Anda di halaman 1dari 55

RESPIRASI (Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air)

RESPIRASI
(Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air)

Oleh:
Widi Indra Kesuma
1114111058
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Respirasi (pernapasan) adalah poses pertukaan oksigen dan karbondioksida antara
suatu organisme dengan lingkungannya. Peranan oksigen dalam kehidupan ikan
merupakan zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat
makanan ( karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menghasilkan energy.
Tingkah laku ikan saat kandungan oksigen dalam air kurang adalah ikan akan
berenang ke tempat yang lebih baik kondisi oksigennya seperti : ke dekat inlet, air
yang berarus dan ke daerah permukaan serta dengan jalan meningkatan fekuensi
pemompaan air atau mempebesar volume air yang melewati insang (Affandi &
Usman, 2002).

Adapun komponen-komponen pada sistem pernapasan antara lain : alat pernapasan


(insang), oksigen dan karbondioksida, dan darah (butir-buti darah merah, Hb).
Prinsip pernapasan yaitu proses pertukaan gas terjadi secara difusi. Pada proses
difusi terjadi suatu aliran molekul gas dari lingkungan/ruang yang konsentrasi
gasnya tinggi ke lingkungan/ruang yang konsentrasi gasnya rendah (Affandi &
Usman, 2002).
Beberapa ikan dilengkapi alat pernapasan tambahan untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang kurang sesuai, misalnya diverticula pharynx, labyrinth, vesica
natatoria, dikarenakan ada beberapa jenis ikan yang merasa jenuh sehingga ikan
muncul kepermukaan walau ikan dilengkapi dengan alat pernapasan.

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam


mendapatkan oksigen yang cukup dari lingkungan sekitarnya. Berkurangnya oksigen
terlarut dalam air akan mempengaruhi fisiologi respirasi dan metabolisme tubuh
ikan. Untuk lebih mengetahui mekanisme pernapasan oleh ikan baik dengan alat
pernapasan biasa ataupun alat pernapasan tambahan maka praktikum ini
dilaksanakan.

B. Tujuan
Tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui respon organism akuatik
terhadapkonsentrasi oksigen.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologis Ikan
Ikan nila (Oreochromis niloticus).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang berasal dari sungai nila
dan danau-danau yang menghubungkan sungai tersebut. Ikan nila didatangkan ke
Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969,
bibit ikan nila yang ada di Indonesia berasal dari Taiwan adapun dengan ciri
berwarna gelap dengan garis-garis vertikal seanyak 6-8 buah dan Filipina yang
berwarna merah (Suyanto 1998).

Menurut Saanin (1982), klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub Kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphii
Sub Ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila pada umumnya mempunyai bentuk tubuh panjang dan ramping,
perbandingan antara panjang dan tinggi badan rata-rata 3 : 1. Sisik-sisik ikan nila
berukuran besar dan kasar. Ikan nila berjari sirip keras, sirip perut torasik, letak
mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat
dilihat adalah dari ikan nila adalah warna tubuhnya yang hitam dan agak keputihan.
Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak
kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar, dan tersusun rapi.
Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea
lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas
memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal
sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta
mempunyai mata yang besar (Merantica 2007).

Ikan nila memiliki karakteristik sebagai ikan parental care yang merawat anaknya
dengan menggunakan mulut (mouth breeder) (Effendie 1997 dalam Prasetiyo 2009).
Ikan ini dicirikan dengan garis vertikal yang berwarna gelap pada sirip ekornya
sebanyak 6 buah. Selain pada sirip ekor, garis tersebut juga terdapat pada sirip
punggung dan sirip anal (Suyanto 1994 dalam Saputra 2007 dalam Prasetiyo 2009).

Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum
tampak dengan jelas. Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot
badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4-5 bulan (100-150 g) sudah
mulai kawin dan bertelur Tanda-tanda ikan nila jantan adalah warna badan lebih
gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus,
dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina
adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat 2 lubang.
Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur, sedang yang di belakang untuk
mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur yang masak,dan perutnya
tampak membesar (Suyanto, 2003).

Ikan nila merupakan ikan omnivora yang memakan fitoplankton, perifiton, tanaman
air, avertebrata kecil, fauna bentik, detritus, dan bakteri yang berasosiasi dengan
detritus. Ikan nila dapat menyaring makanannya dengan menangkap partikel
tersuspensi, termasuk fitoplankton dan bakteri, pada mukus yang terletak pada
rongga buccal. Tetapi sumber nutrisi utama ikan nila diperoleh dengan cara
memakan makanan pada lapisan perifiton (FAO, 2006).

Ikan nila merupakan ikan tropis yang menyukai perairan yang dangkal. Ikan nila
dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan tempat hidupnya.
Nila hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang
disukai antara 0-35 ppt. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan
proses adaptasi bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit.
Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat
berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Suyanto, 2004).

Tempat hidup Ikan nila biasanya berada pada perairan yang dangkal dengan arus
yang tidak begitu deras, ikan ini tidak suka hidup di perairan yang bergerak
(mengalir),akan tetapi jika dilakukan perlakuan terhadap ikan nila seperti
pengadaptasian terhadap lingkungan air yang mengalir maka ikan nila juga bisa
hidup baik pada perairan yang mengalir. (Djarijah, 2002).

Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang
memiliki suhu antara 14oC 38 oC, atau suhu optimal 25oC 30oC. Keadaan suhu
yang rendah yaitu suhu kurang dari 140C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas
300C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan nila memiliki toleransi tinggi
terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas suhu yang
mematikan ikan nila berturut-turut adalah 11-12oC dan 42oC. Keadaan pH air antara
5 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam
keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat
dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan
usaha pembesaran (Rukmana, 1997).

Ikan Lele (Clarias batrachus)


Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik mempunyai pigmen
hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah lubang
penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur
memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor,
panjang maksimum mencapai 400 mm. Ikan lele (C. batrachus) memiliki alat
pernapasan tambahan yang disebut Aborescen organ yang merupakan membran
yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah. Alat ini terletak didalam ruangan
sebelah atas insang. Dalam sejarah hidupnya lele lele harus mengambil oksigen dari
udara langsung, untuk itu ia akan menyembul kepermukaan air.

Secara morfologi dan anatomi ikan lele (C. batrachus) dapat dibagi menjadi 3 bagian
yaitu, 1). Bagian kepala (cepal), Lele memiliki kepala yang panjang, hampir
mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepala lele pipih ke bawah
(depressed). Bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat. Tulang
pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang. Di ruangan inilah terdapat alat
pernapasan tambahan lele berupa labirin (Mahyuddin dan Kholish, 2011).

Ikan lele (C. batrachus) memiliki kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai
pigmen hitam yang berubah menjadi pucat bila terkena cahaya matahari, dua buah
lubang penciuman yang terletak dibelakang bibir atas, sirip punggung dan dubur
memanjang sampai ke pangkal ekor namun tidak menyatu dengan sirip ekor,
panjang maksimum mencapai 400 mm (Zaldi, 2010).

Habitat atau lingkungan hidup ikan lele (C. batrachus) banyak ditemukan di perairan
air tawar, di dataran rendah sampai sedikit payau. Penyebaran lele di Indonesia
berada di Pulai Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Ikan lele (C. batrachus)
secara alami berada di perairan umum, namum seiring dengan semakin banyaknya
petani yang membudidayakan ikan lele (C. batrachus) ini, pemeliharaan ikan lele (C.
batrachus) banyak dilakukan di kolam-kolam buatan (Anonim, 2011).

B. Oksigen dalam Air


Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi
metabolisme. Oleh sebab itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh
kemampuan memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya
oksigen terlarut dalam perairan, tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi
ikan, dan yang hanya memiliki sistem respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup
(Smith, 1982).

C. Metode Respirasi
Dalam vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi
eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan
lingkungan, Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan
jaringan atau sel di dalam tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada kapiler
insang tetapi beberapa struktur seperti kulit lainya (Weichert, 1959).
Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen
masuk ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ
pernafasan disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan dari
organ-organ pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di lakukan oleh sistem
sirkulasi . Tahap kedua adalah pertukaran O 2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2
dari sel-sel dalam jaringan disebut respirasi internal.

D. Respirasi
Proses peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui
permukaan alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan
(respirasi). Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen
merupakan bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi
metabolisme. Bagi ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan
energi melalui oksidasi lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).

Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut
pernafasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada
dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan
oksigen dan karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat
terjadinya interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan
lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam
sistem pernafasan dikhususkan untuk melakukan pertukaran gas pernafasan bagi
keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).

B. Pembahasan

Telah dilakukan praktikum mengenai adaptasi organisme akuatik terhadap perubahan


konsentrasi oksigen dalam air.

Dalam praktikum fisiologi hewan air materi respirasi, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah akuarium, aerator,
timbangan digital, ember, gayung, lap, stopwatch, gelas cup, DOmeter, tisu, tali, dan terminal
listrik. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan, aquades,
dan air.
Langkah selanjutnya adalah disiapkan toples kapasitas 2 liter, karena toples mudah dibawa
dan ekonomis, bersifat cembung agar dapat memperjelas pengamatan. Kemudian toples diisi
dengan air tawar sampai bagian, hal ini bertujuan agar toples tidak mudah tumpah dan
udara lebih banyak terdapat di bawah atau di dasar.

Kemudian diukur DO (oksigen terlarut) menggunakan DO meter. Sebelum menggunakan DO


meter, pertama dinyalakan tombol ON/OFF dan elektroda terlebih dahulu dikalibrasi dengan
aquades agar nilai yang didapat benar dan akurat. Dimasukkan elektroda ke dalam toples dan
ditunggu sampai nilai DO konstan kemudian dicatat hasilnya.

Langkah berikutnya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dari ember, diletakkan
pada nampan sambil ditutupi lap basah, bertujuan agar ikan tidak stress saat pengamatan.
Diamati bukaan mulut tiap 3 menit sebanyak 5 kali dengan handtally counter, bertujuan agar
mendapat hasil yang akurat. Lalu diukur DOt sebagai ukuran akhir DO.

Indikator dari respirasi adalah jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh suatu jenis ikan. Tingkat
konsumsi O2 ini menunjukkan tingkat metabolisme. Metabolisme adalah proses-proses
perubahan kimia (transportasi materi dan energi) yang berlangsung secara kontinyu didalam
sel makhluk hidup. Metode yang umumnya digunakan untuk mengukur laju metabolisme ini
adalah mengukur jumlah konsumsi oksigen. Tingkat metabolisme dinyatakan dalam panas
yang dihasilkan atau oksigen yang dikonsumsi per unit berat dan per unit waktu. Konsumsi
O2 adalah indikator respirasi yang juga menunjukkan metabolisme energik (Affandi &
Usman, 2002).

Laju konsumsi oksigen ikan dipengaruhi oleh aktivitas ikan. Saat proses pencernaan
berlangsung (setelah ikan makan) laju konsumsi oksigen lebih tinggi dibandingkan jika
saluran pencernaan dalam kondisi kosong.

Dari hasil praktikum ini, dapat diketahui bahwa organisme aquatik sangat bergantung apada
adanya oksigen yang terlarut dalam air. Respon yang dapat dilihat dari perlakuan tersebut
adalah adanya perbedaan jumlah bukaan tutup insang dan gerakan gerakan ikan yang
cenderung diam atau tetap agresif seperti biasa, yang mana ikan yang berada ditoples yang
tertutup cenderung bukaan operkulumnya lebih banyak karena ikan beradaptasi untuk
seabnyak dan sesering mungkin menyaring air untuk mendapatkan oksigen yang menipis.
Menurut Lesmana (2001), Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena
perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan oksigen
langsung dari udara sedangkan oksigen dalam air tidak terlalu berpengaruh pada
kehidupannya. Adapun faktor lain yang menyebabkan persentase pengambilan O2 di udara
berfluktuasi mungkin dikarenakan kesalahan praktikan dalam menghitung bukaan mulut dari
ikan dalam setiap interval waktu tiga menit

Oksigen memegang peranan penting bagi mahluk hidup. Bagi hewan air pemenuhan
kebutuhan oksigen dipenuhi dengan oksigen yang terlarut dalam air, maupun langsung dari
udara pada beberapa jenis hewan tertentu (misalnya lele). Ikan dan udang memerlukan
oksigen untuk menghasilkan energi untuk beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan lain-
lain. Jumlah oksigen yang ada dalam air dinyatakan dalam satuan ppm (part per
million/bagian per sejuta). Besarnya DO optimal untuk budidaya adalah 4 7,5 ppm, karena
sesuai dengan kebutuhan udang/ikan.

Keadaan oksigen dalam toples tertutup berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah
untuk bernapas karena ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk beberapa jam
saja. Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus memompa sejumlah
besar air ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2 dan harus menurunkan
proporsi tekanan partial (P O2) dari total O2 yang digerakkan dalam air.

Respirasi dalam toples tertutup tidak tejadi difusi oksigen melalui kontak langsung dengan
udara bebas dan adanya penggunaan oksigen secara terus menerus oleh ikan sehingga kadar
oksigen dalam plastik akan menurun dan kadar karbondioksida dalam plastik akan
meningkat, hal ini yang menyebabkab ikan meningkatkan respirasinya untuk mengambil
oksigen.

Tujuan akhir dari pernapasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi yang tepat dari
oksigen, karbondioksida, dan ion hydrogen di dalam tubuh. Karbondioksida dan ion
hidrogen mengendalikan pernapasan secara langsung pada pusat pernapasan di dalam otak.
Sedangkan, penurunan konsentrasi oksigen merangsang aktivitas pernapasan dengan bekerja
pada kemoreseptor tersebut kemudian mengirimkam sinyal-sinyal ke otak untuk merangsang
kegiatan pernapasan.

Menurut Rahardi (1993), Ikan bernapas dengan insang, dan mengambil oksigen dari dalam
air. Agar bisa bernapas dengan bebas, diperlukan oksigen yang cukup. Namun keadaan
oksigen dalam toples yang ditutup berbeda dengan di kolam atau akuarium. Ikan susah untuk
bernapas karena ketersediaan oksigen sangat terbatas, hanya cukup untuk beberapa jam saja.
Rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan harus memompa sejumlah besar air
ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil O2 dan harus menurunkan proporsi tekanan
partial (P O2) dari total O2 yang digerakkan dalam air.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa Ikan lele termasuk ikan yang
tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. Tingkat konsumsi oksigen pada ikan tergantung
pada ukuran, jenis, aktivitas maupun kondisi fisiologis lingkungan akuatik. Perlakuan dengan
respirator tertutup menunjukkan penurunan konsumsi oksigen pada hewan uji. Semakin lama
ikan berada dalam wadah respirator tertutup semakin sedikit tingkat konsumsi oksigennya.

B. Saran

Sebaiknya digunakan ikan yang lebih besar agar dapat teramati dengan jelas yang terjadi
pada tubuh ikan selama pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. http://www.duniakam pus.co.cc/11/. Diakses pada April 2013.

Djarijah, AS. 1995. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius.
Yogyakarta.

Effendie, M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Jakarta.

Lesmana Darti S. 2002. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mahyuddin dan Kholish, 2011. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Rida. 2008. Respirasi. http://sweefir.is.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 21 Maret


2011 pukul 09.00 WIB.
Rukmana R.1997.Ikan Nila. Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.

Suyanto, SR. 1994. Nila. penebar swadaya. jakarta.

Suyanto, A. 1998. Mammals of Flores. Dalam Herwint Simbolon (Ed.): The Natural
Resources of Flores Island, pp. 78-87. Research and Development Centre for biology, The
Indonesian Institute of Sciences, Bogor.

Triastuti, J., L. Sulmartiwi dan Y. Dhamayanti. 2009. Ichtyologi. Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga : Surabaya.

Weichert and K. Charles . 1959. Elements of Chordate Anatomy. Mc Grow Hill : New York. .

. Landasan teori
Bernafas merupakan salah satu ciri dan aktivitas makhluk hidup.
Istilah pernafasan sering di sama artikan dengan istilah respirasi, walau
sebenarnya kedua istilah tersebut secara harfiah berbeda. Pernafasan
(breathing) berarti menghirup dan menghembuskan nafas. Bernafas
berarti memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan
mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan
respirasi (respiration) berarti suatu proses pembakaran (oksidasi)
senyawa organik (bahan makanan) di dalam sel guna memperoleh energi.
Respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi.Energi hasil respirasi
tersebut sangat diperlukan untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu
tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi. Jadi kegiatan pernafasan
dan respirasi tersebut saling berhubungan karena pada proses pernafasan
dimasukkan udara dari luar (oksigen) dan oksigen tersebut digunakan
untuk proses respirasi guna memperoleh energi dan selanjutnya sisa
respirasi berupa gas karbon dioksida (CO2) dikeluarkan melalui proses
pernafasan. Karena hewan-hewan tingkat rendah dan tumbuhan tidak
memiliki alat pernafasan khusus sehingga oksigen dapat langsung masuk
dengan cara difusi, maka sering kali istilah pernafasan disamakan dengan
istilah respirasi. Dengan demikian perbedaan kedua istilah itu tidak
mutlak.
Alat pernafasan hewan pada dasarnya berupa alat pemasukan dan
alat pengangkutan udara. Apabila alat pemasukan ke dalam tubuh tidak
ada, maka pemasukan oksigen dilakukan dengan cara difusi, misalnya
pada protozoa. Pada cacing tanah, oksigen masuk secara difusi melalui
permukaan tubuh, kemudian masuk ke pembuluh darah. Di dalam darah,
oksigen di ikat oleh pigmen-pigmen darah, yaitu hemoglobin yang larut
dalam plasma darah. Pada hewan lain, hemoglobin terkandung di dalam
sel darah merah (eritrosit). Laju metabolisme adalah jumlah total
energi yang diproduksi oleh tubuh per satuan waktu. Laju metabolisme
berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses
ekstrasi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya
oksigen. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi
dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 6 CO2 + 6H2O + ATP
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a) Ketersediaan substrat
Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting
dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang
rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian
sebliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi
akan meningkat.Ketersediaan Oksigen. Ketersediaan oksigen akan
mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda
bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak
banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang
dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah dari oksigen
yang tersedia di udara.
b) Suhu.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait
dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat
untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC, namun hal ini tergantung pada
masing-masing spesies.Tipe dan umur tumbuhan. Masing-masing spesies
tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan demikian kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies.
Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding
tumbuhan yang tua.Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang
dalam masa pertumbuhan. Serangga mempunyai alat pernapasan khusus
berupa system trachea yang berfungsi untuk mengangkut dan
mengedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan
CO2dari tubuh.Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi
saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu,
pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan
sitem transportasi atau darah. Udara masuk dan keluar melalui stigma,
yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya.Selanjutnya dari
stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan
sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya
pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh
kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur. Corong hawa
(trakea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan
arthropoda lainnya.Pembuluh trakea bermuara pada lubang kecil yang
ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel.Spirakel
berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak
berpasangan pada setiap segmen tubuh.Spirakel mempunyai katup yang
dikontrol oleh otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi
secara teratur.Pada umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang,
dan tertutup saat serangga beristirahat. Oksigen dari luar masuk lewat
spirakel.Kemudian udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea
dan selanjutnya pembuluh trakea bercabang lagi menjadi cabang halus
yang disebut trakeolus sehingga dapat mencapai seluruh jaringan dan
alat tubuh bagian dalam.Trakeolus tidak berlapis kitin, berisi cairan, dan
dibentuk oleh sel yang disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjadi antara
trakeolus dengan sel-sel tubuh. Trakeolus ini mempunyai fungsi yang
sama dengan kapiler pada sistem pengangkutan (transportasi) pada
vertebrata. Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu
sistem terbuka dan sistem tertutup.Digunakan alat/organ yang disebut
spirakulum (spiracle), juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan
total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N 2, O2, CO2
dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses
tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O 2 dengan
demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan,
sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang
ada di udara.

E. Data hasil pengamatan


Berikut ini merupakan data hasil pengamatan skala kedudukan eosin pada
kedua serangga yang diamati.
Berat jangkrik Volume 10
No Volume 1o kedua Volume ra
(gram) pertama
1 Jantan (0,45 gram) 0,21 0,17 0,19
2 Betina (0,41 gram) 0,19 0,14 0,16

Jangkrik Jantan
Konsumsi O2 = berat jangkrik/waktu/volume
= 0,45 gr/10 menit/0,19
= 0,23
Jadi konsumsi O2 pada 0,45 gram jangkrik (jangkrik jantan) dalam 10
menit adalah 0,23 ml.
Jangkrik betina = berat jangkrik/waktu/volume
= 0,41 gr/10 menit/0,165
= 0,25
Jadi konsumsi O2 pada 0,41 gram jangkrik (jangkrik jantan) dalam 10
menit adalah 0,25 ml.
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa jumlah oksigan
yang di konsumsi oleh jangkrik betina dengan berat 0,41 gram lebih
besar dari pada jumlah oksigen yang di konsumsi oleh jangkrik jantan
dengan berat 0,45 gram. Dengan jumlah rata-rata konsumsi oksigen pada
jangkrik jantan adalah 0,23 dan pada jangkrik betina adalah 0,25. Dengan
kata lain, jangkrik betina yang memiliki berat lebih kecil dari jangkrik
jantan memiliki konsumsi O2 yang lebih banyak. Pada dasarnya, respirasi
adalah proses oksidasi yang dialami SET sebagai unit sspenyimpan energi
kimia pada organisme hidup. SET, seperti molekul gula atau asam-asam
lemak, dapat dipecah dengan bantuan enzim dan beberapa molekul
sederhana. Karena proses ini adalah reaksi eksoterm (melepaskan energi),
energi yang dilepas ditangkap oleh ADP atau NADP membentuk ATP atau
NADPH. Pada gilirannya, berbagai reaksi biokimia endotermik
(memerlukan energi) dipasok kebutuhan energinya dari kedua kelompok
senyawa terakhir ini.
Kebanyakan respirasi yang dapat disaksikan manusia memerlukan
oksigen sebagai oksidatornya. Reaksi yang demikian ini disebut sebagai
respirasi aerob. Namun demikian, banyak proses respirasi yang tidak
melibatkan oksigen, yang disebut respirasi anaerob. Yang paling biasa
dikenal orang adalah dalam proses pembuatan alkohol oleh khamir
Saccharomyces cerevisiae. Berbagai bakteri anaerob menggunakan
belerang (atau senyawanya) atau beberapa logam sebagai oksidator. Laju
metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen
yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan
karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah
yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui
jumlahnya juga. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup
diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies
hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).
Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara
lain dengan menggunakan mikrorespirometer, metode Winkler, maupun
respirometer Scholander. Penggunaan masing- masing cara didasarkan
pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya.

F. Pembahasan
Dalam percobaan ini, khususnya pada percobaan yang
menggunakan respirometer, digunakan larutan NaOH. Fungsi dari larutan
ini adalah untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari larutan eosin
benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen. Adapun reaksi
yang terjadi antara NaOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O
Setelah itu serangga dimasukkan ke dalam tabung dan tabung
ditutup dengan bagian yang berskala rapat-rapat.Untuk mengetahui
penyusutan udara dalam tabung, pada ujung terbuka pipa berskala diberi
setetes larutan eosin. Larutan eosin ini akan bergerak ke arah tabung
spesimen karena terjadinya penyusutan volum udara dalam ruang
tertutup (tabung spesimen) sebagai akibat pernapasan, yaitu O 2 diserap
sedangkan CO2 dihembuskan tetapi lalu diserap oleh KOH. Kecepatan
larutan eosin itu bergerak ke dalam menunjukkan kecepatan pernapasan
organisme (serangga) yang diselidiki. Perhitungan dilakukan untuk
memperoleh angka kecepatan respirasi organisme tertentu dalam ml tiap
satuan waktu.Data yang diambil adalah lama pernapasan. Dalam
percobaan ini diambil tiap 10 menit sekali dan jarak yang ditempuh oleh
larutan eosin bergerak. Pada hitungan kenaikan interval kedua, dicari
dengan interval 2 dikurangi interval 1 dan begitu seterusnya untuk
mencari kenaikan nilai interval berikutnya. Keberhasilan percobaan atau
eksperimen ini tergantung pada bocor tidaknya alat. Pada percobaan ini,
hubungan antara tabung dan bagian berskala ditutup rapat menggunakan
plastisin.Tujuan pemberian plastisin atau vaselin yaitu agar hubungan
antara tabung dan bagian bersekala licin serta udara tidak dapat keluar
masuk. Pada percobaan ini, perubahan suhu udara (bila menjadi panas)
menyebabkan titik air yang sudah bergerak ke arah tabung dapat
bergerak kembali ke arah luar. Oleh karena itu percobaan ini diadakan
dalam waktu perubahan suhu tidak besar.Sebaliknya bila suhu menurun,
tetes air cepat bergerak ke arah tabung spesimen.
Sebelum disimpan, spesimen hewan dikembalikan ke tempatnya dan
NaOH yang biasanya meleleh segera dikeluarkan dan tabung dicuci
bersih. Jika kurang bersih dan tabung tertutup, maka akan terjadi
respirometer tak dapat dibuka lagi, karena merekat oleh NaOH.
Faktor- faktor yang mempengaruhi laju respirasi:
1.) Jenis kelamin

Belalang atau jangkrik betina dan belalang jantan memiliki


kecepatan respirasi yang berbeda.

