Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS FILTRASI GINJAL

Oleh :

Nama : Destia Hasanah


NIM : B1A017007
Rombongan : VII
Kelompok :3
Asisten : Ainani Priza Minhalina

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal memegang peranan penting dalam mengendalikan keseimbangan


dengan cara mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur keseimbangan
elektrolit, mengatur keseimbangan asam basa, turut mengatur tekanan darah, dan
sebagai eritrhopoetic system. Ginjal memiliki fungsi utama yaitu membersihkan
plasma darah dari zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh dengan suatu mekanisme
yaitu filtrasi, absorbsi, reabsorbsi, dan augmentasi (Guyton & Hall, 1996). Menurut
Kusnandar (2006), ginjal berperan penting sebagai organ pengatur keseimbangan
tubuh dan organ pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta bersifat toksik. Fungsi
ginjal akan menurun seiring dengan semakin tuanya seseorang dan juga karena
adanya penyakit.
Ginjal menghasilkan urin yang merupakan jalur utama pengeluaran zat-zat
toksik. Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik karena ginjal
mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasikan zat-zat toksik pada
filtrat glomerulus dan membawanya melalui sel tubulus, serta mengaktifkan toksikan
tertentu. Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: filtrasi, reabsorbsi, dan
sekresi. Apabila fungsi organ ginjal ini terganggu, maka akan mengakibatkan gagal
ginjal (Hasnisa et al., 2014).
Kemunduran fungsi ginjal tersebut dapat bersifat akut maupun kronis.
Kelainan yang berat dapat diketahui dengan mudah tetapi kelainan yang ringan sukar
dideteksi. Pemeriksaan fisik saja sering sukar untuk menentukan adanya dan
beratnya gangguan fungsi ginjal. Kelainan dapat mengenai seluruh atau sebagian
fungsi ginjal, karena itu dilakukan analisis filtrasi ginjal untuk mengetahui kesehatan
fungsi ginjal (Kusnandar, 2006).

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum Analisis Filtrasi Ginjal adalah untuk menganalisis
senyawa yang dapat melewati filter sebagai gambaran fungsi filtrasi ginjal mamalia.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan biuret,
larutan benedict, larutan lugols, larutan protein 1%, larutan glukosa 1%, larutan amilum
1% dan akuades.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung reaksi, syringe,
labu Erlenmeyer, dan corong

B. Cara Kerja
1. Sebanyak 1 mL larutan uji (protein, glukosa, amilum dan akuades) ditambahkan
ke dalam empat tabung reaksi yang telah disiapkan.
2. Tabung reaksi diberi label sesuai dengan isi larutan uji.
3. Sebanyak 1 mL larutan biuret ditambahkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan
protein, diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.
4. Sebanyak1 mL larutan benedict ditambahkan ke dalam tabung berisi glukosa.
Tabung ditempatkan dalam air mendidih (1000C) selama 4-5 menit lalu
dikocok,diamati perubahan yang terjadi.
5. Ditambahkan 1 tetes larutan lugols ke dalam tabung reaksi berisi amilum,
diamati perubahan yang terjadi.
6. Ditambahkan 1 mL larutan biuret ke dalam tabung reaksi berisi akuades, diamati
perubahan yang terjadi.
7. Keempat tabung digunakan sebagai tabung kontrol.
8. Disiapkan empat tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1 mL larutan
biuret, 1 mL larutan benedict, 2 tetes larutan lugol, dan 1 mL larutan biuret.
9. Kertas filter sartorius ditempatkan diatas corong, kemudian ditempatkan di atas
masing-masing tabung reaksi.
10. Masing-masing larutan uji ditambahkan ke dalam tabung sesuai reagennya
dengan cara dilewatkan melalui kertas filter.
11. Untuk tabung larutan benedict, setelah ditambahkan glukosa 1% dipanaskan
selama 4-5 menit.
12. Diamati keempat tabung tersebut dan dibandingkan warnanya dengan tabung
kontrol
13. Dicatat dan didokumentasikan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Data Uji Filtrasi Ginjal Menggunakan Kertas Saring


