Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS SEDIAAN OBAT

“ANALISIS KADAR TABLET CTM”

Dosen Pengampu : 1. Apt. Sri Wardatun, M.Farm

2. Apt. Dra. Bina Lohita Sari, M.Pd., M.Farm

3. Sara Nurmala, M.Farm.

4. Zaldy Rusli, M.Farm

5. Rikkit S.Farm

Asisten Dosen : Shafana Zahra Aulia

Disusun Oleh:

SITI NAFSIATUL MUTMAINAH


066119019
4A FARMASI

LABORATORIUM FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Menentukan kadar CTM yang beredar di pasaran.

1.2 Dasar Teori

Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan


keamanannya. Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah analisis kadar
senyawa aktif dalam proses pengendalian mutu obat. Penentuan kadar senyawa
aktif memerlukan suatu metode analisis dengan ketelitian dan ketepatan yang cukup
baik. Selain itu juga memenuhi kriteria lain seperti spesifisitas, linearitas,limit
deteksi, limit kuantitasi, dan ketangguhan (Wulandari 2007)

Salah satu jenis tablet yang kerap dijumpai dipasaran adalah Tablet CTM
digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang
menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam
menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya symptom karena histamin(Ansel,
1995).

Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebagai obat anti alergi, banyak diberikan


secara oral maupun intravena, bekerja di susunan saraf pusat, dapatmenimbulkan
rasa kantuk yang kuat, maka tidak dianjurkan meminum obat ini jika hendak
bepergian. Obat ini juga termasuk obat keras, jadi pemakaiannyaharus hati-hati dan
dianjurkan untuk menggunakannya hanya jika memangdiperlukan (Simbolon,
2008)

Analisis kualitatif dan kuantitatif bahan obat harus dilakukan sebelum


proses produksi obat dilaksanakan. Dahulu analisis kuantitatif obat dilakukan
dengan cara gravimetri dan titrimetri. Kedua cara tersebut relatif mudah dikerjakan
serta tidak membutuhkan peralatan yang mahal. Gravimetri dan titrimetri
kehilangan kespesifikan karena tidak dapat menyatakan bagian dari molekul obat
yang mempunyai informasi biologis tentang khasiat obat tersebut.Peranan
gravimetri dan titrimetri dalam penetapan kadar obat kemudian digantikan oleh
spektrofotometri dan kromatografi. Penggunaan spektrofotometer serapan sinar
tampak dan ultraviolet dalam penetapan kadar obat sangat luaskarena obat termasuk
molekul organik yang mempunyai elektron ikatan dan bukan ikatan (Gandjar, 1997)

Berbagai macam cara penentuan kadar senyawa obat, baik untuk


penentuannya dalam sediaan maupun dalam cairan biologis untuk keperluan
pengendalian mutu obat dan pemeriksaan klinis telah dikembangkan oleh para
peneliti terdahulu. Cara analisis yang sudah dikembangkan tersebut mencakup cara
sederhana, seperti spektrofotometri, sampai cara yang melibatkan peralatan analisis
yang modern seperti kromatografi gas dan kromatografi cair penampilan tinggi
(Rasyid, 1985)
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. Batang Pengaduk
2. Corong Pisah Spektrofotometer
3. Gelas Kimia
4. Kaca Arloji
5. Labu Ukur 100 ml
6. Pipet Mikro
7. Spatel
8. Spektrofotometer