2.) Ketinggian
Ketinggian mempengaruhi pernapasan.Makin tinggi daratan, makin
rendah O2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup belalang.Sebagai
akibatnya belalang pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan yang
meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
3.) Ketersediaan Oksigen.
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun
besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan
bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi
normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju
respirasi karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk
berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
4.) Suhu.
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa system
trachea yang berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan O 2 ke
seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh.
Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus
yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O 2
dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi
atau darah.Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil
yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya.Selanjutnya dari stigama, udara
masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung
hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa
pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh
yang bergerak secara terat
5.) Berat Tubuh
Hubungan antara berat dengan penggunaan oksigen berbanding
lurus.Karena setiap makhluk hidup membutuhkan O2 (Oksigen) dalam
jumlah yang besar. Semakin berat serangga semakin cepat pergerakan
larutan eosin pada pipa berskala, begitupun sebaliknya, semakin ringan
serangga maka semakin lambat pergerakan larutan eosin pada pipa
berskala. Ini artinya semakin berat tubuh serangga, akan semakin banyak
membutuhkan oksigen sehingga akan semakin cepat pernafasannya.
Sebaliknya, semakin ringan tubuh serangga akan semakin lambat
respirasinya. Seperti halnya manusia apabila dia berbadan gemuk dia
lebih banyak membutuhkan oksigen sehingga akan bernafas cepat.
Pada hasil praktikum di atas, jelas sekali bahwa ukuran tubuh jangkrik
mempengaruhi laju pernapasan.
Semakin besar ukuran dan berat tubuh maka semakin
cepat pernapasannya. Ternyata aktifitas yang banyak bergerak dari
serangga juga memengaruhi laju pernapasan. Pada pembahasan tersebut
dapat diketahui bahwa data hasil praktikum yang telah kami buat belum
sepenuhnya akurat.

G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa serangga I
yang memilki jenis kelamin jantan lebih banyak mengkonsumsi O 2
dibandingkan serangga II yang memilki jenis kelamin betina. Dikarenakan
ada factor yang mempengaruhi :
1. Jenis Kelamin
2. Berat Badan
3. Kondisi Fisik Serangga

H. Evaluasi
1. Apakah tujuan dari praktikum ini?
Jawab: untuk mengetahui konsumsi oksigen pada serangga jantan
dan serangga betina.
2. Apa fungsi NaOH dalam praktikum ini?
Jawab: untuk mengikat CO2
3. Apabila metilen blue didalam pipet berskala tidak bergerak kemungkinan
apa yang terjadi ?
jawab: Kemungkinan apa yang terjadi serangga tersebut tidak melakukan
proses respirasi dengan baik.
4. Tulis langkah kerja praktikum ini dalam kalimat positive??
Jawab: Adapun langkah kerja dari praktikum ini adalah:
1) Mempersiapkan alat dan bahan;
2) Masukan Kristal NaOH kedalam tabung respirometer sederhana;
3) Timbang botol respirometer sederhana tersebut, setelah didapatkan
hasilnya lalu dicatat
4) Masukan serangga kedalam tabung respirometer sederhana yang telah
diisi Kristal NaOH lalu ditimbang;
5) Selisih berat dari kedua timbangan ditulis;
6) Kemudian tutup tabung dengan prop yang ada skalanya lalu diolesi
disekelilingnya menggunakan vaselin;
7) Letakan tabung tersebut miring diatas meja kemudian masukan metilen
blue;
8) Amati pergerakan metilen blue selama 10 menit dan diulangi sampai 2
kali
9) Lakukan hal yang sama untuk hewan percobaan yang lain;
10) Hitunglah konsumsi oksigen per berat serangga.

5. Apa sebabanya dalam botol tersebut disimpan NaOH Kristal, jelaskan ?


Jawab: agar serangga bisa tetap bernapas, karena NaOH ini berfungsi
untuk mengikat CO2
6. Apa sebabnya tetesan metilen blue dalam skala bergeser mendekati
tabung respirometer sederhana?
Jawab: karena untuk membuktikan bahwa serangga tersebut menghirup
O2.

DAFTAR PUSTAKA

Nurjaman,Sopyan.2012.Penuntun Praktikum Fisiologi


Hewan.Bandung:Lili Creative
Rusyana, Adun. (2011). Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Bandung:
Alfabeta.
Campbell, Reece, Mitchell. 2004. BIOLOGI. Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
http://aprianatitik.wordpress.com/arsip (diakses pada 19 Desember 2014)

Pendahuluan
Respirasi pertukaran gas adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel
yang aktif dengan lingkungan luarnya atau antara cairan tubuh hewan dengan lingkungan
tempat hidupnya. Definisi respirasi juga meliputi proses biokimia yang berlangsung di dalam
sel berupa perombakan molekul-molekul makanan dan transfer energi yang dihasilkan
(respirasi seluler). Proses respirasi erat kaitannya dengan laju metabolisme (metabolit rate)
yang didefinisikan sebagai unit energi yang dilepaskan per unit waktu. Laju respirasi pada
hewan tergantung pada aktivitas metabolisme total dari organisme tersebut. Fungsi utama
respirasi adalah dalam rangka memproduksi energi melalui metabolisme aerobik dan hal
tersebut terkait dengan konsumsi oksigen (Santoso, 2009).
Pertukaran gas (Gas exchange) adalah pengambilan O2 molekuler dari lingkungan dan
pelepasan CO2 ke lingkungan. Kondisi-kondisi untuk pertukaran gas sangat beranekaragam,
bergantung pada apakah media respirasi sumber O2 adalah udara atau air (Campbell, 2004:
74).
Reaksi kimia yang terjadi di dalam sel hewan sangat tergantung pada adanya oksigen
O2 sehingga di perlukan adanya suplai O2 secara terus menerus. Hal ini berart bahwa Oksigen
merupakan substansi yang penting dan sangat di butuhkan bagi semua hewan. Salah satu
yang di hasilkan dari reaksi kimia yang terjadi di dalam sel hewan adalah gas carbon
dioksida. Adanya CO2 yang terlalu banyak di dalam tubuh harus di hindari, oleh karena itu
CO2 harus segera di keluarkan dari tubuh secara terus menerus (Wulangi, 1993:124).
Walaupun struktur respirasi yang paling di kenal di antara hewan-hewan darat adalah
paru-paru, struktur yang sebenarnya paling banyak di temukan adalah sistem trakea (tracheal
system) serangga. Terbuat dari saluran-saluran udara yang bercabang-cabang ke seluruh
tubuh, sistem ini adalah salah satu variasi pada tema permukaan respirasi internal. Saluran
terbesar disebut trakea membuka keluar. Cabang-cabang terkecil membentang dekat
permukaan nyaris setiap sel, tempat gas di pertukarkan melalui difusi melintasi epitelium
lembap yang melapisi ujung cabang-cabang trakea. Karena sistem trakea membawa udara
dalam jarak yang sangat dekat di hampir semua sel tubuh serangga, sistem tersebut dapat
mentranspor O2 dan CO2 tanpa partisipasi sistem sirkulasi terbuka hewan tersebut (Campbell,
2004:77).
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari
pipa yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi
internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang disebut trakea. Bagi seekor
serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan
membuang cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler. Serangga yang lebih besar
dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan pergerakan
tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa udara seperti alat
penghembus (Campbell, 2004:113).
Pusat kontrol pernafasan (breathing control center) manusia berlokasi di dua daerah di
otak, yaitu media oblongata dan pons. Dibantu oleh pusat kontrol di pons, pusat medula
menurunkan irama dasar pernafasan, ketika kita bernafas dalam-dalam, mekanisme umpan
balik negatif mencegah paru-paru kita supaya tidak membesar secara berlebihan, sensor
peregangan dalam jaringan paru-paru mengirimkan influs saraf kembali ke medula yang akan
menghambat pusat kontrol pernafasan (Santoso, 2009).
Respirasi atau proses pernapasan merupakan proses reaksi oksidasi-reduksi, yang
mana oksigen diambil dari udara bebas berfungsi sebagai oksidator dan mereduksi senyawa
organik. Hasil reaksi oksidasi-reduksi ini rnenghasilkan karbon dioksida, air dan energi.
Secara sederhana proses respirasi dapat digambarkan oleh persamaan sebagai berikut:
C6H12O6+6O2 6CO2+6H2O
Laju respirasi juga dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu bahan semakin tinggi
laju respirasinya. Suhu dimana laju respirasi meningkat dengan pesat disebut dengan suhu
kritis. Suhu kritis gabah pada kadar air 16.98 persen adalah 200C. Pengaruh suhu terhadap
laju respirasi bervariasi tergantung dari kadar air, penyebaran biji, kapang dan serangga
(Nurrahman, 2011).
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa laju konsumsi oksigen larva P. maxima
tertinggi terjadi pada perlakuan suhu 28 o C, salinitas 34 (BF) dan terendah pada
perlakuan suhu 26 o C, salinitas 30 (AD) (Winanto, 2009).
Oksigen diperlukan untuk oksidasi zat makanan. Dari proses oksidasi ini akan
dihasilkan energi untuk berbagai keperluan tubuh. Hasil samping dari proses oksidasi adalah
gas karbondioksida (CO2) yang selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian
antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya berlangsung suatu proses pertukaran gas O2 dan
CO2. Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida, dan penggunaan energi di
dalam tubuh manusia dikenal sebagai proses pernapasan atau respirasi (Yulia, 2013).
Ada beberapa fungsi pernafasan, fungsi berlaku pada seluruh mahluk hidup yang
bertulang belakang. Urutan dua teratas merupakan fungsi utama, selanjutnya merupakan
sekunder dari sistem pernafasan yaitu, menyediakan oksigen untuk darah, mengambil karbon
dioksida dari dalam darah, membantu dalam mengatur keseimbangan dan regulasi keasaman
cairan ekstraseluler dalam tubuh, membantu pengendalian suhu elliminasi air, fonasi
(pembentukan suara) (Yulia, 2013).

Metodologi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di ruang laboratorium 19 program studi pendidikan


biologi Universitas Jember. Pada praktikum kali ini kami melakukan penelitian respirasi
terhadap hewan vertebrata dan invertebrata. Pertama kami menyiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu. Kami menggunakan bahan yaitu cacing tanah (Gryllus assimilis), kemudian
cicak (Hemidactylus platyurus), belalang (Valanga sp.), jangkrik (Lumbricus terrestis), eosin
dan kapas. Kemudian alat yang kami gunakan adalah pipet, respirometer, timbangan dan
stopwatch.
Pada penelitian kali ini pertama kami menimbang terlebih dahulu hewan yang akan di
masukkan ke dalam tabung respirometer, kemudian memasukkan hewan tersebut ke dalam
tabung respirometer, lalu membasahi kapas dengan menggunakan KOH, dan memasukan
kapas yang telah basah tersebut ke dalam tabung respirometer yang berisi hewan yang telah
di timbang, lalu menutupnya dengan menggunakan pipa respirometer. Di tetesi dengan
menggunakan eosin pada ujung pipa, di hitung setiap 5 menit kecepatan respirasinya brapa
dengan melihat pada pipa respirometer terdapat skala tertentu.

Hasil dan pembahasan

Pada penelitian kali ini kami melakukan penelitian mengenai respirasi (Gas exchange)
pada beberapa anggota hewan vertebrata maupun invertebrata. Respirasi sendiri merupakan
proses pengambilan oksigen (O2) dan pemasukan bahan makanan (C6H12O6) yang akan di
ubah melalui reaksi kimia yang terjadi di sistem pernafasan menjadi gas karbon dioksida
(CO2), ATP dan juga air (H2O). Pada penelitian kali ini kami mendapatkan hasil sebagai
berikut :

Pada praktikum kali ini hewan vertebrata seperti cicak dan hewan invertebrata seperti cacing,
jangkrik dan belalng di masukkan ke dalam tabung respirometer yang kemudian di masukkan
kapas yang terdapat KOH di dalamnya ke dalam tabung respirometer. Pada percobaan kali ini
KOH berfugsi sebagai pengikat CO2 yang di hasilnya dalam proses respirasi baik respirasi
invertebrata ataupun vertebrata, hewan invertebrata maupun vertebrata tidak dapat menghirup
kembali CO2 yang di keluarkan melalui proses pernafasan tersebut karena CO2 yang di
keluarkan tersebut merupakan sampah atau racun sehingga apabila di masukkan kembali ke
dalam tubuh akan menjadi racun dan mematikan. Hal ini sesuai dengan teori Wulangi,
(1993:124) adanya CO2 yang terlalu banyak di dalam tubuh harus di hindari, oleh karena itu
CO2 harus segera di keluarkan dari tubuh secara terus menerus. Karena CO2 yang di
keluarkan tersebut tidak di serap lagi oleh tubuh maka yang di serap utamanya adalah O2
atau mengkonsumsi Oksigen. Pengikatan KOH dan CO2 memiliki reaksi kimia KOH + CO2
yang nantinya akan menghasilkan K2CO3 DAN H2O, reaksi antara pengikatan ini akan
mengakibatkan CO2 yang di keluarkan di dalam tabung respirasi tidak menganggu proses
respirasi yang terjadi yaitu penggunaan oksigen. Dan respirasi pun akan berjalan lancar tanpa
di ganggu oleh adanya CO2.

Kemudian fungsi eosin pada praktikum kali ini adalah sebagai indikator kadar
oksigen atau laju oksigen di dalam pipa respirometer. Dimana hewan invertebrata ataupun
hewan vertebrata akan menghirup oksigen yang ada pada tabung dan pipa respirometer
sehingga dengan adanya penghirupan oksigen maka akan mengakibatkan eosin yang ada di
pipa akan bergerak menuju tabung respirometer sesuai dengan pengambilang oksigen yang di
ambil oleh hewan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori Junquera (2007) eosin adalah metode
pewarnaan yang banyak digunakan dalam dalam pewarnaan jaringan sehingga ia di perlukan
dalam diagnosa medis dan penelitian.

Lalu fungsi malam atau vaselin atau plastisin yang kami gunakan pada penelitian kali
ini adalah supaya pada tabung respirometer laju respirasi atau penggunaan tidak mengalami
kebocoran. Apabila mengalami kebocoran maka penelitian yang sedang di lakukan percuma
di karenakan hasil tidak murni. Sehingga laju respirasi ini haruslah sangat di jaga supaya di
dalam tabung tetap terjadi respirasi yang baik dan murni sehingga hasil yang di dapatkan pun
valid.

Pada hasil pengamatan belalang pada kelompok 1 memiliki rata-rata penggunaan


oksigen respirasi 0,28. Jika di bandingkan hewan invertebrata lainnya pada kelompok 3
seperti cacing di dapat rata-rata penggunaan oksigen 0,54. Sehingga dapat kita ketahui bahwa
kecepatan respirasi pada cacing lebih tinggi dibandingkan dengan belalang hal ini di
karenakan cacing menggunakan kulitnya untuk bernafas sehingga lebih cepat penggunaan
oksigennya karena luas permukaan pada cacing lebih luas di bandingkan pada belalang yang
hanya menggunakan trakea yang terbuat dari pipa yang becabang di seluruh tubuh,
merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa
yang terbesar itulah yang disebut trakea. Sehingga kecepatan respirasinya lebih cepat cacing
daripada belalang di karenakan cacing memiliki alat pernafasan pada permukaan nya yang
luas bidangnya semakin luas sehingga bidang penyerapan oksigennya lebih banyak.

Pada hasil pengamatan belalang kelompok 1 memiliki berat tubuh 1,5 gram dan laju respirasi
0,02 sedangkan pada berat cacing pada kelompok 3 yang memiliki berat yang berbeda
dengan berat belalang 3 gram dan memiliki laju respirasi 0,06. Sehingga dari hasil tersebut
dapat kita ketahui bahwa semakin besar atau berat badan suatu hewan maka hewan tersebut
lebih banyak membutuhkan energi. Di karenakan semakin berat suatu tubuh hewan maka
komponen sel penyusun tubuhnya semakin banyak sehingga mengakibatkan membutuhkan
lebih banyak oksigen yang di butuhkan. Untuk mengimbangi hal tersebut maka dari itu
hewan yang lebih kecil atau beratnya lebih sedikit dalam melakukan respirasi atau
penggunaan oksigennya sedikit sedangkan hewan ynag memiliki berat yang besar maka
hewan tersebut pengambilan oksigennya semakin banyak agar tubuhnya tetap dalam keadaan
sehat.

Pada hasil pengamatan rata-rata kecepatan respirasi pada kelompok 2 yaitu cicak 0,54
jika di badingkan dengan kelompok 3 rata-rata kecepatan respirasi pada cacing 0,18. Hal ini
dapat terjadi jika kita lihat dari kesempurnaan organ pernafasan pada hewan tersebut pada
cicak yang merupakan hewan vertebrata yang memiliki alat respirasi lebih sempurna dari
pada cacing maka hal tersebut sesuai dengan teori dimana organ pada hewan vertebrata lebih
kompleks dan sempurna jika di bandingkan dengan hewan vertebrata, cacing hanya
menggunakan respirasi kulit tubuhnya untuk bernafas maka tidak cukup cepat jika di
bandingkan dengan hewan vertebrata seperti cicak.

Kemudian pada hasil pengamatan berat badan yang nantinya akan berhubungan
dengan laju respirasi. Pada kelompok 2 cicak memiliki berat yang sama dengan kelompok 3
cacing yaitu 3 gram akan tetapi memiliki laju respirasi yang berbeda. Pada cicak di dapatkan
hasil laju respirasinya adalah 0,18 sedangkan pada cacing di dapatkan hasil 0,06. Jika kita
lihat pada laju respirasi cicak lebih tinggi di bandingkan dengan laju respirasi cacing hal ini
di karenakan berbeda spesies dan mereka memiliki organ pernafasan yang berbeda pula,
cicak menggunakan paru-paru sedangkan cacing menggunakan kulit untuk respirasi sehingga
laju respirasinya lebih cepat pada cicak karena organ sudah sempurna.

Kemudian pada kelompok 4 dan 5 yang menggunakan jenis hewan yang sama-sama
menggunakan jangkrik. Pada jangkrik kelompok 4 dengan berat badan 0,4 gram di dapatkan
kecepatan respirasinya 0,15 dan laju respirasinya 0,13. Sedangkan pada jangkrik kelompok 5
memiliki berat badan 0,5 gram dan di dapat rata-rata kecepatan respirasi 0,1 dan laju
respirasinya 0,067. Berdasarkan hasil di atas di dapat hasil yang berbeda baik kecepatan
maupun laju respirasi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan hewan yang memiliki massa atau
berat tubuh yang lebih besar membutuhkan energi yang lebih banyak jugak sehingga oksigen
yang di hirup pun lebih banyak. Pada hewan yang memiliki berat memiliki sel yang lebih
banyak sehingga lebih banyak membutuhkan oksigen daripada hewan berat atau massa
tubuhnya lebih kecil. Sehingga dapat kita tahu bahwa semakin berat massa atau berat tubuh
suatu hewan maka kebutuhan akan oksigen akan semakin banyak pula oksigen yang di
butuhkan, semakin ringan massa atau berat tubuh hewan maka penggunaan oksigen akan
semakin sedikit karena sel yang ada di dalam tubuhnya sedikit.

Kemudian ukuran dari jangkrik atau luas permukaan dari jangkrik ini semakin
ukurannya besar semakin cepat laju respirasinya. Pada kelompok 5 ukuran dan beratnya lebih
besar jika di bandingkan dengan laju respirasi pada jangkrik kelompok hal tersebut sudah
sesuai dengan teori yang ada.

Sehingga dapat kita ketahui pengaruh berat tubuh hewan, semakin berat tubuh suatu
hewan maka energi yang di butuhkan semakin banyak. Ketika energi yang di butuhkan
semakin banyak maka oksigen yang di butuhkan dalam tubuh semakin banyak, karena
adanya keterkaitan antara energi yang di keluarkan dengan oksigen yang di gunakan. Jika
energi yang di butuhkan semakin banyak maka oksigen dan zat makanan yang masuk ke
dalam tubuh hewan juga banyak, jadi antara yang dimasukkan dalam proses respirasi dan di
hasilkan haruslah seimbang. Apabila tidak seimbang maka akan mengakibatkan hewan
tersebut menjadi lemas dan lama kelamaan akan meninggal.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi O2 pada hewan adalah berat
badan pada hewan dimana semakin berat maka oksigen yang di butuhkan semakin banyak di
karenakan proses metabolismenya ikut naik. Dan juga umur suhu semakin tua maka oksigen
yang di gunakan oleh tubuh semakin sedikit di karenakan laju metabolisme tubuh tidak lagi
secepat pada saat muda, pada saat lahir sampai muda oksigen yang di butuhkan oleh tubuh
semakin banyak karena laju metabolisme kita semakin cepat. Lalu faktor selanjutnya adalah
kegiatan tubuh atau aktivitas tubuh dimana semakin banyak kegiatan yang di lakukan maka
respirasi akan meningkat di karenakan kita membutuhkan energi yang lebih untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang berat, akan tetapi jika kita jarang melakukan aktifitas atau kita hanya
melakukan aktifitas ringan maka kita tidak membutuhkan energi yang banyak sehingga laju
respirasi menurun. Kemudian respirasi juga di pengaruhi oleh posisi tubuh ketika tubuh
dalam posisi telentang tidur respirasi yang di butuhkan berkurang karena kita tidak
melakukan apapun dan tidak membutuhkan energi untuk telentang, akan tetapi apabila dalam
posisi berdiri maka respirasi akan meningkat di karenakan membutuhkan energi untuk
berdiri. Lalu faktor selanjutnya adalah kelamin dari hewan, hewan jantan cenderung
membutuhkan oksigen yang lebih banyak dari pada betina di karenakan aktifitas tubuhnya
lebih banyak jika di bandingkan dengan betina.

Hal tersebut sesuai dengan teori (Tim Dosen Fiologi Hewan, 2015) dimana frekuensi
pernafasan pada hewan di pengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama adalah faktor umur,
yang kedua adalah faktor jenis kelamin. Kemudian posisi dari tubuh tersebut. Lalu kegiatan
yang di lakukan oleh hewan tersebut.
Kesimpulan

Pada penelitian yang kami lakukan kami berhasil membuktikan bahwa respirasi pada
hewan tersebut membutuhkan oksigen, dengan indikator nya adalah pergerakan dari eosin
yang terdapat pada ujung pipa respirometer. Seluruh penelitian yang kami lakukan berhasil
membuktikan di karenakan pada saat penelitian eosin bergerak cepat yang menandakan
bahwa hewan tersebut menghirup oksigen. Kecepatan respirasi pada beberapa hewan
berbeda-beda yang paling cepat respirasinya adalah cicak karena cicak merupakan vertebrata
yang merupakan hewan tingkat tinggi yang memiliki organ respirasi yang kompleks dan
memiliki berat badan yang paling berat sehingga laju dan kecepatan respirasinya tinggi,
sedangkan yang memiliki laju dan kecepatan respirasi paling kecil adalah jangkrik hal ini di
karenakan jangkrik memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil di bandingkan dengan hewan
lainnya sehingga kebutuhan oksigennya pun relatif lebih sedikit jika di bandingkan dengan
hewan lainnya.

Daftar Pustaka

Santoso, Putra. 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Universtas Andalas

Campbell, jwrence G. Mitchell Neil A.2004. Biologi edisi 5 jilid 3. Jakarta: Erlangga

Tim Dosen Fisiologi Hewan. 2015. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Jember:
Universitas Jember Press

Yulia, Ratna. 2013. Sistem Pernafasan Pada Manusia. Jurnal Pendidikan. Vol 1: Halaman 1-
10

Junqueira,LC. 2007. Histology Dasar Edisi 10. Jakarta : EGC

Nurrahman. 2011. Susut Bobot Beras Selama Penyimpanan Karena Respirasi. Jurnal
Pertanian. Vol 2: Halaman 53-63

Winanto, Tjahjo. 2009. Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Respon Fisiologi Larva Tiram
Mutiara Pinctada maxima (Jameson). Jurnal Biologi Indonesia. Vol 6: Halaman 51-69

Wulangi, S, Kartolo. 1993. Prinsip-prinsip Fisologi Hewan. Bandung: ITB Press

RESPIRASI
A. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk membuktikan bahwa organisme hidup membutuhkan oksigen untuk respirasinya.
2. Untuk membandingkan kebutuhan oksigen beberapa organisme menurut ukuran berat
tubuhnya.
B. Dasar Teori
Bernafas merupakan salah satu ciri dan aktivitas makhluk hidup. Istilah pernapasan
sering disamakan dengan istilah respirasi, walau sebenarnya kedua istilah tersebut secara
harfiah berbeda. Pernapasan berarti menghirup dan menghembuskan napas. Bernapas berarti
memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari
dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan respirasi berarti suatu proses pembakaran
(oksidasi) senyawa organik bahan makanan di dalam sel untuk memperoleh energi (George,
2005).
Alat respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat O 2 dapat berdifusi masuk dan
sebaliknya CO2 dapat berdifusi keluar. Alat respirasi pada hewan bervariasi antara hewan
yang satu dengan hewan yang lain, ada yang berupa paru-paru, insang, kulit, trakea, dan
paru-paru buku, bahkan ada beberapa organisme yang belum mempunyai alat khusus
sehingga oksigen berdifusi langsung dari lingkungan ke dalam tubuh, contohnya pada hewan
bersel satu, porifera, dan coelenterata (Arif, 2008).
Pada hewanhewan tingkat tinggi terdapat alat untuk proses pernapasan, yakni
berupa paruparu, insang atau trakea, sementara pada hewanhewan tingkat rendah dan
tumbuhan proses pertukaran udara tersebut dilakukan secara langsung dengan difusi melalui
permukaan selsel tubuhnya. Dari alat pernapasan, oksigen masih harus di angkut oleh darah
atau cairan tubuh ke seluruh sel tubuh yang membutuhkan (Hartono, 1992).
Respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi. Energi hasil respirasi tersebut sangat
diperlukan untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan
reproduksi. Jadi kegiatan pernapasan dan respirasi tersebut saling berhubungan karena pada
proses pernapasan dimasukkan udara dari luar (oksigen) dan oksigen tersebut digunakan
untuk proses respirasi guna memperoleh energi dan selanjutnya sisa respirasi berupa gas
karbondioksida dikeluarkan melalui proses pernapasan (Syamsuri, 2003).
Alat pernafasan hewan pada dasarnya berupa alat pemasukan dan alat pengangkutan
udara. Apabila alat pemasukan ke dalam tubuh tidak ada, maka pemasukan oksigen dilakukan
dengan cara difusi, misalnya pada protozoa. Pernapasan pada hewan berbedabeda sesuai
dengan perkembangan struktur tubuh dan tempat hidupnya. Pada cacing tanah, oksigen
masuk secara difusi melalui permukaan tubuh, kemudian masuk ke pembuluh darah. Di
dalam darah, oksigen diikat oleh pigmenpigmen darah, yaitu hemoglobin yang larut dalam
plasma darah. Pada hewan lain, hemoglobin terkandung di dalam sel darah merah (Dino,
2014).

G. Pembahasan
Pada praktikum ini, yang diamati adalah pengaruh berat tubuh terhadap laju atau
kecepatan respirasi hewan. Respirasi adalah proses pertukaran gas, yaitu mengambil oksigen
(O2) ke dalam paru-paru yang disebut proses inspirasi dan mengeluarkan karbondioksida
(CO2) serta uap air (H2O) yang disebut proses ekspirasi. Pada proses pengamatan laju
respirasi hewan digunakan respirometer yaitu alat yang berfungsi untuk mengukur kecepatan
pernapasan hewan kecil, larutan eosin untuk mengetahui seberapa cepat penyerapan oksigen
oleh hewan uji, kristal KOH untuk mengikat CO2 sehingga pergerakan dari larutan eosin
benar-benar hanya disebabkan penyerapan oksigen oleh hewan uji. Berikut ini adalah
penjelasan laju respirasi dari masing-masing hewan uji berdasarkan hasil pengamatan.
1. Pada hewan uji belalang
Pada pengamatan respirasi belalang besar dengan menggunakan respirometer, dimana
belalang besar terlebih dahulu ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam respirometer yang
sebelumnya diisi dengan kristal KOH yang dibalut kapas, kemudian ditutup rapat dan diolesi
dengan vaselin, dan terakhir memasukkan larutan eosin pada pipa berskala respirometer. Dari
hasil pengamatan selama 5 menit dimana setiap menit dilihat perubahan kedudukan larutan
eosin dalam pipa berskala didapatkan hasil pada menit pertama kedudukan cairan eosin pada
pipa skala respirometer adalah 0,20, menit kedua 0,25, menit ketiga 0,30, menit keempat
0,35, dan menit kelima 0, 40. Total perubahan kedudukan larutan eosin selama 5 menit
setelah dirata-ratakan adalah 0,3 dengan berat 0,78. Beradasarkan hasil pengamatan
perubahan kedudukan larutan eosin dalam tabung respirasi dari pengamatan laju respirasi
belalang besar, dapat dipahami bahwa terjadi proses respirasi pada belalang besar,
indikasinya ditemukan pada berubahnya kedudukan larutan eosin yang menandakan bahwa
terjadi penyerapan O2 pada proses respirasi tersebut.
Pada pengamatan respirasi belalang kecil dengan menggunakan respirometer, dimana
belalang kecil terlebih dahulu ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam respirometer yang
sebelumnya diisi dengan kristal KOH yang dibalut kapas, kemudian ditutup rapat dan diolesi
dengan vaselin, dan terakhir memasukkan larutan eosin pada pipa berskala respirometer. Dari
hasil pengamatan selama 5 menit dimana setiap menit dilihat perubahan kedudukan larutan
eosin dalam pipa berskala didapatkan hasil pada menit pertama kedudukan cairan eosin pada
pipa skala respiromter adalah 0,07, menit kedua 0,08, menit ketiga 0,08, menit keempat 0,08,
dan menit kelima 0,10. Total perubahan kedudukan larutan eosin selama 5 menit setelah
dirata-ratakan adalah 0,082 dengan berat 0,15. Beradasarkan hasil pengamatan perubahan
kedudukan larutan eosin dalam tabung respirasi dari pengamatan laju respirasi belalang kecil,
dapat dipahami bahwa terjadi proses respirasi pada belalang kecil, indikasinya ditemukan
pada berubahnya kedudukan larutan eosin yang menandakan bahwa terjadi penyerapan O 2
pada proses respirasi tersebut.
2. Pada hewan uji kecoa
Pada pengamatan respirasi kecoa besar dengan menggunakan respirometer, dimana
kecoa besar terlebih dahulu ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam respirometer yang
sebelumnya diisi dengan kristal KOH yang dibalut kapas, kemudian ditutup rapat dan diolesi
dengan vaselin, dan terakhir memasukkan larutan eosin pada pipa berskala respirometer. Dari
hasil pengamatan selama 5 menit dimana setiap menit dilihat perubahan kedudukan larutan
eosin dalam pipa berskala didapatkan hasil pada menit pertama kedudukan cairan eosin pada
pipa skala respiromter adalah 0,3 menit kedua 0,49, menit ketiga 0,65, menit keempat 0,83,
dan menit kelima 1. Total perubahan kedudukan larutan eosin selama 5 menit setelah dirata-
ratakan adalah 0,654 dengan berat 0,90. Beradasarkan hasil pengamatan perubahan
kedudukan larutan eosin dalam tabung respirasi dari pengamatan laju respirasi kecoa besar
dapat dipahami bahwa terjadi proses respirasi pada kecoa besar, indikasinya ditemukan pada
berubahnya kedudukan larutan eosin yang menandakan bahwa terjadi penyerapan O2 pada
proses respirasi tersebut.
Pada pengamatan respirasi kecoa kecil dengan menggunakan respirometer, dimana
kecoa kecil terlebih dahulu ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam respirometer yang
sebelumnya diisi dengan kristal KOH yang dibalut kapas, kemudian ditutup rapat dan diolesi
dengan vaselin, dan terakhir memasukkan larutan eosin pada pipa berskala respirometer. Dari
hasil pengamatan selama 5 menit dimana setiap menit dilihat perubahan kedudukan larutan
eosin dalam pipa berskala didapatkan hasil pada menit pertama kedudukan cairan eosin pada
pipa skala respiromter adalah 0,01 menit kedua 0,09, menit ketiga 0,2, menit keempat 0,6,
dan menit kelima 0,7. Total perubahan kedudukan larutan eosin selama 5 menit setelah dirata-
ratakan adalah 0,32 dengan berat 0,84. Beradasarkan hasil pengamatan perubahan kedudukan
larutan eosin dalam tabung respirasi dari pengamatan laju respirasi kecoa besar dapat
dipahami bahwa terjadi proses respirasi pada kecoa besar, indikasinya ditemukan pada
berubahnya kedudukan larutan eosin yang menandakan bahwa terjadi penyerapan O2 pada
proses respirasi tersebut.
3. Pada hewan uji cacing tanah
Pada pengamatan respirasi cacing tanah bertubuh besar dengan menggunakan
respirometer, dimana cacing tanah tersebut terlebih dulu ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam respirometer yang sebelumnya diisi dengan kristal KOH yang dibalut kapas, kemudian
ditutup rapat dan diolesi dengan vaselin, dan terakhir memasukkan larutan eosin pada pipa
berskala (skala 0 sampai 10 cm) respirometer. Dari hasil pengamatan selama 5 menit dimana
setiap menit dilihat perubahan kedudukan larutan eosin dalam pipa berskala didapatkan hasil
pada menit pertama kedudukan cairan eosin pada pipa skala respiromter adalah 0,20, menit
kedua 0,25, menit ketiga 0,30, menit keempat 0,35, dan menit kelima 0,40. Total perubahan
kedudukan larutan eosin selama 5 menit setelah dirata-ratakan adalah 0,3 dengan berat 1,153.
Beradasarkan hasil pengamatan perubahan kedudukan larutan eosin dalam tabung respirasi
dari pengamatan laju respirasi cacng tanah dapat dipahami bahwa terjadi proses respirasi
pada cacing tanah, indikasinya ditemukan pada berubahnya kedudukan larutan eosin yang
menandakan bahwa terjadi penyerapan O2 pada proses respirasi tersebut.
Pada pengamatan respirasi cacing tanah bertubuh kecil dengan menggunakan
respirometer, dimana cacing tanah tersebut terlebih dulu ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam respirometer yang sebelumnya diisi dengan kristal KOH yang dibalut kapas, kemudian
ditutup rapat dan diolesi dengan vaselin, dan terakhir memasukkan larutan eosin pada pipa
berskala (skala 0 sampai 10 cm) respirometer. Dari hasil pengamatan selama 5 menit dimana
setiap menit dilihat perubahan kedudukan larutan eosin dalam pipa berskala didapatkan hasil
pada menit pertama kedudukan cairan eosin pada pipa skala respiromter adalah 0,14, menit
kedua 0,20, menit ketiga 0,25, menit keempat 0,28, dan menit kelima 0,40. Total perubahan
kedudukan larutan eosin selama 5 menit setelah dirata-ratakan adalah 0,2 dengan berat 0,59.
Beradasarkan hasil pengamatan perubahan kedudukan larutan eosin dalam tabung respirasi
dari pengamatan laju respirasi cacng tanah dapat dipahami bahwa terjadi proses respirasi
pada cacing tanah, indikasinya ditemukan pada berubahnya kedudukan larutan eosin yang
menandakan bahwa terjadi penyerapan O2 pada proses respirasi tersebut.
Dari ke 3 jenis hewan uji yang digunakan dalam percobaan tersebut, dapat diketahui
bahwa terjadi pebedaan perubahan kedudukan larutan eosin pada pipa skala repirometer pada
masing-masing hewan uji. Perbedaan perubahan skala respirometer pada masing-masing
hewan uji disebabkan oleh perbedaan kebutuhan oksigen dalam proses respirasi setiap hewan
uji. Setelah diurutkan berdasarkan besarnya perubahan kedudukan skala larutan eosin,
belalang besar dan cacing tanah besar dan kecoa besar merupakan hewan uji dengan tingkat
penyerapan O2 paling tinggi. Berdasarkan teori semakin berat tubuh suatu organisme maka
semakin besar pula O2 yang dibutuhkan, teori ini sesuai dengan hasil percobaan dimana
hewan uji dengan berat yang besar memiliki tingkat penyerapan O2 yang besar pula.
H. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam respirasi terjadi proses memasukkan udara O 2 (oksigen) dari lingkungan luar ke dalam
tubuh dan mengeluarkan udara sisa CO 2 dan H2O (karbondioksida dan uap air). Oksigen
mutlak dibutuhkan dalam proses respirasi.
2. Berat badan hewan berpengaruh terhadap laju respirasi, semakin berat tubuh hewan semakin
besar kebutuhan oksigennya, semakin besar kebutuhan oksigennya maka semakin cepat pula
proses respirasinya. Begitupun sebaliknya semakin ringan berat tubuh suatu hewan, semakin
kecil kebutuhan oksigennya. Semakin kecil kebutuhan oksigennya maka semakin lambat pula
proses respirasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mulyana. Sistem Respiarsi. Surakarta: Fakultas MIPA, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
2008.

Dino. 2012. Blog Dino. Respirasi Hewan. http://dinoaviano.blogspot.com (2014).

Fried, H. George, George J. Hademenos. Schaums Outlaine Biologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga,
2005.

Hartono. Histologi Verteriner. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992.


Syamsuri, dkk. Biologi Jilid 2B. Jakarta : Erlangga, 2003.

Latar Belakang
Ikan adalah hewan air yang mengkonsumsi oksigen terlarut dalam air. pengambilan oksigen
pada ikan dilakukan oleh organ respirasi utama yaitu insang. Besarnya pengambilan oksigen
melalui insang dapat diukur dengan metode air statis atau air mengalir. Parameter konsumsi
oksigen digunakan untuk menilai laju metabolisme ikan sebab sebagian besar sumber energi
ikan berasal dari metabolisme aerobik. Untuk melakukan metabolisme aerobik, ikan perlu
mengkonsumsi oksigen. Oleh karena itu, perubahan konsumsi oksigen ikan dapat digunakan
untuk menilai perubahan laju metabolisme. Metabolisme hewan poikioterm dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan. Ketika suhu rendah, metabolisme turun dan metabolisme akan
meningkat pada suhu lingkungan yang meningkat (Sudibyo, 1999).

Secara umum, peningkatan temperatur 100 C akan menyebabkan peningkatan konsumsi


oksigen dua sampai tiga kali. Laju metabolisme juga berbanding terbalik dengan konsentrasi
oksigen terlarut dan berkolerasi dengan konsumsi oksigen dan sintesa hemoglobin darah.
Ketika konsentrasi oksigen rendah dan temperatur meningkat, maka laju metabolisme
meningkat, sedangkan bila konsentrasi oksigen tinggi pada temperatur rendah, maka laju
metabolisme juga rendah. Laju metabolisme juga dipengaruhi spesies, umumnya
metabolisme tereduksi, tapi pada ikan migratory, pada temperatur yang rendah masih aktif
melakukan aktivitas dan kebutuhan energi semakin meningkat pada temperatur yang lebih
tinggi (Murtidjo, 2001).

Selain temperatur, laju metabolisme juga dipengaruhi oleh beragam faktor termasuk umur,
jenis kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus, stress fisiologis, musim, dan ukuran
tubuh. Laju metabolisme baku merupakan laju metabolisme manakala hewan tersebut sedang
beristirahat dan tidak terdapat makanan dalam ususnya. Dalam percobaan menggunakan ikan,
peneliti harus menunggu cukup lama setelah ikan terakhir kali makan agar metabolisme yang
berkaitan dengan pencernaan tidak mengecohkan dalam pengukuran metabolisme baku
(Arrie, 1999).

Sistem organ yang berperan dalam respirasi pada ikan adalah insang. Oksigen merupakan
bahan pernapasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolisme. Bagi ikan
oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan energi melalui oksidasi lemak dan
gula (Sabandiah, 1998).

Respirasi merupakan proses pengambilan O2 dari lingkungan ke dalam tubuh hewan dan
pengeluaran CO2 dari dalam tubuh ke lingkungan. Respirasi pada hewan air, contoh pada ikan
meliputi ekstraksi atau pengambilan O2 dari perairan. Laju metabolisme pada ikan
ditunjukkan dengan konsumsi O2 per unit waktu. Intensitas ikan dari pernafasan ikan
menurun dengan peningkatan bobot ikan. Laju konsumsi O2 juga menurun dengan
tersedianya kadar O2 yang sedikit untuk ikan. Pertumbuhan ambang batas konsentrasi
O2 akan lebih tinggi pada suhu yang tinggi, bertepatan dengan laju konsumsi O 2 yang lebih
tinggi.perubahan yang sama dengan ambang peningkatan aktivitas atau laju pemberian
makanan pada ikan. Konsentrasi O2 yang umum dalam air akan membatasi aktivitas ikan,
termasuk mengembangkan makanan yang akan diubah menjadi daging ikan (Yuwono, 2001).

Oksigen adalah suatu zat yang sangat esensial bagi pernapasan dan merupakan komponen
yang utama bagi metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya Parameter kualitas air
mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan adalah suhu selama penelitian diperoleh 25
27 0C, suhu air juga merupakan salah satu faktor yang banyak mempengaruhi penggunaan
oksigen terlarut dalam air, namun suhu air yang diperoleh tersebut masih normal dan dalam
kisaran suhu yang dapat ditolerir oleh ikan (Seeley, 2003).
Konsumsi oksigen digunakan sebagai indikator metabolisme pada ikan, dan perbedaan
salinitas mempengaruhi energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi pada beberapa spesies.
Respon respirasi berbeda dengan perbedaan salinitas diantara spesies teleos. Angka
konsumsi oksigen rendah diperoleh pada salinitas isosmosis. Angka konsumsi oksigen rendah
pada air tawar dan pemakaiannya meningkat dengan menambah salinitas. Hal ini
menunjukkan bahwa ikan di air laut mempunyai angka konsumsi oksigen lebih rendah
dibandingkan di air tawar (Seeley, 2003)

Laju metabolisme baku (standard metabolic rate) merupakan laju metabolism hewan
manakala hewan tersebut sedang beristirahat dan tidak terdapat makanan didalam
ususnya.Manakala pengukuran laju metabolisme tengah dilakukan, jarang sekali hewan
dalam keadaan diam laju metabolisme rutin = diukur selama level aktivitas rutin hasil
pengukuran biasanya lebih tinggi Metode pengukuran.

Menghitung selisih energi (makanan) yang masuk dan ekskreta terutama urin dan feses.

Menghitung produksi panas total pada organisme, metode ini sangat akurat dalam
memeberikan informasi tentang bahan bakar yang digunakan, organisme yang diukur
dimasukkan dalam kalorimeter;

Menghitung jumlah oksigen untuk proses oksidasi atau konsumsi oksigen, cara ini
paling banyak digunakan dan mudah dilaksanakan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain umur, jenis kelamin,
status reproduksi, makanan dalam usus, stress fisiologis, aktivitas, musim, ukuran tubuh dan
temperatur lingkungan (Tobin, 2005).

Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di
dalam air. Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi
merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar)
ke dalam larutan lain yang tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi
kesetimbangan (Chang, 1996).

Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengukur konsumsi oksigen (O 2) organisme air
dengan cara titrasi dan dapat mengukur respon metabolik ikan nila (Orechromis niloticus)
terkait bobot tubuh serta perubahan lingkungan/stress.

MATERI DAN CARA KERJA

Materi

Bahan yang digunakan tabung erlenmeyer, aerator, timbangan teknikal, respirometer,


botol sampel, botol winkler, buret, startif.

Alat yang digunakan adalah ikan air (nila), larutan KOH-KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3,
dan amilum.
2.3 Cara Kerja

1. Alat difungsikan dengan mengisi air sampai mendekati penuh. Air untuk mengisi
respirometer disesuaikan salinitasnya, kedua tutup tabung dibuka, pompa resirkulasi,
aerator diaktifkan sehingga sirkulasi berfungsidengan baik. System ini dibiarkan aktif
selama 15 menit.

2. Tabung I ditutup pada bagian tutup b sehingga aliran air akan mengalir melalui tutup a
dan dengan menggunakan selang melengkung sisa gelembung udara yang
terperangkap pada permukaan dalam tabung dikeluarkan sehingga tabung I kedap
udara.

3. Ikan nila yang telah diketahui bobot basah dan volumenya dimasukkan kedalam
tabung melalui lubang a. Ikan nila tidak diberi makan 24 jam sebelum dan selama
pengukuran konsumsi oksigen. Tabung I ditutup dibagian a tersebut tanpa ada
gelembung yang terperangkap (kedap udara).

4. Sampel air pertama diambil sebanyak 250 mL dengan menggunakan botol sampel dari
tabung I melalui saluran 3. Pengambilan dilakukan dengan cara membuka tutup
saluran 3 dan air dibiarkan keluar kemudian air dimasukkan ke dalam tabung winkler
secara hari-hati melalui didingnya agar tidak menimbulkan gelembung udara. Setelah
sampel air diambil, pompa sirkulasi dimatikan.

5. Sampel air diukur kandungan oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode titrasi
untuk menentukan kadar oksigen terlarut awal.

6. Sampel air yang ada di botol winkler ditambahkan 1 mL larutan MnSO 4 kemudian
ditambahkan 1 mL larutan KOH-KI lalu dihomogenkan sapai terjadi endapan kuning.

7. Tambahkan larutan H2SO4 pekat sehingga endapan kuning menjadi hilang dan warna
air menjadi jernih.

8. Larutan diambil sebanyak 100 mL memakai gelas ukur dan dituangkan ke


Erlenmeyer.

9. Larutan dalam Erlenmeyer ditambahkan latutan amilum sebanyak 4 tetes sampai


berubah warna.

10. Larutan dititrasi menggunakan Na2S2O3 hingga warna larutan kembali jernih.

11. Oksigen terlarut awal dihitung menggunakan rumus APHA :

cO2 : kadar oksiden terlarut awal

p : Larutan Na2S2O3 yang terpakai

q : Normalitas Na2S2O3 (0,025)

8 : Berat molekul oksigen


12. Setengah jam kemudian sampel yang kedua diambil dengan cara yang sama dan
dititrasi. Sehingga didapatkan data kadar oksigen awal dan akhir.

13. Konsumsi oksigen ikan dapat diukur dengan menggunakan metode Finhiany (1999) :

vO2 = Konsumsi oksigen

cO2i = Oksigen terlarut awal

cO2f = Oksigen terlarut akhir

W = Berat ikan

V = Volume tabung setelah dikurangi volume ikan

H = Selang waktu pengukuran oksigen awal dan akhir

14. Setelah selesai respirometer dibuka kembali, sirkulator, dan aeroator dimatikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

o Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan laju Konsumsi O2 pada Ikan Nila

No. V (Liter) H (jam) W (gram) cO2i (mg/l) cO2f (mg/l) vO2 (mg/gr.jam)
1 9,075 0,5 99 2 1 0,18
2 5,425 0,5 38 3,4 1,8 0,46
3 9,085 0,5 82 1,8 0,8 0,221
4 5,415 0,5 48 2 1,8 0,045

V respirometer kecil = 5465 mL

V respirometer besar = 9175 mL

Perhitungan :

1. Mengukur O2 terlarut awal

cO2i =

cO2i = 10x1x0,0258

cO2i = 2 mg/l
1. Mengukur O2 terlarut akhir

cO2f =

cO2f = 100,90,0258

cO2f = 1,8 mg/l

1. Mengukur V (liter)

V = Vrespirometer Vikan

V = 5465 50

V = 5415 mL

V = 5,415 L

1. Mengukur konsumsi O2

vO2 = (cO2i cO2f) x V x H-1 x W-1

vO2 = (2 1,8) x 5,415 / 0,5 x 48

vO2 = 0,045 mg/gram.jam

3.2 Pembahasan

Alat yang digunakan dalam praktikum terdiri dari respirometer besar dan kecil yang
digunakan untuk mengukur konsumsi oksigen murni dalam air yang diserap ikan. Botol
winkler yang digunakan untuk menampung sampel air respirasi ikan awal dan respirasi ikan
akhir. Tabung erlenmeyer digunakan untuk menampung larutan yang akan diberi warna
sekaligus digunakan untuk proses titrasi. Buret digunakan untuk menampung larutan titran
yang akan digunakan untuk mentitrasi. Statif digunakan untuk menyangga/menjepit buret
yang akan digunakan untuk proses titrasi. Pipet tetes digunakan untuk memindahkan larutan
ke dalam tabung pengujian. Gelas ukur digunakan untuk mengukur larutan yang akan diuji
dengan tingkat ketelitian tertentu.

Fungsi penambahan larutan MnSO4 adalah untuk mengikat oksigen yang terlarut didalam air,
sedangkan larutan KOH-KI untuk mengikat zat selain oksigen di air, sehingga terbentuk
endapan. Larutan H2SO4 pekat digunakan untuk menghomogenkan larutan kembali dan untuk
persiapan titrasi. Larutan amilum berfungsi untuk memberikan warna pada larutan dan
sebagai control warna. Larutan Na2S2O3 digunakan sebagai titran yang diukur volumenya
dalam perhitungan oksigen yang ada ditandai dengan warna larutan menjadi bening.

Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 2 tabung respirometer, yaitu tabung respirometer
besar dan tabung respirometer kecil. Volume tabung besar adalah 9175 mL. Sedangkan
volume tabung respirometer kecil adalah 5465 mL. Pengamatan pertama dan ketiga
dilakukan pada tabung respirometer besar. Sedangkan pengamatan kedua dan keempat
dilakukan pada tabung respirometer kecil.

Menurut Eila (2009) Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan menggunakan metode
titrasi dengan cara Winkler. Metoda titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak
digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnSO 4 dan
KOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka
endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I 2)
yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi
denganlarutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan
amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :

MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + KISO4

Endapan putih yang terjadi menandakan bahwa di dalam botol tidal ada O 2 yang terlarut.
Endapan coklat mengindikasikan bahwa masih terdapat O 2 dan bereaksi dengan mangan
oksida.

2Mn (OH)2 + O2 2MnO(OH)2

Setelah penambahan asam sulfat,endapan akan terlarut dan membentuk mangan sulfat.

2MnO(OH)2 + 4H2SO4 2Mn(SO4)2 + 6H2O

Kemudian reaksi diantara Mn(SO4)2 dan sebelum penambahan potasium iodida terdapat
reaksi antara, iodin yang disebabkan menghasilkan Iodin yang berwarna coklat dalam air.

2MnO(SO4)2 + 4KI 2 MnSO4 + 2K2SO4 +2I2.

Banyaknya mol dari iodin yang dibebaskan melalui reaksi ini setara dengan jumlah O 2 yang
ada dalam sampel. Jumlah iodin ditentukan, melalui titrasi. Sebuah bagian dari larutan
dengan larutan standar dari sodium tiosulfat.

4Na2S2O3 + 2I2 2Na2S4O6 +4NaI

4 mol tiosulfat dititrasi untuk setiap mol dari molekul oksigen. Jadi, 1 ml dari 0,002 M
sodium tiosulfat setara dengan 0,025 ml oksigen.

Volume ikan yang didapatkan data pertama adalah 100 mL. sehingga jumlah V=9075 mL.
Volume ikan kedua adalah 40 mL, sehingga jumlah V=5425 mL. Data pengamatan ketiga
didapatkan 90 mL, sehingga jumlah V=9085. Volume ikan yang terukur pada pengamatan
keempat adalah 50 mL, sehingga jumlah V=5415 mL.

Menurut Alaerts (1987), langkah-langkah metode titrasi dengan cara Winkler adalah sebagai
berikut:

1. Air sampel dimasukkan ke dalam botol Winkler 125 ml (pada waktu praktikum, air
yang digunakan sebanyak satu botol, kira-kira 100 ml) dengan syarat pada
pengambilan sampel tidak ada udara yang masuk.
2. Air dalam botol Winkler ditambah larutan MnSO4 sebanyak 0,5 ml (pada waktu
praktikum, fungsi dari larutan MnSO4 adalah mengikat gas- gas lain selain oksigen,
larutan MnSO4 yang digunakan sebanyak 1 ml atau 21 tetes), dan larutan KOH/ KI
juga sebanyak 0,5 ml (pada waktu praktikum, fungsi dari larutan KOH/ KI adalah
untuk mengikat oksigen, larutan KOH/ KI yang digunakan sebanyak 1 ml atau 21
tetes). Larutan dikocok kemudian dibiarkan sehingga terbentuk lapisan heterogen
yaitu dibagian atas bening dan dibagian bawah berupa endapan berwarna coklat
(apabila tidak mengandung oksigen endapan berwarna putih).

3. Air dalam botol Winkler direaksikan denga H2SO4 sebanyak 0,5ml (pada waktu
praktikum, fungsi dari larutan H2SO4 adalah sebagai penyeimbang atau penetral suatu
zat, larutan KOH/ KI yang digunakan sebanyak 1 ml atau 21 tetes), kemudian dikocok
sehingga endapan di dalamnya menjadi larut dan terbentuk cairan kekuningan
dibiarkan 10 menit.

4. Air dalam botol diambil 100 ml ditampung pada tabung Erlenmeyer dan ditambah
amilum, sebagai indikator warna sebanyak 11 tetes lalu dititrasi dengan Na 2S2O3
0,025 N sehingga warna kuning yang berasal dari campuran awal menjadi bening.

5. Metode Winkler dilakukan dua kali untuk mendapatkan nilai rata-ratanya

6. Rumus kandungan O2 terlarut:

Keterangan: p: jumlah ml larutan Na2S2O3 N yang dipakai untuk titrasi.

q: normalitas larutan Na2S2O3

g: bobot setara O2

Menurut Goenarso, et al. (2003), pengukuran konsumsi oksigen ikan dilakukan dengan cara
menempatkan ikan uji dalam air mengalir. Sehari sebelum dilakukan pengukuran konsumsi
oksigen, ikan dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut dilakukan
dengan cara titrasi Winkler. Konsumsi oksigen (mg/j/g) dihitung dengan rumus:

A (mg/j/g) = [d DO (mg/l) x Q (l/j) ] / g (1)

Keterangan:

A = konsumsiO2(mg) dalam waktu satu jam oleh satu gram ikan (mg/j/g)

d DO = selisih kadar oksigen terlarut dalam air sebelum dan sesudah

melewati botol berisi ikan

Q = debit sirkulasi air, diukur pada kelimpahan air yang masuk pada botol

cadangan dalam waktu tertentu

g = gram berat badan ikan yang diuji


Berdasarkan pengamatan, ikan dengan volume terbesar yaitu 100mL memiliki laju konsumsi
oksigen 0,18 mg/g/jam hal ini lebih kecil dibandingkan volume ikan 90 mL yang memiliki
nilai laju konsumsi okigen sebesar 0,221 mg/g/jam. Laju konsumsi oksigen pada ikan dengan
volume 40 lebih besar daripada ikan dengan volume 50 mL yaitu sebesar 0,45 mg/g/jam.
Berdasarkan referensi, semakin besar volume dan berat ikan, maka laju oksigen akan
meningkat. Data pengamatan tidak sesuai dengan referensi dikarenakan beberapa factor
diantaranya prosedur kerja yang tidak sesuai, dan cara memasukkan ikan yang salah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi:

1. Usia : Semakin tua usia, semakin sedikit respirasi yang dibutuhkan. Hal ini
disebabkan oleh penurunan regenerasi sel sehingga respirasi yang dibutuhkan pun
sedikit

2. Berat Badan : Organisme yang berat badannya lebih berat,lebih banyak respirasi yang
dibutuhkan karena jumlah sel yang dimiliki lebih banyak dibanding organisme yang
lebih ringan berat tubuhnya.

3. Jenis Kelamin : Betina lebih banyak melakukan respirasi karena betina memiliki
sistem hormonal yang lebih kompleks dibanding jantan.

4. Suhu : Semakin tinggi suhunya, semakin banyak respirasi yang dibutuhkan karena
H2O yang dihasilkan oleh respirasi berguna untuk menyesuaikan tubuh dengan
menurunkan suhu.

5. Aktivitas : Semakin banyak aktivitas, semakin banyak respirasi yang dibutuhkan. Hal
ini disebabkan akibat banyaknya energi yang dibutuhkan.

6. Emosi/Stress : Semakin tinggi emosi, semakin banyak respirasi yang dilakukan


karena adanya hormon-hormon tertentu yang memengaruhi metabolisme sehingga
respirasi lebih cepat (Alaerts, et al, 1987)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil pengukuran konsumsi oksigen pada ikan dengan dengan bobot tubuh 99 gram
sebanyak 0,18 mg/g/jam, bobot tubuh 38 gram sebanyak 0,46 mg/g/jam, bobot tubuh
82 sebanyak 0,221 dan sedangkan ikan dengan bobot tubuh 48 gram mengkonsumsi
oksigen sebanyak 0,045 mg/g/jam.
2. Laju konsumsi oksigen dipengaruhi oleh usia, berat badan, jenis kelamin, suhu,
aktivitas, dan emosi/stress.

DAFTAR REFERENSI

Alaerts, G dan S.S. Santika.1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.

Arrie, U. 1999. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya, Jakarta.

Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.

Eila et al., 2009. Standar Metabolic Rate, Grow Rate and Smoltingof The Juveniles in
ThreeAtlantic Salmon Stocks. Boreal Environment Research. Helsinki, 14: 369-381.

Goenarso, Darmadi, Suripto, dan Susanthi K.I. 2003. Konsumsi Oksigen, Kadar Hb Darah,
dan Pertumbuhan Ikan Mas, Cyprinus carpio, Diberi Pakan Campuran Ampas Kelapa.
FMIPA. ITB. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No. 2, hal 51 56.

Murtidjo, A. 2001.Pedoman MeramuIkan. Kanisius, Yogyakarta.

Sabandiah, E. 1998. Pengaruh Temperatur Lingkungan Terhadap Kehidupan dan Konsumsi


Oksigen Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Biologi.
UNSOED, Purwokerto.

Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth
edition. McGraw-Hill Companies

Sudibyo, P. H. T. 1999. Variasi Fisiologi Ikan Gurami Dalam Menghadapi Ketersediaan


Sumber Pakan. ITB, Bandung.

Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada.

Yuwono,E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi, UNSOED, Purwokerto.

Pengertian Respirasi
Proses peningkatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida oleh darah melalui

permukaan alat pernafasan organism dengan lingkungannya dinamakan pernafasan

(respirasi). Sistem organ yang berperan dalam hal ini adalah insang. Oksigen

merupakan bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi
metabolisme. Bagi ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan

energi melalui oksidasi lemak dan gula (Triastuti et.al,. 2009).

Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dalam tubuh makhluk hidup disebut

pernafasan atau respirasi. O2 dapat keluar masuk jaringan melalui difusi. Pada

dasarnya metabolisme yang normal dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan

oksigen dan karbondiokdisa. Pada hewan vertebrata terlalu besar untuk dapat

terjadinya interaksi secara langsung antara masing-masing sel tubuh dengan

lingkungan luar tubuhnya. Untuk itu organ-organ tertentu yang bergabung dalam

sistem pernafasan dikhususkan untuk melakukan pertukaran gas pernafasan bagi

keperluan seluruh sel tubuhnya (Rida, 2008).

1.2 Jenis-Jenis Respirasi


Respirasi aerob. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara organisme dan

lingkungannya dikenal sebagai respirasi aerob. Respirasi anaerob. Karbondioksida

yang diberikan dari organisme tertentu tidak ada oksigen yang diambil. Kebutuhan

oksigen diperoleh dari susunan karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Inilah yang

disebut dengan respirasi anaerob (Weichert, 1959).

Menurut Imam Abror (2010), respirasi dapat digolongkan menjadi 2 jenis

berdasarkan persediaan O2 di udara, yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi

aerob merupakan proses respirasi yang membutuhkan O 2, sebaliknya respirasi

anaerob merupakan respirasi yang berlangsung tanpa membutuhkan O 2. Perbedaan

antara keduanya akan terlihat pada proses tahapan reaksi dalam respirasi. Proses

transpor gas-gas secara keseluruhan berlangsung secara difusi.

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi


Menurut Affandi (2002) dalam Anwar et.al, (2009), faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen terbagi menjadi dua, yaitu faktor luar dan
dalam. Faktor luar dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen dan suhu. Peningkatan

suhu pada batas tertentu akan diikuti dengan peningkatan laju metabolisme.

Sedangkan faktor dari dalam adalah yang berkaitan langsung dengan ikan itu

sendiri, seperti ukuran ikan, aktifitas, kondisi kesehatan ikan, dan seks.

Menurut Mattians, dkk (1998) dalam Ratningsih (2008), respirasi pada ikan

berhubungan luas dengan permukaan organ respirasi, darah, dan kemampuan dari

organisme untuk mendeteksi pengurangan oksigen pada lingkungan dan upaya

penyesuaian fisiologis untuk mengimbangi kekurangan oksigen. Sedangkan menurut

Chahaya (2003) dalam Ratningsih (2008), partikel-partikel bahan organic terlarut

yang ikut terhisap bersama air secara terus-menerus dapat mengganggu proses

respirasi pada ikan. Bereaksinya partikel tersebut dengan fraksi tertentu dari lender

insang menyebabkan lender yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih

banyak sehingga terjadi penumpukan lendir yang menutupi lamella insang.

Berkurangnya oksigen terlarut dan terhambatnya proses respirasi pada ikan

mengakibatkan menurunnya laju konsumsi oksigen.

1.4 Sumber O2 dalam Air


Menurut Effendi (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi

oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis dari

tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi

secara langsung pada kondisi air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena

agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air

terjun. Namun, pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan

berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu,

sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis.


Menurut Cole (1983) dalam Sutimin (2011), salah satu sumber oksigen terlarut

yang penting dalam perairan adalah oksigen di atmosfer yang terlarut dalam massa

air pada permukaan air yang dihasilkan melalui proses difusi. Sedangkan menurut

Boyd et.al, (1991) dalam Sutimin (2011), sebagian besar oksigen dalam ekosistem

perairan berasal dari fotosintesis oleh fitoplankton. Pada perairan dangkal, suplai

oksigen didominasi oleh tanaman tepi, makrofita, dan alga bentik.

Oksigen dalam perairan juga berasal dari faktor biologis, diantaranya adalah

aktifitas klorofil pada tanaman dari perifiton di sungai mengalir. Alga planktonik di

dalam kolam atau danau, dan tanaman air berbunga. Di pesisir yang membentang di

perairan. Hal ini juga menyebabkan kelimpahan oksigen apabila tumbuhan air

berlimpah dari cahaya matahari (Arrignon, 1995).

1.5 DO (Oksigen Terlarut)


Dilihat dari jumlahnya, oksigen (O 2) terlarut adalah salah satu jenis gas terlarut

dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua

setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan,

oksigen menempati urutan teratas. Oksigen yang diperlukan ikan untuk

pernafasannya harus terlarut dalam air. Hanya jenis ikan tertentu, seperti lele,

gurami, dan tambakan yang mampu menghirup oksigen di udara bebas karena

mempunyai alat pernafasan tambahan (Kordi, 2004).

Atmosfer bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/L. Oksigen merupakan salah

satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami

bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.

Semakin besar suhu dan ketinggian (alfifut) serta semakin kecil tekanan atmosfer,

kadar oksigen terlarut semakin kecil (Effendi, 2003).


Kandungan oksigen terlarut (DO = Dissolved Oxygen) minimal 4 ppm (part per

million). Beberapa ikan hidup dengan baik pada kandungan oksigen kurang dari 4

ppm, terutama ikan-ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan, yang

memungkinkannya mengambil oksigen langsung dari udara bebas seperti lele

(Clarias sp.), sepat (Trichogaster sp.), gabus (Channa striata), foman (Channa

micropeites), gurami (Osphronemus gouramy), tambakan (Helostoma femminoki),

dan betook (Anabas testudineus) (Kordi, 2008).

1.6 Mekanisme Masuknya O2 di Perairan


Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air

diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat

adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Namun pada hakikatnya difusi oksigen dari

atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air oleh

karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis ( Effendi, 2003 ).

Menurut Salmin (2005 ), kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa

faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara seperti arus,

gelombang, dan pasang surut. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Salmin (2005),

menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin

rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan

permukaan kadar oksigen lebih tinggi karena adanya proses difusi antara air dan udara.

1.7 Konsumsi O2 dalam Perairan


Peningkatan suhu sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10% dekomposisi

bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut
hingga mencapai O2 (anaerob) . Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu

menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan oksigen semakin berkurang .

Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi,

2003). Menurut Lazzati (2011), konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter yang

sangat penting dalam menentukan kualitas perairan tambak. Konsentrasi oksigen ditentukan

oleh keseimbangan antara produksi dam konsumsi olsigen dalam ekosistem . Oksigen

diproduksi oleh komunitas autotrof melalui pernafasan. Di samping itu, oksigen juga

diperlukan untuk perombakan bahan organik dalam ekosistem.

Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh

semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang

kemudian menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan pembiakan, di samping itu oksigen

juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.

1.8 Fase-Fase Respirasi


Dalam vertebrata terdapat 2 fase respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi

eksternal digunakan untuk menunjukkan pertukaran gas antara darah dengan lingkungan,

Respirasi internal sama dengan pertukaran gas antara darah dan jaringan atau sel di dalam

tubuh. Respirasi eksternal biasanya terdapat pada kapiler insang tetapi beberapa struktur

seperti kulit lainya (Weichert, 1959).

Berdasarkan Rida (2008), ada dua tahap pernapasan, tahap pertama oksigen masuk

ke dalam dan pengeluaran karbondioksida keluar tubuh melalui organ-organ pernafasan

disebut respirasi eksternal, dan pengangkutan gas-gas pernapasan dari organ-organ

pernapasan ke jaringan tubuh atau sebaliknya di lakukan oleh sistem sirkulasi . Tahap
kedua adalah pertukaran O2 dari cairan tubuh (darah) dengan CO2 dari sel-sel dalam

jaringan disebut respirasi internal.

1.9 Hubungan Suhu dengan Respirasi


Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas reaksi kimia, evaporasi dan

volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air,

misalnya gas O2, N2, CH4, dan sebagainya (Huslam (1995) dalam Effendi (2003). Selain itu

peningkatan suhu juga meningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air

dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan

sebesar 100C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme

akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar

oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi

kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan

respirasi (Effendi, 2003).

Menurut Giese (1968), tingkat pernafasan dan suspensi sel meningkatnya suhu

dalam batas-batas zona biokinetik suhu bkoefisien (Q10). Respirasi umumnya ditemukan

dalam kisaran 2 sampai 4 dan menunjukan suhu 100C. Peningkatan suhu meningkatkan laju

reaksi dua kali lipat sampai empat kali lipat suhu yang lebih tinggi dari suhu optimal di zona

biokinetik menyebabkan respirasi ikan .

1.10 Perbedaan Organ Respirasi Ikan Domersal dan

Ikan Pelagis
Beberapa ikan laut (pelagis) membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan gerakan

majunya untuk mengalirkan air melalui insang. Proses ini disebut ventilasi dorong , jika

gerakan makeret melebihi 6,4 meter/detik maka gerakan memompa operculum menjadi

lambat dan kalau melebihi 0,6 meter/detik gerakan ini berhenti dan ikan tergantung pada

ventitasi dorong (Villee et al, 1984).

Ikan dasar dari atlantik toadfish (osamus) memiliki permukaan insang sekitar 2 cm 2/g

dari berat badan. Lain lagi nilainya sekitar 4 cm 2 /g pada makarel memiliki luas permukaan

insang sampai 10 cm2/g. Tapi luas permukaan insang ini tergantung tingkat aktifitas dan

rata-rata konsumsi oksigen. Pernapasan pada kulit terjadi melalui kapiler darah di bawah

lapisan kulit (Suryani, 2010).

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur

Dalam praktikum fisiologi hewan air materi respirasi, langkah pertama yang harus dilakukan

adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah heater aquarium,

thermometer, handtally counter, toples 2 liter, DO meter, nampan, lap basah, dan stopwatch.

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), es batu,

air tawar, dan aquades.

Langkah selanjutnya adalah disiapkan toples kapasitas 2 liter, karena toples mudah dibawa

dan ekonomis, bersifat cembung agar dapat memperjelas pengamatan. Kemudian toples diisi

dengan air tawar sampai bagian, hal ini bertujuan agar toples tidak mudah tumpah dan

udara lebih banyak terdapat di bawah atau di dasar. Lalu dimasukkan es batu atau dipanaskan,

dan dimasukkan termometer. Jangan sampai menyentuh tangan atau bagian toples, karena

akan mempengaruhi suhu pada termometer. Pada tiap kelompok diberi perlakuan berbeda,
bertujuan sebagai pembanding saat pengamatan. Pada kelompok 1 dan 6 = 20oC; kelompok 2

dan 7 = 24oC; kelompok 3 dan 8 = 28oC; kelompok 4 dan 9 = 32oC; dan kelompok 5 dan 10

= 36oC. Apabila ingin menurunkan atau menaikkan suhu dapat menggunakan es batu dan

heater aquarium, yang keduanya bertujuan untuk menstabilkan suhu air pada toples.

Kemudian diukur DO (oksigen terlarut) menggunakan DO meter. Sebelum menggunakan DO

meter, pertama dinyalakan tombol ON/OFF dan elektroda terlebih dahulu dikalibrasi dengan

aquades agar nilai yang didapat benar dan akurat. Dimasukkan elektroda ke dalam toples dan

ditunggu sampai nilai DO konstan kemudian dicatat hasilnya.

Langkah berikutnya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dari ember, diletakkan

pada nampan sambil ditutupi lap basah, bertujuan agar ikan tidak stress saat pengamatan.

Diamati bukaan mulut tiap 3 menit sebanyak 5 kali dengan handtally counter, bertujuan agar

mendapat hasil yang akurat. Lalu diukur DOt sebagai ukuran akhir DO. Diamati dan dicatat

hasilnya dengan rumus:

4.2 Analisa Hasil

Berdasarkan hasil praktikum fisiologi hewan air pada pengamatan respirasi telah diperoleh

bahwa bukaan mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) pada kelompok 5 tidak teratur karena

suhu yang berbeda dapat mempengaruhi aktifitas dan sistem respirasi yang terjadi pada ikan

tersebut. Pada 3 menit pertama bukaan mulut sebanyak 351; 3 menit kedua sebanyak 594; 3

menit ketiga sebanyak 563; 3 menit keempat sebanyak 549; dan 3 menit kelima sebanyak

541. Rata-rata kelompok 5 dengan suhu 36oC adalah 519,6. Sedangkan pengamatan DO

adalah pada DO awal (DO0) didapat 3,2 mg/l dan DO akhir (DOt) didapat 2,3 mg/l. Rata-rata

kandungan DO pada kelompok 5 adalah 3,4 x 10-4. Hal ini menunjukkan bahwa DO sangat
mempengaruhi aktifitas dan suhu. Semakin tinggi suhu dalam air maka semakin tinggi

aktifitas ikan yang menyebabkan kandungan oksigen di dalam air rendah.

Menurut Salmin (2005), oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk

pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi

untuk pertumbuhan dan pembiakan. Kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan

semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan

permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan

udara bebas serta adanya proses fotosintesis.

Menurut Kordi (2004), suhu air akan mempengaruhi kekentalan viskositas air. Perubahan

suhu yang drastis dapat mematikan ikan karena terjadi perubahan daya angkat darah. Seperti

diketahui selera makan ikan, kisaran tubuh optimum bagi kehidupan ikan adalah 25o - 52oC.

Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu m`kan, sehingga pertumbuhan terhambat,

sebaliknya suhu terlalu tinggi ikan akan stress bahkan mati kekurangan oksigen, karena

beberapa pathogen berkembang baik pada kondisi tersebut.

4.3 Faktor Koreksi

Pada praktikum fisiologi hewan air materi respirasi terdapat beberapa faktor koreksi sebagai

berikut:

1. Heater aquarium yang kurang baik sehingga suhu tertinggi yang diperlukan memerlukan

waktu yang lama.


2. Terjadi kesalahan pada saat perhitungan sehingga hasil yang didapat tidak akurat.

3. Handtally counter yang kurang baik sehingga hasil tidak akurat.

4. Terdapat ukuran ikan yang berbeda-beda.

5. Pada saat pengambilan ikan nila (Oreochromis niloticus) terjadi kesalahan sehingga ikan

menjadi stress.

4.4 Manfaat di Bidang Perikanan

Manfaat di bidang perikanan adalah dengan mempelajari sistem respirasi dari organisme air,

maka kita dapat mengetahui dan mensuplai oksigen (O2) yang tepat bagi kehidupan biota air,

misalnya di area pertambakan. Karena oksigen merupakan faktor pembatas, sehingga bila

ketersediaannya di dalam suatu perairan tidak mampu mencukupi kehidupan semua anggota

budidaya, maka segala aktifitas biota akan terhambat.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum fisiologi hewan air materi respirasi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Respirasi yaitu proses pengoksidasian metabolit oleh organisme saat ada oksigen untuk

menangkap energi yang dikandung dalam ikatan-ikatan metabolit.

Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan makanan dengan menggunakan oksigen

sehingga diperoleh energi dan CO2.

Jenis-jenis respirasi adalah respirasi aerob dan respirasi anaerob.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah suhu, kadar CO2 di dalam udara,

ukuran tubuh, umur, aktifitas ikan, dan jenis kelamin.

Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan

aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan.

Oksigen dalam air tambak dihasilkan melalui proses difusi dari udara yang mengandung

20,95%.

Biasanya oksigen masuk dalam air melalui difusi langsung dari udara, aliran-aliran air

yang masuk, hujan yang jatuh, dan proses asimilasi tumbuh-tumbuhan hijau.

Oksigen terlarut (DO) dibutuhkan oleh semua jenis jasad hidup untuk pernafasan, proses

metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi yang berguna untuk

pertumbuhan dan pembiakan.

Transfer oksigen dari lingkungan ke sel dapat dilihat dari beberapa langkah, yaitu celah

insang, difusi melewati paru-paru, transfer oksigen melalui darah, dan melalui difusi jaringan.

DO dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air, kehidupan air dapat bertahan

jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg.

Mekanisme pernafasan pada ikan diatur oleh mulut dan tutup insang.

Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan respirasi.

Pada 0oC respirasi sangatlah sedikit, sedangkan pada suhu 30oC 40oC sangat giat.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan

volatulasi.
Konsentrasi gas pada zat cair akan berkurang dengan meningkatnya suhu.

Beberapa ikan laut membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan gerakan majunya

untuk mengalirkan air melalui insang.

Jumlah rata-rata bukaan mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) dari kelompok 1 sampai

10 secara berturut-turut adalah 316,8; 339,6; 379; 264,2; 519,6; 337,6; 334,5; 328,4; 243; dan

369,8.

DO awal dan DO akhir dari kelompok 1 sampai 10 secara berturut-turut adalah 3,1 dan

2,2; 0,2 dan 0,9; 3,1 dan 2,6; 3,4 dan 2,6; 3,2 dan 2,3; 3,4 dan 2,9; 4,2 dan 3,1; 0,7 dan 2,5;

4,0 dan 1,1; serta 2,7 dan 2,2. Hal ini dikarenakan bahwa faktor DO yang rendah akan

mempengaruhi banyaknya bukaan mulut dalam hal respirasi.

5.2 Saran

Diharapkan pada praktikum selanjutnya para praktikan bias lebih memperhatikan bagaimana

cara mengamati bukaan mulut ikan pada saat pengamatan atau perhitungan laju respirasi

supaya data hasil pengamatan bernilai akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, D, D. A. Setiawibowo dan Y. Triwijiwati. 2009. Respirasi (Tingkat Konsumsi

Oksigen) dan Ketahanan Ikan di luar Media Air. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal.pdf.

Diakses pada tanggal 16 Maret 2011 pukul 10.00 WIB.


Arrignon and Jacques. 1999. Management of Freshwater Fisheries Science. Publishers, INC :

USA.

Effendi dan Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Yogyakarta.

Giese. 1968. Cell Physiology. Standford University : Philadelphia.

Imam, A. 2010. Proses Respirasi dan Termoregulasi. http://imamabror.wordpress.com/.

Diakses pada tanggal 21 Maret 2011 pukul 09.00 WIB.

Izzati, M. 2005. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan Tambak Setelah

Penambahan Rumput Laut (Sargassum plagyophyllum) dan Ekstraknya. Perubahan

Konsentrasi Oksigen Terlarut. UNDIP : Semarang.

Kordi, M. G. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rinneka Cipta : Jakarta.

Kordi, G. 2008. Budidaya Perairan. PT Cipta Adityo Bakti : Bandung.

Ratningsih. 2008. Uji Toksisitas Molase Terhadap Respirasi Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

Jurusan Biologi. FMIPA Universitas Padjajaran Jatinangor KM21, Sumedang.

Rida. 2008. Respirasi. http://sweefir.is.multiply.com/journal. Diakses pada tanggal 21 Maret

2011 pukul 09.00 WIB.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BUD) sebagai salah

satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseano, volume XXX.

Suryani. 2010. Sistem Pernafasan pada Pisces.

http://www.blogger.com/profile/14802441606210946033.

Sutimin. 2008. Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut pada Ekosistem Perairan

Danau. UNDIP : Semarang.

Triastuti, J., L. Sulmartiwi dan Y. Dhamayanti. 2009. Ichtyologi. Fakultas Perikanan dan

Kelautan Universitas Airlangga : Surabaya.

Villee, Claude A., Warren F., Walker, Jr. Robert, and D. Barnes. 1984. Zoologi Umum.

Erlangga : Jakarta.
Weichert and K. Charles . 1959. Elements of Chordate Anatomy. Mc Grow Hill : New York.

Anda mungkin juga menyukai