ttab

Pembahasan
Nilai Faktor kondisi udang putih di kolam perpus 1-3 menunjukkan bahwa
udang memiliki bentuk yang kurang pipih. Hal ini dapat diakibatkan oleh jenis
makanan yang dimakan di kolam perpus berhubung dengan kondisi perairan
perpustakaan yang kurang baik yaitu kondisi nya yang banyak sampah dan benda-
17

benda lain yang dapat menyebabkan pencemaran. Sangdji (2016), yang


menyatakan bahwa Faktor kondisi ini menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat
dari kapasitas fisik dan reproduksi. nilai faktor kondisi antara 2–4 menunjukkan
bahwa ikan berbentuk agak pipih (tidak montok) dan nilai 1–3 menunjukkan
bahwa ikan kurang pipih (montok). Hal ini dapat disebabka oleh kondisi perairan
tempat udang ditangkap atau dibudidayakan.
Nilai koefisien relasi dari udang putih yang berasal dari kolam perpus
adalah 0.05 yang memiliki arti bahwa lingkungan tempat udang putih hidup
memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap pertumbuhan ikan. Hal ini sama
dengan kemampuan adaptasi dari udang putih yaitu tidak terpengaruh oleh kondisi
perairan yang tercemar sehingga udang dapat bertumbuh dengan baik. Hal ini
sesuai dengan Rahmi (2016), yang menyatakan bahwa Nilai faktor kondisi ikan di
suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan,
umur, jenis kelamin dan kema-tangan gonad, dan kondisi lingkungan perairan.
Kondisi lingkungan perairan kolam perpus yang tercemar memiliki pengaruh
yang sangat lemah terhadap pertumbuhan panjang dan bobot udang putih yang
ada di perairan tersebut. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan
dilihat dari segi kapasitas fisik untuk sintasan dan reproduksi. Faktor kondisi
dihitung dengan menggunakan sistem metrik berdasarkan hubungan panjang
bobot ikan sampel.
Dari hasil praktikum ini didapat nilai T. hitung dan T. tabel yaitu
Thitung= -1.798641442 dan TTabel=1.983971466. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai
Thitung<Ttabel, Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pada udang putih yang
berasal dari perairan kolam perpus adalah isometric. Pertumbuhan isometric
adalah pertumbuhan dimana pertumbuhan panjang dan bobot sama. Hal ini sesuai
dengan Kantun (2011), yang menyatakan bahwa pengujian hipotesis dimana
thitung akan dibandingkan dengan ttabel dengan menggunakan selang
kepercayaan 95%. Pengambilan keputusannya adalah tolak H0 jika thitung >
ttabel, atau gagal tolak H0. Artinya jika H0 ditolak artinya pertumbuhan yang
dimaksud adalah pertumbuhan isomeric. Jika pertambahan bobot seimbang
dengan pertambahan panjang maka pertum-buhan ikan bersifat isometric. Apabila
pertumbuhan bersifat allometrik yakni pertambahan panjang dan pertambahan
18

bobot tidak seimbang. Faktor kondisi menggambarkan ke-montokan ikan yang


dinyatakan berdasarkan data panjang dan bobot. Faktor kondisi menunjukkan
keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk sintasan dan reproduksi. Nilai
faktor kondisi ikan di suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi
tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad.
Dari hasil pengamatan dan perhitungan Thitung<Ttabel ini dapat kita
simpulkan bahwa udang putih memiliki daya adaptasi yang kuat sehingga dapat
bertahan hidup didaerah yang kurang baik. Di dukung oleh pola pertumbuhan
udang putih ini yaitu isometric yang menandakan tubuhnya yang kurang pipih.
Hal ini sesuai dengan Ibrahim (2017), yang menyatakan bahwa nilai factor
kondisi juga tergantung kepada jumlah organisme yang ada didalam suatu
perairan, ketersediaan makanan didalam perairan tersebut, dan kondisi lingkungan
perairan itu sendiri. nilai factor kondisi akan meningkat pada saat gonad ikan terisi
oleh sel–sel kelamin dan akan mencapai nilai terbesar sesaat sebelum terjadi
pemijahan.
Hubungan panjang dan bobot udang merupakan hubungan yang
menyatakan bahwa pertumbuhan udang di dominasi oleh pertumbuhan berat atau
pertumbuhan panjang atau pertumbuhan keduanya seimbang. Dimana jika
pertumbuhan panjang yang di dominasi dinamakan alometrik negatif, jika
pertumbuhan bobot lebih dominan dinamakan alometrik positif dan jika keduanya
bertumbuh seimbang dinamakan isometric. Hal ini sesuai dengan Ibrahim (2017),
yang menyatakan bahwa Jika pertambahan bobot seimbang dengan pertambahan
panjang maka pertum-buhan ikan bersifat isometric. Apabila pertumbuhan bersifat
allometrik yakni pertambahan panjang dan pertambahan bobot tidak seimbang.
Faktor kondisi menggambarkan ke-montokan ikan yang dinyatakan berdasarkan
data panjang dan bobot.

