Anda di halaman 1dari 11

REFLEKS SPINAL PADA KATAK

Oleh :
Nama : Iim Khalima Tussyadiyah
NIM : B1A016029
Rombongan : II
Kelompok : 2
Asisten : Risa Umami

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Gerak refleks merupakan respon sel saraf motorik, sensorik, inteneuron,


efektor, dan organ-organ sensor secara cepat dalam wakru bersamaan. Gerak
refleks berada di dalam jalur saraf tepi di bawah kendali sistem saraf somatik
yang bekerja dalam kondisi tidak sadar, jalur penghantaran impuls pada gerak
feflek dipersingkat sehingga tidak perlu ada regulasi dari sistem saraf di ota
(Djuanda, 1982).
Medulla spinalis (sumsum tulang belakang) terdapat di dalam ruas-ruas
tulang belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang.
Vertebrae berfungsi sumsum tulang belakang dari kerusakan. Sumsum tulang
belakang terdiri dari materi kelabu dan materi putih. Serabut saraf spinal pada
sumsum tulang belakang terdiri atas sel-sel saraf sensori dan sel-sel saraf motor.
Saraf spinal yang memasuki atau meninggalkan sumsum tulang belakang terbagi
menjadi dua cabang. Sel-sel saraf sensori masuk ke sumsum tulang belakang
melaui akar dorsal, sedangkan sel-sel saraf motor meninggalkan sumsum tulang
melalui akar ventral. Medulla spinalis berhubungan dengan gerak refleks
struktur tubuh di bawah leher, menghantarkan rangsang sensori dari reseptor dan
membawa rangsang motor dari otak ke efektor (Pujiyanto, 2008).
Sistem saraf Amphibi tersusun oleh otak yang terbagi atas lima bagian
dan cerebellum yang merupakan bagian terkecil. Ada 10 saraf kranial. Tiga saraf
pertama membentuk pleksus brakeal. Saraf ke-7, ke-8, dan ke-9 membentuk
pleksus iskiadikus. Mata dengan kelopak mata atas dan kelopak mata bawah,
dan ada lagi kelopak mata yang ketiga yang transparan (membran niktitans).
Mata digerakkan oleh 6 otot, yaitu otot-otot superior, inferior, rektus internal,
rektus eksternal, oblikus interior, dan oblikus superior. Telinga dengan organ
pendengar dan keseimbangan yang berupa 3 saluran semisirkular, yaitu vertikal
anterior, vertikal posterior, dan horizontal. Membran timpani (dalam telinga
tengah, tetapi tidak ada telinga luar), membawa impuls-impuls ke kolumella
(tulang tipis dalam telinga tengah yang memancarkan impuls-impuls melalui
stapes ke koklea) (Gordon, 1972).
1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks


spinal pada katak.
I. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah katak sawah


(Fejervarya cancrivora) dan larutan H2SO4.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah baki preparat, pinset,
jarum.

B. Cara Kerja

1. Otak katak dirusak dengan menggunakan jarum preparat.


2. Refleks katak diamati seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan
belakang kemudian dicelupkan kakinya kedalam larutan H2SO4 1%.
3. Bagian medulla spinalis dirusak dari mulai ¼, ½, ¾, dan semua bagiannya lalu
amati kembali refleks yang terjadi pada katak.
4. Hasil percobaan dicatat.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil

Tabel 3.1.1 Tabel Pengamatan Refleksi Spinal

Perusak Pembalikkann Penarikan Penarikan Pencelupan


kaki depan kaki H2SO4
belakang
Otak
+++ + +++ +++

¼ medulla
spinalis +++ ++ ++ ++

½ medulla
spinalis - - - +

¾ medulla
spinalis - - - -

Total medulla
spinal - - - -

Keterangan:
(+++) sangat cepat
(++) cepat
(+) lambat
(.) tidak ada respon

b. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum terlihat bahwa pada perusakan otak, katak
masih menunjukan respon pembalikkan tubuh sangat cepat, penarikan kaki depan
masih sangat cepat, penarikan kaki belakang sangat cepat serta pencelupan kaki
belakang ke dalam larutan H2SO4 1% pun masih sangat cepat. Perusakan ¼
bagian medulla spinalis, menunjukan katak memberikan respon terhadap
pembalikkan tubuh dengan sangat cepat, penarikan kaki depan sedang, respon
pada penarikan kaki belakang juga sama seperti penarikan kaki depan dan
perlakuan pencelupan kaki belakang ke dalam larutan H2SO4 1% dengan respon
lambat. Perusakan ½ medulla spinal pembalikan badan, penarikan kaki depan dan
belakang sudah tidak ada respon akan tetapi dimasukan ke dalam H2SO4 itu
masih ada respon walaupun sangat lambat. Percobaan yang terakhir katak sudak
tidak menunjukan respon lagi. Total pada bagian medulla spinalis, menunjukan
katak memberikan respon terhadap pembalikkan tubuh dengan lambat,
penarikan kaki depan tidak ada respon, respon pada penarikan kaki belakang
lambat dan perlakuan pencelupan kaki belakang ke dalam larutan H2SO4 1%
tidak ada respon.Keseimbangan tubuh katak terlihat semakin kacau, gerakannya
tidak terarah dan tidak dapat lagi melompat ketika bagian medulla spinalis yang
dirusak semakin besar. Sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks,
sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka
semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks
pembalikkan tubuh, penarikkan kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan
ke dalam larutan H2SO4 makin melemah seiring dengan tingkat perusakan
(Pearce, 1989).
Menurut Ville et al. (1988) penarikan lebih kuat pada kaki akan
menyebabkan refleks menjalar ke kaki sebelah dan mungkin juga kaki depan.
Gerak refleks juga terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan
asam sulfat, gerak tersebut disebut reflek melarikan diri.Respon menarik kaki
setelah dicelupkan ke dalam larutan H2SO4 melibatkan sejumlah otot yang
bekerja secara terpadu dan merupakan suatu refleks murni.
Sistem saraf dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat tersusun atas otak dan sumsum tulang
belakang.Fungsi sistem saraf pusat adalah menerima informasi dari semua bagian
tubuh, menganalisis dan menyimpan informasi serta mengirimkan perintah
berdasarkan informasi yang diterimanya itu.Sistem saraf tepi tersusun atas serabut-
serabut saraf yang membawa informasi dari semua bagian tubuh ke sistem saraf
pusat dan dari sistem saraf pusat ke berbagai bagian tubuh (Johnson, 1984).
Sistem saraf motorik secara garis besar dibagi atas sistem otonom dan
somatik.Sistem saraf otonom sesuai dengan namanya bersifat otonom (independen)
dimana aktifitasnya tidak dibawah kontrol kesadaran secara langsung.Sistem saraf
otonom (SSO) terutama berfungsi dalam pengaturan fungsi organ dalam seperti
curah jatung, aliran darah ke berbagai organ, sekresi dan motilitas gastrointestinal,
kelenjar keringat dan temperatur tubuh.Aktifasi SSO secara prinsip terjadi dipusat di
hipothalamus, batang otak dan spinalis. Impuls akan diteruskan melalui sistem
simpatis dan parasimpatis (Indra, 2012).Sistem saraf perifer terdiri dari saraf motorik
dan sensorik dengan selnya berada di sumsum tulang belakang dan ekstensi
sitoplasma yang panjang disebut akson, yang menghantarkan sinyal dengan organ
target yang jauh. Akson dikelompokkan bersama sebagai satu ikatan sensorik disebut
fasikula.Akson dikelilingi oleh lapisan jaringan ikat, endoneurium, dan fasikula
dipisahkan oleh perineurium (Grinsell & Keating, 2014).
Refleks merupakan suatu respon organ efektor (otot ataupun kelenjar) yang
bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus tertentu. Gerak refleks
merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan proses terjadinya lebih
cepat daripada gerak biasa karena jalan yang ditempuh oleh rangsang lebih pendek
dari gerak biasa. Gerak refleks adalah gerak yang terjadi tanpa dipengaruhi kehendak
dari otak.Jalan pintas yang ditempuh oleh gerak refleks itu dinamakan busur
refleks.Busur refleks hanya melalui sumsum tulang belakang tanpa melalui otak.
Rangsang yang dibawa reseptor dibawa ke saraf sensori, kemudian rangsang
diteruskan ke saraf konektor yang ada di sumsum tulang belakang, kemudian dibawa
ke saraf motor untuk disampaikan ke konektor. Refleks yang divariasi telah ada sejak
lahir, sedangkan refleks bersyarat diperoleh kemudian sebagai hasil dari pengalaman
(Pujiyanto, 2008).
Refleks pada amphibia merupakan konsep dari suatu ritme yang melekat
dalam sistem syaraf pusat yang telah ditentukan selama perkembangan. Katak yang
telah pulih dari shock spinal (akibat dari operasi pemutusan) akan menarik sebuah
kakinya apabila diberi stimulasi. Apabila kaki yang terstimulasi itu dicegah agar
tidak melengkung, kaki satunya akan bereaksi melengkung. Sumsum tulang belakang
sebagai syaraf perifer mengandung tali spinal sehingga menimbulkan sinap yang
dibawa neuron yang selanjutnya menyebabkan gerak reflex (Hausworth, 1981).
Diagram mekanisme refleks adalah Stimulus :Reseptor
NeuronafferentMengalami integrasi Neuron efferent Efektor
asadaRespon. Stimulus yang datang akan diterima reseptor yang kemudian
disalurkan pada bagian neuron sensori. Neuron sensori menyalurkan informasi dari
ujung reseptor yang kemudian dibawa ke neuron motorik yang sebelumnya
mengalami integrasi yang dihubungkan oleh sinapsis.Neuron motorik kemudian
menyalurkan informasi ke efektor dan menghasilkan suatu respon (Seow, 2000).
Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf
yang keluar dari otak dan saraf sum-sum tulang belakang yaitu saraf-saraf yang
keluar dari sum-sum tulang belakang (Kowalskiet al., 2007).Sistem saraf terdiri dari
saraf afferen dan eferen.Saraf aferen (sensorik) berfungsi menyalurkan informasi
yang berasal daro organ reseptor. Mekanisme penghantaran informasi antara reseptor
dengan sistem saraf pusat terjadi melalui proses penghantaran impuls dengan kode
irama dan frekuensi tertentu. Saraf eferen (motorik) terdiri dari dua bagian yaitu
somatik dan autonom.Saraf motorik membawa impuls dari pusat ke otot rangka
sebagai organ efektor. Melalui proses komunikasi secara biolistrik di saraf dan
proses komunikasi melalui neurotransmitter di hubungan saraf otot, dapat terbangkit
kontraksi otot. Baik kekuatan maupun jenis kontraksi otot rangka dapat dikendalikan
oleh sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi. Sistem saraf somatik turut
berperan dalam proses mengendalikan kinerja otot rangka yang diperlukan untuk
menyelenggarakan beragam sikap dan gerakan tubuh (Bevelander&Ramaky,
1988).Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi yang penting yaitu untuk
mengatur implus dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks.Dengan adanya sumsum
tulang belakang maka pasangan saraf spinal dan kranial menghubungkan tiap
reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon.(Gordon et al.,1972).
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal pada katak menurut Gordon
et al.,(1982) yaitu :
1. Kondisi sumsum tulang belakang dimana pengrusakan sumsum tulang belakang
dalam tingkat yang parah dapat menghilangkan refleks spinal.
2. Larutan kimia seperti H2SO4 yang dapat menimbulkan refleks spinal tertentu.
3. Obat-obatan keras yang dapat menurunkan kontrol otak terhadap pergerakan
sehingga gerakan dikendalikan oleh sumsum tulang belakang sebagai refleks spinal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal adalah harus ada
stimulus atau rangsang, khususnya rangsang dari luar seperti derivat dari
temperatur, kelembaban, sinar, tekanan, bahan/ zat kimia, dan
sebagainya.Beberapa rangsangan langsung bereaksi pada sel atau jaringan tetapi
kebanyakan hewan-hewan mempunyai reseptor yasng spesial untuk organ yang
mempunyai kepekaan.Somatosensori dimasukkan ke dalam urat spinal sampai
bagian dorsal pada refleks spinal. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
refleks spinal adalah masih berfungsinya sumsum tulang belakang. Adanya
refleks spinal dari katak berupa respon dengan menarik kaki depan atau
belakang saat perusakan sumsum tulang belakang disebabkan karena masih
terjadi inter koneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain (Seow,
2000).Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak
refleks.
Cidera pada tulang belakang memberikan pengaruh besar pada fisiologis,
morfologi, dan sifat histokimia dari otot-otot yang diinervasi di bawah tingkat
cidera (1, 3, 11, 20, 25,36,37,42,43,48). Lama waktu dari besarnya perubahan ini
merupakan potensi dasar bagi keberhasilan untuk mencegah atau membalikan
proses atrofi. Hewan yang memiliki bentuk transeksi pada medullaspinalis(38,
45) dan pada manusia setelah cidera tulang(3,25,27, 42), misalnya atrofi otot
hindlimb, keberhasilan ini terjadi pada waktu yang lama, selama beberapa
bulan.Tingkat atrofi melambat dan masih relatif stabil.Atrofi memiliki tingkat
perkembangan dan akibat yang bervariasi dalamotot yang berbeda.Beberapa
ototmenunjukkansedikit atau tidak adaatropiperubahan(35, 40) (Kowalskiet al.,
2007).

III. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Refleks spinal katak berupa respon penarikan kaki depan dan kaki belakang serta
pembalikkann tubuh.Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang merupakan
pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan medulla spinalis
maka semakin lemah respon yang diberikan.

DAFTAR REFERENSI
Bevelander,H&J.A. Ramaky.1988.Dasar-Dasar Histologi Edisi 8. Erlangga, Jakarta

Gordon,Malcolm. 1972. Animal Physiology and Adaptation. Mc Millan Publishing


Co.Inc,New York.
Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy & F. N. White.
1982. Animal Physiology : Principle and Adaptation, 4th Edition. MacMillan
Publishing Co INC, New York.

Grinsell, D and Keating C. P. 2014. Peripheral Nerve Reconstruction after Injury: A


Review of Clinical and Experimental Therapies. BioMed Research
International, 2014, pp. 1-14.
Hausworth,F.R.1981. Animal of Physiology Adaptation in Function.Addison Wesley
Publishing Company Inc. Massachussetts.

Indra, I. 2012. Aktivitas Otonom. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 12(3), pp. 180-
187.
Johnson, D. R. 1984. Biology an Introduction.The Benjamin Cummings Publishing
Co.Inc, New York.
Kowalski, K. E., Romaniuk, J. R., DiMarco, A. F. 2007. Changes in Expiratory
Muscle Function Following Spinal Cord. Journal Application Physiology102,
PP : 1422–1428.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007. Continence Issues in the Patient with Neurotrauma.
Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services ‘M’ Block,
Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma
(IJNT). 4(2), PP : 75-78.
Pearce, E. 1989.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Pujiyanto, S. 2008. Menjelajah Dunia Biologi. Solo: Platinum.

Seow, C. Y. 2000. Respon Arterial Smooth Muscle to Length Vertebrae. Journal


APPl Physial, Taiwan
Villee, C.A,W.F. Walker & R.D. Barnes. 1988. General Zoology. W.B. Saunders
Company, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai