Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP DENYUT JANTUNG

LARVA IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

Nama : Kastin Satya Alfanti


NIM : B0A018022
Rombongan :I
Kelompok :4
Asisten : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan gurami (Oshpronemus gouramy Lac.) merupakan ikan asli


Indonesia. Ikan ini merupakan salah satu komoditi perikanan air tawar yang
penting. Hal ini dapat dilihat dari permintaannya yang besar dan harganya
yang relatif tinggi dan merupakan salah satu sumber protein yang cukup
tinggi, oleh sebab itu tidak mengherankan apabila ikan gurami menjadi
salah satu komoditi unggulan disektor perikanan air tawar (Sunandar,
2005).
Pada ikan gurami diketahui pertumbuhan ikan jantan lebih cepat
dibandingkan ikan betina. Ikan jantan yang berumur 10-12 bulan dapat
mencapai berat rata-rata 250 gr/ekor, sedangkan betina hanya 200
gr/ekor. Ini berarti pertumbuhan gurami jantan 20% lebih cepat
dibandingkan gurami betina, sehingga dengan hanya memproduksi ikan
gurami jantan saja dapat meningkatkan produksi dari pembesaran ikan
gurami (Sunandar, 2005).
Menurut Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil
memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat daripada hewan dewasa
baik itu pada suhu atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik.
Hal ini disebabkan adanya kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil
tersebut. Menurut Pennak (1983) perubahan temperatur lingkungan akan
menyebabkan terjadinya perubahan reaksi kimia yang berlangsung dalam sel,
sehingga frekuensi rata-rata denyut jantung larva ikan gurami juga ikut
berubah. Pemenuhan kebutuhan oksigen yang lebih banyak dari biasanya,
menyebabkan kerja jantung lebih giat dalam memompa darah, sehingga
apabila suhu naik maka denyut jantung akan bertambah banyak tiap menitnya
dan jika suhu turun, akan menyebabkan lambatnya reaksi kimia dalam tubuh,
sehingga oksigen yang diperlukan lebih sedikit dan kerja jantung pun akan
berkurang (Djarijah, 1995).
Kenaikan suhu air dapat menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air
lainnya terganggu. Efek ini, bagaimanapun, cenderung sangat spesifik dengan
spesies dan dengan demikian dapat berdampak pada komunitas biologis yang
kompleks dengan cara yang sulit diprediksi (McBryan et al, 2013). Air
memiliki beberapa sifat termal yang unik sehingga perubahan suhu dalam air
berjalan lebih lambat daripada udara. Suhu kurang mudah berubah di dalam
air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama oleh
karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Pengukuran
frekuensi denyut jantung dan lamanya kontraksi jantung dapat dijadikan
acuan seberapa jauh larva ikan gurami mengalami adaptasi dalam
menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan pada lingkungannya
(Radiopoetro, 1977).
B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah mempelajari pengaruh temperatur


lingkungan dan zat kimia terhadap denyut jantung hewan percobaan (larva
ikan gurami).
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larva ikan
gurami (Osphronemus gouramy), es batu, air panas, dan alkohol 70%.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cavity slide,
termometer, pipet tetes, hand counter, mikroskop, baskom, dan beaker glass.
B. Cara Kerja

Praktikum kali ini dilakukan dengan cara :


1. Suhu air diukur (normal, panas, dingin).
2. Larva ikan gurami diambil.
3. Larva diletakan pada cavity slide
4. Larva ditetesi air panas/air dingin/alkohol 70%.
5. Diamati dibawah mikroskop.
6. Dihitung denyut jantung selama 1 menit (15’ x 4)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Pengaruh Lingkungan terhadap


Denyut Jantung Larva Ikan Gurame (Osphronemus gouramy).
Normal Panas Dingin Alkohol
Kelompo
Suh Dj/meni Suh Dj/meni Suh Dj/meni Konsentra Dj/meni
k
u t u t u t si t
26° 54°
1 C 152 C 176 6°C 144 70%  -
26° 49°
2 C 56  C 76 9°C 84 70% 40 
26° 58°
3 C 208 C 216 6°C 180 70% 136
26° 58°
4 C 84 C 28 9°C 64 70% 96

Hasil perhitungan berdasarkan data kelompok 4 rombongan 1:


1. Suhu normal = 26°C
Dj/menit = 21 x 4
= 84
2. Suhu air penas = 58°C
Dj/menit =7x4
= 28
3. Suhu air dingin = 6°C
Dj/menit = 16 x 4
= 64
4. Suhu alkohol = 70%
Dj/menit = 24 x 4
= 96
1

