SKRINING FARMAKOLOGI
Nilai TTD
I. Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1.1 Dapat menerapkan metode skrining farmakologi dalam penentuan
potensi aktivitas suatu senyawa obat baru
1.2 Dapat mengaitkan gejala-gejala yang diamati dengan sifat
farmakologi suatu obat
1.3 Memahami faktor-faktor yang berperan dalam skrining
farmakologi suatu senyawa obat baru
II. Prinsip
2.1 Skrining Farmakologi
Uji-uji yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas
farmakologi suatu obat (Darmono, 2011).
2.2 Skrining Buta
Pada aktivitas skrining ini efek yang terlihat semuanya
diamati sehingga dapat melakukan pemilihan terhadap suatu
sediaan yang mempunyai atau tidak mempunyai efek farmakologis
atau toksik. Selain itu, hasilnya dapat memberikan arahan untuk
penelitian selanjutnya (Katzung, 2004).
c. Timbangan mencit
V. Prosedur
Pada praktikum ini, setiap kelompok bekerja dengan 3 mencit.
Sebelum dimulai, mencit ditimbang dan ditandai. Setelah itu, diamati
keadaan mencit sebelum diberi obat meliputi semua hal yang akan
diamati setelah pemberian obat. Setelah diamati, kepada masing-
masing mencit diberikan secara peroral obat A, obat B, atau blanko.
Kemudian mencit ditempatkan pada tempat pengamatan. Selanjutnya
diamati keadaan mencit sesudah diberi obat. Ditentukan waktu mulai
munculnya efek obat, lamanya efek berlangsung, dan intensitas obat
tersebut. Terakhir, dibahas selengkap mungkin semua hasil
pengamatan sehingga dapat disimpulkan kerja farmakologi obat yang
diuji.
Mencit 3 Obat B) Mencit 2 (Obat Mencit 1 (Kontrol)
A)
4
4
4
4
0
0
0
+
+
+
Starte Response
VI.
-
-
4
0
4
0
0
0
Straub Tail
+
+
00
-
0
0
0
0
0
0
0
+
+
+
Tremors
-
0
Twitches
CNS Excitation
4
4
4
4
0
0
0
Convulsions
Body Posture
4
4
4
4
4
4
4
+
+
+
+
Data Pengamatan
Limb Position
4
0
4
0
4
4
4
+
+
+
+
Posture
-
-
-
-
0
0
0
0
0
0
0
Staggering Galt
-
-
-
-
0
4
0
4
0
0
0
Motor
Abnormal Galt
Incoord.
0
0
-
4
4
4
4
0
+
+
+ Righting Reflex
4
0
4
0
4
4
4
+
Limbv Tone
0
4
0
4
4
4
4
+
+
+
+
Grip Strength
-
0
Body Sag
4
4
4
4
4
4
4
+
Body Tone
Muscle Tone
4
4
4
4
4
4
4
+
Abnormal Tone
-
4
4
4
4
4
4
4
+
+
+
Pinna
4
4
4
4
4
4
4
+
+
+
+
Corneal
Reflexes
4
4
4
4
4
4
4
+
+
+
+
Ipsilateral Flexor
-
0
Writhing
4
4
4
4
4
4
4
+
+
+
+
Pupil Size
4
0
4
0
4
4
4
+
+
+
+
Palpebral Opening
-
-
0
0
4
0
0
0
0
+
+
Exophthalmess
-
-
0
0
4
0
0
0
0
+
+
Urination
-
-
-
-
0
0
4
0
0
0
0
Salivation
-
4
0
4
0
0
0
0
+
+
+
Piloerection
Autonomic
0
0
0
0
0
0
0
Hypothermia
-
-
-
0
4
0
4
4
4
4
+
Skin Color
4
4
4
4
4
4
4
+
Heart Rate
4
4
4
4
4
4
4
+
Respiration Rate
-
0
Lacrimation
Misc.
-
0
No. Acute
-
Dead
No. Delayed
Perhitungan
Mencit 1 = x 0,5 = 0,475 ml
VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan aktivitas
hewan percobaan untuk mengetahui aktivitas skrining farmakologi
hewan uji coba, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
skrining, jenis-jenis skrining, dan juga mengaitkan gejala-gejala yang
ditimbulkan mencit atau respons yang diberikan dengan skrining
farmakologi. Skrining obat meliputi proses scanning dan evaluasi.
Scanning ini meliputi suatu uji/serangkain uji yang akan mendeteksi
aktivitas fisiologi obat tersebut. Uji-uji yang dijelaskan pada skrining
ini dibuat untuk mendeteksi secara cepat aktivitas obat.
Skrining yang akan dilakukan adalah skrining buta terhadap
suatu sediaan obat. Diharapkan setelah dilakukan praktikum dapat
terlatih mengenali gejala-gejala yang mempunyai efek farmakologis
dari suatu sediaan obat dan mengetahui atau mencari obat baru yang
belum diketahui khasiatnya. Pada praktikum kali ini dilakukan
skrining awal yaitu melihat aktivitas dan keadaan normal dari hewan
percobaan sebelum pemberian obat. Pengamatan dilakukan terhadap
sikap, profil neurologis, dan profil otonomik. Apabila terjadi
perubahan setelah pemberian obat maka dapat diprediksi efek
farmakologi dari obat tersebut.
Untuk aktivitas yang lebih spesifik, diperlukan uji yang lebih
spesifik untuk aktivitas tertentu. Ada 3 jenis skrining untuk bahan-
bahan farmasi. Perbedaannya terletak pada perbedaan tujuan dari
skrining tersebut. Skrining sederhana dilakukan untuk zat yang telah
diketahui sifatnya/efeknya. Tidak perlu dilakukan serangkaian uji
yang interpretasinya berhubungan antara suatu uji dengan uji yang
lain. Blind screening dilakukan jika terdapat sejumlah senyawa kimia
baru, baik itu yang didapatkan dari bahan alam atau sintesis,
kemungkinan belum ada informasi aktivitas farmakologinya.
Programmed screening, ditujukan untuk menentukan indikasi dari
kemungkinan efek samping dan juga membantu dalam penelitian
informasi farmakologi secara detail dari senyawa tersebut.
Setiap kelompok diberikan mencit dan data pengamatan
dalam bentuk tabel yang berisi indikator-indikator gejala yang mana
merupakan proses perlakuan dalam melakukan uji aktivitas skrining
farmakologi. Efek yang diamati antara lain adalah straub tail atau
mengangkatnya ekor ke udara ketika bergerak, tremor atau
bergetarnya tubuh, postur tubuh, besarnya pupil, efek terkejut, jumlah
urin yang dikeluarkan secara kualitatif jadi tidak usah diukur cukup
berapa kali dan banyak atau tidak dan perhatikan waktunya, respon
mencit ketika telinganya disentuh benda halus, respon ketika kornea
matanya disentuh permukaan kasar, respon ketika kakinya dijepit oleh
pinset, dan ada juga pengujian seperti startle respons, limb position,
grip strength, limb tone, corneal, hypotermia, dan bahkan pengecekan
denyut jantung dan warna kulit juga diamati.
Percobaan kali ini digunakan 3 ekor mencit yang beratnya
masing-masing 19 gram, 21 gram, dan 20 gram. Ketiga mencit
tersebut ditimbang terlebih dahulu lalu ditandai agar mudah dikenali
berdasarkan beratnya, lalu diamati kondisi mencit pada saat sebelum
diberikan obat .
Pada percobaan kali ini mencit diberikan obat A dan obat B
secara oral, tetapi sebelumnya harus dilakukan perhitungan untuk
memperoleh dosis mencit sesuai dengan berat badannya. Untuk
mencit maka dosisnya setelah dibagi berat mencit standar yaitu 20
gram dan dikalikan dengan volume standar untuk mencit 20 gram
pada blanko , obat A dan obat B diperoleh mencit pertama diberikan
dosis seanyak 0,475 ml, mencit kedua dengan berat 21 gram dosisnya
0,525 ml dan mencit terakhir 0,5 ml karena beratnya adalah 20 gram
yaitu sama dengan berat standar mencit pada umumnya.
