Anda di halaman 1dari 14

LAJU DIGESTI PADA IKAN

Nama : Kastin Satya Alfanti


NIM : B0A018022
Rombongan :I
Kelompok :4
Asisten : Wakhyuningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ORGANISME AKUATIK

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Digesti adalah perombakan makanan dari molekul yang kompleks


yang dirombak menjadi molekul sederhana dalam bentuk-bentuk seperti
glukosa, asam lemak, dan gliserol serta nutrisi-nutrisi lain yang ada dan
bermanfaat bagi tubuh ikan. Zat-zat yang dibutuhkan dan yang akan
diabsorpsi ikan melalui darah juga akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
keperluan metabolisme. Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan
makanan dari tubuh ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih
sederhana dan kemudian akan diabsorpsi oleh tubuh ikan (Murtidjo, 2001).
Laju digesti pakan pada umumnya berkolerasi dengan laju
metabolisme ikan, pada kondisi temperatur air yang optimal bagi ikan maka
laju metabolisme ikan meningkat dan meningkatnya laju metabolisme ikan
ini harus diimbangi dengan pasokan pakan yang di peroleh dari lingkungan
pada umumnya ikan yang bersifat poikiloterm, maka pada temperatur air
yang meningkat nafsu makan ikan mengalami peningkatan, sedangkan
apabila terjadi penurunan temperatur air nafsu ikan juga menurun. Proses
digesti pakan yang diperoleh ikan akan dimulai dari lambung, pada ikan yang
mempunyai lambung, dan dilanjutkan pada intestine yang akan berakhir
hingga anus, yang merupakan lubang pembuangan bahan sisa (Wurtsbaugh,
1993).
Ikan lele (Clarias batrachus) termasuk hewan nokturnal dan termasuk
hewan omnivora. Pakan alaminya terdiri dari plankton, udang-udangan kecil,
siput, cacing, jentik nyamuk dan sebagainya. Pencernaan memecah pakan
menjadi senyawa sederhana baik melalui peristiwa fisik maupun kimiawi
dengan bantuan enzim. Selanjutnya senyawa pakan tersebut diabsorpsi untuk
didistribusikan ke sel-sel dalam tubuh. Pencernaan pada ikan lele terjadi lebih
cepat karena lele merupakan hewan omnivora, sehingga makanan yang
masuk akan mudah dicerna dengan baik dalam lambung. Ikan lele dipilih
untuk menjadi bahan pada praktikum Laju Digesti adalah dikarenakan ikan
lele memiliki lambung sejati (Fujaya, 2002).
B. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah :


1. Mengetahui laju digesti atau pengosongan lambung pada ikan.
2. Mengetahui bentuk lambung yang kosong dan berisi pakan.
3. Mengisolasi lambung ikan dan menghitung laju pengosongan lambung.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium, alat
bedah, dan timbangan analitik.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan lele
(Clarias gariepinus) dan pelet ikan.
B. Cara Kerja

Cara yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah :


1. Menyiapkan akuarium, lalu diisi air setinggi 25 cm dan diberi erasi.
2. Menebarkan ikan dengan kepadatan 3 – 4 ekor.
3. Melakukan pemberian pakan sebanyak 2.5% dari bobot total ikan dan
biarkan ikan mengkonsumsi pakan selama 15 menit lalu pakan
dibersihkan.
4. Mengambil ikan pertama kemudian timbang sebagai Bxt (0 menit).
5. Melakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan lalu lakukan
penimbangan untuk mengetahui bobot lambung (Bx).
6. Melakukan kembali langkah ke 4 dan 5 untuk mengetahui Byt dan By
pada menit ke – 30.
7. Melakukan kembali langkah ke 4 dan 5 untuk mengetahui Bzt dan Bz
pada menit ke – 60.
8. Menghitung persentase bobot lambung dan plankton dalam bentuk grafik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Pengamatan Laju Pengosongan Lambung pada Ikan Lele

X (0’) Y (30’) Z (60’)


Kelompo
By
k Bx (gr) Bx (%) By (gr) Bz (gr) Bz (%)
(%)
1 0.41 0.52 0.17 0.20 0.96 1.17
2 0.47 0.55 0.36 0.45 0.48 1.17
3 0.16 0.25 0,.11 0.16 1.08 1.45
4 0.18 0.22 0.17 0.27 0.69 0.95
5 0.18 0.23 0.15 0.25 1.22 1.54

Perhitungan kelompok 4
Bobot lambung ikan BX = 0.18
BY = 0.17
BZ = 0.69
Bx
BX (%) = x 100 %
B xt
0,18
= x 100 %=0.22%
82
By
BY (%) = x 100 %
B yt
0,17
= x 100 %=0.27 %
64
Bz
BZ (%) = x 100 %
B zt
0,69
= x 100 %=0.95 %
76
1.8

1.6

1.4

Persentase Bobot Lambung


1.2
Kelompok 1
1 Kelompok 2
Kelompok 3
0.8
Kelompok 4
0.6 Kelompok 5

0.4

0.2

0
0 menit 30 menit 60menit

Grafik 3.1 Presentase Bobot Lambung Ikan Lele (Clarias gariepinus)


B. Pembahasan

Digesti (pencernaan) adalah proses pemecahan zat – zat makanan


sehingga dapat diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Proses digesti meliputi :
(1) pengambilan makanan (prehensi), (2) memamah (mastikasi), (3)
penelanan (deglutisi), (4) pencernaan (digesti), (5) pengeluaran sisa – sisa
pencernaan (egesti). Berdasarkan proses pencernaannya dapat dibedakan
menjadi digesti makanan secara mekanis, enzimatis, dan mikrobiotis. Laju
digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari
molekul yang kompleks ke molekul yang strukturnya lebih sederhana,
kemudian molekul yang lebih sederhana tersebut akan diabsorpsi oleh tubuh
ikan (Effendie, 1979). Berdasarkan jurnal penelitian pertumbuhan ikan pada
kondisi lingkungan yang optimal ditentukan oleh jumlah dan mutu pakan
yang dikonsumsi. Pakan yang dikonsumsi untuk dapat digunakan dalam
proses biosintesis yang menghasilkan pertumbuhan harus melalui proses
pencernaan dan penyerapan pada saluran pencernaan terlebih dahulu
(Yandes et al., 2003). Laju digesti pakan pada umumnya berkorelasi dengan
laju metabolisme ikan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat
diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Lambung merupakan
suatu organ tubuh hewan yang berperan dalam proses pencernaan, menyaring
makanan yang masuk ke dalam tubuh, menetralisir racun yang ada di dalam
makanan, dan membuang zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh (Effendie,
1979).
Alat-alat pencernaan terdiri atas dua saluran yaitu saluran pencernaan
dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan meliputi mulut, rongga mulut,
pharink, esophagus, lambung, philorus, usus, rektum, dan anus. Menurut
Effendie (1979) digesti lemak makanan meliputi: (1) Pencernaan lemak di
mulut oleh enzim lipase yang dihasilkan kelenjar Ebner’s yang terdapat pada
permukaan dorsal lidah dikenal sebagai enzim lipase lingual. Enzim lipase ini
bekerja aktif di lambung dan mencerna lemak sekitar 20-30%. (2) Pencernaan
lemak di lambung oleh enzim lipase lambung (gastric lipase). Enzim lipase
lambung ini kurang memiliki peranan penting kecuali bila terjadi gangguan
pankreas. (3) Pencernaan lemak di usus halus: Pada duodenum terdapat
muara dari duktus choledokus dan duktus pankreatikus. Cairan empedu
dikeluarkan lewat duktus choledokus, sedangkan cairan pankreas dikeluarkan
lewat duktus pankreatikus. Lemak setelah diemulsifikasikan oleh garam
empedu menjadi larut air sehingga memungkinkan enzim lipase pankreas
bekerja. Enzim lipase pankreas memegang peranan penting pada digesti
lemak di dalam usus halus sebagai pemecah ikatan antara asam lemak dengan
gliserol pada rantai 1 dan 3 dari trigliserida sehingga dihasilkan asam lemak
dan 2 mol monogliserida. (4) Asam lemak, gliserol, dan kolesterol di dalam
lumen usus halus bersatu membentuk butiran-butiran (agregat) yang disebut
micelle. (5) Kolesterol yang terdapat dalam makanan dalam wujud ester
kolesterol yang akan dihidrolisis oleh enzim ester-kolesterol hidrolase yang
terdapat dalam cairan pankreas menjadi kolesterol. (6) Proses penyerapan
(absorpsi) lemak makanan: micelle diserap oleh sel mukosa usus halus
dengan cara difusi pasif. Di dalam sel mukosa usus asam lemak dan gliserol
mengalami reesterifikasi (bergabung lagi) menjadi trigliserida.
Kelenjar pencernaannya terdiri atas hati, empedu, dan pankreas
(Fujaya, 2002). Proses degradasi protein terjadi di lambung dan usus,
sementara penyerapan makanan terjadi di usus (Fujaya, 2004). Waktu
pengosongan lambung yang semakin cepat maka frekuensi pemberian pakan
yang dibutuhkan semakin tinggi (Murtidjo, 2008) sedangkan makin kecil
ukuran ikan, makin sering frekuensi pemberian pakannya. Mengukur
perkembangan dan konsumsi sangat penting salah satu komponen untuk
memahami ekologi dari banyak jenis ikan, ini untuk mengintegrasikan
keterangan dari faktor biotik dan abiotik (Kwak, 2006 dalam Tetzlaff et al.,
2010). Menurut Santoso (1994), sistem digesti pada ikan dari mulai masuk
melalui mulut sampai dikeluarkan dari sistem digesti melalui kloaka adalah
sebagi berikut: (1) Mulut, bagian terdepan dari mulut adalah bibir, pada ikan-
ikan tertentu bibir tidak berkembng dan malahan hilang secara total karena
digantikan oleh paruh atau rahang (ikan famili Scaridae, Diodotidae,
Tetraodontidae). Ikan belanak atau tambakan, bibir berkembang dengan baik
dan menebal, bahkan mulutnya dapat disembulkan. Keberadaan bibir
berkaitan erat dengan cara mendapatkan makanan, di sekitar bibir pada ikan
tertentu terdapat sungut, yang berperan sebagai alat peraba. Mulut terletak di
ujung hidung dan juga terletak di atas hidung. (2) Rongga mulut, di bagian
belakang mulut terdapat ruang yang disebut rongga mulut. Rongga mulut ini
berhubungan langsung dengan segmen faring. Secara anatomis organ yang
terdapata pada rongga mulut adalah gigi, lidah dan organ palatin. Permukaan
rongga mulut diselaputi oleh lapisan sel permukaan (epitelium) yang berlapis.
Lapisan permukaan terdapat sel-sel penghasil lendir (mukosit) untuk
mempermudah masuknya makanan, di samping mukosit, di bagian mulut
juga terdapat organ pengecap (organ penerima rasa) yang berfungsi
menyeleksi makanan. (2) Faring, lapisan permukaan faring hampir sama
dengan rongga mulut, masih ditemukan organ pengecap, sebagai tempat
proses penyaringan makanan, kemudian dari faring akan diteruskan ke
esofagus, permulaan dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti pipa,
mengandung lendir untuk membantu penelanan makanan. Ikan laut,
esofagusnya berperan dalam penyerapan garam melalui difusi pasif
menyebabkan konsentrasi garam air laut yang diminum akan menurun ketika
berada di lambung dan usus sehingga memudahkan penyerapan air oleh usus
belakang dan rectum (proses osmoregulasi). (2) Esophagus ikan biasa disebut
kerongkongan, pendek dan mempunyai kemampuan untuk menggelembung.
Organ ini merupakan lanjutan pharinx, bentuknya seperti kerucut dan
terdapat di belakang daerah insang. (3) Lambung, merupakan segmen
pencernaan yang diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan
organ pencernaan yang lain. Besarnya ukuran lambung berkaitan dengan
fungsinya sebagai penampung makanan. Seluruh permukaan lambung
ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agak asam
berfungsi sebagai pelindung dinding lambung dari kerja asam klorida,
sebagai penampung makanan dan mencerna makanan secara kimiawi. Ikan-
ikan herbivora terdapat gizard (lambung khusus) berfungsi untuk menggerus
makanan (pencernaan secara fisik). Pilorus merupakan segmen yang terletak
antara lambung dan usus depan. Segmen ini sangat mencolok karena
ukurannya yang mampu mengecil dan menyempit. (4) Usus (intestinum),
merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaan. Intestinum
berakhir dan bermuara keluar sebagai anus. Usus merupakan tempat
terjadinya proses penyerapan zat makanan. (5) Rektum, merupakan segmen
saluran pencernaan yang terujung. Secara anatomis sulit dibedakan batas
antara usus dengan rektum. Secara histologis batas antara kedua segmen
tersebut dapat dibedakan dengan adanya katup rektum. (6) Kloaka, adalah
ruang tempat bermuaranya saluran pencernaan dan saluran urogenital. Ikan
bertulang sejati tidak memiliki kolaka, sedangkan ikan bertulang rawan
memiliki organ tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti atau laju pengosongan
lambung adalah temperatur air, suhu, musim, waktu siang dan malam,
intensitas cahaya, ritme, internal, dan kualitas pakan yang di konsumsi
(Halver, 1989). Menurut Halver, pada temperatur 30 – 40 ° C akan terjadi
peningkatan metabolisme yang sangat cepat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pola makan ikan adalah temperatur, umur, ukuran tubuh,
aktivitas, stres, jenis kelamin, kekeruhan ( pada visibilitas dan kandungan O2)
dan faktor-faktor kimia dalam perairan (kandungan O2, CO 2, H 2 S , pH dan
alkalinitas). Aktifitas ikan yang semakin banyak, akan semakin
membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan
membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak
jumlahnya. Perbedaan kualitas pakan akan mencerminkan perbedaan
komponen penyusun pakan, dan perbedaan ini akan berakibat pada perbedaan
laju dan kemampuan digesti pakan (Santoso, 1994). Protein pencernaan
adalah suatu proses kompleks pada ikan dan terjadi tidak hanya dalam
perut,tetapi juga pada bagian lain dari sistem pencernaan seperti pyloric
caeca dan intestin, oleh karena itu asam protease, pepsin, dan peptidase
kebanyakan dalam protein pencernaan dalam sistem pencernaan (Murtidjo,
2008).
Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme
ikan. Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang
sehingga bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung
dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsumsi oleh ikan, jika pakan ikan yang
dicerna berasal dari pakan ikan yang nabati, maka laju pengosongan ikan
akan tergantung pada seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, sebab pada makanan tersebut yang
mengandung bahan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel
yang terkandung selulosa sehingga ikan akan susah untuk mencerna,
sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari pakan ikan hewani proses
percernaannya akan mudah (Lagler, 1977).
Metode pengukuran laju digesti sendiri yang terjadi di dalam lambung
dapat di ukur dari laju pengosongan lambung. Laju digesti selain dipengaruhi
oleh temperatur air juga dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi.
Pengukuran laju digesti sendiri dilakukan dengan cara menyiapkan akuarium,
lalu diisi air setinggi 25 cm dan diberia erasi. Akuarium tersebut lalu
ditebarkan ikan dengan kepadatan 3 – 4 ekor. Setelah itu melakukan
pemberian pakan sebanyak 2,5% dari bobot total ikan dan biarkan ikan
mengkonsumsi pakan selama 15 menit lalu pakan dibersihkan. Setelah
dibersihkan lalu mengambil ikan pertama kemudian ditimbang sebagai Bxt (0
menit), lalu dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan lalu
melakukan penimbangan untuk mengetahui bobot lambung (Bx).
Kelangsungan hidup tidak berbeda antara diet (P>0.05). Secara keseluruhan,
kedua diet itu mudah dikonsumsi, dan penolakan makan rendah, karena
pemberian pakan secara hati- hati, tumpahan pakan dapat diabaikan (Harter
et al, 2015).
Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan menunjukkan bahwa
perubahan laju digesti ikan lele yang terjadi berdasarkan Bx% terhadap
waktu pemberian pakan menit ke - 0’, By% terhadap waktu pemberian pakan
menit ke - 30’, Bz% terhadap waktu pemberian pakan menit ke - 60’,
mengalami peningkatan bobot lambung dengan persentase Bx% sebesar
0.22%, By% sebesar 0.27%, dan Bz% sebesar 0.95%. Hasil persentase dari
menit ke - 0 sampai ke - 30 menunjukkan bahwa praktikum yang kami
lakukan sesuai dengan pernyataan Farida (2008), bahwa semakin tinggi
konsumsi pakan, maka nilai kecernaan pakannya akan semakin rendah,
karena waktu yang digunakan oleh pakan dalam melewati saluran pencernaan
lebih singkat, sehingga zat-zat makanan tidak dapat dicerna dengan baik dan
proses penyerapan zat makanan tidak maksimal. Hasil persentase dari menit
ke-30 sampai ke-60 menunjukkan bahwa praktikum yang kami lakukan tidak
sesuai dengan hasil menurut pustaka yang menunjukkan bahwa perubahan
laju digesti terhadap waktu setelah pemberian pakan seharusnya
menunjukkan grafik perubahan yang persentasenya menurun, dan tidak
menunjukkan grafik perubahan yang persentasenya meningkat. Salah satu
faktor penyebab kegagalan praktikum ini adalah kesalahan praktikan saat
mengambil ukuran ikan yang tidak sama besar untuk kepentingan
pengamatan praktikum.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan
dari molekul yang kompleks ke molekul yang strukturnya lebih sederhana,
kemudian molekul yang lebih sederhana tersebut akan diabsorpsi oleh tubuh
ikan.
2. Bentuk lambung yang berisi pakan relatif lebih besar dan berat di banding
lambung yang tidak terisi oleh pakan, karena besarnya ukuran lambung
berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan yang akan
dilanjutkan menuju usus.
3. Pengukuran laju digesti dilakukan dengan cara menyiapkan akuarium, lalu
diisi air setinggi 25 cm dan diberia erasi. Akuarium tersebut lalu ditebarkan
ikan dengan kepadatan 3 – 4 ekor. Setelah itu melakukan pemberian pakan
sebanyak 2,5% dari bobot total ikan dan biarkan ikan mengkonsumsi pakan
selama 15 menit lalu pakan dibersihkan. Setelah dibersihkan lalu mengambil
ikan pertama kemudian ditimbang sebagai Bxt (0 menit), lalu dilakukan
pembedahan untuk mengambil lambung ikan lalu melakukan penimbangan
untuk mengetahui bobot lambung (Bx).
DAFTAR PUSTAKA

Effendie, M., 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.
Farida, W. R., 2008. Konsumsi dan Penggunaan Pakan pada Tarsius (Tarsius
bancanus) Betina di Penangkaran. Biodiversitas, 9(2), pp. 148-151.
Fujaya, Y., 2002. Fisiologi Ikan. Makasar: Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional.
Fujaya, Y., 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Halver, J. A., 1989. Fish Nutrition. New York: Academic Press.
Harter, T. S., Heinsbroek, L. T. N., & Schrama, J. W. (2015). The source of dietary
non‐protein energy affects in vivo protein digestion in African catfish
(Clarias gariepinus). Aquaculture nutrition, 21(5), 569-577.Kwak, A., 2006.
Makanan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lagler, K. F., 1977. Ichtiology. New York: Jhon Wiley and sons.
Murtidjo., 2001. Pedoman Meramu Ikan. Yogyakarta: Kanisius.
Murtidjo., 2008. Fisiologi Ikan. Makasar: Direktoral Jenderal Pendidikan Nasional.
Santoso., 1994. Petunjuk Praktis Budidaya Lele Dumbo dan Lokal. Yogyakarta:
Kanisius.
Tetzlaff, Jared., & William., 2010. Consumption and Pattern of Flathead Catfish
Derifed From Bioenergetics Model. School of Forest Resources and
Conservation, Universitas of Florida, Box 110600, Gainesville, FL 32653,
USA. The Open Fish Science Journal, (3), pp. 101-109.
Wurtsbaugh, W. A., 1993. An Empirical Model Of Gastric Evacuation Rates for
Fish and an Analiysis of Digestion in Piscivorou. California: Academic
Press Inc.
Yandes, Z., Affandi, R., & Mokoginta, I., 2003. Pengaruh Pemberian Selulosa Dalam
Pakan Terhadap Kondisi Biologis Benih Ikan Gurami (Osphronemus
gourami Lac). Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 3(1), pp. 27-33.

Anda mungkin juga menyukai