I. Tujuan
1.1 Menentukan kemurnian bahan baku ZnO dengan metode titrasi
kompleksometri.
1.2 Memahami prinsip titrasi kompleksometri.
II. Prinsip
2.1 Titrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan komplek di mana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks (Khopkar, 2002).
2.2 Komplekson
Komplekson adalah zat yang dapat membentuk senyawa kompleks
dengan ion logam (Pudjaatmaka, 2002).
2.3 Indikator EBT
Merupakan salah satu indikator metallochromic, yaitu komponen-
komponen organik berwarna di mana mereka sendiri membentuk kelat
dengan ion-ion metal (Day and Underwood, 2002).
III. Reaksi
Logam (M)-Indikator + EDTA M-EDTA + indikator (De, 2005).
Zn2+ + NH3 Zn(NH3)2+
Zn2+(aq) + EDTA4-(aq) Zn(EDTA)2- (aq)
(Gholib, 2007).
Zink sulfat adalah mikronutrien yang digunakan sebagai obat tetes mata
untuk mengatasi infeksi (Annuryanti, et al., 2015). Zink juga digunakan sebagai
terapi tambahan untuk pengobatan diare. Menurut managemen klinis penanganan
diare, ada 2 cara untuk menangani diare yakni pemberian larutan oralit maupun
dengan pemberian suplemen zink (Khan and Sellen, 2011).
Titrasi ini digunakan dalam estimasi garam logam. Etilen diamin asam tetra
asetat (EDTA) adalah titran yang biasa digunakan membentuk kompleks stabil
dengan semua logam efektif : logam alkali seperti natrium dan kalium, logam
alkali tanah seperi kalsium dan magnesium, pada nilai pH rendah dan dititrasi
dalam ammonium klorida penyangga di pH= 10 (Watson, 2000).
(Kenkel, 2002).
Penetapan kadar zat yang berdasarkan atas pembentukan senyawa kompleks
yang larut, yang pada titrasi kompleksometri berawal dari reaksi antara ion
logam/kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks sebagai ligan.
EBT merupakan asam lemah tidak stabil dalam air karena senyawa organik ini
merupakan gugus sulfonat yang mudah terdisosiasi sempurna dalam air dan
mempunyai 2 gugus fenol yang terdisosiasil lambat dalam air (Khopar, 2002).
VII. Perhitungan
7.1 Pembuatan HCl 4 N 200 mL dari HCl 36 N
V1 = 66,66 mL
Jadi volume HCl 36 N yang diambil yaitu 66,66 mL untuk diencerkan
dengan aquades hingga 200 mL.
V ZnO = 10 mL
N titran =
N titran =
V analit = 10 mL
N titran = 0,053 N
BE ZnO = 81
Kadar ZnO =
Kadar ZnO =
Pada praktikum ini dilakukan uji kemurnian bahan baku ZnO dengan
menggunakan titrasi kompleksometri. Titrasi kompleksometri ini berdasarkan
pembentukan kompleks antara ion logam dengan zat pengompleks. Di sini ion
Zn+2 berperan sebagai ion logam yang akan membentuk kompleks dengan
senyawa kompleks EDTA. EDTA merupakan titran yang digunakan pada
praktikum kali ini. Alasan digunakan EDTA yaitu karena ikatan antara logam-
EDTA bersifat lebih stabil jika dibandingkan dengan logam-indikator.
Dalam membuat larutan EDTA cukup digunakan gelas kimia saja untuk
melarutkannya karena EDTA merupakan baku sekunder yang akan dibakukan lagi
nantinya. Setelah jadi, larutan EDTA dapat disimpan di botol coklat agar terhindar
dari cahaya matahari selama proses penyimpanan yang memungkinkan sampel
menjadi bereaksi secara kimia.
Pada saat pembuatan baku primer ZnSO4, wadah yang digunakan yaitu
labu ukur. Labu ukur bersifat volumetris sehingga memiliki ukuran yang pasti.
Karena ZnSO4 merupakan baku primer dan sifatnya cenderung stabi, maka
digunakan labu ukur untuk melarutkannya sehingga normalitas yang diperoleh
sudah pasti tepat, dengan syarat dilakukan dengan prosedur yang tepat.
Namun setelah dititrasi dengan EDTA, warna ungu tersebut akan berubah
menjadi warna biru tua. Pada saat awal titrasi sampai tercapainya titik ekuivalen,
EDTA akan berikatan dengan ion logam bebas yang ada dalam sampel. Saat telah
tercapai titik akhir titrasi, maka akan terjadi perubahan warna dari ungu menjadi
biru. Hal ini terjadi karena ketika volume EDTA sudah mulai berlebih maka
EDTA akan bereaksi dengan kompleks logam-EBT dan EDTA akan membentuk
kompleks dengan logam sehingga dihasilkan EBT yang bebas. EBT dalam bentuk
bebas ini akan berwarna biru tua.