DAFTAR PUSTAKA

Ipandri, Y. 2017. Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Larva Udang Galah


(Macrobrachium Rosenbergii) Asahan pada Salinitas Berbeda. [Skripsi].
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
19

Syafrudin. 2016. Identifikasi Jenis Udang (Crustacea) di Daerah Aliran Sungai


(Das) Kahayan Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah. [Skripsi].
IAIN Palangkaraya. Palangkaraya.

Rahmawati. 2009. Evaluasi Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Udang Galah


Macrobrachium Rosenbergii De Man Strain Sulawesi, Jawa, dan Jenerik
pada Media Asam. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Faizah, R dan Prisantoso, B. 2010. Hubungan Panjang dan Bobot , Sebaran


Frekuensi Panjang, dan Faktor KondisiTuna Mata Besar (Thunnus obesus)
yang Tertangkap di Samudera Hindia. Bawal. 3 (3).

Rozaki, M., Arfath, A., Rohyadi dan Hoek, F. 2014. Estimasi Sebaran Frekuensi
Panjang Udang Banana (Penaeus marguensis) yang Tertangkap dengan
Alat Tangkap Pukat Udang di Perairan Kaimana- Timika. Jurnal Airaha. 3
(1).

Kembaren , D dan Nurdin, E. Distribusi Ukuran dan Parameter Populasi Lobster


Pasir (Panulirus homarus) di Perairan Aceh Barat. Bawal. 7 (3).

Kantun, W. 2011. Biologi Reproduksi Udang Putih (Penaeus merguiensis De


MAN, 1888) di Perairan Papalang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi
Barat. Jurnal Balik Diwa. 2 (1).

Sangadji, M. 2016. Hubungan Panjang Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Momar
Putih (Decapterus macrosoma Bleeker, 1851) di Perairan Pantai Selatan
Pulau Haruku Maluku Tengah. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 9
(2).

Laewa, N., Fahri dan Annawaty. 2018. Udang Air Tawar Macrobrachium
(Decapoda, Caridea, Palemonidae) dari Sungai Gililana, Morowali Utara,
Sulawesi, Indonesia. Journalof Science and Technology. 7(2).

Rahmi., Annawaty dan Fahri. 2016. Keanekaragaman Jenis Udang Air Tawar di
Sungai Tinombo Kecamatan Tinombo Kabupaten Parigi Moutong Provinsi
Sulawesi Tengah. Journal of Natural Science. 5 (2).

Kembaren, D dan Suprapto. 2011. Komposisi dan Distribusi Larva Udang di


Perairan Pemangkat dan Sekitarnya. Prosiding Forum Nasional Pemacuan
Sumber daya Ikan III.
Dwiyanti, D., Fahri dan Annawaty. 2017. Laporan pertama Udang Air Tawar
Macrobranchium Scabriculum (Heller, 1862) dari Batusuya, Donggala,
Sulawesi, Indonesia. Journal of Science and Technology. 6 (3).

Zuliani, Z., Muchlisin, A., Nurfadillah, N. 2016. Kebiasaan Makanan dan


Hubungan Panjang Berat Ikan Julung – Julung (Dermogenys sp.) di sungai
Alur Hitam Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceng Tamiang. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Depok. 1 (1).
20

Anda mungkin juga menyukai