Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di
depan faring pada anterior. Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari
nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal–nefridium) merupakan organ
ekskresi yang terdiri dari saluran. Annelida umumnya bereproduksi secara seksual
dengan pembantukan gamet. Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi,
yang kemudian beregenerasi (Viqar Z., Loh AK, 1999).
Selain Ascaris lumbricoides digunakan juga Ascaris suum (cacing pita).
Cacing Pita didefinisikan sebagai cacing berkepala, beruas-ruas, panjang dan pipih
seperti pita, hidup di dalam perut, biasanya dianggap sebagai sumber
penyakit. Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata dan yang paling
penting cacing ini dapat menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau. Keuntungan
menggunakan cacing tanah dalam percobaan adalah tidak diperlukan dua jenis cacing
dari jenis kelamin yang berbeda, karena cacing tanah merupakan cacing berkelamin
ganda (hemaprodit) (Onggowaluyo, 2001).
Pada percobaan ini yang diamati adalah aktivitas pirantel pamoat dan NaCl
fisiologis (kontrol) sebagai pembanding terhadap aktivitas sistem saraf pusat. Pirantel
Pamoat diperuntukan pada cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang.
Mekanisme kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan
frekuensi imfuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik,
ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat urine (Onggowaluyo, 2001).
Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing tambang,
tetapi tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan
penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian
dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah
terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera mati. Di
samping itu pirantel pamoat juga berkhasiat laksans lemah. . (Tjay dan Rhardja,
2002:193).
Percobaan pertama dilakukan, aktifasi cacing pada suhu 37oC, hal ini
dikarenakan cacing pita hidup didalam perut babi (pathogen pada babi) dengan
keadaan sistem bersuhu 37oC. Sehingga perlu dilakukan aktivasi untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan aslinya. Sedangkan cacing tanah tidak perlu dilakukan
aktivasi karena cacing tanah sudah aktif pada suhu ruangan (± 25oC). Setelah cacing
aktif, maka yang perlu dilakukan adalah menyiapkan sediaan uji, yaitu berupa pirantel
pamoat dan sediaan kontrol berupa NaCl fisiologis dengan konsentrasi yang berbeda-
beda. Kemudian larutan uji dituangkan kedalam cawan petri. Kedalam cawan
dimasukkan seekor cacing yang akan diujikan.
Efek
Nama
Sediaan Cacing Kelompok
Uji Waktu (menit)
15 30 45 60 75 90 105 120
Pirantel N Ps Ps Ps Ps Ps M M 1
Palmoat
Ps M M M M M M M 2
1,25 %
Pirantel N Ps Ps Ps Ps M M M 3
Palmoat
N Pf Pf Ps M M M M 4
0,625 %
Pirantel Pf Ps Ps Ps Ps M M M 5
Paloat
N N N N N N N N 6
0,3125 %
Nacl
N N N N N N N N 7
Fisiologis
1. Hasil yang diperoleh dari kelompok 1 dengan menggunakan pirantel pamoat 1,25%
Pada 15 menit pertama, cacing yang diberikan dosis 0,625% belum memberikan
aktifitas yang signifikan, maka dari itu dapat dikatagorikan sebagai normal,
sedangkan pada menit ke 30-75 memberikan efek cacing yang diam tidak bergerak.
Setelah dilakukan pengujian dengan cara cacing yang diuji dimasukkan kedalam air
panas, dan hasil yang diperoleh menyatakan bahwa cacing tersebut mengalami
paralisis spastik, karena ia masih mampu bergerak dalam air yang dipanaskan, namun
ketika diangkat, cacing tersebut mengalami kekauan pada bagian ototnya ditandai
dengan bagian ekor yang kaku. Sedangakan pada menit 90-120 cacing pita
mengalami kematian karena tidak meberikan aktivitas apapun setelah dimasukan ke
dalam air panas. Pada pengamatan ini dapat diambil kesimpulan bahwa waktu yang
optimal untuk larutan uji yang memiliki aktivitas antelmintik adalah pada menit ke 90
dimana pada menit tersebut cacing dalam keadaan mati.
3. Hasil yang diperoleh dari kelompok 5 dengan menggunakan pirantel pamoat
0,3125%
4. Hasil yang diperoleh dari kelompok 2 dengan menggunakan pirantel pamoat 1,25%
Pada 15 menit pertama, cacing yang diberikan dosis 1,25% awalnya sudah
lemas, tidak bergerak normal tetapi masih hidup hal ini menunjukkan keadaan
paralisis spastik pada otot cacing. Dengan ditandainya otot cacing yang kaku pada
saat diangkat dari air panas. Kemudian pada menit 30 cancing dalam keadaan sudah
mati. Karena pada saat ditempatkan kedalam air panas cacing tidak bergerak sama
sekali. Jika dilihat dari cacing yang mengalami paralisis dengan cacing yang sudah
dalam keadaan mati, memiliki jarak yang dekat dari menit ke 15 (paralisis flasid)
sampai menit ke-30 (cacing sudah mengalami kematian). Pada pengamatan ini dapat
diambil kesimpulan bahwa waktu yang optimal untuk larutan uji yang memiliki
aktivitas antelmintik adalah pada menit ke 30 dimana pada menit tersebut cacing
dalam keadaan mati.
Pada 15 menit pertama, cacing yang diberikan dosis 0,625% dalam keadaan
normal karena cacing masih dapat bergerak normal pada saat disimpan didalam media
berisi pirantel pamoat. Selanjutnya pada menit ke 30 cacing dalam keadaan diam
tidak bergerak, setelah diujikan kedalam air panas cacing tersebut dalam keadaan
paralisis flasid sampai pada menit ke-45. Hal ini ditandai dengan otot lemas pada
cacing setelah diangkat dari air panas. Setelah menit ke 60 cacing dalam keadaan
parilis spastik dengan ditandai otot yang kaku pada cacing pada saat diangkat dari air
panas. Kemudian pada menit 75 sampai menit 120 cancing dalam keadaan sudah
mati. Karena pada saat ditempatkan kedalam air panas cacing tidak bergerak sama
sekali. Jika dilihat dari cacing yang mengalami paralisis dengan cacing yang sudah
dalam keadaan mati, memiliki jarak cukup jauh dari menit ke 15 (paralisis flasid)
sampai menit ke-75 (cacing sudah mengalami kematian). Pada pengamatan ini dapat
diambil kesimpulan bahwa waktu yang optimal untuk larutan uji yang memiliki
aktivitas antelmintik adalah pada menit ke 75 dimana pada menit tersebut cacing
dalam keadaan mati.
Jika dilihat dari kedua percobaan yang menggunakan dua jenis cacing
yang berbeda yaitu Ascaris suum (cacing pita) dan Ascaris lumbricoides (cacing
tanah) dengan menggunakan larutan uji pirantel pamoat dosis yang berbeda. Terdapat
perbedaan parameter analisa dari kedua cacing ini diakibatkan hasil pengujian yang
berbeda namun tetap memperlihatkan efek antelmintik. Pada cacing Ascaris
lumbricoides, cacing mengalami paralisis selama pengujian, sedangkan pada
Ascaridia suum mengalami paralisis hingga lisis. Hal ini mungkin disebabkan oleh
morfologi dari kedua jenis cacing yang berbeda. Jika dilihat dari hasil yang diperoleh
semakin kecil konsentrasi obat maka semakin bertahan cacing tersebut terhadap kerja
obat. Dimana pirantel pamoat digunakan untuk memberantas cacing gelang, cacing
kremi, dan cacing tambang. Pyrantel pada umumnya berupa garam-garam tartrat,
pamoat dan embonat. Garam-garam tersebut berbentuk padat, relatif stabil dalam
penyimpanan, meskipun yang berbentuk cairan bila terkena sinar matahari akan
mengalami fotoisomerasi, yang tidak lagi mempunyai potensi sebagai obat cacing
(Ganiswara, 1995). Pada hewan berlambung tunggal pyrantel segera diserap setelah
pemberian. Kadar puncak plasma tercapai dalam 2-3 jam. Setelah memasuki tubuh
pyrantel segera dimetabolismekan dan di dalam kemih tidak ditemukan senyawa
pyrantel utuh. Yang diekskresikan lewat urin mencapai 40%. Garam pamoat pyrantel
sulit larut di dalam air, dan hal tersebut sangat menguntungkan untuk membunuh
cacing-cacing yang hidup di bagian posterior usus (Ganiswara, 1995).
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
1. Pirantel pamoat merupakan antelmintika yang bekerja pada otot cacing.
2. Pirantel Pamoat bersifat sebagai paralisis spastik pada cacing dengan
mekanisme kerjanya melumpuhkan cacing dengan cara mendepolarisasi
senyawa penghambat neuromuskuler dan mengeluarkannya dari dalam tubuh
3. Pirantel pamoat merupakan obat pilihan pertama pada antelmintik
Daftar Pustaka