OSMOREGULASI
A. Latar Belakang
Fisiologi hewan air merupakan ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme, cara
kerja organ, jaringan, serta sel-sel yang berada dalam tubuh organisme akuatik. Fisiologi
hewan air ini merupakan pengetahuan dasar untuk memahami proses atau mekanisme
pengaturan tubuh. Dalam Fisiologi hewan air dibahas tentang fungsi, mekanisme dan
fungsi organ, jaringan serta sel dalam tubuh organisme akuatik Salah satu yang dipelajari
dalam Fisiologi Hewan air adalah terkait osmoregulasi (Burhanuddin et al., 2013).
Osmoregulasi merupakan suatu upaya hewan air untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara tubuh dengan lingkungannya atau dapat diartikan
sebagai proses pengaturan tekanan osmose (Budi, 2013). Osmose atau osmosis
merupakan perpindahan cairan dari larutan yang mempunyai konsentrasi rendah ke
larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi. Pada tubuh ikan, osmoregulasi
mengatur tekanan osmotik dalam cairan tubuhnya yang sesuai untuk kehidupannya
sehingga proses fisiologis dalam tubuh ikan dapat berjalan normal (Yahya, 2015).
Pada proses osmoregulasi terdapat tiga pola regulasi ion dan air, yaitu
isoosmotik, hipoosmoik, dan hiperosmotik. Isoosmotik merupakan kondisi dimana
konsentrasi cairan tubuh sama dengan lingkungannya. Hipoosmotik merupakan kondisi
jika konsentrasi cairan tubuh lebih kecil dibanding dengan lingkungannya, misalnya pada
ikan air laut. Sedangkan hiperosmotik merupakan kondisi dimana konsentrasi cairan tubuh
lebih tinggi dibanding dengan lingkungannya, misalnya pada ikan air tawar (Sinyo, 2022).
Praktikum mengenai osmoregulasi ini menggunakan 3 jenis ikan dari masing-
masing perairan, yaitu air tawar, air payau serta air laut. Adapun jenis-jenis ikannya seperti
Ikan Nemo (Orange clownfish) yang merupakan ikan air laut, Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) yang merupakan ikan air payau, serta Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
yang merupakan ikan air tawar.
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan praktikum mengenai osmoregulasi agar
mahasiswa bisa mengetahui lebih jelas terkait tingkah laku dan adaptasi ikan, baik ikan air
tawar, air laut maupun air payau jika dimasukkan ke dalam media yang sama dengan
kadar salinitas yang berbeda.
Hal tersebut ditujukan kita bisa lebih jelas mengetahui bagaimana proses
osmoregulasi atau penyeimbangan tubuh ikan dengan lingkungannya serta untuk
mengetahui pengaruh perlakuan perbedaan salinitas pada ikan air tawar, ikan air payau,
dan ikan air laut serta ketahanan hidup ikan tersebut pada salinitas yang berbeda.
1. Klasifikasi
2. Morfologi
3. Habitat
Sejak tahun 1996 ikan patin telah menjadi komoditi baru karena potensi nya yang
besar. Penyebaran ikan ini secara geografis cukup luas dan popularitasnya konsumen
ikan jenis ini di Indonesia cukup baik. Kondisi oksigen (O2) terlarut relatif lebih rendah
serta dapat beroleransi pH air lingkungan yang ber pH rendah (Suhara, 2019).
Habitatnya hidup disungai-sungai dan muara-muara sungai tersebar di Indonesia,
India dan Myanmar. Daging ikan patinini sangat gurih dan lezat sehingga terkenal dan
sangat digemari oleh mesyarakat. Kalau di alam ikan perkumpul di tepi-tepi sungai besar
dan muara (Gupta, 2016).
4. Kebiasaan Makan
Pada tahap larva hingga pasca larva spesies ikan ini akan memakan jenis
planktonik dan serangga kecil dan ketika sudah bertumbuh menjadi remaja ikan pun akan
memulai mengkonsumsi berbagai jenis moluska dan organisme tumbuhan. Untuk ikan
patin dewasa merupakan pemakan dasar yang merupakan jenis ikan karnivora dan
merupakan jenis ikan demersal ditandai dengan bentuk mulut ikan patin yang melebar dan
menghadap ke bawah. Umunya jenis ikan ini memakan jenis moluska. Selain moluska
ikan patin juga memakan ikan, serangga, dan krustasea (Gupta, 2016).
5. Siklus Hidup
Ikan patin dalam mengalami perkembangan atau fase yang akan dijalaninya
selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk
menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur,
larva, benih dan dewasa (Lusac et al., 2013). Peningkatan padat penebaran ikan tanpa
disertai dengan peningkatan jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air terkontrol akan
menyebabkan penurunan pertumbuhan ikan dan jika telah sampai pada batas tertentu
maka pertumbuhannya akan berhenti sama sekali (Septimesy et al., 2016).
Di habitat aslinya, patin memijah pada musim penghujan sehingga benihnya
banyak ditemukan pada bulan Maret-Mei. Patin matang kelamin pada usai 2-3 tahun
dengan berat diatas 1,5 kg. Induk patin yang berbobot 5-6 kg dapat menghasilkan telur 1,5
juta butir. Jenis ikan patin siam memiliki fekunditas atau jumlah telur yang lebih banyak
daripada patin jambal (Rahardhianto et al., 2019).
1. Klasifikasi
2. Morfologi
Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang pipih dengan arah vertikal. Posisi mulut ikan
nila terletak di ujung hidung atau berbentuk terminal. Pada bagian sirip ekor tampak jelas
garis-garis vertikal berwarna hitam dan pada sirip punggung garis letaknya kelihatan
condong. Di bagian sirip ekor biasanya terdapat warna kemerahan yang bisa digunakan
sebagai indikasi kematangan gonad. Sisik ikan nila merupakan tipe sisik stenoid atau sisik
cenderung besar dan kasar (Mutia, 2018).
Ikan nila jantan cenderung memiliki ukuran sisik yang lebih besar dibandingkan
dengan ikan nila betina. Pada alat kelaminnya, jantan memiliki tonjolan yang agak runcing
dan akan mengeluarkan cairan sperma pada saat proses pemijahan. Sedangkan ikan nila
betina memiliki lubang genital yang terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak di
anus dan ikan nla betina akan menghasilkan sel telur. Selain itu, perbedaan ikan nila
jantan dan ikan nila betina bisa dilihat dari warna tubuh ikan. Tubuh ikan nila jantan
cenderung berwarna lebih cerah dibandingkan dengan tubuh ikan nila betina (Yanti,
2019).
3. Habitat
Ikan nila merupakan ikan air tawar yang tumbuh dengan baik pada lingkungan
dan memiliki nilai pH 5-10, yang mana nilai pH optimum berkisar 6-9. Selain itu, ikan nila
juga memiliki kadar DO (Dissolved oxygen) antara 2,0-2,5 mg/l. Akan tetapi, ikan nila juga
bisa hidup dengan baik di perairan payau dengan kadar salinitas 20-25 % (Ardiansyah,
2016).
Ikan nila merupakan jenis ikan yang berasal dari negara Afrika bagian Timur di
sungai nil. Kemudian jenis ikan ini terdistribusi ke Eropa, Amerika dan Negara Timur
Tengah serta Asia. Ikan nila di Indonesia secara resmi didatangkan dari Taiwan pada
tahun 1969 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (Ardiansyah, 2016).
4. Kebiasan Makan
Perilaku makan ikan nila serbaguna, ditandai dengan perilaku makan omnivora
atau pemakan segalanya. Komposisi makanan ikan nila bervariasi tergantung kondisi
musim dan lingkungan. Selain itu, komposisi makanan ikan nila bergantung pada tingkat
kematangan ikan, ukuran ikan dan tipe habitatnya (Teshafun et al., 2018).
Makanan utama ikan nila adalah fitoplankton diikuti dengan detritus sebagai
makanan tambahan dan potongan tumbuhan serta zooplankton sebagai makanan
pelengkap ikan nila. Ditemukannya potongan tumbuhan dalam lambung ikan nila erat
kaitannya dengan kondisi lingkungan perairan (Sukamto, 2017).
