Anda di halaman 1dari 12

LAJU DIGESTI PADA IKAN

Oleh:
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Desy Indriani Nur Rahmah


: B1J014014
: VI
:2
: Ricke Dwi Prakoso

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


Makanan diperlukan untuk menghasilkan energi sebagai vahan pembentuk
sel tubuh, metabolisme dasar, pergerakan, perawatan bagian-bagian tubuh,
penambahan cairan tubuh, mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan membantu
proses lain yang berlangsung di dalam tubuh. Asupan makanan yang dibutuhkan
tubuh antara lain adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral
(Mujiman, 1984). Asupan makanan ini selanjutnya akan didigesti oleh organ
digesti dalam tubuh, seperti lambung dan usus. Lambung merupakan suatu organ
tubuh hewan yang berperan dalam proses pencernaan, penyaringan asupan
makanan dalam tubuh, menetralisir racun dalam makanan, dan membuang zat-zat
yang tidak berguna bagi tubuh (Elliot dan Elliot, 1997).
Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan pada tubuh
ikan dari molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Molekul sederhana yang
dihasilkan selanjutnya akan diabsorpsi oleh tubuh ikan melalui sistem pencernaan.
Proses digesti yang terjadi di dalam lambung dapat diukur kecepatannya dengan
mengetahui laju pengosongan lambung (Subandiyah et al, 2010).
Alasan penggunaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam praktikum
kali ini adalah ikan lele dumbo merupakan anggota kelas Pisces dengan lambung
yang dapat dibedakan secara jelas dari bagian sistem digesti yang lain. Ikan pada
umumnya memiliki lambung yang belum dapat dibedakan secara jelas dengan
sistem digesti lainnya (Sunde et al, 2004),sehingga akan mempermudah proses
pengamatan dalam praktikum laju digesti.
I.2. Tujuan
Tujuan praktikum laju digesti adalah untuk mengetahui bentuk lambung
yang kosong dan berisi pakan, terampil dalam mengisolasi lambung ikan dan
dapat menghitung laju pengosongan lambung.

II.
II.1. Materi

MATERI DAN CARA KERJA

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum laju digesti ini adalah


akuarium, alat bedah, timbangan analitik, termometer, dan aluminium foil.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum laju digesti ini adalah ikan
lele dumbo (Clarias gariepinus), dan pakan ikan.
II.2. Cara kerja
Cara kerja praktikum laju digesti adalah sebagai berikut:
1. Semua bahan dan alat disiapkan.
2. Ikan diberi pakan 2,5% dari total bobot tubuhnya dan biarkan ikan
mengkonsumsi pakan selama 15 menit.
3. Setelah 15 menit, pakan ikan yang tersisa dalam akuarium diambil agar ikan
tidak mengkonsumsi apa-apa lagi untuk 60 menit selanjutnya.
4. Salah satu ikan diambil, dibedah bagian ventralnya, diambil lambungnya
kemudian ditimbang lambungnya untuk mendapatkan bobot lambung nol jam
setelah makan.
5. Ditunggu 30 menit, lalu ikan diambil, dibedah bagian ventralnya, diambil dan
ditimbang lambungnya dan dihitung persentasenya untuk mendapatkan bobot
lambung 30 menit setelah makan.
6. Langkah 4 dan 5 dilakukan lagi pada menit ke-60 setelah makan.
7. Dibuat grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot
lambung.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. Hasil
Tabel 3.1. Persentase bobot lambung ikan ke-0, 30, dan 60 menit setelah
diberi pakan (Rombongan III)
Kelompo
k

0 menit
BL0
%BL0

30 menit
BL30
%BL30

60 menit
BL60
%BL60

(gram)
0,42
0,91
0,85
0,41
0,81

1
2
3
4
5

100%
100%
100%
100%
100%

(gram)
0,34
0,74
0,71
0,74
0,8

(gram)
80,90%
0,63
81%
0,65
83,50%
0,75
180%
0,83
98,70%
0,64

150%
71,43%
88,20%
202%
79,01%

Perhitungan persentase bobot lambung ikan (Kelompok 1)


