Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Menetapkan konsentrasi (molaritas) dinatrium EDTA 0,05 M
2. Menetapkan kadar tablet Kalsium Laktat 500 mg
3. Memeriksa kesesuaian kadar tablet Kalsium Laktat dengan persyaratan
Farmakope Indonesia IV

1.2 Landasan Teori


A. Metode Analisis Volumetri atau Titrimetri
Analisis volumetri adalah bagian dari analisis kimia kuantitatif
untuk menentukan banyaknya suatu zat dalam volume tertentu dengan
mengukur banyaknya larutan standar yang dapat bereaksi secara
kuantitatif dengan analit (zat yang akan ditentukan). Prinsip dasar
analisis volumetri berdasarkan reaksi :
aA + tT ↔ Hasil
Dimana a molekul analit A (titrat) bereaksi dengan t molekul
pereaksi T (titran). Dengan titrasi dimaksudkan suatu proses pengerjaan
di mana titran ditambahkan sedikit demi sedikit melalui buret ke dalam
larutan analit untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen dimaksudkan
pada saat titrasi dimana jumlah titran yang ditambahkan ekivalen
dengan jumlah analit dalam larutan. Selain itu dikenal juga titik akhir
titrasi yaitu saat terjadi perubahan warna indikator. Selisih antara titik
ekivalen dan titik akhir titrasi dikenal sebagai kesalahan titrasi.
Menurut Sitti Chadijah (2001), dalam analisa volumetri reaksi
yang terjadi antara titran dan titrat harus memenuhi syarat-syarat
berikut :
1. Reaksi harus sederhana, mudah dituliskan dengan suatu
persamaan reaksi. Analit harus dapat bereaksi secara
kuantitatif dengan titran.
2. Reaksi harus dapat terjadi dengan cepat (bila perlu
tambahkan katalisator atau suhu tinggi).

1
3. Saat titik ekivalen, harus terjadi perubahan baik sifat fisik
maupun sifat kimia dalam larutan yang cukup jelas.
4. Indikator harus dapat memberikan ketentuan (perubahan
warna atau struktur yang jelas) pada saat tercapainya titik
ekivalen.

Menurut M. Sodiq Ibnu, et. al. (2005), jenis metode titrimetri


didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri
dan titrasi pengendapan.

B. Titrasi Kompleksometri
Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil
hasil reaksi antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag + dan
CN- yang mengikuti persamaan reaksi :

Ag+ + 2CN-
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig
untuk penetapan sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina
tetraasetat) yang banyak digunakan sebagai pengompleks berbagai ion
logam melalui metode titrasi.
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam
larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah
tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah kompleks
logam dengan EDTA. Berbagai logam membentuk kompleks pada pH
yang berbeda-beda. Peristiwa pengompleksan tergantung pada aktivitas
anion bebas, misalkan Y4- (jika asamnya H4Y dengan tetapan ionisasi
pK1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26). Ternyata variasi
aktivitas Y4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 dan
secara umum perubahan ini sebanding dengan (H +) pada pH 3,0 – 6,0.
Menurut Achmad Mursyidi dan Abdul Rohman (2008), cara-cara
titrasi dengan EDTA terbagi menjadi 5, yaitu :

2
1. Titrasi langsung, merupakan metode yang paling sederhana
dan sering dipakai. Larutan ion yang akan ditetapkan
ditambah dengan dapar, misalnya dapar pH 10 lalu
ditambahkan indikator logam yang sesuai dan dititrasi
langsung dengan larutan baku dinatrium edetat.
2. Titrasi kembali, cara ini penting untuk logam yang
mengendap dengan hidroksida pada pH yang dikehendaki
untuk titrasi. Untuk senyawa yang tidak larut misalnya
sulfat, kalsium oksalat, dan senyawa yang membentuk
kompleks yang sangat lambat dan ion logam yang
membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat
daripada dengan indikator. Pada keadaan demikian, dapat
ditambahkan larutan baku dinatrium edetat berlebihan
kemudian larutan di dapar pada pH yang diinginkan dan
kelebihan dinatrium edetat dititrasi kembali dengan larutan
baku ion logam.
3. Titrasi substitusi, cara ini dilakukan bila ion logam tersebut
tidak memberikan titik akhir yang jelas apabila dititrasi
secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika
ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium
edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium
dan kalsium.
4. Titrasi tidak langsung, cara titrasi tidak langsung dapat
digunakan untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion
yang tidak bereaksi dengan pengkelat. Sebagai contoh,
barbiturat tidak bereaksi dengan EDTA akan tetapi secara
kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam
keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah
pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks
dipindahkan dengan cara penyaringan dan dilarutkan
kembali dalam larutan baku EDTA berlebihan. Larutan baku

3
Zn(II) dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini
menggunakan indikator yang sesuai untuk mendeteksi titik
akhir.
5. Titrasi alkalimetri, pada metode ini proto dari dinatrium
edetat (Na2H2Y) dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi
dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan reaksi
berikut :
Mn+ + H2Y2- ↔ (MY)+n-4 + 2H+
Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini
sebelum dititrasi harus dalam suasana netral terhadap
indikator yang dipergunakan.Penetapan titik akhir
menggunakan indikator asam-basa atau secara
potensiometri.
Kelebihan titrasi kompleksometri adalah EDTA stabil, mudah
larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal magnesium (Mg),
krom (Cr), kalsium (Ca) dan barium (Ba) dapat dititrasi pada pH = 11;
mangan (Mn2+), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), seng (Zn), kadmium
(Cd), aluminium (Al), timbal (Pb), tembaga (Cu), titian (Ti) dan vanadium
(V) dapat dititrasi pada pH 4,0 – 7,0. Terakhir logam seperti raksa (Hg),
bismut (Bi), kobalt (Co), besi (Fe), krom (Cr), kalsium (Ca), indium (In),
scandium (Sc), titian (Ti), vanadium (V) dan thorium (Th) dapat dititrasi
pada pH 1,0 - 4,0. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) sebagai garam
natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu
standarisasi lebih lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air
ditemukan. Suatu titik ekivalen segera tercapai dalam titrasi demikian
dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan
beberapa logam pada operasi skala semimikro.
Dalam praktek, kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA
dapat diubah dengan :
a. Mengubah-ubah pH

4
b. Adanya zat-zat pengkompleks lain.
Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari nilai
yang dicatat pada suatu pH tertentu, dalam larutan air EDTA akan
memiliki nilai yang berbeda dari nilai yang telah dicatat. Kondisi baru ini
dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut
kondisi.

C. Indikator
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator metalokromik visual yang penting dapat masuk
dalam tiga golongan utama, yaitu senyawaan hidroksiazo, senyawaan
fenolat dari trifenilmetana yang tersubstitusi oleh hidroksi serta
senyawaan yang mengandung suatu gugus aminometildikarboksimetil.
Banyak dari indikator ini juga merupakan senyawaan-senyawaan trifenil
metana.
Menurut Ikhsan Firdaus (2009), beberapa indikator
metalokromik yang dapat digunakan, yaitu :
1. Mureksida
Mureksida adalah garam amonium dari asam purpurat
dan anionnya, mempunyai struktur :

Mureksida dapat digunakan untuk titrasi langsung


dengan EDTA terhadap kalsium pada pH = 11, perubahan
warna pada titik akhir adalah dari merah menjadi violet biru,
tetapi jauh dari ideal. Perubahan warna pada titrasi

5
langsung dari nikel pada pH 10-11 adalah dari kuning
menjadi violet biru. Perubahan warna untuk kalsium adalah
dari hijau zaitun melalui abu-abu, menjadi biru mendadak.
2. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T)
Zat ini adalah natrium 1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-
2-naftol-4-sulfonat(II) dan mempunyai acuan indeks warna
C.I.14645. Dalam larutan yang sangat asam, zat warna ini
cenderung untuk berpolimerisasi menjadi produk yang
berwarna coklat-merah, akibatnya indikator ini jarang
digunakan dalam titrasi EDTA dengan menggunakan larutan
yang lebih asam daripada pH = 6,5.

Gugus asam sulfonat dalam indikator ini akan


menyerahkan protonnya sebelum range pH 7-12, yang
merupakan perhatian paling utama bagi penggunaan
indikator ion logam. Kedua nilai pK untuk atom-atom
hidrogen ini masing-masing adalah 6,3 dan 11,5. Di bawah
pH = 5,5, larutan hitam solokrom (Hitam Eriokrom T) adalah
merah (disebabkan oleh H2D-), antara pH 7 dan 11 warnanya
biru (disebabkan oleh HD2-) dan di atas pH = 11,5 indikator
ini berwarna jingga-kekuningan (disebabkan oleh D 3-). Dalam
range pH 7-11, penambahan garam logam menghasilkan
perubahan warna yang cemerlang dari biru menjadi merah.
3. Indikator Patton dan Reeder
Indikator Patton dan Reeder adalah asam 2-hidroksil-1-
(2-hidroksi-4-sulfat-1-naftilazo)-3-naftoat(III); nama ini boleh
disingkat menjadi HHSNNA. Penggunaannya yang utama
adalah dalam titrasi langsung dari kalsium, terutama dengan
adanya magnesium. Perubahan warna yang tajam dari

6
merah angur menjadi biru murni diperoleh bila ion-ion
kalsium dititrasi dengan EDTA pada nilai pH antara 12 dan
14.
4. Biru tua solokrom
Biru tua solokrom atau kalkon kadang-kadang disebut
Hitam Eriokrom RC, zat ini sebenarnya adalah natrium 1-(2-
Hidroksi-1-naftilazo)-2-nafto-4-sulfonat. Zat warna ini
mempunyai 2 atom hidrogen fenolat yang dapat terionisasi,
proton-proton ini terionisasi secara bertahap dengan pK
masing-masing 7,4 dan 13,5. Suatu penerapan penting dari
indikator ini adalah pada titrasi kalsium secara
kompleksometri dengan adanya magnesium, titrasi ini harus
dilakukan pada pH kira-kira 12,3 (misalnya yang diperoleh
dengan suatu buffer dietilamina). Pada kondisi-kondisi ini,
magnesium diendapkan secara kuantitatif sebagai
hidroksidanya. Perubahan warna adalah dari merah jambu
menjadi biru murni.
5. Kalmagit
Kalmagit merupakan asam 1-(1-hidroksil-4-metil-2-
fenilazo)-2-naftol-4-sulfonat (V), mempunyai perubahan
warna yang sama seperti hitam solokrom (Hitam Eriokrom
T), tetapi perubahan warnanya agak lebih jelas dan tajam.
Kelebihan indikator ini adalah tetap stabil hampir tanpa
batas waktu. Zat ini digunakan sebagai ganti Hitam
Solokrom (Hitam Eriokrom T) tanpa mengubah eksperimen
untuk titrasi kalsium ditambah magnesium.

D. Kalsium Laktat

7
Tablet kalsium laktat merupakan salah satu sediaan yang sering
digunakan sebagai terapi suplemen pada hipokalsemia atau kebutuhan
kalsium meninggi. Sediaan ini merupakan garam kalsium yang berguna
untuk menjamin kebutuhan tubuh akan kalsium. Kalsium laktat
merupakan salah satu bentuk garam yang berasal dari asam laktat yang
banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai industri. 
    Kalsium-laktat yang tersedia dalam bentuk pentahidrat (5H2O),
mengandung 13 % kalsium. Garam kalsium ini mempunyai sifat
kelarutan dalam air yang tinggi (9,3 g/l), sehingga paling banyak
digunakan dalam industri minuman. Berhubung kadar kalsium-nya yang
relatif rendah, banyak industri pangan yang menambahkan kalsium-
laktat dalam jumlah tinggi ke dalam produknya, dengan tujuan untuk
mencapai konsentrasi yang diperlukan agar dapat menampilkan klaim
gizi untuk kalsium. Penambahan kalsium laktat dalam jumlah tinggi
dapat menyebabkan makin banyaknya ion-ion kalsium bebas yang
terdapat dalam larutan. Ion kalsium bebas tersebut mudah bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain, misalnya protein bebas, tartrat atau
fosfat, membentuk senyawa yang tidak larut.

1.3 Prinsip Percobaan


Penentuan kadar kalsium laktat dalam sediaan tablet dengan metode
kompleksometri. Metode ini berdasarkan reaksi pembetukan senyawa
kompleks, antara kalsium laktat sebagai zat uji dari EDTA sebagai larutan baku.
Dengan menggunakan indikator biru hidroksi naftol, titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru.

1.4 Monografi Bahan


1. Tablet Kalsium Laktat (Farmakope Indonesia IV, halaman : 164-165)

Nama Resmi : CALCII LACTATIS COMPRESSI

8
Nama Lain : Tablet Kalsium Laktat
RM : C6H10CaO6.5H2O
BM : (Pentahidrat = 308,30; Anhidrat = 218,22)
Pemerian : Serbuk atau granul putih; praktis tidak berbau;
bentuk pentahidrat sedikit mekar pada suhu
120° menjadi bentuk anhidrat.
Kelarutan : Kalsium laktat pentahidrat larut dalam air;
praktis tidak larut dalam etanol.
Kegunaan : Zat uji (Sampel)
Persyaratan Kadar : 94,0 % - 106,0 %

2. CaCO3 (Farmakope Indonesia IV, halaman : 159)

Nama Resmi : CALCII CARBONAS


Nama Lain : Kalsium Karbonat
BM/RM : 100,09/CaCO3
Pemerian : Serbuk, hablur mikro, putih; tidak berbau;
tidak berasa; stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; tidak larut dalam
etanol; larut dalam asam asetat 1 N, dalam
asam klorida 3 N dan dalam asam nitrat 2 N.
Kegunaan : Zat tambahan (Baku Primer)
Persyaratan Kadar : 98,0 % - 100,5 %

3. HCl (Farmakope Indonesia IV, halaman : 49)

Nama Resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM


Nama Lain : Asam Klorida
BM/RM : 36,46/HCl

9
Pemerian : Cairan tidak berwarna; berasap; bau
merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian
volume air, asap hilang.
Kegunaan : Zat tambahan (Pembakuan suasana asam)
Persyaratan Kadar : 36,5 % - 38,0 %

4. NaOH (Farmakope Indonesia IV, halaman : 589)


Nama Resmi : NATRII HYDROXIDUM
Nama Lain : Natrium Hidroksida
BM/RM : 40,00/NaOH
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang atau
bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukkan
pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara, akan
cepat menyerap karbondioksida dan lembab.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol.
Kegunaan : Zat tambahan (Pembakuan)
Persyaratan Kadar : 95,0 % - 100,5 %

5. Na2 EDTA (Farmakope Indonesia IV, halaman : 329)

Nama Resmi : DINATRII EDETAS


Nama Lain : Dinatrium Edetat
BM/RM : 372,24/C10H14N2Na2O8.2H2O
Anhidrat BM 336,21
Pemerian : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan : Larut dalam air.
Kegunaan : Zat tambahan (Titran)
Persyaratan Kadar : 99,0 % - 101,0 %

10
6. Aquades (Farmakope Indonesia III, halaman : 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
BM/RM : 18,02/H2O
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa.
Kegunaan : Pelarut

11
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan


a. Alat yang digunakan :
No. Nama Alat Gambar Kegunaan
1 Timbangan Untuk menimbang bahan
kimia dengan ketilitian
hingga 4 digit.
2 Buret Untuk titrasi dengan presisi
tinggi, atau bisa juga untuk
mengukur volume suatu
larutan.
3 Erlenmeyer Untuk mencampur,
mengukur dan menyimpan
cairan.

4 Gelas Ukur Untuk mengukur volume


larutan.

5 Beaker Glass Sebagai penampung zat atau


cairan.

6 Statip dan Klem Untuk menjepit buret dalam


Penjepit proses titrasi.

7 Spatel Logam Untuk mengambil bahan


kimia bentuk padatan atau
kristal.

8 Kertas Perkamen Sebagai alas untuk

12
menimbang bahan obat.