Yang dilakukan pertama kali yaitu membuat larutan ZnO sebanyak 50 mL.
Pertama, 250 mg ZnO dilarutkan terlebih dahulu dengan 5 mL HCl 4 N, baru
digenapkan dengan aquades hingga 50 mL. ZnO harus dilarutkan dahulu dengan
HCl karena ZnO praktis tidak larut dalam air dan larut dalam asam mineral encer.
Setelah ditambah HCl, campuran ZnO dan HCl dipanaskan di penangas air, hal
tersebut bertujuan untuk mempermudah proses pelarutan ZnO. Jika sudah larut
maka campuran tersebut baru ditambah aquades hingga 50 mL. Berdasarkan hasil
praktikum, ZnO dalam larutan tidak melarut seluruhnya. Hal ini dapat disebabkan
oleh sedikitnya jumlah HCl yang digunakan untuk melarutkan ZnO dan lebih
banyak bagian air yang digunakan untuk melarutkan ZnO, padahal ZnO praktis
tidak larut dalam air.
Ikatan antara indikator EBT dan logam Zn ini harus cukup stabil. Jika
ikatannya kurang stabil, maka akan mudah mengalami disosiasi sehingga
perubahan warna yang dihasilkan tidak cukup tajam/jelas. Padahal yang
digunakan atau yang diandalkan pada proses titrasi kompleksometri ini yaitu
karena adanya perbedaan warna yang cukup jelas ketika logam berikatan dengan
indikator dan ketika indikator mulai berikatan dengan ligan (EDTA).
Setelah itu, barulah sampel dititrasi dengan EDTA. Pada saat awal titrasi
sampai tercapainya titik ekuivalen, EDTA akan berikatan dengan ion logam bebas
yang ada dalam sampel. Saat telah tercapai titik akhir titrasi, maka akan terjadi
perubahan warna dari ungu menjadi biru. Hal ini terjadi karena ketika volume
EDTA sudah mulai berlebih maka EDTA akan bereaksi dengan kompleks logam-
EBT dan EDTA akan membentuk kompleks dengan logam sehingga dihasilkan
EBT yang bebas. EBT dalam bentuk bebas ini akan berwarna biru tua.
IX. Simpulan
9.1 Kadar ZnO yang diperoleh yaitu 100,489%. Dapat disimpulkan bahwa
ZnO yang digunakan memenuhi syarat kemurnian ZnO.
9.2 Telah dapat memahami prinsip titrasi kompleksometri. Prinsip dari
titrasi kompleksometri yaitu pembentukan senyawa kompleks antara
ion logam dengan zat pengompleks.
Daftar Pustaka
Astuti, Dian Wuri, Muji Rahayu, dan Dewi Sri Rahayu. 2015. Penetapan
Kesadahan Total (CaCO3) Air Sumur di Dusun Cekelan Kemusu Boyolali
dengan Metode kompleksometri. Kesmas. Vol. 9 (2) : 119-124.
Day, R.A. and L.A. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.
De, Arnab Kumar and Anil Kumar De. 2005. Inorganic Chemistry and Analysis:
Problems and Exercises Second Eddition. New Delhi : New Age
International.
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Jilid III. Jakarta : Depkes RI.
DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia Jilid IV. Jakarta : Depkes RI.
Hidayanti, A. 2010. Penetapan Kadar Senyawa Kalsium (Ca) pada Pasta Gigi.
Jurnal Kimia. Vol 2 (1) : Hal 43-47.
Kenkel, John. 2002. Analytical Chemistry for Technicians. USA : CRC Press.
Khan, W.U and D.W. Sellen. 2011. e-Library of Evidence for Nutrition Action
(eLENA): Zinc Supplementation in The Management of Diarrhoea.
Available online at http://www.who.int/elena/titles/bbc/zinc_diarrhoea/en/.
[diakses 9 Oktober 2016 pukul 22.20 WIB].
Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta : UI Press.
Mazumder, S., Sunita Taneja, Nita Bhandari, Brinda Dube, RC Agarwal, Dilip
Mahalanabis, Olivier Fontaine, and Robert E.Black. 2010. Effectiveness of
Zinc Supplementation Plus Oral Rehydration Salts for Diarrhoea in Infants
Aged Less Than 6 Months in Haryana State, India. Available online at
http://www.who.int/bulletin/volumes/88/10/10-075986/en/. [diakses 9
Oktober 2016 pukul 22.08 WIB].