%BL0 =

Bx
0,42
x 100 =
x 100 =100
Bx
0,42

%BL30 =

By
0,34
x 100 =
x 100 =80,9
Bx
0,42

%BL60 =

Bz
0,63
x 100 =
x 100 =150
Bx
0,42

Grafik hubungan antara % bobot lambung dengan waktu pengamatan


(Rombongan III)
250
200
150

% Bobot lambung

Kelompok 1
Kelompok 2

100

Kelompok 3
Kelompok 4

50

Kelompok 5

0
0

30

60

Waktu pengamatan (menit)

III.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan laju digesti, menunjukkan laju digesti pada
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang sudah diberi pakan, maka keadaan

lambung saat itu adalah lambung dalam keadaan kenyang dalam 0 menit yaitu
mencapai 0,82 gram dengan persentase bobot 100 %. Setelah 30 menit pemberian
pakan, bobot lambung berkurang menjadi 0,78 gram dengan persentase 95% dan
setelah 60 menit pemberian pakan terjadi penambahan bobot lambung yaitu
menjadi 0,61 gram dengan persentase 74,4%. Kelompok 1 dari 0 menit, 30 menit
dan 60 menit, berat lambungnya yaitu 100%, 93,96%, dan 110,34%. Kelompok 3
yaitu 100%, 90,17%, dan 73,21%. Kelompok 4 yaitu 100%, 65,34%, dan 76,23%.
Kelompok 1 mengalami kenaikan persentase bobot lambung pada menit
ke-60. Kelompok 2 terus mengalami penurunan persentase bobot lambung hingga
menit ke-60. Kelompok 3 mengalami penurunan persentase bobot lambung
sampai menit ke-60. Kelompok 4

mengalami penurunan persentase bobot

lambung hingga menit ke-30, kemudian mengalami kenaikan persentase bobot


lambung pada menit ke-60. Hal ini tidak sesuai dengan referensi, menurut
Yuwono dan Sukardi (2001) seharusnya semakin lama waktu pengukuran setelah
diberi pakan, maka semakin kecil bobot lambung dan makin kecil persentasenya
karena molekul besar telah banyak yang didigesti menjadi molekul yang lebih
kecil dan telah banyak diserap oleh usus. Hasil beberapa percobaan tersebut bobot
lambung ada yang tiba-tiba turun drastis seperti yang dialami kelompok 3, dan
kenaikan drastis seperti yang dialami oleh kelompok 1. Hal ini karena
pengambilan ikan dilakukan secara random (acak) sehingga bobot ikan tidak
menentu ada yang besar dan ada yang kecil.
Pengurangan bobot tersebut terjadi karena makanan yang tersimpan dalam
lambung sudah dicerna dan siap diabsorpsi, semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk mencerna makanan maka semakin sedikit pula makanan yang tertampung
dalam lambung karena sudah mengalami absorpsi. Kemampuan ikan dalam
mendigesti makanannya dalam lambung bergantung pada jenis kelaminnya,
karena pada masing-masing ikan jantan dan betina memiliki pasokan pakan yang
berbeda (Sulistiono, 2001). Ikan yang berbadan besar tentunya memiliki ukuran
lambung yang lebih besar dan mengonsumsi makanan lebih banyak daripada yang
berbadan kecil. Hal ini menunjukan bahwa ukuran tubuh juga mempengaruhi laju
digesti pakan yang diabsorpsi ikan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan
mengalami proses digesti di dalam sistem pencernaan sebelum nutrisi pakan

tersebut diaborbsi dan dimanfaatkan untuk proses biologis pada tubuh ikan.
Proses digesti pada sistem pencernaan ikan tersebut akan melibatkan enzim-enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh tubuh. Hasil proses digesti tersebut berupa asam
amino, asam lemak, dan monosakarida yang akan diasorbsi oleh epitel intestin
kemudian disebarkan keseluruh tubuh oleh sistem sirkulasi (Kay, 1998).
Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan
dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan
diabsorpsi oleh tubuh ikan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat
diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Saluran pencernaan pada
ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Rongga mulut memiliki gigi-gigi
kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut
yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak
menghasilkan