9 Pipet Volume Untuk mengambil larutan


dengan volume yang tepat
dan sesuai dengan label.
10 Pipet Tetes Untuk memindahkan volume
cairan yang telah terukur.

11 Corong Gelas Untuk memindahkan atau


memasukkan larutan ke
wadah dan untuk
menyaring.

12 Mortir dan Untuk menghancurkan atau


Stamper menghaluskan suatu bahan
atau zat yang masih bersifat
padat atau kristal.

b. Bahan yang digunakan :


1. Kalsium Karbonat
2. HCl 3 N
3. NaOH 1 N
4. Indikator biru hidroksi naftol
5. Na2 EDTA 0,05 M
6. Tablet Kalsium Laktat
7. Aquades
2.2 Perhitungan dan Pembuatan Reagen
1. HCl 3 N sebanyak 250 ml
 HCl 1 N
Pembuatan : Mengencerkan 85 ml asam klorida P dengan air hingga
1000 ml (FI IV, halaman : 1212)
 Untuk HCl 3 N, maka jumlah asam klorida yang digunakan adalah :

13
3N
= x 85 ml=255 ml (untuk 1000 ml larutan)
1N
 Akan dibuat sebanyak 250 ml HCl 3 N, maka asam klorida P yang
digunakan adalah :
250 ml
= x 255 ml=63,75 ml (untuk 250 ml larutan)
1000 ml
 Prosedur Pembuatan :
a. Mengukur aquades sebanyak 125 ml, menuangkan ke dalam
labu ukur 250 ml.
b. Mengukur HCl P sebanyak 63,75 ml, menuangkan perlahan ke
dalam labu takar yang berisi aquades melalui dinding sambil
mengocoknya.
c. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok.

2. NaOH 1 N sebanyak 2000 ml


 Tiap 1000 ml larutan mengandung 40,0 g NaOH (BM 40,00) (FI IV,
halaman : 1216)
 Untuk NaOH 1 N, jumlah NaOH yang digunakan adalah :
(massa x n)
= N=
( Mr x volume )
( massa x 1)
= 1=
(40 x 1l)
= massa = 40 g (untuk 1000 ml larutan)
 Akan dibuat sebanyak 2000 ml NaOH 1 N, maka NaOH yang
digunakan adalah :
2000 ml
= x 40 g=80 g( untuk 2000 ml larutan)
1000 ml
 Prosedur Pembuatan :
a. Menimbang lebih kurang 80 g butiran NaOH.
b. Menuangkan aquades sebanyak 400 ml ke dalam erlenmeyer
dan memanaskan erlenmeyer tersebut.
c. Memasukkan butiran NaOH ke dalam erlenmeyer yang sudah
berisi aquades yang dipanaskan.
d. Mengaduk campuran hingga larut sempurna.

14
e. Memindahkan campuran tersebut ke dalam labu takar 2000 ml.
f. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok.

3. Na2 EDTA 0,05 M sebanyak 4000 ml


 Tiap 1000 ml larutan mengandung 18,61 g C 10H14N2Na2O8.2H2O (BM
372,24) (FI IV, halaman :1214)
 Akan dibuat sebanyak 4000 ml Na2 EDTA 0,05 M, maka
Na2 EDTA yang digunakan adalah :
4000 ml
= x 18,61 g=74,44 g(untuk 4000 ml larutan)
1000 ml
 Prosedur Pembuatan :
a. Menimbang lebih kurang 37,22 g Na 2 EDTA Kristal.
b. Memasukkan ke dalam labu ukur 2000 ml.
c. Menambahkan aquades hingga setengah volume dari labu ukur
tersebut.
d. Mengaduk hingga larut sempurna.
e. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok.
f. Membuat sebanyak 2x.

2.3 Prosedur Percobaan


1. Pembakuan Na2 EDTA 0,05 M (FI IV, halaman : 1214)
a. Menimbang lebih kurang 200 mg kalsium karbonat P dan
mengeringkannya pada suhu 110°C selama 2 jam.
b. Mendinginkan kalsium karbonat dalam desikator.
c. Memasukkan kalsium karbonat ke dalam erlenmeyer 400 ml dan
menambahkan 10 ml aquades, kocok hingga terbentuk bubur.
d. Menutup gelas piala dengan kaca arloji dan memasukkan 2 ml HCl
encer P dengan pipet, yang dimasukkan di antara bibir gelas piala dan
tepi kaca arloji.
e. Menggoyangkan isi erlenmeyer hingga kalsium karbonat larut.
f. Mencuci dinding gelas piala, permukaan luar pipet dan kaca arloji
dengan air dan mengencerkannya dengan air hingga lebih kurang 100
ml.
g. Lalu mengaduknya dan menambahkan lebih kurang 30 ml larutan
Na2 EDTA 0,05 M melalui buret 50 ml.
h. Menambahkan 15 ml NaOH LP dan 300 mg indicator BHN P.

15
i. Menitrasi dengan Na2 EDTA 0,05 M sampai terjadi titik akhir warna
biru.

2. Penetapan Kadar Tablet Kalsium Laktat (FI IV, halaman : 165)


a. Menimbang lebih kurang 350 mg C 6H10CaO6 dan memasukannya ke
dalam erlenmeyer.
b. Melarutkannya dalam campuran 150 ml air dan 2 ml HCl 3 N.
c. Lalu mengaduknya dan menambahkan lebih kurang 15 ml Na 2 EDTA
0,05 M LV dari buret 50 ml.
d. Menambahkan 15 ml NaOH 1 N dan 300 mg indikator BHN LP.
e. Menitrasi dengan Na2 EDTA 0,05 M sampai terjadi titik akhir warna
biru.

BAB III

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

16
3.1 Pembakuan Na2 EDTA 0,05 M

Replikasi Bobot Penimbangan Volume Titran Perubahan Warna

1 204,5 mg 41,6 ml Ungu → Biru

2 203,7 mg 42,3 ml Ungu → Biru

 Penimbangan CaCO 3:
a. Replikasi 1
Perkamen Kosong = 121,2 mg
Perkamen + Zat = 324,9 mg
Perkamen + Sisa = 120,4 mg
Zat = 324,9 mg – 120,4 mg
= 204,5 mg

b. Replikasi 2
Perkamen Kosong = 121,0 mg
Perkamen + Zat = 327,2 mg
Perkamen + Sisa = 123,5 mg
Zat = 327,2 mg – 123,5 mg
= 203,7 mg

 Perhitungan :
mmol CaCO 3 = mmol Na2 EDTA
mg CaCO 3
= V Na2 EDTA x M Na2 EDTA
BM Ca CO3
mgCa CO3
= V Na2 EDTA x M Na2 EDTA
100,09
mg CaCO 3
M Na2 EDTA =
100,09 x V Na2 EDTA

17
a. Replikasi 1
mg CaCO 3
M Na2 EDTA =
100,09 x V Na 2 EDTA
204,5 mg
M Na2 EDTA =
100,09 x 41,6 ml
M Na2 EDTA = 0,0491 M

b. Replikasi 2
mg CaCO 3
M Na2 EDTA =
100,09 x V Na 2 EDTA
203,7 mg
M Na2 EDTA =
100,09 x 42,3 ml
M Na2 EDTA = 0,0481 M

0,0491 M +0,0481 M
 Rata-rata M Na2 EDTA = =0,049 M
2

3.2 Penetapan Kadar Tablet Kalsium Laktat

Replikasi Bobot Penimbangan Volume Titran Perubahan Warna

1 446,8 mg 24,1 ml Ungu → Biru

2 444,2 mg 22,9 ml Ungu → Biru

 Penimbangan Tablet Kalsium Laktat :


Berat 20 tablet = 12.484,2 mg
12.484,2mg
Berat rata-rata = =624,21 mg
20
Br
W = x Wi
Bi
624,21mg
W = x 350 mg
500mg
W = 436, 947 mg
 Penimbangan Tablet Kalsium Laktat :

18
a. Replikasi 1
Perkamen Kosong = 125,5 mg
Perkamen + Zat = 573,1 mg
Perkamen + Sisa = 126,3 mg
Zat = 573,1 mg – 126,3 mg = 446,8 mg

b. Replikasi 2
Perkamen Kosong = 126,3 mg
Perkamen + Zat = 570,4 mg
Perkamen + Sisa = 126,2 mg
Zat = 570,4 mg – 126,2 mg
= 444,2 mg

 Perhitungan :
% Kadar =

M Na 2 EDTA x V Na 2 EDTA x kesetaraan Br


x x 100 %
0,05 x mg Kalsium Laktat Bi

a. Replikasi 1
0,049 M x 24,1 ml x 15,42 624,21mg
% Kadar = x x 100 %
0,05 x 446,8 mg 500 mg
% Kadar = 101,88 %

b. Replikasi 2
0,049 M x 22,9 ml x 15,42 624,21mg
% Kadar = x x 100 %
0,05 x 444,2 mg 500 mg
% Kadar = 97,37 %

101,88 %+97,37 %
 Rata-rata % kadar = =99,625 %
2

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada percobaan di atas, dilakukan penetapan kadar kalsium laktat


dengan metode kompleksometri. Cara titrimetri ini didasarkan pada
kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan
larut dalam air. Pereaksi yang dipakai adalah ligan bergigi banyak, salah satu
diantaranya yaitu asam etilendiamin tetraasetat (EDTA). EDTA merupakan ligan
seksidentat yang berpotensi yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan
pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karbonil. Sebagian besar titrasi
kompleksometri menggunakan indikator yang bertindak sebagai pengompleks
dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengkompleksnya sendiri.
Kompleksometri ini termasuk salah satu analisis kimia kuantitatif.
Adapun prinsip kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa
kompleks dengan EDTA, sebagai larutan standar dengan bantuan indikator
tertentu. Titik akhir ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna larutan,
yaitu dari ungu menjadi biru.
Dari praktikum ini diperoleh kadar kalsium laktat 99,625 % dengan metode
kompleksometri. Dalam ketentuan Farmakope Indonesia Edisi IV menyatakan
kadar kalsium laktat yang terkandung ialah tidak kurang dari 94,0 % dan tidak
lebih dari 106,0 % yang tertera pada etiket. Hal ini menunjukkan bahwa sampel
tablet kalsium laktat pada praktikum ini memenuhi persyaratan kadar
Farmakope Indonesia IV.

20
Adapun faktor-faktor kesalahan dalam percobaan yang mengakibatkan
hasil titrasi yang tidak sesuai dibandingkan dengan literatur dalam Farmakope
Indonesia yaitu seperti dalam menentukan titik akhir titrasi yang kurang tepat,
dimana titrasi ditentukan tidak tepat sebelum atau sesudah titik ekivalen,
ketidaktelitian dalam membaca skala alat ukur, pemberi air dalam melarutkan
larutan, indikator yang digunakan telah rusak serta kesalahan dalam melakukan
penimbangan atau penentuan berat sampel yang digunakan dalam titrasi.

BAB V
KESIMPULAN

1. Konsentrasi larutan dinatrium EDTA yang digunakan adalah 0,049 M.


2. Kadar sampel tablet kalsium laktat yang diperoleh adalah 99,625 %.
3. Sampel tablet kalsium laktat memenuhi persyaratan kadar Farmakope Indonesia
IV.

21
Lembar Pemeriksaan

Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini, yaitu sebagai berikut :


Hari/Tanggal : Rabu/20 Februari 2019
Pukul : 13.00 – 16.00 WIB
Tempat : Laboratorium Kimia Analitik (LAFI AU)

Diperiksa oleh,
Pembimbing Praktikum,

……………………………………………..

Bandung, 27 Februari 2019


Praktikan,

Mirajiyah Purnama Dewi

22
NIM. 30517048

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan: Jakarta.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan: Jakarta.

Sudjadi, dan Rohman, A. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Gadjah Mada University:
Yogyakarta.

Modul Praktikum KIMIA FARMASI II

23
LAMPIRAN

Sampel yang akan di titrasi :

Larutan sebelum di titrasi :

Larutan sedang di titrasi :

24
Larutan setelah di titrasi :

25

Anda mungkin juga menyukai