5. Siklus Hidup
Pada habitat alami ikan nila, ikan ini dapat memijah sepanjang tahunnya. Dalam
satu kali siklus atau daur hidupnya ikan nila meliputi beberapa tahap. Dimulai dari tahap
stadium Telur-Larva-Benih-Dewasa-Induk. Proses siklus hidup ikan nila dari telur hingga
bertumbuh menjadi dewasa berlangsung sekitar 5-6 bulan, dimana dalam satu tahunnya
ikan nila dapat berpijah antara 6-7 kali (Yanti, 2019).
Larva yang baru lahir memiliki ukuran 4-5 mm yang diasuh selama 1 hari di
dalam mulut induk betina. Pada stadium benih ikan nila sudah mempunyai kebiasaan
untuk hidup bergerombol akan tetapi, saat benih cukup dewasa maka akan berpisah dan
hidup sendiri-sendiri. Stadium benih menjadi ikan dewasa berlangsung selama 4-5 bulan.
Ikan dikatakan sudah dewasa apabila berat badannya mencapai 25 gram/ekor (Yanti,
2019).
1. Klasifikasi
Adapun klasifikasi ikan nemo (Amphiprion ocellaris) menurut Cuvier, 1830 dikutip
dari WoRMS (World Register of Marine Species), yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Teleostei
Superclass : Actinopteri
Order : Ovalentaria
Family : Pomacentridae
Genus : Amphiprion
Spesies : Amphiprion ocellaris
2. Morfologi
Ikan nemo (Amphiprion ocellaris) merupakan jenis ikan yang hidup diantara
anemone. Ikan ini memiliki bentuk tubuh yang menarik. Warna dasar tubuh ikan nemo
berwarna kuning kecokelatan hingga orange dengan memiliki tiga belang berwarna putih
dan sedikit warna hitam di bagian kepala, badan, serta pangkal ekor (Sari et al., 2014).
Jenis kelamin yang mendominasi ikan ini adalah betina. Pada umumnya ikan
nemo jantan merupakan hermaprodit, yaitu memiliki 2 kelamin jantan dan betin pada satu
individu. Ikan nemo jantan bisa berubah menjadi betina. Jika ikan nemo mati maka salah
satu ikan badut akan menjadi betina. Ikan badut betina ini kemudian akan memilih salah
satu dari ikan badut menjadi pejantan yang memiliki hak kawin (Asiza, 2016).
3. Habitat
Ikan nemo (Amphiprion ocellaris) hidup pada daerah terumbu karang atau di
laguna terlindung dengan kedalaman maksimal 15 meter. Jenis ikan ini selalu hidup
secara bergerombol, habitatnya selalu berdampingan dengan anemon laut atau terus
berada di antara tentakel-tentakel anemone (Zulfikar, 2018).
Persebaran ikan nemo ditemukan di bagian utara Australia, Asia Tenggara dan
Jepang. Selain itu, ikan nemo tersebar di perairan Aceh, Belitung, Lampung, Labuan,
Pelabuhan Ratu, Kepulauan Seribu, Bali, Flores, Irian Jaya serta Maluku. Populasi ikan
nemo paling banyak ditemukan di daerah bagian Timur Samudera Hindia dan di bagian
barat Samudera Pasifik (Larasanti, 2016).
4. Kebiasaan Makan
5. Siklus Hidup
Siklus hidup ikan nemo dimulai dari fase emberionik, yaitu ikan nemo akan
menempelken telurnya di batu yang berada di dekat anemon laut. Fase ini akan terjadi
setelah pembuahan berlangsung dan memakan waktu 6 hingga 8 hari tergantung pada
suhu. Selanjutnya adalah fase larva, yaitu telur yang telah menetas akan langsung
tersebar ke laut dan di fase ini berlangsung selama 10 hingga 15 hari. Fase selanjutnya
adalah fase metamorfosis, yaitu ikan nemo mulai memunculkan garis-garis putih di bagian
kepala dan tubuh ikan. Fase ini berakhir jika ikan mulai menetap di anemon laut (Roux et
al., 2019).
Fase selanjutnya adalah fase penyesuaian atau recruitment yang merupakan
fase yang memiliki keterkaitan dengan fase sebelumnya, yaitu fase metamorfosis. Tahap
penyesuaian merupakan tahap dimana ikan nemo sudah menemukan habitatnya di
terumbu karang untuk mencapai tahap dewasa sehingga bisa melakukan proses
reproduksi. Kemudian fase terakhir, yaitu fase dewasa yang mana ikan nemo sudah
menemukan habitatnya untuk bertumbuh dewasa. Difase ini gamet matang hanya ketika
ikan nemo mencapai puncak hierarki sosialnya di anemon laut (Roux et al., 2019).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Adapun Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum osmoregulasi ini dapat
dilihat pada tabel 1 dan 2 di bawah ini:
(Pangasius hypophthlamus)
(Oreochromis niloticus)
3 Ikan Nemo 12 ek 9 ekor Sebagai sampel ikan pengamatan
(Amphiprion ocellaris)
4 Air tawar 6000 6000 ml Sebagai air sampel untuk menguji
keseimbangan cairan ikan sampel
C. Prosedur kerja
Pada praktikum osmoregulasi, terlebih dahulu siapkan 9 buah wadah (toples kaca),
air laut dan air tawar. Adapun tingkat salinitas yang digunakan dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Prosedur kerja pada media air tawar (0 ppt) yang pertama ialah dengan
menyiapkan tiga buah toples kaca untuk 0 ppt kemudian beri kertas label bertuliskan air
tawar. Setelah itu Memasukkan air tawar ke dalam toples kaca sebanyak 2000 ml per
toples dengan menggunakan gelas ukur 500 ml. Kemudian memasukkan ke dalam toples
masing-masing tiga ekor Ikan nila, Ikan patin dan ikan nemo secara bersamaan.
Selanjutnya mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 X 15 menit. Lalu
mencatat waktu dan tingkah laku ikan.
Prosedur kerja pada media air payau (10 ppt) yang pertama ialah menyiapkan
tiga buah toples kaca untuk air payau (10 ppt), kemudian menyiapkan alat pengukur
salinitas air yaitu refractometer. Setelah itu, melakukan pengenceran air laut dan air tawar
menggunakan rumus M1 x V1 = M2 x V2. Diperoleh hasil pengenceran menggunakan air
laut 26 ppt dan air tawar 0 ppt maka untuk menghasilkan air payau 6000 ml dilakukan
pencampuran 2571 ml air laut dengan 3429 ml air tawar. Memasukkan masing-masing
2000 ml air payau ke masing-masing toples menggunakan gelas ukur 1000 ml. Kemudian
memasukkan masing-masing tiga ekor Ikan nila, ikan patin dan ikan nemo ke dalam toples
secara bersamaan. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 X 15 menit. Lalu
mencatat waktu dan tingkah laku ikan.
Prosedur kerja pada media air laut (26 ppt) yang pertama ialah menyiapkan 3
buah toples kaca untuk 26 ppt dan memberi kertas label dengan bertuliskan air laut (26
ppt). Melakukan pengenceran air laut dan air tawar menggunakan rumus M1 x V1 = M2 X
V2. Memperoleh hasil pengenceran menggunakan air laut (26 ppt) dan air tawar (0 ppt)
maka menghasilkan air laut 6000 ml dari pencampuran 5143 ml air laut (26 ppt) dengan
857 ml air tawar (0 ppt). Memasukkan masing-masing 2000 ml air laut (26 ppt) ke masing-
masing toples menggunakan gelas ukur 1000 ml. Kemudian memasukkan masing-masing
tiga ekor ikan nila, ikan patin dan ikan nemo pada masing-masing toples secara
bersamaan. Mengamati tingkah laku ikan dengan interval waktu 3 X 15 menit. Mencatat
waktu dan tingkah laku ikan.
D. Rumus Pengenceran
Analisis data yang digunakan pada praktikum ialah osmoregulasi sebagai berikut:
V1 x M1 = V2 x M2
Keterangan:
V1 = Volume air yang diinginkan
V2 = Volume air untuk pengamatan
M1 = Konsentrasi awal
M2 = Konsentrasi yang diinginkan
IV. HASIL