Semua mencit diberi obat yang berbeda. Untuk mencit
dengan berat badan 19 gram diberikan blanko dengan sonde secara
peroral sebanyak dosis yang telah dihitung yaitu 0,475 ml, kemudian
dua mencit selanjutnya juga diberikan jenis obat yang berbeda yaitu
obat A dan obat B dengan dosis masing-masing 0,525 ml dan 0,5 ml.
Mencit pertama memberikan kondisi awal normal. Aktivitas motorik
yang tinggi, laju pernafasan stabil, pergerakan lincah dan dapat
menggenggam pulpen dengan rentang waktu jatuh lumayan lama
(sekitar 5 menit). Setelah penyuntikkan blanko berupa PGA dengan
dosis 0,475/19 gram berat badan, aktivitas motorik terlihat normal
pada beberapa menit pertama tapi semakin menurun pada menit-menit
selanjutnya.
Laju pernafasan juga menurun secara bertahap, mencit ini
juga jatuh ketika memegang pulpen di udara dalam waktu kurang dari
lima menit (lebih singkat dari sebelumnya), mencit ini juga
mengalami bulu berdiri, respon kaget terhadap suara keras berlebihan
dan juga tremor atau badannya bergetar. Pada awalnya jalannya tidak
sempoyongan tapi setelah dilakukan pengujian diputar di udara mulai
memberikan respon yang lambat ketika bergerak tapi tidak sampai
sempoyongan.
Mencit kedua dengan bobot 21 gram memberikan kondisi
awal normal. Aktivitas motorik yang tinggi, laju pernafasan stabil, dan
tidak jatuh dari pegangan pulpen di udara atau genggamannya sangat
kuat juga pergerakannya sangat cepat bahkan loncat ke udara
beberapa kali. Setelah penyuntikkan obat A secara oral dengan dosis
0,525 ml/21 gram berat badan, aktivitas motorik terlihat menurun,
tremor atau tubuhnya bergetar. Selain itu, laju pernafasan meningkat,
reaksi kaki dijepit responnya menarik kembali menurun tetapi
pergerakan masih normal namun agak lambat atau menurun pada saat
menit-menit terakhir. Pada menit-menit selanjutnya, mencit terus
mengeluarkan urin dan pengeluaran saliva meningkat.
Jadi dapat disimpulkan mencit kedua diberikan obat jenis A
yang kemungkinan adalah obat diuretik. Berdasarkan aspek
mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu aksi langsung
pada sel di nefron ginjal yaitu ada diuretik loop (inhibitor symport
Na+, K+, 2Cl-) dan diuretik tiazid. Diuretik loop adalah diuretik terkuat
karena kemampuannya untuk mengekskresikan Na+ sebanyak 15-
25%. Diuretik ini secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl
dengan cara menghambat symport Na+, K+, 2Cl- bagian membran
luminal pada ansa henle cabang asenden tebal. Diuretik tiazid adalah
diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal (contohnya,
bendroflumetiazid, hidroklorotiazide) dan diuretik terkait (contohnya,
klortaridon, indapamid, dan metolazon (Tjay, T. H., dan Kirana
Rahardja, 2007)
Mencit kedua juga pada menit ke-30 kehilangan righting
reflex, tidak kuat memegang pulpen di udara, segera jatuh setelah
didiamkan bahkan hanya beberapa detik, diberi perlakuan
mengejutkan seperti suara keras dan tepukan memberikan reaksi
positif yaitu lebih terkejut dari biasanya. Jika dibandingkan dengan
mencit pertama yang diberikan blanko, maka mencit kedua ini
memiliki hasil pengujian positif dalam hal kesamaan bahkan lebih
aktivitas farmakologinya dengan mencit pertama. Tetapi masih ada
beberapa efek yang diamati seperti ekornya yang seharusnya
mengangkat ke udara ketika bergerak mencit tidak melakukan hal itu,
juga tidak terjadinya perubahan warna kulit dan perubahan besar pupil
juga responnya terhadap cahaya.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan makan dapat
ditarik kesimpulan bahwa skrining farmakologi dilakukan untuk
mengetahui efek yang dimiliki suatu zat dengan cara membandingkan
keadaan hewan uji sebelum dan sesudah pemberian suatu zat (obat).
DAFTAR PUSTAKA