Kelompok :2
KITA RADISA
260110160051
II. Prinsip
Titrasi Kompleksometri
Titrasi yang didasarkan adanya pembentukan kompleks. Khelat
dihasilkan ketika ion logam berkoordinasi dengan dua atau lebih grup
pendonor ligan untuk membentuk 5 atau 6 cincin heterosiklik (Divya, et
al., 2014).
VI. Metode
6.1 Pembuatan Reagen
6.1.1 Larutan HCl 4 N
Zat HCl 36% diambil sebanyak 33,3 ml ke dalam
beaker glass, kemudian di ad dengan aquadest hingga 100 ml.
6.1.2 Dapar Amonia pH 10
Zat amonium klorida (NH4Cl) sebanyak 5,4 g
dilarutkan dalam 70 ml larutan amonium hidroksida (NaOH)
5 M, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml.
6.1.3 Larutan NH4OH
Zat NH4OH 25% diambil sebanyak 37 ml ke dalam
beaker glass, kemudian ditambahkan aquadest hingga 100 ml.
6.1.4 Indikator EBT
EBT ditimbang sebanyak 0,5 mg serta NaCl serbuk
kering ditimbang sebanyak 49,5 mg, kemudian keduanya
dicampur hingga homogen.
6.1.5 Larutan ZnSO4.7H2O
Zat ZnSO4 ditimbang sebanyak 1,44 g, kemudian
dilarutkan dalam 100 ml aquadest dalam labu ukur.
6.1.6 Larutan di-Na-EDTA
Zat di-Na-EDTA ditimbang sebanyak 18,612 lalu
dilarutkan dalam aquadest 100 ml. Kemudian di-ad hingga
1000 ml dalam botol coklat.
6.2 Pembakuan Larutan di-Na-EDTA
Larutan ZnSO4.7H2O 0,05 M dimasukkan sebanyak 100 ml
ke dalam labu ukur. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan masing-
masing dimasukkan ke dalam 3 buah erlenmeyer. Lalu
ditambahkan 5 ml buffer salmiak dan dicek pH larutan hingga basa,
kemudian ditambahkan 50 mg indikator EBT dan dititrasi secara
triplo dengan larutan di-Na-EDTA hingga terjadi perubahan warna
dari merah violet menjadi biru.
6.3 Penentuan Kadar
Zat ZnO ditimbang sebanyak 200 mg lalu dilarutkan dalam 4
ml HCl 4 N di dalam labu ukur, kemudian dilarutkan dengan
aquadest hingga 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan
dimasukkan masing-masing ke dalam 3 buah erlenmeyer.
Selanjutnya larutan ditambahkan NH4OH sebanyak 1 tetes untuk
menetralkan larutan dan dicek pH-nya dengan indikator universal.
Lalu ditambahkan 4 tetes buffer salmiak hingga pH larutan
menunjukkan 10 dan ditambahkan indikator EBT sesepora. Larutan
dititrasi secara triplo dengan di-Na-EDTA.
VII. Hasil
Tabel 7.1 Hasil Pembakuan di-Na-EDTA
Titrasi ke- V ZnSO4 V di-Na-EDTA M ZnSO4 M di-Na-EDTA
Titrasi 1
V ZnSO4 x M ZnSO4 = V di-Na-EDTA x M di-Na-EDTA
10 ml x 0,05 M = 10,3 ml x M di-Na-EDTa
M di-Na-EDTa = 0,0485 M
Titrasi 2
V ZnSO4 x M ZnSO4 = V di-Na-EDTA x M di-Na-EDTA
10 ml x 0,05 M = 10,3 ml x M di-Na-EDTa
M di-Na-EDTa = 0,0485 M
Titrasi 3
V ZnSO4 x M ZnSO4 = V di-Na-EDTA x M di-Na-EDTA
10 ml x 0,05 M = 10,3 ml x M di-Na-EDTa
M di-Na-EDTa = 0,0485 M
M di-Na-EDTA =
= = 0,0485 M
Titrasi 1
V ZnO x M ZnO = V di-Na-EDTA x M di-Na-EDTA
10 ml x M ZnO = 5,5 ml x 0,0485 M
M ZnO = 0,026 M
Titrasi 2
V ZnO x M ZnO = V di-Na-EDTA x M di-Na-EDTA
10 ml x M ZnO = 4,5 ml x 0,0485 M
M ZnO = 0,021 M
Titrasi 3
V ZnO x M ZnO = V di-Na-EDTA x M di-Na-EDTA
10 ml x M ZnO = 4,6 ml x 0,0485 M
M ZnO = 0,022 M
M ZnO =
= = 0,023 M
mol = MEDTA X VEDTA
mol1 = 0,0485 M x 5,5 ml
= 0,267 mol (tidak dipakai)
mol2 = 0,0485 M x 4,5 ml
= 0,22 mol
mol3 = 0,0485 M x 4,6 ml
= 0,223 ml
mg ZnO = mEq x BM x Fp
mg1 ZnO = 0,267 x 81,38 x
= 179,03 mg
mg3 ZnO = 0,223 x 81,38 x
= 181,477 mg
% ZnO = x 100%
% ZnO = = 90,128%
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan titrasi kompleksometri untuk
penentuan kadar dari ZnSO4. Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak
digunakan dalam penetapan kadar suatu golongan obat yang
mengandung ion logam.