2.1.2 Bahan
1. Aquadest
2. Asam Sulfat 0.1 N
3. Asam Sulfat 0.5 N
4. Eter
5. NaOH 1 N
6. Tablet CTM

2.2 Cara Kerja


2.2.1 ECC Tahap 1
1. Ditimbang 20 tablet CTM
2. Ditimbang setara 3 gram
3. Dilarutkan dengan H2SO4 0,1 N 20 ml, lalu ditambah eter sebanyak
20 ml pada corong pisah, dikocok, ditampung fase H2SO4
4. Ditambah H2SO4 0,1 N 10 ml pada sisa eter, lalu di kocok kembali,
ditampung fase H2SO4
5. Ditambah H2SO4 0,1 N 10 ml pada sisa eter pada corong pisah, lalu
di kocok kembali, ditampung fase H2SO4
2.2.2 ECC Tahap 2
1. Fase H2SO4 yang ditampung ditambahkan sediaan NaOH ad basa
lalu eter sebanyak 20 ml pada corong pisah, dikocok, ditampung
fase eter
2. Ditambahkan sisa H2SO4 dengan eter sebanyak 20 ml pada
corong pisah, dikocok, ditampung fase eter
3. Ditambahkan sisa H2SO4 dengan eter sebanyak 5 ml pada
corong pisah, dikocok
4. Lalu ditampung sediaan fase eter ke dalam wadah
2.2.3 ECC Tahap 3
1. Fase eter yang ditampung ditambahkan H2SO4 0,5 N sebanyak
20 ml , dikocok hati – hati secara horizontal
2. Ditampung fase H2SO4 kedalam becker glass
3. Sisa fase eter ditambahkan H2SO4 sebanyak 20 ml , dikocok hati
– hati secara horizontal
4. Ditampung fase H2SO4 kedalam becker glass
5. Sisa fase eter ditambahkan H2SO4 sebanyak 5 ml , dikocok hati
– hati secara horizontal
6. Ditampung fase H2SO4 kedalam becker glass , diencerkan ke
dalam labu ukur 50 ml
7. Diencerkan 25 ml larutan dengan asam sulfat 0,5 N secukupnya
ad 100 ml
8. Diukur serapan pada kuvet 1cm pada gelombang maksimum 265
nm.
9. Dihitung kadar nilai A (1% 1cm) pada 212
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Kelompok Ditimbang Add (ml) Dipipet Add (ml)
(mg) (ml)
7 132 50 25 50

Kelompok Absorbansi
7 0.590

3.2 Reaksi
3.3 Perhitungan
Diketahui :
1 tablet setara dengan 4 mg CTM
Ditimbang x gram setara dengan 3 mg CTM
Bobot 20 tablet = 3520 mg
A1cm
%
= 212
b = 1 cm
A = 0,590
Jawab :
3520mg
Bobot 1 Tablet (a) = = 176 mg
20

176 𝑚𝑔
Timbang setara = 4 𝑚𝑔
x 3 mg = 132 mg

132 mg
Hitung balik (z) = x 3 mg = 3 mg
132 𝑚𝑔

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑏𝑢 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 50


Fp = = 25 = 2
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡

𝐴
Cs = 𝐴1 % 𝑥 𝑏 x fp
𝑐𝑚

0,590
= 212 𝑥 1 x 2

𝑔𝑟
= 0,00556 % ⁄100𝑚𝑙 x 1000

𝑚𝑔
= 5,56 % ⁄100𝑚𝑙 : 2

𝑚𝑔
= 2,78 ⁄50𝑚𝑙

𝐶𝑠 2,78 𝑚𝑔
% Kadar = x 100 = x 100% = 92,66 %
𝑧 3 𝑚𝑔

3.4 Grafik
-
3.5 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukn analisis kadar CTM mengunakan metode
spektrofotometer, sebelum dilakukan analisi spektofotometer dilakukan
ekstraksi cair cair terlebih dahulu. Ekstraksi cair-cair adalah suatu teknik dalam
suatu larutan (biasanya dalam air) dengan suatu pelarut kedua (biasanya
organik), yang tidak dapat saling bercampur dan menimbulkan perpindahan
satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam fase yang kedua. Pemisahan yang
dapat dilakukan, bersifat sederhana, cepat dan mudah.

Prinsip yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair adalah pada


perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalma dua larutan yang berbeda fase
dan tidak saling bercampur. Bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua
larutan yang saling bercampur, berlaku hukum mengenai konsen zat terlarut
dalam kedua fase pada kesetimbangan. Peristiwa ekstraksi cair-cair atau
disebut ekstraksi saja adalah pemisahan komponen suatu campuran cair dengan
mengontakkan pada cairan lain. Sehingga disebut juga ekstraksi cair atau
ekstraksi pelarut (solvent extract). Prinsip kerjanya adalah pemisahan
berdasarkan perbedaan kelarutan.

Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan


antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan
efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Pemasukan gugus klor pada
posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas
antihistamin. Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor
berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan –C=C- yang mengandung
elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang
gelombang tertentu di daerah UV, sehingga dapat memberikan nilai serapan.

Ctm di larutkan dalam asam sulfat karena, sifat ctm yg cenderung bersifat
basa yang dapat terlarut di dalam suatu asam dan membentuk ion positif
dengan adanya muatan positif pada atom n di suasana asam inilah akan
menyebabkan CTM memiliki absorbansi lebih besar dibandingkan molekul
netral nya. semakin besar perbedaan muatan timbul maka semakin besar
kemungkinan transisi elektron karena muatan yang lebih positif lebih mudah
menarik elektron dari atom lain untuk berpindah.

Metode penetapan kadar CTM yang tercantum dalam pustaka resmi adalah
spektrofotometri UV-Vis. Namun, untuk dapat dianalisis dengan metode
tersebut, sampel tablet CTM memerlukan proses ekstraksi berulang dan juga
menggunakan pelarut organik .hal ini untuk memisahkan zat aktif yang akan di
analisis yaitu klorpeniramine. Sebelum dilakukan ekstraksi mula mula di ambil
20 tablet ctm, kemudian diserbukan lalu diambil serbuk ctm setara dengan 3mg
yaitu seberat 132mg, yang kemudian dilakukan ekstraksi cair cair dengan
pelarut asam sulfat dan eter, ekstraksi dilakukan dengan tiga tahapan, pada
tahapan pertama ekstraksi dilakukan 3 kali pengulangan dan pasir asam sulfat
yang ditampung selanjutnya pada tahap ekstraksi cair-cair kedua asam sulfat
yang ditampung ditambahkan NaOH hingga basah dan ether 20 ml ekstraksi
dilakukan kan banyak 3 kali pengulangan dengan fase eter yang ditampung
dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair tahap ketiga fase eter yang ditampung
ditambahkan asam sulfat pada tahap ini juga dilakukan 3 kali pengulangan dan
fase yang ditampung yaitu asam sulfat. Asam sulfat yang sudah ditampung
kemudian diencerkan dalam labu ukur 50 ml lalu dilakukan pengukuran
serapan dengan metode spektrofotometer.

Nilai absorbansi yang ideal yaitu kisaran 0,2 -0,8. Apabika nilai absorbansi
yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi tidak linear. Dan hal ini
dapat diatasi dengan pengenceran yang dimana kosentrasi dapat diatur.
Ketentuan nilai absorbansi menurut Farmakope edisi III tahun 1979 absorbansi
analisis tablet yaitu maksimum lebih kurang 265 nm adalah 212. Dari hasil
analisis kadar CTM yang di dapat persen kadar sebesar 92,66 %. Dan hasil ini
memenuhi syarat kadar CTM menurut farmakope indonesia edisi III tahun
1979 yaitu tablet CTM mengandung tidak kurang dari 92,5% dan tidak lebih
dari 107,5%.
BAB IV

KESIMPULAN

Dari praktikum kali ini dengan judul “Analisis Kadar tablet CTM”, maka
dapat disimpulkan bahwa:

1. Prinsip yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair adalah pada


perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalma dua larutan yang berbeda
fase dan tidak saling bercampur
2. Nilai persen kadar yang di dapat pada praktikum kali ini yaitu sebesar 92,66
% dan hasil ini memenuhi syarat kadar CTM menurut farmakope indonesia
edisi III tahun 1979 yaitu tablet CTM mengandung tidak kurang dari 92,5%
dan tidak lebih dari 107,5%.
3. Nilai absorbansi yang ideal yaitu kisaran 0,2 -0,8.
4. Menurut Farmakope edisi III tahun 1979 absorbansi analisis tablet yaitu
maksimum lebih kurang 265 nm adalah 212
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., 1995, Pengantar Sediaan Formulasi IV, UI Press, Jakarta


Gandjar, Ibnu Gholib, 1997, Perkembangan Analisis Farmasi dalam
Pengawasan Mutu Obat, UGM, Yogyakarta
Rasyid, Raslim dkk, 1985, Spektrofotometri untuk Menentukan
Antidepresan Amin Trisiklik yang Beredar di Indonesia dalam Tablet dan Dalam
Urin, Proceedings ITB, Bandung
Simbolon, Bintang, 2008, Uji Disolusi Chlorpheniramine Maleat
SecaraSpektrofotometri Ultra Violet , USU, Medan
Wulandari, Niken, 2007,Validasi Metode Spektrofotometri Derivatif
Ultraviolet untuk Penentuan Reserpin dalam Tablet Obat, ITB, Bogor
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai