EKSTRAKSI
“Maserasi”
Dosen Pengampu: Lilik Sulastri, M.Farm
Disusun oleh:
Ananda Syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature
kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati di
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di
dalam sel dengan diluar sel. Larutanyang konentrasinya tinggi akan terdeak keluar dan
diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan
berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel
(Ansel, 1989).
Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2, seluruh serbuk simplisiadimaserasi dengan
cairan
penyari pertama, sesudah diendap tuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi
dengan cairan penyari yang kedua
Meserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir
kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Meserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna,
karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi.
Masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat.
Remaserasi
4) Maserasi melingkar
BAB III
MEODE PRAKTIKUM
Alat
1. Botol meserasi
2. Erlenmeyer
3. Corong
4. Gelas ukur
5. Beaker glass
6. Spatel
7. Penagas air
8. Timbangan
9. Oven
10. Cawan penguap
11. Rotary vaccum evaporator
12. Botol wadah ekstrak
13. Kertas saring
Bahan
Cara kerja
1. Data
52.00%
51.00%
50.00%
49.00%
48.00%
47.00%
1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3
Log Konsentrasi
Y =0,0879 x +0,3592
50=0,0879 x +0,3592
496408
x=
879
x=564,74
2. Pembahasan
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
20 ppm 49,18%
40ppm 49,90%
80ppm 52,82%
160ppm 55,19%
320ppm 57,19%
Ex + bahan 1 = 216,01
Waru =195,84
Ext = 20,17
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa pada sampel daun waru yang
dilarutkan dengan eathanol 96% ketika di rotay akan berubah menjadi larutan ekstrak
yang kental dan kemudian di oven dengan suhu 40°c ekstrak berubah menjadi ekstak
yang lebih kental dibanding sesudah di rotay hal ini yang menyebabkan ekstak daun
waru menjadi kental.
Dapat diketahui pada rendemen dalam waru dalam 20 ppm =49,18%, 40 ppm
=49,90%, 80ppm= 52,82%, 160 ppm= 55,19%, 320ppm= 57,19% jadi ekstak waru
mempunyai rendemen yaitu 20,17%
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PRAKTIKUM III
Disusun oleh:
Ananda Syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Susut pengeringan merupakan kadar bagian yang menguap dari suatu zat. Kecuali
dinyatakan lain, sebanyak 1 g sampai 2 g zat ditetapkan pada temperatur 105°C selama 30
menit atau sampai bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan mendingin
dalam keadaan tertutup di dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih
rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 5°C dan 10°C dibawah
suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu
yang ditentukan atau hingga bobot tetap. Tujuan dari susut pengeringan adalah untuk
memberikan batas maksimal (rentang) besarnya senyawa yang hilang selama proses
pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi. Parameter kadar air merupakan banyaknya hidrat yang terkandung dalam
bahan.
Tujuan penetapan kadar air adalah untuk memberikan batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Nilai maksimal atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Kadar air berhubungan dengan
potensi tumbuhnya mikroorganisme yang dapat menurunkan daya tahan bahan. Parameter
ini juga dapat menggambarkan besaran potensi degradasi senyawa akibat proses hidrolisis
atau degradasi karena mikroorganisme dengan air sebagai pendukungnya.
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air bebas, air
terikat secara lemah, dan air terikat kuat.
a)Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter granular dan pori-pori
yang terdapat dalam bahan.
b) Air yang terikat secara lemah karena (teradsorbsi) pada permukaan koloid
makromolekuler seperti protein, pectin, pati, sellulosa. Selain itu, air juga terdispersi
diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada
dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses
pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.
c)Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionic
sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air yang terdapat dalam bentuk bebas
dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air
dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut diatas. Oleh
karenanya kadar air bukan merupakan parameter absolut yang dapat dipakai untuk
meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini digunakan
pengertian Aw (Aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses kerusakan
bahan makanan.
BAB II
PROSEDUR KERJA
Alat
a. Cawan
b. Spatel logam
c. Kertas perkamen
d. Penjepit
e. Timbangan digital
Bahan
a)
Timbang daun waru 5 gram (sampel)
b)
Timbang cawan kosong
c)
Timbang cawan dan sampel
d)
Kemudian atur suhu oven 105°C
e)
Masukkan sampel ke dalam oven, sebelum itu ratakan sampel hingga lapisan setebal 5
mm – 10 mm.
f) Sampel dikeringkan dalam oven selama 1 jam
g) Tiap 1 jam, sampel dikeluarkan dan dimasukkan dalam desikator jadi suhu kamar
h) Lalu timbang sampel dan catat hasilnya
i) Setelah itu masukkan Kembali sampel ke dalam oven
j) Setelah 3 kali pengulangan/3 jam, hitung presentase kadar air nya.
Sampel Daun Sirih
a. Timbang daun sirih 5 gram (sampel)
b. Timbang cawan kosong
c. Timbang cawan dan sampel
d. Kemudian atur suhu oven 105°C
e. Masukkan sampel ke dalam oven, sebelum itu ratakan sampel hingga lapisan setebal 5
mm – 10 mm.
f. Sampel dikeringkan dalam oven selama 1 jam
g. Tiap 1 jam, sampel dikeluarkan dan dimasukkan dalam desikator jadi suhu kamar
h. Lalu timbang sampel dan catat hasilnya
i. Setelah itu masukkan Kembali sampel ke dalam oven
j. Setelah 3 kali pengulangan/3 jam, hitung presentase kadar air nya.
BAB III
Rumus Perhitungan :
W 1−W 2
Kadar air (%) = x 100 %
W 1−W 0
Perhitungan:
54,55−54,25
a) Waktu 1 jam = ×100 %=6 %
54,55−49,55
54,55−54,21
b) Waktu 2 jam = ×100 %=6,8 %
54,55−49,55
54,55−54,18
c) Waktu 3 jam = ×100 %=7,4 %
54,55−49,55
W 1−W 2
Kadar air (%) = x 100 %
W 1−W 0
Perhitungan:
37,97−37,59
a) Waktu 1 jam = ×100 %=7,6 %
37,97−32,97
37,97−37,55
b) Waktu 2 jam = ×100 %=8,4 %
37,97−32,97
37,97−37,53
c) Waktu 3 jam = ×100 %=8,8 %
37,57−32,97
37,97−37,56
d) X = ×100 %=8,2 %
37,97−32,97
Pembahasan
Pada praktikum kali ini cawan yang digunakan untuk menentukan susut
pengeringan harus di panaskan terlebih dahulu pada suhu 105 ⁰C selama 30 menit atau
hingga bobot konstan. Pemanasan dilakukan menggunakan oven tujuannya agar air
yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada
suhu 105˚C
Selama waktu tertentu. Kelebihan metode oven adalah suhu dan kecepatan
proses pengeringan dapat diatur sesuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan
higiene dapat dikendalikan. Kelemahan metode oven adalah memerlukan keterampilan
dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami. Setelah
cawan dipanaskan baru ditimbang dengan bahan dan dipanaskan selama 60 menit dan
30 menit pada suhu 105 ˚C. Fungsi dari pemanasan ini untuk memperoleh bobot
konstan dan menentukan perubahan kadar air selama pengeringan bahan yang
mengandung air tinggi hal ini akan menyebabkan perubahan bentuk, densitas dan
porositas bahan. Perubahan bentuk dan ukuran ini mempengaruhi sifat-sifat fisik dan
akhirnya juga berdampak pada berubahnya tekstur dan sifat transport (transport
properties) produk yang dihasilkan. Salah satu perubahan fisik yang penting selama
pengeringan adalah pengurangan volume eksternal bahan. Kehilangan air dan
pemanasan menyebabkan tekanan terhadap struktur sel bahan diikuti dengan perubahan
bentuk dan pengecilan ukuran. Kemudian di masukan dalam desikator, fungsi dari
desikator sebagai tempat menyimpan sampel yang harus bebas air dan mengeringkan
dan mendinginkan sample yang akan digunakan untuk uji kadar air. Hasil yang didapat
dari praktikum susut pengeringan ini ialah pada simplisia daun waru didapat susut
pengeringannya yaitu pada pemanasan pada waktu 1 jam 6% kadar airnya dan pada
pemanasan waktu 2 jam 6,8%, kemudian waktu 3 jam ialah 7,4%. Pada Farmakope
Herbal Indonesia Edisi I (2008) menyatakan bahwa susut pengeringan daun waru
>24%. Dari hasil susut pengeringan yang didapat sesuai dengan literatur. Hasil yang
didapat untuk susut pengeringan simplisia daun sirih pada pemanasan waktu 1 jam ialah
7,6% dan pada pemanasan waktu 2 jam ialah 8,4%, kemudian pada waktu 3 jam ialah
8,8%. Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2008), susut pengeringan untuk daun sirih
tidak lebih dari 10%. Dari hasil susut pengeringan yang didapat sesuai dengan literatur.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Fungsi dari pemanasan ini untuk memperoleh bobot konstan dan menentukan perubahan
kadar air selama pengeringan bahan yang mengandung air tinggi hal ini akan
menyebabkan perubahan bentuk, densitas dan porositas bahan.
2. Pada hasil pengamatan kadar air daun waru, dinyatakan bahwa hasil yang sesuai dengan
literatur yaitu >24%.
3. Pada hasil pengamatan kadar air daun sirih, dinyatakan bahwa hasil yang sesuai dengan
literatur yaitu tidak lebih dari 10%.
Daftar Pustaka
PRAKTIKUM III
“UJI MIKROSKOPIS”
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
DASAR TEORI
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatopyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonaea
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
Syarat tumbuh tanaman sirih hijau (Piper betle L.) pada dasarnya hidup
subur dengan ditanam diatas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan
memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Tanaman sirih hijau
menyukai tempat yang terbuka atau sedikit terlindung, tumbuh merambat dan
dapat diperbanyak dengan stek batang yang sudah agak tua yang terdiri dari
4-6 ruas.
Sirih Hijau (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan perdu merambat dan
bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku, beralur,
warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat Panjang, warna hijau,
perbungaan bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-
abuan. Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk
daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun rata,
ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan
daging daun tipis. Permukaan daun warna hijau dan licin, sedangkan batang
pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan
kulitnya kasar serta berbuku-buku. Daun sirih yang subur berukuran lebar
antara 8-12 cm dan panjangnya 10-15 cm.
b. Daun Waru
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Kandungan Kimia
PROSEDUR KERJA
Alat
- Mikroskop
- Kaca preparate
- Objek glass
- Silet
Bahan
Sklerenkim
Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang uji mikroskopis pada daun sirih, daun
waru, dan daun salam. Dimana hasil mikroskopis ketiga sampel tersebut
tentu berbeda-beda.
Pengamatan morfologi dilakukan dengan mengamati bentuk fisik tanaman
yakni warna, zat, bentuk tanaman, dan merupakan salah satu cara
memperkenalkan tanaman, karena mengingat tanaman yang sama belum
tentu mempunyai bentuk morfologi yang sama pula. Pemeriksaan morfologi
pada tanaman sirih.
Daun, daun berupa daun tunggal (folium simplex) yaitu pada tangkai
daunnya hanya terdapat satu helaian daun saja. Helaian daun (lamina)
berbentuk memanjang (oblongus), pada ujung daun (apex folii) bentuk
runcing (acutus), tepi daunnya (morgo folii) berbentuk rata (inteler). Panjang
10-48 cm, lebar 4-20 cm, susunan tulang daunnya (nervatio) adalah
bertulang menyirip (penninervis) yaitu hanya mempunyai satu ibu tulang
daun yang berjalan dari pangkal ke ujung.
Pada hasil pengamatan pada sampel daun sirih dengan alat mikroskop
didapat hasil yaitu terdapat sklerenkim daun sirih, epidermis bawah dengan
stomata daun sirih, adanya kristal kalsium oksalat berbentuk roset, kemudian
adanya berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral daun sirih.
Kemudian hasil pengamatan pada sampel daun waru dengan alat
mikroskop terdapat adanya sklerenkim daun waru, kemudian adanya kristal
kalsium oksalat bentuk roset daun waru, adanya berkas pengangkut dengan
penebalan tipe spiral daun waru, adanya epidermis bawah dengan stomata
daun waru.
Hasil pengamatan pada sampel daun salam dengan alat mikroskop
didapat hasilnya yaitu terdapat adanya kristal kalsium oksalat bentuk roset
daun salam, adanya berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral daun
salam, kemudian adanya epidermis bawah dengan stomata daun salam, dan
adanya sklerenkim daun salam.
Penentuan kandungan kimia secara kualitatif dilakukan dengan
menggunakan pereaksi kimia yang umum untuk senyawa tersebut. Metode
ini dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kemungkinan senyawa yang
terkandung dalam serbuk simplisia.
BABIV
KESIMPULAN
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Tujuan Percobaan
Dasar Teori
Ekstrak kasar bahan alam merupakan campuran dari banyak senyawa sehingga
sulit dilakukan pemisahan senyawa tunggal hingga didapatkan isolat yang murni. Untuk
mengatasinya, maka ekstrak kasar dipisahkan menjadi fraksi-fraksi yang berisi
kelompok senyawa yang memiliki sifat polaritas atau ukuran molekul yang hampir
sama. Fraksi-fraksi ini dapat dibedakan secara jelas, misal dengan ekstraksi cair-cair
kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kolom, misalnya kromatografi cairan
vakum, kolom kromatografi, kromatografi berdasarkan ukuran atau ekstraksi fase padat.