Metode titrasi kompleksometri didasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks antara logam dengan ligand (zat pembentuk
kompleks), sebagai zat pembentuk kompleks yang digunakan adalah
dinatrium etilendiamina tetrasetat (Na2EDTA). Untuk menentukan titik
akhir titrasi digunakan indikator logam. Salah satu indikator yang
digunakan pada titasi kompleksometri adalah eriochrome black T (EBT).
Jenis titrasi yang dilakukan adalah titrasi langsung, dimana jenis
titasi ini digunakan untuk ion logam yang dapat berikatan dengan
indikator ion logam (pada kondisi/pH tertentu), dimana ikatannya dengan
indikator logam kurang stabil dibanding ikatannya dengan EDTA.
Sebelum dilakukan penetapan kadar, terlebih dahulu dilakukan
pembakuan dari larutan Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O yang bertujuan
untuk menentukan standar molaritas dari natrium etilendiamina tetrasetat
(EDTA) sudah stabil. Dimana Na2EDTA adalah larutan baku sekunder
sehingga harus dibakukan dengan larutan ZnSO4.7H2O yang merupakan
larutan baku standar primer. Setelah dilakukan pembakuan dari larutan
Na2EDTA dengan ZnSO4.7H2O, maka selanjutnya penetapan kadar zink
di dalam zink sulfat.
Pada permulaan awal, sampel ZnO ditimbang sebanyak 200 mg
lalu dilarutkan dengan HCl 4 N sebanyak 4 ml sampai larut, lalu
ditambahkan aquadest hingga tanda batas dalam labu ukur 100 ml.
Larutan kemudian dipipet masing-masing 10 ml dan ditempatkan dalam
3 buah erlenmeyer, ditambahkan NH4OH 1 tetes untuk menetralkan
larutan hingga pH 7 dan indikator EBT sespora hingga warna larutan
menjadi berwarna ungu. Kemudian larutan dititrasi dengan Na2EDTA
sampai titik akhir ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi warna
biru.
Sebelum dititrasi, ZnO dilarutkan terlebih dahulu dengan HCl 4 N
karena kelarutan ZnO yang praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P, tetapi larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan alkali
hidroksida.
Kemudian untuk menetralkan kembali larutan agar tidak terlalu
asam, ditambahkan dapar salmiak sebagai pembasa. Namun, sebelum
diberikan dapar salmiak, larutan ZnO sudah memiliki pH 7 karena
penambahan NH4OH. Penambahan ini didasarkan karena jika larutan
terlalu asam maka akan berpengaruh pada jumlah proton yang
dibebaskan. Jika H+ yang dilepaskan tinggi dan terjadi disosiasi maka
kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri dan tidak akan menghasilkan
produk.
Zat pengkhelat atau komplekson yang digunakan pada praktikum
ini adalah dinatrium-EDTA yang merupakan bentuk garam dari asam
etilendiamina tetrasetat yang mempunyai aksi mengkompleks yang
sangat kuat dan banyak tersedia.