ludah

(enzim). Makanan

masuk

ke

rongga

mulut

makanan lalu masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar
insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang dan bila
tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Makanan di kerongkongan didorong
masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya
dengan usus (Sunde et al, 2004). Ikan jenis tertentu memiliki tonjolan buntu untuk
memperluas bidang penyerapan makanan (Kusrini, 2008)
Pencernaan ikan dimulai di mulut secara mekanik dan kimiadengan
adanya saliva, kemudian ke faring lalu dilanjutkan keoesophagus selanjutnya
bermuara ke intestin. Bagian oral intestinum disebut duodenum tunica mucosa
dari bagian anal melipat-lipat. Ikan tidak memiliki pankreas, tetapi ada jaringan
kelenjar eksokrin pankreas. Kelenjar-kelenjar dalam dinding ventrikulus
menghasilkan HCl dan pepsin. HCl berguna untuk melarutkan skeleton CaCO 3
dari mangsa untuk menghasilkan pepsin. Pepsin berguna untuk memecah protein
menjadi polipeptida. Kelenjar-kelenjar di dalam dinding intestinum dan kelenjarkelenjar eksokrin pancreas menghasilkan enzim-enzim amilolitis, proteolitis, dan
lipolitis (Kay, 1998). Lambung merupakan suatu organ tubuh hewan yang
berperan dalam proses pencernaan, penyaringan makanan yang masuk kedalam
tubuh, menetralisir racun yang ada dalam makanan dan membuang zat-zat yang
tidak berguna bagi tubuh (ElliotdanElliot, 1997).

Pada praktikum laju digesti, digunakan ikan lele dumbo (Clarias


gariepinus) Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar komersial
yang populer sebagai ikan budidaya. Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan lele
dumbo adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Sub Kingdom : Metazoa


Phylum

: Vertebrata

Class

: Pisces

Sub Class

: Teleostei

Ordo

: Ostariophysoidei

Sub Ordo

: Siluroidea

Family

: Claridae

Genus

: Clarias

Spesies

: Clarias gariepinus
Seperti lele pada umumnya, lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki

kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari,
warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut lele
dumbo relatif lebar, yaitu sekitar dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik
lainnya dari lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah
yang berfungsi sebagai alat peraba. Saat berfungsi sebagai alat peraba yaitu pada
saat bargerak atau mencari makan (Khairuman, 2002).
Faktor yang mempengaruhi bobot lambung diantaranya ukuran dari
organisme tidak seragam karena semakin sedikit organisme maka semakin sedikit
pula organisme tersebut memakan pakan, selain itu faktor lingkungan (pH dan
temperatur rendah atau tinggi nafsu makan menurun) dan kondisi organisme juga
mempengaruhinya. Perbedaan bobot tubuh bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi perbedaan laju digesti yang mengakibatkan perbedaan bobot
lambung antara ikan satu dengan ikan lainnya. Menurut Mujiman (1984), faktorfaktor lain yang juga mempengaruhi laju digesti diantaranya temperatur, umur,
aktivitas, jenis kelamin, dan faktor-faktor kimia yang terdapat dalam perairan
seperti kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas. Temperatur optimal dan
tingkat aktivitas ikan mengakibatkan laju metabolisme meningkat sehingga laju

digestinya pun meningkat. Penurunan bobot lambung saat praktikum mungkin


juga dikarenakan faktor-faktor tersebut. Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan
nafsu makan ikan. Proses pencernaan makanan yang dilakukan oleh ikan berjalan
sangat lambat pada suhu yang rendah, sebaliknya lebih cepat pada perairan yang
lebih hangat (Rounsefell dan Everhart, 1953). Secara teoritis setiap kenaikan suhu
10C diatas 13C akan mengakibatkan makanan yang dikonsumsi ikan meningkat
dari 2 sampai 3 kali lipat. Suhu air yang optimal untuk selera makan ikan adalah
antara 25C sampai 27C (Atmadja, 1977). Menurut Michael dan Kevin (2007),
ikan bersifat poikiloterm, maka pada temperatur air yang meningkat, nafsu makan
ikan juga mengalami peningkatan, sedangkan apabila terjadi penurunan
temperatur air, maka nafsu makan ikan juga menurun. Temperatur, kualitas pakan,
dan ukuran tubuh adalah faktor yang paling penting dalam asimilasi pakan
Laju digesti dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan lingkungan. Suhu
tubuh, kesehatan, ukuran makanan dan stress berakibat pada menurunnya efisiensi
pakan dan pengambilan nutrisi. Selain itu, menurut Yuwono (2001), digesti
dimulai dari usus depan selama 1 2 jam, kemudian menuju usus tengah dimana
keberadaan pakan mencapai tingkat optimum 5 jam setelah proses makan dimulai.
Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Biasanya
semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan
energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang
mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).
Laju digesti juga dipengaruhi oleh enzim pencernaan. Enzim ini berfungsi
sebagai katalisator biologi reaksi kimia didalam pencernaan ikan, enzim enzim
ini disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung,
pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver dan Hardy, 2002). Beberapa
contoh enzim pencernaan yang berfungsi sebagai hidrolisis nutrien makro
dimungkinkan dengan adanya enzim perncernaan seperti protease, karboksilase,
lipase dan selulase (Zonneveld, 1991). Semakin lama waktu setelah pemberian
pakan maka aktivitas enzim protease di usus semakin berkurang. Hal ini
menunjukan enzim protease diproduksi tergantung dengan kondisi pakannya
(Yamin, 2008).

Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan.


Pengukuran waktu saat praktikum selama 15 menit dan 30menit, sehingga hasil
yang diperoleh saat praktikum besar kemungkinannya bukan merupakan suatu
proses digesti akibat pakan yang diberikan saat praktikum. Biasanya semakin
banyak aktivitas ikan itu, maka akan semakin banyak membutuhkan energi
sehingga proses metabolismenya tinggi dan membutuhkan makanan yang
mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak jumlahnya (Kay, 1998).

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:

Laju digesti pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) 0 menit setelah diberi
pakan sebesar 100%, 30 menit setelah diberi pakan 95%, dan 60 menit setelah
diberi pakan sebesar 74,4%.

DAFTAR REFERENSI

Atmadja, G.W. 1977. Bahan Bacaan Akuakultur Jilid 1. Bagian Akuakultur.


Departemen Tata Produksi Perikanan. IPB: Bogor.
Bahrens, Michael D & Kevin D. 2007. Temperature and diet effects on omnivorus
fish performeance : implications for the latitudinal diversity gradient in
herbivorous fishes. Jurnal biology. Vol 64 : 867-873.
Elliot, W. H and Elliot, D. C. 1997. Biochemistry and Moleculer Biology.Oxford
Universitas Press. Inc, New York.
Halver, J.E., Hardy, R.W. 2002. Fish Nutrition. Academic Press. United States.
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. BiosScientific Publiher Limited,
Spinger-VerlagNew York.USA.
Khairuman dan Amri, Khairul, 2002. Budidaya Lele Dumbo secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kusrini,
Eni.
& Sri,
R. 2008. Anatomi
Organ
Pencernaan
Pada
Ikan.http://naksara.net/Aquaculture/Physiology/anatomi-organpencernaan-ikan-nila-merah.html. Diakses Tanggal 13 oktober 2015
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta.
Rounsefell, G.A. dan W.H. Everhart. 1953. Fishery Science its Methods and
Aplication. John Wiley and Sons: New York.
Subandiyah S, Hirnawati R, Rohmy S, dan Atmaja. 2010. Pemeliharaan Larva
Ikan hias Pelangi Asal Danau Kurumoi Umur 7 Hari dengan Pakan
Alami. Seminar Nasional Biologi.
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa
Aksara. Jakarta Suyanto, S.R. 1986. Budidaya Ikan Lele Penebar
Swadaya. Jakarta. 88 hal.
Sulistiono. 2001. Pengamatan Isi Lambung Beberapa Jenis Ikan Buntal
(Tetraodon reticularis, T. fluviatilis, T. Lunaris) di Perairan Ujung
Pangkah : Jawa Timur.
Sunde, J., and Storer, T. J. 2004. General Zoology. Mc Graw-Hill Book Company
Inc, London.
Yamin, M., Palinggi, Neltje, N., & Rachmansyah. 2008. Aktivitas Enzim Protease
dalam Lambung dan Usus Ikan Kerapu Macan setelah Pemberian pakan.
Jurnal Media Akuakultur. 3(1):40 44.
Yuwono, E. dan Sukardi, D. 2001. Fisiologi Hewan Air. CV Sagung Seto, Jakarta.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi Unsoed: Purwokerto.


Zonneveld, N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai