Anda di halaman 1dari 13

PENGUKURAN AKTIVITAS PEPSIN-LIKE PADA HEWAN

Oleh:
Nama : Dyah Nita Novira
NIM : B1A017030
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Nisa Baiti

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI NUTRISI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan
sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator
adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi, substansi tersebut
tidak berubah. Enzim mempunyai ciri dimana kerjanya dipengaruhi oleh lingkungan.
Salah satu enzim yang memiliki peranan penting bagi makhluk hidup yaitu enzim
pepsin. (Gaman & Sherrington, 1994).
Cara kerja enzim sebagai biokatalisator dilakukan melalui percepatan reaksi
dengan cara menurunkan energi yang diperlukan untuk berlangsungnya reaksi kimia
di dalam sel hidup. Zat yang akan dikatalis oleh enzim disebut substrat. Substrat akan
berikatan dengan enzim pada daerah yang disebut sisi aktif. Sisi aktif pada enzim
hanya dapat berikatan dengan substrat tertentu. Oleh karena itu, enzim bekerja
sebagai spesifik dan satu jenis enzim hanya akan terlibat dalam satu jenis reaksi saja.
Cara kerja enzim tersebut terbilang unik, meskipun enzim ikut serta dalam reaksi dan
mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan tetap kembali ke keadaan
semula jika proses reaksi telah selesai. Proses dan cara kerja enzim di dalam tubuh
akan menghasilkan senyawa intermediat dalam reaksi organik dengan energi rendah.
Enzim merangsang laju reaksi kimia dengan pembentukan kompleks dan substrat
sehingga dapat menekan energi aktivasi yang diperlukan tubuh dalam reaksi
biokimia (Aslianti & Afifah, 2012).
Pepsin adalah salah satu enzim pertama yang ditemukan. Enzim ini ditemukan
pada tahun 1836 oleh Theodor Schwann. Pepsin adalah enzim yang memecah protein
menjadi peptida yang lebih kecil (pepsin merupakan salah satu protease). Enzim ini
diproduksi di lambung dan merupakan salah satu enzim pencernaan utama dalam
sistem pencernaan manusia dan banyak hewan lainnya yang membantu mencerna
protein dalam makanan. Pepsin memiliki struktur tiga dimensi, satu atau lebih rantai
polipeptida terpelintir dan terlipat, menyatukan sejumlah kecil asam amino untuk
membentuk situs aktif, tempat substrat berikatan dan reaksi terjadi. Pepsin
merupakan protease aspartat, menggunakan aspartat katalitik pada situs aktifnya
(Lehninger, 1997).
Tujuan pratikum acara preparasi jaringan adalah untuk mengetahui adanya
aktivitas pepsin-like pada hewan yang memiliki lambung pada hewan yang berbeda
dengan metode spektrofotometer.
II. MATERI DAN CARA KERJA
A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Buffer HCl
10 mM, ekstrak enzim, substrat kasein 1%, reagen TCA 5%, NaOH 0,5 M, dan
folin-ciocalteu
Alat -alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah baki preparat,
beaker glass, tabung eppendorf, mikropipet + tip, tabung reaksi, rak tabung,
waterbath, dan spektrofotometer.

B. Cara Kerja

1. Preparasi Jaringan Aktivitas Pepsin-Like


a. Lambung mencit (Mus musculus) diisolasi diatas es balok.
b. Isi lambung dibersihkan.
c. Lambung ditimbang dengan berat 0,5 - 1 gram.
d. Lambung ditampung pada beaker glass dan ditambahkan HCl Buffer
dengan rasio 1:4.
e. Lambung dilumatkan dengan homoginezer.
f.Homogenat yang diperoleh ditampung dalam tabung eppendorf ± 1,5 mL atau
1500 µL.
g. Disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm sema 5 menit.
h. Supernatan diambil 1.000 µL – 1.250 µL.
i. Supernatan disimpan di freezer -800 C.
2. Pengukuran aktivitas pepsin
a. Substrat kasein 1% dalam buffer HCl 60 mM ditambahkan sebanyak 250 µL
pada tabung sampel protein tinggi dan rendah serta tabung blanko.
b. Ekstrak enzim ditambahkan sebanyak 50 µL pada tabung sampel protein
tinggi dan rendah.
c. Tabung reaksi diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC dalam waterbath.
d. TCA 5% ditambahkan sebanyak 700 µL ke dalam tabung pada tabung
sampel protein tinggi dan rendah serta tabung blanko.
e. Ekstrak enzim ditambahkan sebanyak 50 µL pada tabung blanko.
f.Setelah itu, disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit.
g. Supernatan diambil sebanyak 750 µL ke dalam tabung pada tabung sampel
protein tinggi dan rendah serta tabung blanko.
h. NaOH 0,5 mM sebanyak 1500 µL ke dalam tabung pada tabung sampel
protein tinggi dan rendah serta tabung blanko.
i. Folin-ciocalteu sebanyak 450 µL ke dalam tabung pada tabung sampel
protein tinggi dan rendah serta tabung blanko sebagai pewarna.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Tabel Hasil Preparasi Jaringan Pepsin-Like Rombongan I

Kelompok Berat Organ Berat 10 mM HCl


Preparat
Digesti (gr) Buffer (gr)

1. Ikan lele protein tinggi 1 4

2. Ikan lele protein rendah 1 4

3. Mencit jantan 0,44 1,76

4. Mencit betina 0,46 1,84

Mencit jantan
5. 0,38 1,52
dipuasakan

Tabel 3.2 Tabel Hasil Spektrofotometri pada Aktivitas Pepsin-Like Pada


Hewan Rombongan I
Kelompok Tipe Sampel Absorbansi
1 Ikan lele protein tinggi 0,6455
Blanko 1,213
2 Ikan lele protein rendah 1,665
Blanko 1,801
3 Mencit jantan 1,191
Blanko 1,073
4 Mencit betina 1,895
Blanko 2,218
5 Mencit jantan dipuasakan 1,063
Blanko 0,931

Perhitungan Rata-Rata Absorbansi Sampel Kelompok 1

Absorbansi sampel 1 + Absorbasi sampel 2


Absorbansi sampel
2
0,303 + 0,685
Lele protein tinggi
2
0,988
2
0,潄彣摁摁

Diagram 3.1. Pengukuran Aktivitas Pepsin-Like Pada Hewan Rombongan I

Gambar 3.1. Sebelum Gambar 3.2. Sesudah


Penambahan Folin-Ciocalteu Penambahan Folin-Ciocalteu
B. Pembahasan

Lambung merupakan salah satu organ dalam tubuh yang menjadi bagian
dari sistem pencernaan manusia. Bentuknya menyerupai huruf J dan berdinding
tebal, terletak di sebelah kiri atas rongga perut, tepat di bawah diafragma. Fungsi
lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil
sari-sari makanan diserap. Fungsi lambung pada sistem pencernaan manusia sangat
vital perannya. Terutama dalam menyimpan dan mencerna makanan sebelum pada
akhirnya dapat diserap oleh sel-sel tubuh sebagai sumber energi. Adapun ciri-ciri
dari lambung yang fungsional atau memiliki fungsi yang bekerja dengan baik
antara lain mampu berperan sebagai sebagai tempat menyimpan dan mencerna
makanan baik secara mekanik maupun kimiawi. Pencernaan secara mekanik di
lambung dilakukan dengan bantuan otot-otot lambung melalui gerak peristaltik.
Sedangkan secara kimiawi, proses pencernaan makanan dilakukan dengan bantuan
enzim-enzim yang disekresikan oleh kelenjar di dinding lambung (Gioda et al.,
2018). Ciri yang kedua yaitu mampu membunuh mikroorganisme berbahaya.
Lambung memproduksi asam klorida (HCI) yang memiliki banyak fungsi penting.
Salah satunya untuk membunuh mikroorganisme patogen yang masuk secara tidak
sengaja bersama makanan. Agar tidak menyebabkan penyakit, mikroorganisme ini
dibasmi oleh asam lambung yang diproduksi oleh sel-sel parietal dalam lambung.
Ciri yang ketiga yaitu mampu membantu penyerapan Vitamin B12. Sel parietal
pada fundus lambung menghasilkan dua sekresi penting, salah satunya faktor
intrinsik. Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang berperan penting dalam
penyerapan vitamin B12 (kobalamin) dalam usus. Fungsi lambung adalah untuk
menyerap vitamin B12. Ciri yang keempat yaitu lambung mampu mengontrol
hormon. Selain memproduksi enzim, lambung juga memproduksi beberapa
hormon yang berperan penting dalam sistem pencernaan, seperti hormon gastrin
dan ghrelin.Gastrin diproduksi oleh sel G yang terdapat di dinding lambung.
Hormon ini berfungsi untuk merangsang sekresi asam lambung secara terus-
menerus. Sedangkan ghrelin diproduksi dalam kelenjar oksintik mukosa yang
tersebar di dalam lambung (Frandson, 1992).
Enzim pepsin merupakan kelompok proteolitik yang mampu memecah
ikatan peptida pada protein dalam makanan yang masuk ke dalam sistem
pencernaan. Enzim pepsin disekresikan oleh sel–sel pada dinding lambung
bersama dengan getah lambun lainnya sekresi ini dirangsang oleh hormon gastrin
dan saraf vagus. Lambung merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan
lemak, pada proteolisis yang dimediasi pepsin, kedua residu aspartat (Asp32 dan
215 pepsin) membentuk pasangan asam basa dalam celah situs aktif, mengambil
molekul air yang memfasilitasi nukleofilikpada ikatan peptida. Perananikatan
hidrogen yang luas diperlukan untuk mempertahankan Asp32 dasar dalam kondisi
COO. Keberadaan nukleofilik oleh molekul air pada ikatan peptidaNH – CO
menghasilkan –NH2 dan –COOH. Pep statin adalah inhibitor peptida linier dari
protease aspartik termasuk pepsin, yaitu inhibitor pepsin kompetitif yang
menghambat situs aktif dengan membentuk jaringan ikatan hidrogen dan interaksi
dengan residu situs aktif (Chater et al., 2015). Enzim pepsin merupakan bentuk
aktif dari pepsinogen (zymogen). Enzim pepsin disekresikan berupa zymogen
yaitu pepsinogen yang bersifat inaktif. Hcl akan mengaktifkan pepsinogen menjadi
pepsin sehingga mampu mengkatalisis hidrolisis protein menjadi pepton. Pepsin
yang terbentuk ini kemudian akan merangsang pengaktifan pepsinogen lain untuk
menjadi pepsin. Dengan demikian, keberadaan pepsin di dalam lambung befungsi
untuk merangsang sekresi pepsinogen dan mengubah pepsinogen menjadi bentuk
aktifnya (pepsin). Sehingga mampu mengkatalisis pemecahan protein. Setelah
meninggalkan sel utama (sel pembuat), pepsinogen akan langsung terpapar dalam
lingkungan yang sangat asam di lambung. pH rendah di lambung akan memicu
konversi pepsinogen menjadi pepsin. 44-asam amino pada pepsinogen dipotong
sehingga mengaktifkannya menjadi pepsin. Pepsin yang sudah aktif siap untuk
mencerna protein dalam makanan. Protein hasil proses pencernaan oleh pepsin
akan dikirim ke usus kecil untuk dicerna lebih lanjut. Pepsinogen hanya akan
diaktifkan menjadi pepsin dalam kondisi asam. Seperti protein lain dan enzim, pH
memengaruhi bentuk, struktur dan stabilitas. pH optimal untuk aktivasi pepsinogen
menjadi pepsin adalah 2. Pada pH tinggi, pepsinogen tidak akan aktif dan pepsin
yang telah aktif tidak akan bisa mempertahankan keaktifannya. Pepsin merupakan
anggota kelas enzim yang disebut protease asam karena memerlukan pH rendah
untuk aktif serta berfungsi memecah protein. Pepsin memotong protein pada
tempat di mana terdapat asam amino fenilalanin, triptofan, dan tirosin. Pepsin
memotong ikatan protein pada sisi cabang N dari asam amino (sisi pada atom
nitrogen). Ketika mengambil antasid untuk meredakan nyeri ulu hati, maka pH
lambung akan meningkat. Karena pH rendah diperlukan untuk aktivitas
pencernaan pepsin, lambung akan bereaksi dengan mensekresi asam klorida lebih
banyak untuk mempertahankan pH tetap rendah (Harper et al., 1980).
Buffer HCl 60 mM digunakan sebagai penyangga buffer pepsin karena
enzim proteolitik bekerja dengan baik pada keadaan asam. Ekstrak enzim
digunakan untuk mengkatalisis proses hidrolisis protein menghasilkan molekul-
molekul sederhana seperti molekul peptid yang lebih sederhana. Kasein
merupakan substrat yang akan dihidrolisis oleh protease, untuk mencerna protein
kasein, tirosin, asam amino, terbebaskan bersama asam amino dan fragmen peptida
lainnya. Reagen TCA berfungsi untuk memisahkan asam amino dari protein yang
belum terhidrolisis dimana asam amino dan peptide akan larut dan protein yang
memiliki bobot besar akan mengendap. Selain itu, TCA juga berfungsi untuk
penginaktifkan protease dan menghentikan waktu inkubasi protease (Bariroh,
2014). Larutan NaOH berfungsi untunk mengubah pH menjadi netral. Folin-
Ciocalteau digunakan sebagai reagen pewarna. Folin-Ciocalteau adalah pereaksi
anorganik yang dapat membentuk larutan kompleks dengan senyawaan fenol yaitu
molibdenum tungstant yang berwarna biru, semakin pekat intensitas warna
menunjukan kandungan fenol dalam fraksi semakin besar (Wungkana et al., 2013).
Tabung reaksi berfungsi untuk menampung larutan-larutan yang sedang
direaksikan, rak tabung berfungsi untuk menaruh tabung-tabung yang sedang
digunakan. Waterbath berfungsi untuk merupakan peralatan yang berisi air yang
bisa mempertahankan suhu air pada kondisi tertentu selama selang waktu yang
ditentukan, waterbath dapat digunakan untuk pemanasan, menguapkan zat atau
larutan. Tabung Eppendrof berfungsi untuk menyimpan larutan. Spektofotometer
digunakan untuk mengetahui nilai absorbansi suatu larutan, mikropipet dan tip
digunakan untuk mengambil dan memindahkan larutan, ice box digunakan untuk
menyimpan larutan agar tetap dalam kondisi yang baik dan beaker glass
digunakan untuk menanmpung larutan (Lehninger, 1997).
Lambung ikan dan lambung mammalia mempunyai struktur yang berbeda