Penggunaan dinatrium-EDTA dalam percobaan ini dilakukan
karena EDTA sebagai garam natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan
larutan standar sekunder sehingga perlu distandardisasi lebih lanjut.
Kompleks logam dengan menggunakan titran ini mudah larut dalam air
dimana titik ekuivalennya segera tercapai dalam titrasi.
EDTA merupakan asam aminopolikarboksilat dan tidak berwarna,
zat padat yang larut dalam air. Kegunaannya muncul disebabkan
peranannya sebagai ligan heksadentat dan zat pengkhelat, yaitu
kemampuan menjadi sequester ion logam seperti Ca2+ dan Fe3+. EDTA
bekerja dengan mengikat ion logam-logam bervalensi dua dan tiga
melalui empat karboksilat dan dua gugus amina.
Indikator yang digunakan dalam titrasi adalah indikator eriochrome
black T (EBT) yang diberikan sebelum titrasi, agar terjadi reaksi antara
logam dengan indikator terlebih dahulu untuk membentuk kompleks.
Penambahan indikator ini tidak boleh berlebih, karena indikator EBT
dalam keadaan bebas warnanya berbeda tergantung dari pH larutan.
Indikator EBT yang digunakan termasuk dalam indikator logam.
Kompleks dari indikator logam ini dan ion logam yang bila bereaksi
dengan ion logam akan berubah warna, selain itu persyaratan lain yaitu
kompleks indikator dan ion logam tidak boleh sama, stabil dengan
kompleks pembentuk khelat yang ada dalam larutan pengukuran ion
logam atau dengan kata lain logam harus bereaksi terlebih dahulu dengan
ion logam pada waktu larutan pengukuran yang ditambahkan atau
sebaliknya ion logam harus dibebaskan kembali, jika larutan pengukur
ditambahkan.
Pada saat titrasi, pH larutan harus tetap dijaga oleh karenanya
diberikan larutan dapar salmiak pH 10. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, perubahan warna indikator logam yang digunakan
eriochrome black T (EBT) adalah tergantung pada proses serah terima
proton pada gugus asam sulfonat yang akan menghasilkan perubahan
warna yang berbeda pada pH tertentu. Oleh karenanya dilakukan
pemberian larutan dapar salmiak pH 10 agar perubahan warna dari ungu
menjadi biru tua (yang dijadikan sebagai titik akhir titrasi) dapat tercapai.
Selain itu, pH larutan dijaga agar tetap basa, dikarenakan kompleks
EDTA akan mencapai kestabilan dengan ion logam divalen (Zn2+ adalah
logam divalen) pada suasana basa atau sedikit asam. Selain itu fungsi
dapar adalah untuk mempertahankan pH dengan penambahan sedikit
asam atau sedikit basa.
Penggunaan dapar salmiak pada proses titrasi sebagai penyangga
pH dengan mencegah terjadinya perubahan pH yang diakibatkan oleh
terbentuknya H+ karena setiap 1 mol logam bereaksi dengan 1 mol
EDTA selalu dilepaskan 2 mol H+ menurut reaksi:
Zn2+ + HIn ZnIn + H+
ZnIn + H2Y2- ZnY2- + HIn2- + H+
Namun, penambahan dapar salmiak tidak boleh terlalu banyak
hingga menyebabkan larutan sangat basa. Hal ini dikarenakan jika terlalu
basa biasanya larutan akan membentuk endapan dari logam yang
bereaksi dan endapan ini didapat dari bergesernya kesetimbangan ke arah
kanan secara berlebihan dan membentuk endapan sebagai produk secara
berlebihan pula.
Setelah larutan ZnSO4 ditambahkan larutan dapar salmiak pH 10
dan kemudian ditambahkan dengan indikator eriochrome black T (EBT),
maka indikator EBT akan terdisosiasi melepaskan dua atom hidrogennya
dan mengikat ion Zn2+ yang ada dalam air dan segera membentuk
kompleks Zn2+ - indikator EBT. Kestabilan kompleks ini cukup tinggi
akan tetapi lebih stabil jika dibandingkan dengan kompleks antara Zn2+
dengan dinatrium-EDTA.
Pada reaksi kompleks indikator logam bereaksi dengan dinatrium-
EDTA yang menghasilkan perubahan warna pada larutan dari ungu
menjadi biru, dimana ion Na+ pada dinatrium-EDTA terlepas dan
berikatan dengan O- sehingga terbentuk ONa dan ion Na yang satu juga
terlepas dan berikatan dengan ion SO4 sehingga terbentuk NaSO4, dan Zn
juga berikatan dengan SO4 sehingga terbentuk ZnSO4.
Dari percobaan yang kami lakukan, diperoleh bahwa persen kadar
ZnSO4 pada kelompok 2 adalah 90,128%. Dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa kadar zink sulfat tidak sesuai dengan kadar yang ada
dalam Farmakope Indonesia yaitu mengandung tidak kurang dari 99,0%
dan tidak lebih dari 108,7% ZnSO4.7H2O.
Faktor kesalahan yang terjadi pada praktikum ini berasal pada
faktor penyimpanan atau faktor lingkungan yang akan mengurangi
kestabilan ZnO seperti kandungan air, oksigen dan cahaya yang dapat
menguraikan serta mengoksidasi sampel. Selain itu, faktor yang dapat
menyebabkan rendahnya kadar ZnO adalah penentuan titik akhir titrasi
dan penggunaan indikator yang berlebihan. Hal ini yang menyebabkan
volume titran tidak sesuai yang kita inginkan dan perhitungan kadarnya
pun menjadi salah.
IX. Simpulan
Berdasarkan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa kemurnian
ZnO dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi
kompleksometri dengan perbandingan 1:1 (mol EDTA : mol ZnO) dan
menunjukkan data sebesar 90,128%. Dimana kemurnian ini tidak
memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia yaitu sebesar 99,0% -
108,7%.
X. Daftar Pustaka
Annuryanti, F., et al. 2015. Perbandingan Metode Spektrofotometri Sinar
Tampak dan Titrasi Kompleksometri untuk Penentuan Kadar Zink
dalam Sediaan Sirup. Jurnal Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.
4(2): 1-4.
Basset, J. 1994. Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
EGC.
Day, R.A., dan Underwood, A.L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi
3. Jakarta: Erlangga.
Divya, et al. 2014. Zinc Estimation in Herbal Formulation by
Complexometric Method: An Alternative Atomic Absorption
Spectrometry. Journal of Pharmaceutical and Scientific
Innovations, Vol. 3(3): 270-272
Dubenskaya, L.O. 1999. Use of EBT for the Polarographic
Determination of Rare Earth Metals. Journal of Analytical
Chemistry, Vol 54(7): 655-657.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Erlangga.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Linata, et al. 2016. Penentuan Kadar Kalsium dalam Kapur Tulis.
Tersedia online di http://analytical.chem.itb.ac.id/wp-
content/uploads/2016/11/Modul-1-PENENTUAN-KADAR-
KALSIUM-PADA-KAPUR-TULIS.pdf (Diakses pada 13 Oktober
2017).
Penny, M. E. 2013. Zinc Supplementation in Public Health. Nutrition
Metabolism Journal, Vol. 2(1): 31-42.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Skoog, Douglas A. 2004. Fundamentals of Analitical Chemistry Eight
Edition. Canada: Brooks/Cole.
Suyanta, Susanto, I.R., Buchari, dan Indra Noviandri. 2011. Penggunaan
ESI La untuk Penentuan Ion Lantanum Secara Titrasi
Potensiometri dengan EDTA. Tersedia online di
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Suyanta,%20M.Si.
,%20Dr.%20/Jurnal.UNY_.Titrasi.Pot_.pdf (Diakses pada 13
Oktober 2017).
Svehla, G. 1985. Vogel Bagian Satu Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semi Makro. Jakarta: PT Kalman Media
Pustaka.
Swamy, Kumara et al. 2008. Electrochemical Studies of EBT at Carbon
Paste Electrode. Journal of Electrochemistry. Vol 3.
Triwahyuni, E., dan Yusrin. 2008. Penggunaan Metode Kompleksometri
pada Penetapan Kadar Seng Sulfat dalam Campuran Seng Sulfat
dengan Vitamin C. Jurnal Unimus, Vol. 1(1): 336-337.
Lampiran