Intensitas warna (Sebelum Intensitas warna (Sesudah
Larutan
Filtrasi) Filtrasi)
Protein + ++
Glukosa ++ ++
Amilum + ++
Akuades ++ +

Keterangan:
- : Tidak berubah
+ : Perubahan warna sedikit
++ : perubahan warna medium
+++ : Perubahan warna tinggi

Gambar 3.1 Perubahan warna


amilum Gambar 3.2 Perubahan warna protein

Gamber 3.3 Perubahan warna akuades Gambar 3.4 Perubahan warna glukosa
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum dari kelompok kami, didapatkan bahwa warna


larutan protein sebelum difiltrasi intensitesnya lemah (+) dan sesudah filtrasi
intensitasnya jadi medium (++), sementara intensitas warna larutan glukosa
sebelum difiltrasi adalah medium (++) dan sesudah difiltrasi intensitas warnanya
tetap medium atau sedang (++). Intensitas warna amilum sebelum filtrasi adalah
lemah (+), sedangkan setelah difiltrasi menjadi medium (++). Intensitas warna
larutan akuades yang awalnya sedang (++), menjadi lemah (+) setelah difiltrasi.
Hasil praktikum amilum, protein, dan glukosa tidak sesuai dengan pustaka.
Menurut Montgomery (1993), setelah difiltrasi larutan amilum, protein, dan
glukosa intensitas warnanya berubah menjadi lemah. Hal ini dikarenakan molekul
amilum, glukosa dan protein merupakan senyawa yang memiliki berat molekul
cukup besar, sehingga beberapa molekul terperangkap pada kertas saring.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh,
keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh
(Suardi et al, 2016). Ginjal mammalia berbentuk seperti biji kacang merah.
Panjangnya sekitar 10 cm, beratnya kurang lebih 170 gram, dan terletak di dalam
rongga perut. Ginjal berjumlah 2 buah dan berwarna merah keunguan. Bagian kiri
ginjal letaknya lebih tinggi daripada ginjal bagian kanan (Djuanda, 1980).
Menurut Dahelmi (1991), setiap bagian dari ginjal memiliki fungsinya
masing-masing. Ginjal dalam melakukan fungsinya memiliki beberapa mekanisme
sebelum benar-benar menghasilkan urin sesungguhnya. Mekanisme pembentukan
urin terdiri dari 3 tahapan, yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan
kembali), dan augmentasi. Darah yang banyak mengandung zat sisa metabolisme
masuk kedalam ginjal melalui pembuluh arteri ginjal (arterirenalis). Cairan tubuh
keluar dari pembuluh arteri dan masuk ke dalam badan malpighi. Membran
glomerulus dan kapsul Bowman bersifat permeable terhadap air dan zat terlarut
berukuran kecil sehingga dapat menyaring molekul-molekul besar. Hasil saringan
(filtrat) dari glomerulus dan kapsul Bowman disebut filtrat glomerulus atau urin
primer. Air, glukosa, asam amino, dan garam mineral masih terdapat pada urin
primer. Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal. Hampir semua gula,
vitamin, asam amino, ion, dan air diserap kembali. Terjadi proses transport aktrif
molekul-molekul dari darah ke tubulus distal. Zat-zat yang masih berguna
dimasukkan kembali ke dalam pembuluh darah yang terdapat di sekitar tubulus.
Augmentasi terjadi pada tubulus kontortus distal, beberapa zat sisa seperti asam
urat, ion hidrogen, amonia, kreatin, dan beberapa obat ditambahkan ke dalam urin
sekunder sehingga tubuh terbebas dari zat-zat berbahaya. Urin sekunder yang telah
ditambahkan dengan berbagai zat tersebut disebut urin sesungguhnya, kemudian
disalurkan melalui tubulus kolektivus ke rongga ginjal. Urin menuju ke kantung
kemih melalui saluran ginjal (ureter). Jika kandung kemih penuh dengan urin,
dinding kantong kemih akan tertekan. Dinding otot kantong kemih meregang
sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Selanjutnya, urin keluar melalui saluran
kencing (uretra).
Menurut Montgomery (1993), uji benedict adalah uji kimia untuk
mengetahui kandungan gula pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis
monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Uji benedict
menggunakan larutan fehling ataupun benedict yang berfungsi memeriksa
kehadiran gula pereduksi dalam suatu cairan. Larutan benedict yang mengandung
tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehida dengan
membentuk kuprooksida yang berwarna hijau, kuning atau merah. Fehling yang
terdiri dari campuran CuSO4 dan asam tartat dan basa, akan direduksi gula
pereduksi sehingga Cu akan menjadi Cu2O yang berwarna merah bata. Uji benedict
dapat dilakukan pada urin, untuk mengetahui kandungan glukosa. Urin yang
mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes.
Reaksi pada uji benedict yaitu:
Gula + 2Cu2+ + 5OH−→ karboksilat + Cu2O + H2O
Uji Biuret berlaku untuk senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih dari
satu. Semakin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk
semakin jelas dan warna semakin tua (Indrawan et al., 2016). Menurut
Montgomery (1993), protein merupakan senyawa majemuk yang dapat dirombak
menjadi molekul-molekul kecil yang disebut asam amino. Protein dapat diketahui
dengan metode biuret. Prinsip dari metode ini adalah ikatan peptida dapat
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri
dalam suasana basa. Metode biuret ini dapat dilakukan pada urin, untuk mengetahui
kandungan protein. Menurut Dahelmi (1991), Reaksi biuret terdiri dari campuran
protein dengan sodium hidroksida dan tembaga sulfat. Warna violet adalah hasil
dari reaksi ini. Reaksi ini positif untuk dua atau lebih ikatan peptida.
Reaksi uji biuret protein yaitu:
Protein + Cu2+ + OH−→ kompleks biuret keunguan + H2O
Menurut Poedjadi (1994), amilum (Pati) tersusun dari dua macam
karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa tersusun dari molekul-molekul
α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4) membentuk rantai linier. Sedangkan,
amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa α-(1-4) yang saling terikat membentuk
cabang dengan ikatan glikosida α-(1-6). Kandungan amilum pada sampel dapat
diidentifikasi menggunakan beberapa pereaksi. Pereaksi tersebut salah satunya
adalah larutan iodium. Iodium memberikan warna kompleks dengan polisakarida.
Tepung memberikan warna biru pada iodium, glikogen dan tepung yang sudah
dihidrolisis sebagian (eritrodekstrin) memberikan warna merah sampai coklat
dengan iodium.
Reaksi uji amilum menggunakan iodin :
Amilum + Iodine → Kompleksitas Amilum-Iodine
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan urin
diantaranya Hormon anti-diuretik (ADH), zat diuretik, suhu, dan jumlah air atau
cairan tubuh. ADH dihasilkan kelenjar hipofisis yang mengatur jumlah cairan dan
volume urin akhir pada tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivusdengan
mengatur reabsorpsi dan permeabilitas tubulus. Konsumsi zat diuretik (misalnya
teh) menghambat reabsorpsi air dan menyebabkan volume urin bertambah. Ketika
suhu panas, respirasi sel meningkat dan cairan tubuh keluar melalui keringat
(dehidrasi), sehingga volume urin berkurang. Ketika suhu lingkungan dingin,
respirasi sel menurun dan cairan tetap disimpan dalam tubuh (kelebihan air),
sehingga volume urin bertambah. Warna urin disebabkan oleh adanya urobilin,
namun kepekatannya diatur volume urin, semakin banyak cairan yang dikonsumsi
oleh tubuh akan semakin banyak urin yang dikeluarkan (Sherwood, 2001).
Suatu senyawa apabila tidak tersaring secara sempurna, maka akan timbul
kelainan pada ginjal. Macam-macam penyakit atau kelainan pada ginjal yang
melibatkan proses filtrasi adalah sebagai Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progesif dan lambat biasanya berlangsung selama
beberapa tahun. Penyakit ini disebabkan karena hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh. Gagal ginjal akut berakibat
pada berkurangnya volume urin, kadar zat-zat bernitrogen, potassium, sulfat, dan
fosfat diatas normal dalam darah, dan rendahnya kadar sodium, kalsium, dan
karbon dioksida darah yang juga jauh dibawah normal. Tersumbatnya arteri ginjal,
penyakit liver dan saluran kencing dapat mengakibatkan gagal ginjal akut, pada
situasi yang jarang terjadi, gagal ginjal dapat terjadi tanpa gejala awal. Perjalanan
penyakit ginjal stadium ahir di anggap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan
hingga 30-40 tahun (Ibrahim et al., 2017). Diabetes Melitus/kencing manis,
merupakan suatu kelainan dimana urin pendertia terdapat glukosa karena
berkurangnya konsentrasi hormon insulin dalam darah. Menurunnya hormon
insulin menyebabkan reabsorpsi pada tubulus kontortus distal terganggu dan
perombakkan glukosa menjadi glikogen juga terganggu. Penyakit ginjal
berkembang di sekitar 35% pasien dengan diabetes tipe 2 dan dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas. Intensif strategi penurun glukosa telah terbukti mengurangi
penanda pengganti dari komplikasi ginjal dan dengan demikian, meskipun
dioptimalkan kontrol glukosa dan penggunaan agen tunggal blokade sistem renin-
angiotensin-aldosteron. Pasien dengan diabetes tipe 2 tetap pada peningkatan risiko
kematian dan komplikasi dari penyebab kardiorenal.9,10 (Wanner et al., 2016).
Diabetes Insipidus, merupakan suatu penyakit dimana kalenjar hipofisis tidak bisa
atau gagal mensekresikan hormon ADH. Penderita penyakit ini lebih banyak
mengeluarkan urin, umumnya urin orang normal berjumlah 4-6 liter setiap hari
namun untuk penderita bisa mencapai 12-15 liter setiap hari, tergantung jumlah air
yang diminum. Penyakit ini diimbangi dengan rasa haus dan makan makanan yang
mengandung garam. Penyakit ini umunya terjadi karena tumor pada hipotalamaus
yang mengatur sekresi hormon ADH (Anshori, 1988). Gejala-gejala diabetes
insipidus mirip dengan yang ada di beberapa gangguan lain yang disebabkan oleh
kelainan yang berbeda secara mendasar. Oleh karena itu, diagnosis harus
didasarkan pada pengukuran volume 24 jam, osmolaritas dan glukosa yang
dikumpulkan saat pasien makan dan minum secara normal dan tidak minum obat
yang dapat mengganggu atau menyebabkan diuresis air. Pada orang dewasa atau
anak di atas 2 tahun, volume lebih dari 40 mL/kg berat badan, osmolaritas kurang
dari 300 mos/L dan tes negatif untuk glukosa adalah diagnostik Diabetes Insipidus.
Bayi atau anak di bawah usia 2 tahun, batas atas normal untuk volume urin sedikit
lebih tinggi karena kandungan air yang lebih besar dari makanan mereka
(Robertson et al, 2016). Renal Calculus, Plural Renal Calculi atau batu ginjal
disebabkan terkumpulnya mineral dan benda organik yang terbentuk dalam ginjal.
Ada batu yang menjadi demikian besar yang melumpuhkan fungsi ginjal. Urin
mengandung banyak garam dalam bentuk larutan dan jika konsentrasi garam
mineral menjadi berlebih, kelebihan garam ini mengendap menjadi partikel padat
disebut batu ginjal. Batu ginjal diklasifikasikan sebagai primer jika batu tersebut
terbentuk tanpa ada sebab yang jelas seperti infeksi atau penyumbatan. Berkembang
secara sekunder jika setelah adanya infeksi ginjal atau kelainan (Kartolo, 1990).
Albuminuria, merupakan suatu keadaan albumin dan protein lain ada didalam urin
karena tidak berfungsinya alat filtrasi pada ginjal, sehingga protein dapat lolos pada
proses filtrasi. Kerusakan tersebut bisa terjadi karena terdapat luka di glomerulus,
iritasi akibat logam berat, dan bakteri. Cara mencegah albuminuria adalah dengan
mengkonsumsi makanan dengan jumlah zat gizi seimbang dan minum air 8 gelas
setiap hari. Cara mengobati albuminuria adalah dengan melakukan cangkok ginjal
(Anshori, 1988). Nefritis, merupakam penyakit pada ginjal yang ditandai dengan
adanya kerusakan glomerulus ginjal akibat reaksi alergi terhadap racun yang
dikeluarkan bakteri Streptococcus. Ketika glomerulus rusak, glomerulus tidak dapat
bekerja sebagaimana mestinya. Sehingga molekul besar seperti protein dapat masuk
ke dalam urin atau glomerulus sama sekali tidak dapat meloloskan sesuatu sehingga
dapat menyebabkan pembengkakan pada kaki akibat penimbunan urea. Penyakit ini
dapat diatasi dengan melakukan cangkok ginjal dan cuci darah sampai
mendapatkan donor ginjal (Anshori, 1988).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa


larutan yang dapat melewati filter ginjal atau dapat difiltrasi adalah akuades, sedangkan
larutan yang tidak melewati filter ginjal adalah amilum, protein dan glukosa.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori. 1988. Biologi Jilid I. Bandung: Geneca Exat.


Dahelmi. 1991. Fisiologi Hewan. Padang: Universitas Andalas.

Djuanda, T., 1980. Pengantar Anatomi Perbandingan Vertebrata.Bandung: Armico.

Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1996. Textbook of Medical Physiology 11th


Edition.Philadelphia: Elsevier.

Hasnia, Unggul, P., Juswono & Arinto Y. P. W., 2014. Pengaruh Paparan Asap
Kendaraan Bermotor terhadap Gambaran Histologi Organ Ginjal Mencit (Mus
Musculus).  Brawijaya Physics Student Journal. 7(1). pp. 1-4.

Ibrahim, I., Isti S., & Elza I., 2017. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum dan
Kreatinin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Sedang Menjalani Hemodialisa
di Unit Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Nutrisia,
19(1), pp. 1-6.

Indrawan, M. R., Agustina, R. & Rijai, L., 2016. Ekstraksi Gelatin dari Kaki Ayam
Broiler Melalui Berbagai Larutan Asam dan Basa Dengan Variasi Lama
Perendaman. Journal Of Tropical Pharmacy And Chemistry, 3(4), 313-321. 

Kartolo, W., 1990. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Erlangga.

Kusnandar, S., 2006. Uji Faal Ginjal, Bersihan, dan Laju Filtrasi Glomerulus. Jakarta:
Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Montgomery. 1993. Biokimia Jilid I. Yogyakarta: UGM Press.

Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Robertson, G. L., 2016. Diabetes insipidus: Differential diagnosis and management.


Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism, 30(2), pp.
205–218.

Sherwood L., 2001. Fisiologi Manusia daru Sel ke Sistem .Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Suardi, M., Marissa, S. & Raveinal. 2016. Kesesuaian Dosis Vankomisin pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Stadium 3 dan 4 di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang. Jurnal Sains Farmasi & Klinis , 3(1), pp. 64-71.

Wanner C., M.D., Silvio E. I., M.D., John M. L., Sc.D., David F., M.D., M. von
Eynatten, M.D., Michaela M., Dipl. Biomath., O. Erik Johansen, M.D., Ph.D.,
Hans J. Woerle, M.D., Uli C. Broedl, M.D., & Bernard Z., M.D., 2016.
Empagliflozin and Progression of Kidney Disease in Type 2 Diabetes. The New
England Journal of Medicine. 375(4): 323-334.

Anda mungkin juga menyukai