sehingga aktivitas enzim pepsin yang terjadi didalamnya juga berbeda. Lambung
ikan mempunyai dinding sel epitelium yang mengandung kelenjar sel oxyntic yang
berisi pepsinogen yang merupakan bentuk tidak aktif dari enzim pepsin. Kadar
protein yang tinggi dari dinding lambung ikan kemungkinan mempengaruhi kadar
pepsinogen yang terdapat didalamnya. Lambung pada mammalia merupakan organ
gabungan eksokrin dan endokrin yang mencernakan makanan dan mensekresi
hormon. Pada mammalia lambung memiliki fungsi utama untuk menambah cairan
pada makanan yang dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat dan
melanjutkan proses pencernaan karbohidrat yang diawali di daerah mulut,
menambah cairan asam untuk mencerna makanan, mentransformasikannya dengan
aktivitas otot menjadi massa yang viskus (chyme), dan memulai pencernaan
protein dengan enzim pepsin. Lambung pada ikan tidak memiliki struktur yang
kompleks seperti pada lambung mammalia, sehingga lambung pada ikan sering
disebut sebagai lambung semu. Habitat ikan yang berbeda-beda dapat
memengaruhi karakteristik suhu enzim pepsin seperti ikan karnivora yang hidup di
lingkungan subtropis yang memangsa ikan dimana organ pencernaannya harus
mampu mencerna protein. Aktivitas pepsin pada lambung ikan menyesuaikan suhu
lingkungan habitatnya. Hal tersebut menyebabkan aktivitas enzim pepsin dalam
lambung ikan seringkali memberikan hasil yang tidak signifikan, sehingga
aktivitas enzim pepsin pada lambung ikan cenderung kecil (Pasaribu et al., 2018).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil absorbansi
spektrofotometri pada aktivitas pepsin-like pada hewan rombongan I yaitu, pada
kelompok 1 yang menggunakan preparat lele protein tinggi, nilai absorbansi
tabung sampelnya sebesar 0,6455, sedangkan nilai absorbansi blankonya sebesar
1,213. Kelompok 2 yang menggunakan preparat lele protein rendah, nilai
absorbansi tabung sampelnya sebesar 1,665, sedangkan nilai absorbansi blankonya
sebesar 1,801. Kelompok 3 yang menggunakan preparat mencit jantan, nilai
absorbansi tabung sampelnya sebesar 1,191, sedangkan nilai absorbansi blankonya
sebesar 1,073. Kelompok 4 yang menggunakan preparat mencit betina, nilai
absorbansi tabung sampelnya sebesar 1,895, sedangkan nilai absorbansi blankonya
sebesar 2,218. Kelompok 5 yang menggunakan preparat mencit jantan dipuasakan,
nilai absorbansi tabung sampelnya sebesar 1,063, sedangkan nilai absorbansi
blankonya sebesar 0,931. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa nilai absorbansi sampel dan blanko tertinggi diperoleh oleh kelompok 4,
yang menggunakan preparat mencit betina, sedangkan nilai absorbansi sampel
terendah diperoleh oleh kelompok 1, yang menggunakan preparat lele protein
tinggi, sedangkan nilai absorbansi blanko terendah diperoleh oleh kelompok 5,
yang menggunakan preparat mencit jantan. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari
Larassagita et al. (2018), yang menyatakan bahwa jika pankreas memproduksi
enzim dalam jumlah banyak dengan diiringi keberadaan pakan (substrat)
melimpah maka proses pencernaan dapat berjalan dengan optimal. Enzim yang
disekresikan dalam jumlah banyak menyebabkan aktivitas enzim di saluran
pencernaan akan meningkat, dan sebaliknya apabila jumlah enzim sedikit maka
aktivitas enzim cenderung menurun. Perbedaan aktivitas enzim dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim dan substrat (pakan). Konsentrasi enzim selaras dengan
kecepatan reaksi sedangkan konsentrasi substrat mempengaruhi kecepatan reaksi
sampai titik tertentu (Vmax). Perbedaan perlakuan pada ikan lele antara kelompok
1 dan 2, yaitu pada konsentrasi pakan atau substrat yang diberikan, dimana
kelompok 1 menggunakan pakan dengan konsentrasi protein tinggi, sementara
kelompok 2 menggunakan pakan dengan konsentrasi protein rendah. Hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan aktivitas enzim pencernaan pada ikan lele
protein rendah dan lele protein tinggi.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa,


terdapat perbedaan aktivitas enzim pepsin-like pada tiap hewan berbeda yang diberi
perlakuan dengan konsentrasi pakan yang berbeda. Aktivitas pepsin-like tertinggi
terdapat pada kelompok 4 yang menggunakan preparat mencit betina, nilai
absorbansi tabung sampelnya sebesar 1,895. Sementara pada kelompok 1, yang
menggunakan preparat lele protein tinggi, sampel memperoleh nilai absorbansi
sebesar 0,6455.
DAFTAR PUSTAKA

Aslianti, T., & Afifah., 2012. Studi Aktivitas Enzim Pencernaan Larva Ikan Kuwe
(Gnathanodon Speciosus) Yang Dipelihara Dengan Jenis Pakan Awal
Berbeda. Jurnal Riset Akuakultur, 7(1), pp. 49-59.
Bariroh, A., 2014. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Protease dari
Peniclillium sp., Trichoderma sp. dan Campuran Peniclillium sp. dan
Trichoderma Sp. dalam Media Limbah Cair Tahu dan Dedak. Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Chater, P. I., Wilcox, M. D., Brownlee, I. A., & Pearson, J. P., 2015. Alginate As a
Protease Inhibitor In Vitro And In a Model Gut System; Selective Inhibition
Of Pepsin But Not Trypsin. Journal of Carbohydrat Polimers, 131(2), pp.
142-151.

Frandson, R. D., 1992. Anatomi dan Fisiologi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Gaman, P.M., & Sherrington., 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi
dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
Gioda, C. R., Pretto, A., Freitas, C. D. S., Leitemperger, J., Loro, V. L., Lazzari, R.,
Lissner, L. A., Baldisserotto, B., & Salbego, J., 2017. Different Feeding
Habits Influence The Activity Of Digestive Enzymes In Freshwater FisH.
Ciência Rural, 47(3), pp. 1-7.
Harper, A. H., V. W Rodwell & P. A Mayer., 1980. Biokimia (Review of Physiological
Chemistry). Jakarta : Penerbit Buku KedokteranE. G. C.

Larassagita, A.F., Hana, & Susilo, U., 2018. Aktivitas Tripsin-Like Dan
Kimotripsin-Like Pada Ikan Sidat Tropik Anguilla Bicolor Mcclelland.
Scripta Biologica, 5(1), pp. 55-60.

Lehninger, A. L., 1997. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Pasaribu, E., Nurhayati, T. & Nurilmala, M., 2018. Ekstraksi dan Karakterisasi
Enzim Pepsin dari Lambung Ikan Tuna (Thunnus albacares). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 21(3), pp. 486-496.
Wungkana, I., Suryanto, E., & Momuat, L., 2013. Aktivitas Antioksidan dan Tabir.
Jakarta : Jembatan press.

Anda mungkin juga menyukai