Anda di halaman 1dari 14

PENGUKURAN AKTIVITAS PROTEASE

Oleh :
Nama : Shinta Prabawati
NIM : B1J014049
Rombongan : II
Kelompok :2
Asisten : Ristiandani Riana P.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI NUTRISI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan secara garis besar tersusun dari 2 komponen utama, yaitu
organik dan anorganik. Komponen organik dibagi lagi, ada yang dalam jumlah besar
seperti karbohidrat, protein, dan lemak, adapula yang sedikit seperti vitamin, enzim,
emulsifier, asam, oksidan, pigmen, dan komponen citarasa. Komponen anorganik
yaitu berbagai bentuk mineral, dan air. Bahan-bahan makanan di atas tidak dapat
diserap dalam bentuk alami melalui mukosa saluran pencernaan dan karena alasan ini,
bahan-bahan tersebut tidak berguna sebagai zat nutrisi tanpa proses pencernaan, baik
pencernaan mekanik maupun pencernaan kimiawi. Proses pencernaan kimiawi
sesungguhnya sangat sederhana, karena pada ketiga jenis zat makanan utama
(karbohidrat, protein, dan lemak) terjadi proses hidrolisis dasar yang sama (Guyton &
Hall, 1997).
Protein berguna sebagai zat pembangun (untuk pertumbuhan dan mengganti
sel-sel yang rusak), sebagai penghasil energi (bukan sumber energi utama), membuat
substansi penting (seperti enzim dan hormon yang membantu proses metabolisme),
dan menjaga keseimbangan pH tubuh. Protein dipecah menjadi asam amino oleh
enzim protease. Enzim protease dalam makhluk hidup dapat dijumpai pada saluran
pencernaannya terutama pada usus (Hidayati, 2007).
Usus halus merupakan tempat terjadinya absorbsi makanan, karena itulah
dapat dikatakan bahwa sebenarnya pencernaan makanan secara kimiawi berpusat di
usus halus (intestinum), terutama pada spesies ikan. Hal tersebut dikarenakan proses
pencernaan kimiawi pada ikan baru di mulai di bagian ususnya karena rongga mulut
ikan tidak memilki kelenjar saliva yang mampu menghasilkan amilase saliva.
Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas protease pada ikan yang
dipuasakan dan yang diberi makan (Hidayati, 2007).
Ikan yang digunakan pada percobaan kali ini yakni ikan lele (Clarias
batrachus) dan ikan nilem (Osteochilus vittatus). Ikan lele dan ikan nilem merupakan
ikan air tawar yang sudah banyak dibudayakan. Ikan tersebut digunakan sebagai bahan
percobaan karena keberadaannya yang melimpah di alam, selain itu ukuran tubuh
kedua ikan ini cukup besar sehinga mempermudah dalam mengisolasi usunya
(Alamsjah & Rahardjo, 1977).
1.2 Tujuan

Tujuan praktikum acara Pengukuran Aktivitas Protease pada Ikan Lele


(Clarias batrachus) dan Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) adalah mengetahui
perbedaan kapasitas pencernaan ikan yang terukur sebagai aktivitas protease pada ikan
yang memperoleh asupan pakan dengan kualitas berbeda.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu tabung reaksi, tabung eppendorf,
mikropipet, yellow tip, refrigerator, inkubator, spektrofotometer, homogenizer,
sentrifugator, dan kamera.
Bahan yang digunakan meliputi kertas tisu, ekstrak enzim dari ikan Nilem
(Osteochilus vittatus) dan ikan Lele (Clarias batrachus), substrat kasein 1%, reagen
TCA 8%, akuabides , dan buffer Tris HCl 50mM.

2.2 Cara Kerja


Metode yang digunakan pada percobaan kali ini yakni:
1. Dua buah tabung reaksi untuk blanko dan 4 untuk sampel disiapkan.
2. Buffer Tris-HCl sebanyak 350L dipipetkan ke dalam masing-masing
tabung.
3. Ekstrak enzim dari ikan puasa dan makan dipipetkan sebanyak 50L ke
dalam tabung sampel (masing-masing 2 tabung).
4. Semua tabung diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37C.
5. Substrat kasein 1% sebanyak 350L dipipetkan ke masing-masing tabung.
6. Diinkubasi selama 20 menit pada suhu 37C.
7. Asam trikloroasetat (TCA) 8% sebanyak 750 L dipipetkan ke dalam
masing-masing tabung.
8. Ekstrak enzim sebanyak 50 L dipipetkan ke dalam tabung blanko.
9. Semua tabung dimasukkan ke dalam refrigerator selama kurang lebih 15
menit.
10. Campuran reaksi disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10
menit.
11. Supernatan sebanyak 1000 L diambil dan dimasukkan dalam tabung
berisi akuabides 1500 L.
12. Campuran reaksi divortex hingga homogen.
13. Absorbansi campuran reaksi diukur pada panjang gelombang 280 nm.
14. Aktivitas protease dihitung menggunakan kurva standard tirosin yang
diperoleh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1. Berat Usus dan Berat Tris HCl Ikan Makan dan Ikan Puasa
No Eppendorf No Eppendorf Berat Tris
Jenis Berat Usus
Kel. Sebelum Setelah HCl (x8)
Ikan (gram)
Sentrifugasi Sentrifugasi (gram)
Lele 41-42 21-22 0.9 7.2
1 makan
Lele 43-44 23-24 1.42 11.36
puasa
Lele 45-46 25-26 0.6 4.8
2 makan
Lele 47-48 27-28 0.39 3.12
puasa
Nilem 49-50 29-30 0.57 4.56
3 makan
Nilem 51-52 31-32 0.95 7.6
puasa

Keterangan:
Berat Usus : Berat Tris HCl = 1 : 8

Tabel 2. Hasil Absorbansi Blanko dan Sampel Protease Ikan Makan dan Ikan
Puasa
No Tabung Absorbansi Konsentrasi
31 0.265 104.132
32 0.264 103.932
33 0.167 47.462
34 0.174 51.262
35 0.154 39.402
36 0.115 16.907
37 0.200 66.597
38 0.234 86.518
39 0.179 54.172
40 0.224 80.719
41 0.186 58.535
42 0.186 58.081
43 1.048 561.415
44 0.593 296.004
45 0.159 42.451
46 0.779 404.022
47 0.688 350.924
48 0.333 144.133

Keterangan:
= Blanko kelompok 1, 2, dan 3
= Sampel kelompok 1 ikan makan dan puasa
= Sampel kelompok 2 ikan makan dan puasa
= Sampel kelompok 3 ikan makan dan puasa

Tabel 3. Hasil Absorbansi Larutan Standar


Nomor Absorbansi Konsentrasi
1 0.125 25.000
2 0.144 50.000
3 0.306 100.000
4 0.422 200.000
5 0.762 400.000

Perhitungan kelompok 2
1 + 2
Aktivitas enzim dalam konsentrasi (x) =
2

Aktivitas enzim dalam menit =
(20 )

A. Ikan makan
1 + 2
X =
2

66.597 + 86.518
= 54.172
2

= 76.558 54.172
= 22.386 mikrogram

Aktivitas enzim dalam menit =
(20 )

22.386
= 20

= 1.119 mikrogram/menit
B. Ikan puasa
1 + 2
X =
2

80.719 + 58.535
= 58.081
2

= 69.627 58.081
= 11.546 mikrogram

Aktivitas enzim dalam menit =
(20 )

11.546
= 20

= 0.577 mikrogram/menit
3.2 Pembahasan

Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-


reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi makhluk hidup karena itulah enzim
sering disebut biokatalisator dalam sistem biologi. Katalisator adalah suatu zat yang
mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak
mempengaruhi hasil akhir reaksi. Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi
sehingga bentuknya tetap atau tidak berubah. Tanpa adanya enzim, reaksi-reaksi kimia
dalam tubuh akan berjalan lambat. Sifat-sifat enzim selain sebagai biokatalisator dan
sebagai suatu protein, enzim mempunyai sifat yaitu berperan tidak bolak-balik.
Artinya enzim dapat bekerja menguraikan suatu substrat menjadi substrat tertentu dan
tidak sebaliknya dapat menyusun substrat sumber dari hasil penguraian, misalya enzim
protease dapat menguraikan protein menjadi asam amino, tetapi tidak menggabungkan
asam aminonya menjadi protein (Winarno, 1995).
Protease adalah enzim-enzim yang mengkatalisis pemecahan protein.
Pemecahan Protein adalah proses normal yang diperlukan untuk mempertahankan
homeostasis seluler. Protease yang aktif dapat ditemukan di seluruh tubuh, termasuk
saluran pencernaan, di dalam sel dan beredar dalam darah. Menurut Biochemistry:
A Case-Oriented Approach, protease mengkatalisis proteolisis, proses ireversibel
yang memecah protein menjadi asam amino komponennya. Proteolisis memotong
ikatan peptida antara asam amino dalam protein. Asam amino bebas dan fragmen
protein yang lebih kecil adalah produk dari aktivitas protease (Winarno, 1995).
Protease, disebut juga peptidase atau proteinase, merupakan enzim golongan
hidrolase yang akan memecah protein menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti
menjadi oligopeptida pendek atau asam amino, dengan reaksi hidrolisis pada ikatan
peptida. Enzim ini diperlukan oleh semua makhluk hidup karena bersifat esensial
dalam metabolisme protein. Peranannya dalam tubuh antara lain membantu
pencernaan protein dalam makanan, menggunakan kembali protein-protein
intraseluler, koagulasi sel darah, dan akivasi berbagai jenis protein, enzim, hormon,
serta neurotransmiter (Winarno, 1995).
Menurut Guyton dan Hall (1997), faktor-faktor utama yang mempengaruhi
aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim, substrat, pH, suhu, senyawa inhibitor dan
aktivator. Faktor lain yang juga berpengaruh diantaranya berat molekul, titik
isoelektrik dan struktur enzim tersebut untuk mengetahui golongan fungsional
padalokasi aktif dan urutan asam amino enzim. Berikut ini adalah penjelasan dari
faktor-faktor utama yang mempengaruhi kerja enzim protease:
1. Suhu
Semua enzim membutuhkan suhu yang cocok agar dapat bekerja dengan baik.
Laju reaksi biokimia meningkat seiring kenaikan suhu. Hal ini karena panas
meningkatkan energi kinetik dari molekul sehingga menyebabkan jumlah tabrakan
diantara molekul-molekul meningkat. Dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi
lambat karena hanya terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim. Suhu yang
ekstrim juga tidak baik untuk enzim. Pengaruh suhu yang sangat tinggi akan
menyebabkan molekul enzim terdistorsi, sehingga laju reaksi pun jadi menurun.
Enzim yang terdenaturasi gagal melaksanakan fungsi normalnya.
2. Nilai pH
Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH atau derajat keasaman
sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim berubah bersama dengan
perubahan nilai pH. Kebanyakan enzim tetap stabil dan bekerja baik pada kisaran pH
6 dan 8, tapi ada beberapa enzim tertentu yang bekerja dengan baik hanya di
lingkungan asam atau basa. Nilai pH yang menguntungkan bagi enzim tertentu
sebenarnya tergantung pada sistem biologis tempat enzim tersebut bekerja. Ketika
nilai pH menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka struktur dasar enzim dapat
mengalami perubahan, sehingga sisi aktif enzim tidak dapat mengikat substrat dengan
benar. Hal tersebut menyebabkan enzim tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan
benar, bahkan enzim dapat sampai benar-benar berhenti berfungsi.
3. Konsentrasi Substrat
Konsentrasi substrat yang lebih tinggi berarti lebih banyak jumlah molekul
substrat yang terlibat dengan aktivitas enzim yang akan meningkatkan kerja enzim.
Konsentrasi substrat yang rendah berarti lebih sedikit jumlah molekul substrat yang
dapat melekat pada enzim, menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim. Laju
enzimatik yang sudah mencapai maksimum dan enzim sudah dalam kondisi paling
aktif menyebabkan peningkatan konsentrasi substrat tidak akan memberikan
perbedaan dalam aktivitas enzim. Sisi aktif semua enzim dalam kondisi ini terus
terdapat substrat, sehingga tidak ada tempat untuk substrat ekstra.
4. Konsentrasi Enzim
Semakin besar konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin cepat.
Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, tentunya selama masih
ada substrat yang perlu diubah menjadi produk. Konsentrasi enzim yang banyak akan
meningkatkan kecepatan reaksi, begitupula sebaliknya.
5. Aktivator & Inhibitor
Aktivator merupakan molekul yang membantu enzim agar mudah berikatan
dengan substrat. Inhibitor adalah substansi yang memiliki kecenderungan untuk
menghambat aktivitas enzim. Inhibitor enzim memiliki dua cara berbeda mengganggu
fungsi enzim. Berdasarkan caranya, inhibitor dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
inhibitor kompetitif dan inhibitor non-kompetitif. Inhibitor kompetitif memiliki
struktur yang sama dengan molekul substrat, inhibitor ini melekat pada sisi aktif
enzim sehingga menghalangi pembentukan ikatan kompleks enzim-substrat. Inhibitor
non-kompetitif dapat melekat pada sisi enzim yang bukan merupakan sisi aktif, dan
membentuk kompleks enzim-inhibitor. Inhibitor ini mengubah bentuk/struktur enzim,
sehingga sisi aktif enzim menjadi tidak berfungsi dan substrat tidak dapat berikatan
dengan enzim tersebut.
Aktivitas protease pada percobaan kali ini diukur dengan menggunakan
metode hidrolisis kasein. Pengukuran aktivitas ekstrak kasar protease digesti
menggunakan metode hidrolisis kasein yaitu disiapkan tujuh buah tabung reaksi,
masing-masing tabung diberi label. Satu buah tabung untuk sampel, satu buah tabung
untuk kontrol, satu buah tabung untuk blanko dan empat buah tabung untuk keempat
standar dengan konsentrasi (larutan 0,01 mg/ml, 0,05 mg/ml, 0,10 mg/ml dan 0,25
mg/ml) larutan tirosin 1%. Tabung sampel diisi 0,35 ml larutan kasein 1%, 0,30 ml
larutan buffer dan 0,10 ml larutan ekstrak kasar enzim. Semua tabung selanjutnya
diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37C, reaksi dihentikan dengan menambahkan
0,75ml larutan tricholoacetic acid (TCA) 8%. Tabung kontrol diisi larutan buffer
sebanyak 0,30 ml, 0,10 ml akuades, dan ditambahkan 0,75 ml TCA 8%, kemudian
diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37C. Larutan kasein sebanyak 0,35ml
ditambahkan setelah inkubasi. Tabung blanko diisi dengan 0,30 ml buffer, 0,45 ml
akuades, selanjutnya diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37C, setelah inkubasi
ditambahkan dengan 0,75 ml TCA. Tabung standar diisi dengan 0,35 ml larutan tirosin
standar, lalu ditambahkan 0,30 ml buffer, 0,10 ml akuades, dan diinkubasi selama 60
menit pada suhu 37C. Semua tabung dimasukkan kedalam refrigerator selama 1 jam,
campuran reaksi disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 10 menit;
Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 280 nm. Hasilnya dicatat dan dibuat
kurva standarnya. Aktivitas enzim ditentukan dengan cara memplotkan angka
absorbansi sampel ke dalam kurva standar (Affandi et al., 1992).
Percobaan yang dilakukan dengan waktu yang dipersingkat untuk menghemat
waktu karena minimnya waktu. Perpendekan waktu tersebut yakni waktu inkubasi
kedua yang seharusnya 30 menit diperpendek menjadi 20 menit dan waktu sentrifugasi
yang seharusnya 60 menit diperpendek menjadi hanya 10 menit. Waktu tersebut
merupakan waktu minimal untuk reaksi ditinjau dari hasil yang didapat. Inkubasi
pertama bertujuan untuk mengaktifkan enzim, inkubasi kedua berfungsi untuk
optimatisasi kerja enzim, dan penyimpanan dalam refrigerator bertujuan untuk
mengendapkan enzim. Larutan maupun reagen yang digunakan berupa tris-HCl,
trichloroacetat acid (TCA), tirosin standar, dan akuades. Tris-HCl dengan pH 8,1
berfungsi sebagai buffer/penyangga pH enzim dan substrat. Reagen trichloroacetat
acid (TCA) berfungsi untuk menghentikan kerja dari enzim. Tirosin standar
merupakan hasil digesti dari kasein yang bermanfaat untuk perhitungan kurva standar
konsentrasi (Affandi et al., 1992).
Percobaan yang dilakukan oleh kelompok 2 rombongan II menggunakan ikan
lele makan dan ikan lele puasa setelah dilakukan absorbansi di panjang gelombang
280 nm, diperoleh hasil konsentrasi ikan makan sampel 1 sebesar 66.597 g, sampel 2
sebesar 86.518 g, dan blanko sebesar 54.172 g, sementara konsentrasi ikan puasa sampel 1
sebesar 80.719 g, sampel 2 sebesar 58.535 g, dan blanko sebesar 58.081 g. Hasil tersebut
selanjutnya digunakan untuk menghitung aktivitas enzim dalam konsentrasi dengan rumus
1 + 2
X = , sehingga diperoleh aktivitas enzim
2

dalam konsentrasi ikan makan sebesar 22.386 g dan aktivitas enzim dalam konsentrasi ikan
puasa sebesar 11.546 g. Aktivitas enzim dalam menit kemudian dihitung dengan rumus

aktivitas enzim dalam menit = (20 )
, sehingga diperoleh hasil pada

ikan makan sebesar 1.119 g/menit dan hasil pada ikan puasa sebesar 0.577 g/menit. Hasil
dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa aktivitas enzim protease per menitnya pada
ikan makan lebih tinggi dari ikan puasa. Hal tersebut sesuai dengan referensi yang
menunjukkan bahwa konsentrasi substrat yang lebih tinggi berarti lebih banyak jumlah
molekul substrat yang terlibat dengan aktivitas enzim yang akan meningkatkan kerja
enzim, sementara konsentrasi substrat yang rendah berarti lebih sedikit jumlah
molekul substrat yang dapat melekat pada enzim, menyebabkan berkurangnya
aktivitas enzim. Ikan makan memperoleh asupan protein (substrat) dari makanan, sementara
pada ikan puasa tidak memperoleh asupan protein (substrat). Meskipun demikian, laju
enzimatik yang sudah mencapai maksimum dan enzim sudah dalam kondisi paling
aktif menyebabkan peningkatan konsentrasi substrat tidak akan memberikan
perbedaan dalam aktivitas enzim. Ikan yang dipuasakan untuk mencapai berat tubuh
yang sama di akhir pemeliharaan pada umumnya akan mengalami pertumbuhan
kompensasi, yakni ikan akan mempercepat pertumbuhannya saat memperoleh makan
kembali. Namun, pada percobaan dengan menggunakan ikan lele menunjukkan hasil
perbedaan yang tidak signifikan antara ikan lele dengan pemuasaan dan tanpa
pemuasaan (Afiah et al., 2009).
Protease komersial pada beberapa spesies ikan memiliki aktivitas antioksidan.
Antioksidan adalah molekul yang mampu menghambat oksidasi molekul lain seperti
radikal bebas. Radikal bebas dapat dihasilkan dari oksigen oleh organisme aerobik
selama proses respirasi normal, salah satunya adalah ROS (Reactive Oxygen Spesies).
ROS dalam tubuh organisme sebenarnya sudah dapat diatasi dengan produksi enzim
superoksida dismutase, peroksidase, katalase, dan glutation peroksidase, namun
jumlah ROS yang berlebih dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti kanker.
Banyak peneliti menganggap peptida bioaktif dari protein makanan sebagai bahan
alternatif untuk antioksidan sintetik. Peptida bioaktif dapat dilepaskan dari protein oleh
proteolisis enzimatik dari protein dan dapat bertindak sebagai potensi modulator
fisiologis metabolisme selama pencernaan usus. Penelitian yang telah dilakukan
mengenai hidosilat pada otot ikan Paralichthys olivaceus menunjukkan adanya
aktivitas antioksidan. Hidrosilat disusun oleh reaksi enzimatik menggunakan delapan
protease komersial seperti papain, pepsin, tripsin, neutrase, alkalase, kojizim,
protamex, dan -Chymotripsin. Hidrosilat -Chymotripsin menunjukkan aktivitas
antioksidan terkuat diantara delapan hidrosilat enzimatik. Dua peptida yang
dimurnikan dari hidrosilat -Chymotripsin ikan Paralichthys olivaceus yaitu VCSV
(Val-Cys-Ser-Val) dan CAAP (Cys-Ala-Ala-Pro) memiliki aktivitas antioksidan yang kuat,
yang dapat berguna sebagai agen terapeutik (Young et al., 2013).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ikan


yang diberi asupan pakan memiliki aktivitas enzim protease dalam konsentrasi per
menitnya lebih tinggi yaitu sebesar 1.119 g/menit dari pada ikan dengan pemuasaan
dengan nilai sebesar 0.577 g/menit.
DAFTAR REFERENSI

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu
Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Afiyah, H. N., Susilo, U., & Rachmawati, F. N. 2009. Aktivitas Enzim Digesti dan
Efisiensi Pakan pada Ikan Lele (Clarias gariepinus) yang Diinduksi dengan
Daur Pemuasaan Pemberian Pakan Kembali. Sains Akuatik, 14 (1): 17 24.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen
Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.


Rineka Cipta, Jakarta.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Hidayati, Dewi. 2007. Modul Fisiologi Hewan. Program Studi Biologi ITS, FMIPA,
Surabaya.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia pustaka Utama, Jakarta.

Young, J. K., Hyeok, J. L., Samarakoon, K., Soo, J. K., & Jin, Y. J. 2013. Purification
and determination of two novel antioxidant peptides from flounder fish
(Paralichthys olivaceus) using digestive proteases. Food and Chemical
Toxicology, 52: 113-120.

Anda mungkin juga menyukai