Pemisahan awal ekstrak kasar tidak perlu dilakukan dengan banyak fraksi karena hanya
akan menghasilkan banyak fraksi namun mengandung senyawa dalam konsentrasi yang
kecil.
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat,
cair, terlarut, suspensi, atau esotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi)
komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan
pada boot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi
yang lebih ringan akan berada diatas fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan
pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran
pelarut tersebut. Asam lemak, asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang
penting dan dapat diektraksi dengna pelarut organik (Adijuwana dan Nur, 1989).
Fraksinasi dalam arti lain yaitu suatu teknik pemisahan untuk larutan yang mempunyai
perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30° C atau lebih (Gunawan &
Mulyani, 2004).
BAB II
ALAT DAN BAHAN
1. Alat
1. Corong pisah
2. Beaker glass
3. Piknometer
2. Bahan
1. Sampel daun salam hasil maserasi dilarutkan dengan air 300 ml,
dimasukkan ke dalam corong pisah sambil disaring agar tidak ada
endapan yang masuk.
2. Dimasukkan heksana 100 ml ke dalam corong pisah
3. Corong pisah dikocok selama 5 – 10 menit
4. Diamkan sampai terbentuk 2 lapisan
5. Lapisan air dikeluarkan, ditampung dalam beaker glass, lalu
dimasukkan lagi ke dalam corong pisah.
6. Ulangi langkah 2 – 5 sebanyak 3x.
B. Penentuan BJ
Hasil
Pada praktikum fraksinasi secara ekstraksi cair-cair ini bertujuan untuk mampu
melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair. Fraksinasi adalah
suatu proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.
Sedangkan ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase
pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama
dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Komponen kimia akan terpisah didalam dua
fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang
tepat (Sudjadi, 1986).
Kesimpulan
Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak
dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang
umumnya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksan, etilasetat, dan metanol. Melakukan
fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair berdasarkan proses pemisahan
suatu senyawa kuantitas tertentu dari campuran atau senyawa aktif
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta.
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Tujuan
Untuk mengidentifikasi golongan senyawa kimia pada sampel heksan
lamtoro
Dasar Teori
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen
menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT
merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk
identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah
sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain
kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat
berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh
dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa
murni skala kecil (Gandjar et al, 2008).
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan
pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang
ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak
senyawa-senyawa ke atas pada lempengan tergantung pada (Sudarmadji et al.2007):
1. Alat
1. Lampu UV
2. Pipet tetes
3. Plat KLT
2. Bahan
3. Cara Kerja
Hasil
a. Daun Lamtoro
Perhitungan
Rf :
Rf 2:1 :
Rf 1:1 :
b. Daun Kelor
Perhitungan :
Rf :
10 : 1
1)
2)
3)
5: 1
1)
2)
3)
4)
1: 1
1)
2)
3)
Pembahasan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan karutan
cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarya menggunakan mikro pipet atau pipa
kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di
dalam wadah yang tertutup.
Ketika memisahkan dua atau lebih senyawa melalui kromatografi, sangat
penting untuk memilih pelarut yang benar sebagai fase gerak. Jika terlalu lemah
pelarut yang dipilih dari eluting, akan memakan waktu yang sangat lama dan
volume pelarut yang digunakan sangat besar untuk mengelusi senyawa. Jika terlalu
kuat pelarut yang dipilih dari semua senyawa akan segera dielusi. Senyawa polar
dengan mudah larut dalam pelarut polar dan memiliki afinitas rendah untuk pelarut
nonpolar. Senyawa memiliki afinitas tinggi untuk pelarut dengan polaritas yang
mirip dengan diri mereka sendiri.
Nilai Rf tergantung pada :
1. Sifat polar pelarut yang digunakan.
2. Sifat Polar dari fase diam.
3. Sifat Polar sampel.
4. Kondisi percobaan.
6.
7.
8.
9.
10.
Kesimpulan
Dan Pada sampel daun kelor perbandingan 10 : 1 = 0,96 . 0,93. 0,826 perbandingan
5 :1 = 0,8 . 0,773 . 0,706 . 0,706 perbandingan 1 : 1 = 0,6 . 0,626 dan 0,573.
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
’’KADAR TOTAL FLAVONOID & FENOL’’
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Latar Belakang
Sirih hitam merupakan salah satu jenis dari tanaman sirih yang memiliki
banyak pemanfaatan sebagai obat. Daun sirih hitam memiliki ciri khusus yakni
bentuk daun menyerupai hati, bertangkai, daun berwarna hijau tua kehitaman
dan bila dipegang daun terasa tebal dan kaku. Penggunaan empiris daun sirih
hitam yang berhubungan dengan antioksidan adalah daun sirih hitam digunakan
dalam pengobatan diabetes melitus.
Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif
yangdiakibatkan radikal bebas menyerang asam lemak tak jenuh dalam jaringan
sel sehingga terjadi reaksi antar sel dan menghasilkan senyawa peroksida yang
merusak sel. Pada penderita diabetes melitus, meningkatnya kadar glukosa
dalam darah disebabkan oleh kerusakan pankreas sehingga tidak dapat
menghasilkan insulin, kerusakan pankreas ini dapat disebabkan oleh senyawa
radikal bebas yang merusak sel-sel pada pankreas sehingga tidak dapat
berfungsi (Purboyo, 2009).
Metabolit sekunder ekstrak daun sirih hitam teridentifikasi golongan
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, senyawa fenol, karotenoid, dan
steroid (Hastuty, 2011). Senyawa yang memiliki sifat sebagai antioksidan kuat
yakni flavonoid, tannin, fenol, alkaloid, dan saponin (Heinrich, Joanne, Simon,
dan Elizabeth, 2008). Terdapat beberapa kriteria suatu senyawa dikatakan
memiliki aktivitas antioksidan yakni, Molyneux (2004) menyatakan bahwa
suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm.
Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut
kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan (BrandWilliams,
1995). Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan /sangat
kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 µg/mL, kuat untuk IC50 bernilai 50-100
µg/mL, sedang jika IC50 bernilai 101-150 µg/mL, dan lemah jika IC50 bernilai
151-200 µg/mL (Mardawati, Achyar, Marta, dan Herlina. 2008). Berdasarkan
uraian di atas tentang metabolit sekunder yang terkandung dalam daun sirih
hitam, dan khasiat daun sirih hitam dalam pengobatan diabetes melitus, maka
dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas daun sirih hitam sebagai
antioksidan dengan menggunakan DPPH (1,1-diphenyl-2- picrylhydrazyl)
sebagai radikal bebas.
Tujuan
Adapun tujuan praktikum pada praktikum ini adalah mahasiswa mampu
melakukan proses pemnentuan kadar total flavonoid dan kadar total fenol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Senyawa Fenol
Fenolik adalah kelompok fitokimia terbesar yang paling banyak dan
bertindak sebagai aktivitas antioksidan dalam tanaman. Lebih dari 4000
polifenol ditemukan pada tanaman vaskular. Senyawa fenolik seperti kuersetin,
rutin, naringin, katechin, asam kaffeic, asam galat dan asam klorogenik adalah
konstituen tanaman yang sangat penting (Rao dkk., 2016).
Istilah senyawa fenolik mencakup berbagai zat tanaman yang memiliki
kesamaan cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih substituen
hidroksil (Harborne, 1973). Zat-zat ini diklasifikasikan sebagai senyawa
fenolik. Fenolik tumbuhan bersifat heterogen secara kimia senyawa, beberapa
hanya larut dalam pelarut organik dan ada yang larut dalam air, sementara yang
lain adalah polimer tidak larut (Anulika dkk., 2016).
Fenol adalah senyawa yang mempunyai gugus OH berikat pada cincin
aromatik. Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan dengan alkohol, tetapi
lebih basa daripada asam karbonat karena fenol dapat melepaskan ion 𝐻+dari
gugus hidroksilnya. Lepasnya ion 𝐻+menjadikan anion fenoksida C6H5O dapat
melarut dalam air (Fessenden da Fessensen, 1986). Fenolik tersebar luas di
tanaman vaskular dan tampaknya berfungsi dikapasitas yang berbeda (Anulika
dkk., 2016).
2. Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder
yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk
dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6.
Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan golongan fenolik
alam yang terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan, sehingga dapat
dipastikan terdapat flavonoid pada setiap telah ekstrak tumbuhan. Flavonoid
merupakan salah satu golongan senyawa yang terbukti dapat digunakan sebagai
antioksidan, antikanker, dan antidepresan (Azizah, et al, 2014). Flavonoid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang terbentuk melalu jalur sikimat.
Senyawa ini diproduksi dari unit sinnamoil-CoA dengan perpanjangan rantai
menggunakan 3 malonil-CoA. Enzim khalkon synthase mengabungkan
senyawa ini menjadi khalkon. Khalkon adalah prekursor turunan flavonoid pada
banyak tanaman (Dewick, 2002).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data pengamatan Kadar Total Fenol
0.4
Absorbansi
0.3
0.2
0.1
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi (ppm)
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi (ppm)
Perhitungan
1. Kadar Total Fenol
( y−0,1846)
Diketahui y = 0,0008x + 0,1846 atau x = . Rumus x disini digunakan
0,0008
untuk mencari C.
(0,182−0,1846)
15 ppm x (c) = = -3,25
0,0008
(0,221−0,1846)
62 ppm x (c) = = 45,5
0,0008
(0,273−0,1846)
125 ppm x (c) = = 110,5
0,0008
(0,441−0,1846)
250 ppm x (c) = = 320,5
0,0008
(0,547−0,1846)
500 ppm x (c) = = 453
0,0008
Perhitungan Kadar Total Fenol:
C x V x Fp −3,25 x 25 ml x 2
15 ppm = = = -1.625
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 45,5 x 25 ml x 2
62 ppm = = = 22.750
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 110,5 x 25 ml x 2
125 ppm = = = 55.250
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 320,5 x 25 ml x 2
250 ppm = = = 160.250
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 453 x 25 ml x 2
500 ppm = = = 226.500
w sampel 0,1 g
2. Kadar Total Flavonoid
( y−0,0396)
Diketahui y = 0,0002x + 0,0396 atau x = . Rumus x disini digunakan
0,0002
untuk mencari C.
(0,029−0,0396)
15,75 ppm x (c) = = -53
0,0002
(0,057−0,0396)
31,25 ppm x (c) = = 87
0,0002
(0,064−0,0396)
125 ppm x (c) = = 122
0,0002
(0,091−0,0396)
250 ppm x (c) = = 257
0,0002
(0,132−0,0396)
500 ppm x (c) = = 462
0,0002
Perhitungan Kadar Total Flavonoid:
C x V x Fp −53 x 25 ml x 2
15,75 ppm = = = -26.500
w s ampel 0,1 g
C x V x Fp 87 x 25 ml x 2
31,25 ppm = = = 43.500
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 122 x 25 ml x 2
125 ppm = = = 61.000
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 257 x 25 ml x 2
250 ppm = = = 128.500
w sampel 0,1 g
C x V x Fp 462 x 25 ml x 2
500 ppm = = = 231.000
w sampel 0,1 g
Pembahasan
Fenolik adalah kelompok fitokimia terbesar yang paling banyak dan bertindak
sebagai aktivitas antioksidan dalam tanaman. Lebih dari 4000 polifenol ditemukan
pada tanaman vaskular. Senyawa fenolik seperti kuersetin, rutin, naringin,
katechin, asam kaffeic, asam galat dan asam klorogenik adalah konstituen
tanaman yang sangat penting (Rao dkk., 2016).
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang
paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam
golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6.
Pada praktikum penentuan kadar total fenol dan kadar total flavonoid yang
menggunakan ekstrak daun sirih hitam dengan menggunakan reagen folin untuk
fenol dan NaNO2 untuk flavonoid.
Pada data percobaan dan perhitungan diperoleh hasil kadar total fenol dengan
konsentrasi 15 ppm, 62 ppm, 125 ppm, 250 ppm dan 500 ppm adalah -1.625,
22.750, 55.250, 160.250 dan 226.500.
Sedangkan pada hasil kadar total flavonoid dengan konsentrasi 15,75 ppm,
31,25 ppm, 125 ppm, 250 ppm dan 500 ppm adalah -26.500, 43.500, 61.000,
128.500 dan 231.000.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Pada praktikum penentuan kadar total fenol dan kadar total flavonoid dapat
disimpulkan bahwa fenolik adalah kelompok fitokimia terbesar yang paling
banyak dan bertindak sebagai aktivitas antioksidan dalam tanaman dan Flavonoid
merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak
ditemukan di dalam jaringan tanaman. Pada hasil praktikum kali ini kadar IC50
pada daun sirih terbesar adalah pada flavonoid.
PRAKTIKUM FITOKIMIA
PRAKTIKUM V
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Pendahuluan
Dasar Teori
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur unsur mineral. Unsur
juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat
menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan bahan organik
dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Penentuan kadar abu total bertujuan untuk menentukan baik atau tidaknya
suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai
penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Abu adalah zat anorganik
sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan
erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian
serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan.
Terdapat dua metode pengabuan antara lain metode pengabuan kering dan
metode pengabuan basah. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan
berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur
yang dapat diatur suhunya.
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu
dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu
sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam
bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja.
Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat,
oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk
garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut,
kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat
organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya
sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-
sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.
Bab II
Prosedur Kerja
1.Alat
1. Cawan krus
2. Timbangan analitik
3. Beaker gelas
4. Kaki tiga
5. Labu spiritus
6. Tanur
7. Desikator
8. Kertas saring
2.Bahan
1. Sampel daun waru
2. Aquadest
3. H₂SO₄ 0,05 M
3.Cara Kerja
Bab III
Data Pengamatan
No Bobot Cawan Krus Bobot Cawan Kadar Abu
Kosong Krus Kosong Total
Sebelum Setelah
Dipanaskan Dipanaskan
1 30,63 gram 2,09 gram 0,17 gram
2 30,63 gram 2,09 gram 0,16 gram 7,96%
3 30,63 gram 2,09 gram 0,16 gram
Perhitungan
a. Bobot cawan krus kosong:
1. 30,63 gram
2. 30,63 gram
3. 30,63 gram
b. Bobot sampel daun waru = 32,64 gram (dengan krus cawan)
- Sebelum Dipanaskan: 32,64-30,63 = 2,01 gram (bobot daun
waru)
- Setelah Dipanaskan dalam tanur:
1) 30,80 gram (dengan cawan krus)
30,80-30,63 = 0,17 gram (bobo abu daun waru)
2) 30,79 gram (dengan cawan krus)
30,79-30,63 = 0,16 gram (bobo abu daun waru)
3) 30,79 gram (dengan cawan krus)
30,79-30,63 = 0,16 gram (bobo abu daun waru)
c. Kadar abu total daun waru
0,16 g
= x 100% = 7,96%
2,01 g
d. Bobot untuk larut asam dan air
0,16 g
- Abu daun waru: = 0,08 gram
2
Pembahasan
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau
mineral yang terdapat pada suatu bahan. Pengukuran kadar abu
bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan mineral yang
terdapat dalam ekstrak sampel daun waru. Sedangkan kadar air
merupakan banyaknya air terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen. Dalam penetapan kadar abu digunakan alat tanur dengan
suhu 750℃ dan pada penetapan kadar air digunakan alat oven pada
suhu 105℃
Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam
mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain
kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai
senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan
jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit, oleh karena itu
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam
mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.
Dalam penentuan kadar abu dengan metode tanur yaitu kadar abu
yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar
dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organic akan
terbakar. Dalam penetapan kadar abu ini digunakan suhu paling tinggi
yaitu dengan suhu 750℃ dilakukan agar perubahan suhu pada
simplisia maupun porselin tidak secara tiba-tiba. Penggunaan suhu
yang tinggi juga akan menyebabkab beberapa mineral tidak larut.
Langkah awal untuk menentukan abu total yaitu masukkan sampel
daun waru ke dalam cawan kemudian timbang, lalu panaskan hingga
pelarut menguap, masukkan ke tanur untuk di panaskan dengan suhu
600℃ panaskan selama kurang lebih 1 jam, setelah sipanaskan
masukkan ke dalam desikator untuk mendinginkan, timbang Kembali
bobot setelah dipanaskan, ulangi sebanyak 3 kali. Setelah itu, di
dapatlah hasil perhitungan sebesar 7,96%.
Langkah selanjutnya yaitu larut asam dan air. Pertama-tama abu
total tadi dibagi 2 timbang masing-masing sama banyak, setelah itu
langkah untuk larut asam, masukkan H₂SO₄ 0,05 M sebanyak 25 mL
sambal dipanaskan di atas api selama 5 menit, kemudian disaring
menggunakan kertas saring, timbang Kembali, lalu masukkan ke
dalam tanur panaskan dengan suhu 450℃, setelah itu, masukkan ke
dalam desikator untuk di dinginkan, lalu timbang Kembali setelah
dipanaskan. Langkah untuk larut air yaitu masukkan aquadest
sebanyak 25 mL sambil di panaskan di atas api, setelah itu saring
menggunakan kertas saring, panaskan kembali, lalu masukkan ke
dalam tanur panaskan dengan suhu 450℃, lalu masukkan ke dalam
desikator untuk di dinginkan, timbang Kembali yang telah dipanaskan,
di dapatlah hasil nya larut asam dan air sebesar 0,08 gram. Pada
praktikum kali ini tidak dilakukan uji, jadi data cukup sampai kadar
saja.
Bab IV
Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat kita simpulkan bahwa:
1. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan
pangan itu sendiri (indigenous).
2. Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada
suhu yang tinggi,yaitu sekitar 500-600℃ dan melakukan penimbangan
zat yang tinggal setelah proses pembakaran tersebut.
3. Kadar abu total sebesar 7,96%
4. Abu daun waru dalam larut asam dan air sebesar 0,08 gram.
Daftar Pustaka
Dirjen POM, 1989 dan 1995. Materia Medika Indonesia. Depkes RI: Jakarta
Dirjen POM, 2009. Farmakope Herbal Indonesia edisi I. Depkes RI: Jakarta
PRAKTIKUM
“KROMATOGRAFI KOLOM”
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
Dasar Teori
Kromatografi terdiri dari dua fase, fase gerak dan fase diam, dalam proses
kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan molekul-molekul
komponen untuk melarut dalam cairan, melekat pada permukaan padatan
halus, bereaksi secara kimia dan terekslusi pada pori-pori fasa diam.
Komponen yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan harus
mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara
melarut di dalamnya, teradsorpsi atau bereaksi secara kimia. Pemisahan terjadi
berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel. Hasil
pemisahan dapat digunakan untuk keperluan analisis kualitatif, analisis
kuantitatif dan pemurnian suatu senyawa. Dalam beberapa hal metode
pemisahan kromatografi mempunyai kemiripan dengan metode pemisahan
ekstraksi. Kedua metode ini sama-sama menggunakan dua fasa, dimana fasa
satu bergerak terhadap fasa lainnya, kesetimbangan solut selalu terjadi di
antara kedua fasa.
Ada beberapa pembagian kromatografi, diantaranya kromatografi cair-
cair, dalam kromatografi partisi cair-cair, suatu pemisahan dipengaruhi oleh
distribusi sampel antara fase cair diam dan fase cair bergerak dengan
membatasi kemampuan pencampuran. Jika suatu zat terlarut dikocok dalam
sistem dua pelarut yang tidak bercampur atau saling melarutkan maka zat
terlarut akan terdistribusi di antara kedua fase.
Metode pemisahan dalam kimia diantaranya kromatografi. Metode
pemisahan kromatografi kolom ini memerlukan bahan kimia yang cukup
banyak sebagai fasa diam dan fasa bergerak bergantung pada ukuran kolom
gelas. Untuk melakukan pemisahan campuran dengan metode kromatografi
kolom diperlukan waktu yang cukup lama, bisa berjam-jam hanya untuk
memisahkan satu campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang jelas artinya
kadang-kadang sukar mendapatkan pemisahan secara sempurna karena pita
komponen yang satu bertumpang tindih dengan komponen lainnya. Masalah
waktu yang lama disebabkan laju alir fasa gerak hanya dipengaruhi oleh gaya
gravitasi bumi, ukuran diameter partikel yang cukup besar membuat luas
permukaan fasa diam relatif kecil sehingga tempat untuk berinteraksi antara
komponen-komponen dengan fasa diam menjadi terbatas. Apabila ukuran
diameter partikel diperkecil supaya luas permukaan fasa diam bertambah
menyebabkan semakin lambatnya aliran fasa gerak atau fasa gerak tidak
mengalir sama sekali. Selain itu, fasa diam yang sudah terpakai tidak dapat
digunakan lagi untuk pemisahan campuran yang lain karena sukar
meregenerasi fasa diam.
Pemisahan kromatografi kolom adsorpsi didasarkan pada adsorpsi
komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap
permukaan fase diam. Kromatografi kolom terabsorpsi termasuk pada cara
pemisahan cair padat, substrat padat bertindak sebagai fasa diam yang sifatnya
tidak larut dalam fasa cair, fasa bergeraknya adalah cairan atau pelarut yang
mengalir membawa komponen campuran sepanjang kolom. Pemisahan
bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar muka
diantara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan relatif
komponen pada fasa bergeraknya. Antara molekul-molekul komponen dan
pelarut terjadi kompetisi untuk teradsorpsi pada permukaan adsorben sehingga
menimbulkan proses dinamis. Keduanya secara bergantian tertahan beberapa
saat di permukaan adsorben dan masuk kembali pada fasa bergerak.
Bab II
Prosedur Kerja
Alat
1. Gelas beaker
2. Corong
3. Klem dan statif
4. Mortar dan stamper
5. Kolom kromatografi
6. Botol
Bahan
1. Sampel air daun ketepeng
2. Sampel air daun kelor
3. Kapas
4. Methanol
5. Diklorometan
6. Silika
Cara Kerja
a) Pada Sampel Daun Ketepeng
1) Siapkan alat dan bahan
2) Masukkan kapas ke dalam kolom kromatografi
3) Timbang sampel air ketepeng sebanyak 5 gram
4) Masukkan sampel air ke dalam mortar, kemudian tambahkan
silika (gerus hingga berubah menjadi powder “homogen”)
5) Sisihkan
6) Buatlah bubur silika gel dengan ditambahkan eluen
(diklorometan + methanol), kemudian masukkan ke dalam
buret yang sudah di isi oleh kapas
7) Tambahkan ekstrak ketepeng yang sudah dihaluskan (powder)
ke dalam buret
8) Siapkan gelas beaker, lalu biarkan kran buret terbuka hingga
cairan ekstrak bercampur dengan silika gel dan eluen (ekstrak
turun ke bawah), kemudian tutup
9) Ketika cairan ekstrak tercampur dan turun ke bawah, siapkan
botol dan buka kran buret, lalu biarkan sari ekstrak masuk ke
dalam botol hingga terisi penuh
10) Lakukan cara diatas hingga botol ke 14.
1.Data Pengamatan
Day, R.A. Dan Underwood, A,L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga:
Jakarta
Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. ITB: Bandung
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern. Bandung:
Penerbit ITB
Khopkar, S.M. 2000. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Steenis, C.G.G.J. van. 1947. Flora. PT Balai Pustaka Persero: Jakarta
Sulastri Lilik. 2021. Penuntun Praktikum Fitokimia. STTIF Bogor
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
“UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN”
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
PENDAHULUAN
Tujuan Praktikum
Dasar Teori
Alat
Beaker glass
Labu ukur
Aluminium foil
Tabung reaksi
Bahan
Teh etilasetat
Heksana lamtara 200mg
Salam etil asetat
Heksan ketepeng
Aquadest
Larutan DPPH
Methanol
Metode kerja
1. Daun Waru
Buat larutan 1000 ppm dengan 100mg sampel ektrak + aquadest ad tanda batas,
lalu buat deret standar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm, 160 ppm dan 320 ppm.
Timbang 250 mg sempel salam etil asetat, lalu masupkan kedalam beker glass
larutkan menggunakan larutan methanol ad homogeny
Masukan kedalam labu ukur berukuran 250 ml tambahkan aquadest sampai tanda
batas lalu kocok ad homogeny
Lalu encerkan larutan tersebut menggunakan larutan tadi dengan buat 7 larutan
dengan labu ukur dengan konsentrasi masing-masing 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 40
ppm, 80 ppm, 160 ppm dan 320 ppm.
Masing-masing larutan dimasukan kedalam tabung reaksi yang berbeda – beda
yang sudah dilapisi dengan almunium foil sesuai konsentrasi sebanyak 3 mL.
Masing-masing tabung reaksi tambahkan DPPH sebanyak 3 mL tutup bagian
mulut tabung reaksi menggunakan almunium lalu kocok ad homogeny
Inkubasi selama 30 menit, kemudian tentukan absorbansi menggunakan
spektrofotomer
Hitunglah % inhibisi
4.Heksan Ketepeng
Timbang 250 mg sempel heksan ketepeng, lalu masupkan kedalam beker glass
larutkan menggunakan larutan methanol ad homogeny
Masukan kedalam labu ukur berukuran 250 ml tambahkan aquadest sampai tanda
batas lalu kocok ad homogeny
Lalu encerkan larutan tersebut menggunakan larutan tadi dengan buat 7 larutan
dengan labu ukur dengan konsentrasi masing-masing 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 40
ppm, 80 ppm, 160 ppm dan 320 ppm.
Masing-masing larutan dimasukan kedalam tabung reaksi yang berbeda – beda
yang sudah dilapisi dengan almunium foil sesuai konsentrasi sebanyak 3 mL.
Masing-masing tabung reaksi tambahkan DPPH sebanyak 3 mL tutup bagian
mulut tabung reaksi menggunakan almunium lalu kocok ad homogenyInkubasi
selama 30 menit, kemudian tentukan absorbansi menggunakan spektrofotomer
Hitunglah % inhibisi
5.Daun Stevia
100 mg sample daun stevia di tambahkan dengan methanol sampai larut dan
homogen.
Sample dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambahkan aquadest sampai
dengan tanda batas (konsentrasi larutan = 1000 ppm)
Dibuat pengenceran dengan deret konsentrasi 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm, 62.75
ppm, 31.37 ppm, 15.685 ppm, dan 7.84 ppm, dalam labu ukur 100 ml.
Masing-masing larutan hasil pengenceran diambil 3 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan dengan 3 ml dpph, dikocok sampai homogen.
Tabung reaksi dibungkus dengan alumunium foil. kemudian diinkubasi selama
30 menit dalam ruangan gelap dengan suhu 37 derajat celcius.
Setelah 30 menit, kemudian diukur nilai absorbansinya menggunakan
spektrofotometer uvvis pada λ 517 nm. Blanko (kontrol negative) yang
digunakan adalah metanol
BAB III
DATA PENGAMATAN
HASIL
UJI ANTIOKSIDAN DAUN STEVIA
Perbandingan kolerasi
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6
Log Konsentrasi
Y =0,5418 x−0,5495
50=0,5418 x −0,5495
505495
x=
5418
x=93,3
Perbandingan kolerasi
68.00%
f(x) = 0.035179589907332 x + 0.600760397270599
66.00% R² = 0.54638544769459
Inhibisi (%)
64.00%
62.00%
60.00%
58.00%
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4
Log Konsentrasi
Y =0,0352 x +0,6008
50=0,0352 x +0,6008
61749
x=
44
x=1403,38
Perbandingan kolerasi
100.00%
80.00%
inhibisi (%)
60.00% f(x) = 0.116897527864076 x + 0.399943847895246
R² = 0.0609530007349696
40.00%
20.00%
0.00%
0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4
log konsentrasi
Y =0,1169 x +0,3999
50=0,1169 x +0,3999
496001
x=
1169
x=424,3
Perbandingan kolerasi
Konsentrasi Persamaan regresi linear R2 R
Dengan log Y =−0,0973 x +0,7017 0,4792 0,6922
Tanpa log Y =−0,0008 x +0,5956 0,5364 0,7323
40%
30%
20%
10%
0%
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Konsentrasi (ppm)
Y =−0,0008 x +0,5956
50=−0,0008 x+0,5956
x=61755,5
Perbandingan kolerasi
Y =0,004 x−0,344
50=0,004 x−0,344
x=12586
BAB IV
PEMBAHASAN
Metode DPPH merupakan metode yang terbukti akurat dan praktis untuk
mengetahui aktivitas penangkapan radikal beberapa senyawa. Radikal DPPH
adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen yang tidak stabil.
Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi.
Penurunan intensitas warna terjadi disebabkan berkurangnya ikatan rangkap
terkonjugasi pada DPPH. Hal ini terjadi karena penangkapan satu elektron oleh
antioksidan menyebabkan tidak adanya kesempatan elektron tersebut untuk
beresonansi
BAB V
KESIMPULAN
89
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
“SKRINNING FITOKIMIA”
Disusun oleh:
Ananda syukron H.A (19011029)
Imat rahmadianingsih (19011027)
90
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang
dapat manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat
obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional.
Berbagai khasiat yang dapat dihasilkan oleh tanaman tradisional yang ada,
dimana merupakan efek dan khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam
tanaman tersebut. Sebagai contoh zat kimia yang terkandung dalam tanaman
yang biasa digunakan sebagai adalah alkaloid, flavonoid, glikosida, terpenoid,
saponin, tanin dan polifenol.
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis
senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk
mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi
awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi
dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat
digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain
seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode
yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon,
steroid/terpenoid.
Untuk mengetahui kandungan kimia yang berkhasiat obat pada bahan alam,
maka perlu dilakukan analisis kuantitatif/identifikasi terhadap senyawa- senyawa
tersebut dengan uij pereaksi kimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Tujuan
Adapun tujuan praktikum pada praktikum ini adalah mahasiswa mampu
melakukan proses uji skrining fitokimia pada tumbuhan.
91
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teori
Dalam kajian farmakologi tentang pengujian komponen farmaka dalam
simplisia lahan sediaan obat erat kaitannya dengan uji fitokimia pada suatu
sampel yang pada dasarnya adalah mengetahui golongan senyawa kimia yang
terkandung dalam sediaan bahan obat tersebut.
Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk
mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Fitokimia atau
kimia tumbuhan merupakan disiplin ilmu yang mempelajari aneka ragam
senyawa organik pada tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis,
metabolism, penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologisnya. Pendekatan secara
penapisan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau
bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan
metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid,
glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol.
Metode yang dilakukan untuk melakukan penapisan fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain: sederhana, cepat, dapat dilakukan
dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari,
semikualitatif dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya
senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari.
Uji fitokimia yang dapat dilakukan adalah uji kualitatif secara Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dan secara uji kualitatif secara kimiawi.
1. Alkaloid
Alkaloid dari tanaman kebanyakan merupakan senyawa amina tersier dan
yang lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quartener (Poither,
2000). Semula alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan cincin
aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan asam amino penyusunnya, alkaloid
asiklis yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis
92
fenilanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-dihidrosifenilalanin. Alkaloid
indol yang berasal dari trifon.
Untuk mengetahui senyawa alkaloid, digunakan reagen wagner ditandai
dengan terbentuknya endapan. Endapan tesebut diperkirakan adalah kalium-
alkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner, iodium bereaksi dengan I- dari
kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat pada uji wagner, ion
logam K+ akan membentuk ikatan kovalaen koordinat dengan nitrogen pada
alkaloid membentuk kompleks kalium- alkaloid yang mengendap (Marliana,
dkk., 2005).
2. Glikosida
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk
dalam kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman glikosida tidak lagi
diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat
pengaruh lingkungan luar (misalnya terkena panas dan teroksidasi udara).
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan dua bagian senyawa,
yaitu gula dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu ikatan berupa
jembatan oksigen (O –glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida,
adenosine), jembatan sulfur (S-glikosida, sinirgin), maupun jembatan karbon (C-
glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan
gula disebut sebagai aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat
maka senyawa ini disebut sebagai glikosida.
3. Tannin
Tannin merupakan gambaran umum senyawa golongan polimer fenolik
(Cowan, 1999). Tannin merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah
menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silangkan protein
dan mengendapkan gelatin dalam larutan. Untuk mengetahui senyawa tannin,
digunakan larutan gelatin dan FeCl3. Perubahan warna yang terjadi karena
penambahan FeCl3 karena terbentuknya Fe3+- tanin dan Fe3+- polifenol. Atom
oksigen pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan elektron yang mampu
mendonorkan elektronnya pada tannin dan polifenol mempunyai pasangan
elektronyang mampui mendonorkan elektronnya pada Fe3+ yang mempunyai
93
orbital d kosong membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga menjadi suatu
kompleks (Syarifuddin, 1994).
4. Flavonoid
Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat adalah flavonoid.
Golongan ini memberikan warna pada buah dan bunga. Flavonoid telah banyak
dikarakterisasi dan digolongkan berdasarkan struktur kimianya. Flavonoid adalah
senyawa fenolat yang terhidroklisasi dan merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana
C6 diganti dengan cincin benzena dan C3 adalah rantai alifatik yang terdiri dari
cincin piran. Ada 7 tipe flavonoid yaitu flavon, flavonol, khalkon, xanton,
isoflavon, dan biflavon.
Uji flavonoid dengan HCl untuk mendeteksi senyawa yang mengandung inti
benzopiranon. Warna merah atau warna ungu yang terbentuk merupakan garam
benzopirilium, yang disebut juga garam flavilium (Achmad, 1986).
5. Saponin
Saponin mempunyai bagian utama berupa turunan triterpen dengan sedikit
steroid. Residu gula dihubungkan oleh gugugs –OH biasanya C3- OH dari
aglikon (monodesmoside saponin) dan jarang dengan 2 gugus OH atau satu
gugus OH dan satu gugus karboksil (bis-desmiside sponin).
Saponin dapat diketahui dengan penambahan air. Timbulnya busa
menunjukan adanya glikosida yang mampu membentuk buih dalam air.
Senyawa glikosida terhidrolisis menjadi glukosa dan aglikon. Saponin adalah
suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada
pada seluruh tanaman dengan kosentrasi tinggi macam tanaman pada bagian-
bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
6. Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hydrogen, atau
karbon, hydrogen dan aksigen yang tidak bersifat aromatis. Terfenoid merupakan
senyawa-senyawa yang mudah menguap terdiri dari 10 atom C dan merupakan
senyawa penyusun minyak atsiri. Terpenoid dengan titik didih yang lebih tinggi
disususn oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tertaterpen (C40) dengan
penambahan atom oksigen.
94
BAB III
METODE PRAKTIKUM
95
2. Uji flavonoid
a) Ambil 1 spatel ekstrak ditambahkan seujung spatel logam Mg
dimasukan kedalam tabung reaksi
b) Ditambahkan 2 tetes Hcl pekat
3. Uji fanolik
a. Dimasukan 1 spatel ekstrak kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan 2 tetes FeCl3
4. Uji Saponin
a) Dimasukan 1 spatel ekstrak ditambahkan 2 ml aquadest
b) Kocok dan amati busa selama 30 detik
5. Uji triteepeboid dan steroid
a) Dimasukan 1 spatel ekstrak ditambahkan 2 tetes asam asetat
anhidrat
b) Ditambahkan 1 tetes asam sulfat
6. Uji Tanin
a) Dimasukan 1 spatel ekstrak kedalam tabung reaksi ditambahkan 10
ml Aquadest
b) Dipanaskan 15 menit
c) Kemudian disaring dan didinginkan, kemudian ditambahkan 2 tetes
Fecl3
7. Uji Quinon
a) Dimasukan 1 spatel ekstrak kedalam tabung reaksi
b) Ditambahkan 10 ml Aquadest
c) Kemudian dipanaskan, lalu ditambahkan 1 ml Natrium Hidroksida
96
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data pengamatan Uji Alkaloid
No Uji Gambar pengamatan
1. Uji alkaloid Terdapat endapan
2. Buchard Berwarna merah
3. Mayer Merah dengan endapan putih
4. Dragendoof Merah pekat
Tabel 2. Data pengamatan Uji Flavonoid
Percobaan Pengamanan
Uji flavonoid Orange
Tabel 3. Data pengamatan Uji Fenolik
Percobaan Pengamatan
Uji fenolik Hijau gelap
Tabel 4. Data pengamatan Uji Saponin
Percobaan Pengamatan
Uji Saponin Larutan terdapat busa
Tabel 5. Data pengamatan Uji Triterpenoid dan Steroid
Percobaan Pengamatan
Uji triterpenoid Orange kemerahan
Tabel 6. Data pengamatan Uji Tanin
Percobaaan Pengamatan
Uji tanin Hijau pekat
Tabel 7. Data pengamatan Uji Quinon
Percobaan Pengamatan
Uji quinon Berwarna merah
Pembahasan
Dalam kajian farmakologi tentang pengujian komponen farmaka dalam
simplisia lahan sediaan obat erat kaitannya dengan uji fitokimia pada suatu sampel
yang pada dasarnya adalah mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung
dalam sediaan bahan obat tersebut.
Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk
mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Fitokimia atau
kimia tumbuhan merupakan disiplin ilmu yang mempelajari aneka ragam senyawa
organik pada tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis, metabolism,
penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologisnya. Pendekatan secara penapisan
fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau bagian
tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan
metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid,
glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol. Pada praktikum kali ini, kita
melakukan percobaan pada screening fitokimia. Pada Uji alkaloid diperoleh data
pengamatan yaitu saat melakukan uji alkaloid dengan bahan ekstrak ditambahkan
kloroform ditambahkan amoniak dan Hcl pekat setelah diamati terdapat endapan.
Kemudian uji alkaloid pada Reagen buchard diperoleh larutan berwarna merah,
untuk Reagen Mayer diperoleh larutan berwarna merah dengan endapan putih dan
untuk Reagen Mayer diperoleh larutan berwarna merah pekat.
Pada Uji flavonoid dengan bahan ekstrak ditambahkan logam Mg dan
ditambahkan 2 tetes Hcl pekat diperoleh larutan berwarna orange. Kemudian pada
uji fenolik dengan bahan ekstrak ditambahkan 2 tetes FeCl3 diperoleh larutan
berwarna hijau gelap. Lalu untuk uji Saponin dengan bahan ekstrak dan
ditambahkan aquadest diperoleh larutan yang membentuk busa.
Pada Uji terpenoid dan steroid dengan bahan Ekstrak ditambahkan asam asetat
anhidrat dan asam sulfat diperoleh larutan dengan berwarna Orange kemerahan.
Kemudian untuk uji pada Tanin dengan bahan Ekstrak ditambahkan aquadest
Kemudian dipanaskan lalu ditambahkan FeCl3 diperoleh larutan berwarna hijau
pekat. Dan uji yang terakhir yaitu uji quinon dengan bahan ekstrak ditambahkan
Aquadest dipanaskan lalu ditambah Natrium Hidroksida diperoleh larutan
berwarna merah.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, bahwa pada uji alkaloid
larutan terdapat endapan, pada uji quinon terdapat larutan merah, pada uji tanin
larutan berwarna hijau Pekat. Untuk uji terpenoid larutan berwarna orange
kemerahan, pada uji Saponin larutan terdapat busa, uji flavonoid larutan berwarna
orange dan uji fenolik larutan berwarna hijau gelap.
.
DAFTAR PUSTAKA