Gambar 3.1. Hasil Pengamatan Denyut Jantung larva ikan gurami


(Osphronemus gouramy)
Keterangan :
1. Jantung
B. Pembahasan

Berdasarkan data pengamatan kelompok 4, bahan uji yang digunakan


yaitu normal (kontrol), air dingin, air panas, dan alkohol. Fungsi bahan
dengan berbagai suhu yaitu untuk membedakan denyut jantung larva selama
1 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Storch at al. (2009) bahwa mereka
menentukan toleransi termal larva yaitu mengintegrasikan variabel dari
organisme (seluruh aktivitas hewan dan konsumsi oksigen dan massa tubuh)
ke fisiologis [kinerja jantung: denyut jantung (fH), volume stroke ( VS) dan
curah jantung (Q)] dan tingkat unsur [karbon (C) dan nitrogen (N)]. Hasil
jumlah detak jantung larva ikan gurami (Osphronemus gouramy) selama satu
menit pada suhu normal 27ºC adalah 208 kali. Jumlah detak jantung larva
tercatat menurun pada suhu dingin 9ºC detak jantung menurun yaitu 160 kali,
lalu meningkat pada suhu panas 54ºC yaitu 160 kali per menit, sedangkan
alkohol 70% menurun menjadi 100 kali/menit. Denyut jantung tertinggi
terjadi ketika ikan di pengaruhi oleh air panas dan air dingin. Hal ini tidak
sesuai dengan referensi yang mengatakan bahwa denyut jantung larva
meningkat cepat ketika ditetesi bahan alkohol (Affandi, 1992).
Mahluk hidup memerlukan suatu sistem transportasi untuk melakukan
pengangkutan dan penyebaran enzim, alat nutrisi, oksigen, karbondioksida,
garam-garam, antibodi (kekebalan) dan senyawa N dari tempat asal ke
seluruh bagian tubuh. Ikan mempunyai organ sirkulasi darah dalam tubuh
yang disebut jantung. Jantung merupakan pembesaran otot yang spesifik di
pembuluh darah atau suatu struktur maskular berongga yang
bentuknya  menyerupai kerucut dan diselimuti oleh kantung perikardial
(perikardium). Pada ikan jantung terletak di perikardial disebelah posterior
insang. Kontraksi otot jantung ikan yang ditimbulkan sebagai sarana
nengkonversi energi  kimiawi menjadi energi mekanik dalam bentuk dan
aliran darah.  Berdasarkan strukturnya, jantung pada organisme akuatik (ikan,
ampibia, reptil) mempunyai tiga kamar utama yang terdiri dari dua antrium
dan satu vertikel. Jantung ikan terdiri dari dua ruang yaitu atrium (auricle)
dan yang berdinding tipis, vertikel yang berdinding tebal dan serta terdapat
ruang tambahan yang disebut sinus venosus (Affandi, 1992).
Menurut Affandi (1992) bagian-bagian pada jantung ikan dari
belakang ke depan, yaitu: (1) Sinus Venosus, merupakan ruang tambahan
yang berdinding tipis, hampir tidak mengandung jaringan otot dinding.
Dinding kaudalnya bersatu dengan bagian depan dari septum transversum,
yang memisahkan rongga pericardial dari rongga pleuroperitoneal. Darah
venus dari seluruh tubuh, masuk ke sinus venous melalui sepasang doctus
cuvieri yang masuk di bagian lateral, dan sepasang sinus hepaticus yang
masuk pada dinding posterior dari sinus venosus. Vena coronaria yang datang
dari dinding otot jantung, juga masuk dari sinus veriosus selanjutnya darah
melalui lubang sinus atrial masuk ke dalam atrium. (2) Atrium, adalah ruang
tunggal yang dindingnya relatif tipis, terletak anterior dari sinus venosus.
Darah melalui lubang atrioventikular diteruskan ke rongga ventrikel. Lubang
ini dijaga oleh klep atau katup atrioventrikular, supaya aliran darah tidak
kembali ke rongga atrium. (3) Vertikel, adalah ruang berdinding tebal berotot,
menerima darah hanya dari atrium saja dan memompakan darah melalui aorta
ventral ke insang. Ruang ini dibentuk oleh dua lapisan otot yaitu lapisan otot
luar disebut kortikal dan lapisan otot dalam disebut spongi. Bagian ini
menerima darah dari atrium melalui atrioventricular. Ujung anterior dari
ventrikel tumbuh memanjang dan berdinding tebal, di dalamnya terdapat
suatu seri klep semilunar.
Menurut Soegiri (1988) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
fisiologi atau denyut jantung pada ikan, diantaranya adalah: (1) Faktor
kimiawi, yang meliputi ion adrenalin, karbondioksida serta pengaruh zat
kimia lain dimana semakin tinggi konsentrasi semakin naik frekuensi denyut
jantungnya. (2) Temperatur, dimana akan mempengaruhi denyut jantung,
dimana denyut jantung akan naik seiring dengan naiknya temperatur tubuh.
(3) Hewan kecil, mempunyai denyut jantung cepat daripada hewan besar.
Hewan yang berumur muda frekuensinya akan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan hewan yang berukuran tua. Hal tersebut karena ukuran tubuh hewan
muda lebih kecil dan pengaruh hambatan berkurang.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


pengaruh temperatur lingkungan lingkungan pada larva ikan gurami yang diberi
perlakuan air panas akan lebih tinggi atau cepat, sedangkan larva ikan gurami
yang diberi perlakuan air dingin/air es lebih rendah atau melambat. Penambahan
zat kimia dalam batas tertentu akan mempercepat kerja jantung pada larva ikan
gurami.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi., 1992. Ichtyologi suatu pedoman kerja laboratorium. Bogor: IPB.


Asmawi., 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Jakarta: Gramedia.
Djarijah, A.S., 1995. Pakan Alami Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
Djuhanda, K., 1981. Observation on the fishery and biology on the giant freshwater
prawn. Jakarta: Djambatan.
Donald, L. Neiffer., & M. Andrew, Stamper., 2009. Fish Sedation, Anesthesia,
Analgesia, and Euthanasia: Considerations, Methods, and Types of Drugs.
ILAR Journal. 50 (4), pp. 343-360.
Effendi, M. I., 2001. Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Pustaka Nusantara.
Graham, J. M., 1994. Some Efect’s of Temperatur and Oxygen on The Metabolism
and Activity of The Speckled Trout: Canadian Fournd of Research. New
York: Lambrige United State.
Graham, J. B., 1997. Air-Breathing Fishes: Evolution, Diversity, and Adaptation.
San Diego: Academic Press.
Ishimatsu A, Itazawa Y., 1993. Anatomy And Physiology Of The Cardiorespiratory
System In Air-Breathing Fish, Channa argus. In: Singh BR, ed. Advances in
Fish Research. Delhi: Narendra Publishing House. pp. 55-70.
McBryan, T. L., Anttila, K., Healy, T. M., & Schulte, P. M., 2013. Responses To
Temperature And Hypoxia As Interacting Stressors In Fish: Implications
For Adaptation To Environmental Change. Integrative and comparative
biology, 53(4), 648-659.
Nasir, M., 1992. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Jakarta: Depdikbud.
Pennak, R.W., 1983. Fresh Water Invertebrata. New York: The Ronal Company.
Radiopoetro., 1977. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Seeley, R. R., T. D. Stephens., P. Tate., 2003. Essentials of Anatomy and Physiology.
New York: Academic Press.
Soegiri., N. 1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Soeprijanto, Agoes., & W. Noviati., 2008. Pengaruh Perbedaan Temperatur pada
Perlakuan ThermalShock (TS) Terhadap Laju Pertumbuhan Benih Ikan Koi
(Cyprinus carpio). Jurnal Penelitian Perikanan. 2, pp. 192-197.
Storch, Daniela., Pedro, Santelices., Jessica, Barria1., Karla, Cabeza1., Hans-Otto,
Pörtner., & Miriam Fernández., 2009. Thermal Tolerance of Crustacean
Larvae (Zoea I) in Two Different Populations of The Kelp Crab Taliepus
dentatus (Milne-Edwards). The Journal of Experimental Biology. 212, pp.
1371-1376.
Sunandar., 2005. Identification of body. Yogyakarta : Gadjah Mada University.
Ville, C. A., 1988. General Zoology. London: Sounders Company.
Watterman, T. H., 1960. The Physiology of Crustaceae Volume I. New York:
Academic Press.
Wetzel, R. G., & G. E. Likens., 2000. Lymnological Analyses, Thirth Edition. New
York : Springer-Verlag.
Yuwono, E., 2008. Fisiologi Hewan I Edisi Kedua. Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman.
Zonneveld, N. Z., Hulsman., J. Boon., 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai