PENDAHULUAN
1
3. Saat titik ekivalen, harus terjadi perubahan baik sifat fisik
maupun sifat kimia dalam larutan yang cukup jelas.
4. Indikator harus dapat memberikan ketentuan (perubahan
warna atau struktur yang jelas) pada saat tercapainya titik
ekivalen.
B. Titrasi Kompleksometri
Kompleksometri didasarkan pada pembentukan kompleks stabil
hasil reaksi antara analit dengan titran. Misalnya reaksi antara Ag + dan
CN- yang mengikuti persamaan reaksi :
Ag+ + 2CN-
Reaksi antara Ag+ dengan CN- dikenal sebagai metode Liebig
untuk penetapan sianida. Reagen lain adalah EDTA (etilen diamina
tetraasetat) yang banyak digunakan sebagai pengompleks berbagai ion
logam melalui metode titrasi.
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam
larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah
tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah kompleks
logam dengan EDTA. Berbagai logam membentuk kompleks pada pH
yang berbeda-beda. Peristiwa pengompleksan tergantung pada aktivitas
anion bebas, misalkan Y4- (jika asamnya H4Y dengan tetapan ionisasi
pK1 = 2,0; pK2 = 2,64; pK3 = 6,16 dan pK4 = 10,26). Ternyata variasi
aktivitas Y4- bervariasi terhadap perubahan pH dari 1,0 sampai 10 dan
secara umum perubahan ini sebanding dengan (H +) pada pH 3,0 – 6,0.
Menurut Achmad Mursyidi dan Abdul Rohman (2008), cara-cara
titrasi dengan EDTA terbagi menjadi 5, yaitu :
2
1. Titrasi langsung, merupakan metode yang paling sederhana
dan sering dipakai. Larutan ion yang akan ditetapkan
ditambah dengan dapar, misalnya dapar pH 10 lalu
ditambahkan indikator logam yang sesuai dan dititrasi
langsung dengan larutan baku dinatrium edetat.
2. Titrasi kembali, cara ini penting untuk logam yang
mengendap dengan hidroksida pada pH yang dikehendaki
untuk titrasi. Untuk senyawa yang tidak larut misalnya
sulfat, kalsium oksalat, dan senyawa yang membentuk
kompleks yang sangat lambat dan ion logam yang
membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat
daripada dengan indikator. Pada keadaan demikian, dapat
ditambahkan larutan baku dinatrium edetat berlebihan
kemudian larutan di dapar pada pH yang diinginkan dan
kelebihan dinatrium edetat dititrasi kembali dengan larutan
baku ion logam.
3. Titrasi substitusi, cara ini dilakukan bila ion logam tersebut
tidak memberikan titik akhir yang jelas apabila dititrasi
secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika
ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium
edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium
dan kalsium.
4. Titrasi tidak langsung, cara titrasi tidak langsung dapat
digunakan untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion
yang tidak bereaksi dengan pengkelat. Sebagai contoh,
barbiturat tidak bereaksi dengan EDTA akan tetapi secara
kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam
keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah
pengendapan dengan kelebihan Hg(II), kompleks
dipindahkan dengan cara penyaringan dan dilarutkan
kembali dalam larutan baku EDTA berlebihan. Larutan baku
3
Zn(II) dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini
menggunakan indikator yang sesuai untuk mendeteksi titik
akhir.
5. Titrasi alkalimetri, pada metode ini proto dari dinatrium
edetat (Na2H2Y) dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi
dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan reaksi
berikut :
Mn+ + H2Y2- ↔ (MY)+n-4 + 2H+
Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini
sebelum dititrasi harus dalam suasana netral terhadap
indikator yang dipergunakan.Penetapan titik akhir
menggunakan indikator asam-basa atau secara
potensiometri.
Kelebihan titrasi kompleksometri adalah EDTA stabil, mudah
larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu. Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal magnesium (Mg),
krom (Cr), kalsium (Ca) dan barium (Ba) dapat dititrasi pada pH = 11;
mangan (Mn2+), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), seng (Zn), kadmium
(Cd), aluminium (Al), timbal (Pb), tembaga (Cu), titian (Ti) dan vanadium
(V) dapat dititrasi pada pH 4,0 – 7,0. Terakhir logam seperti raksa (Hg),
bismut (Bi), kobalt (Co), besi (Fe), krom (Cr), kalsium (Ca), indium (In),
scandium (Sc), titian (Ti), vanadium (V) dan thorium (Th) dapat dititrasi
pada pH 1,0 - 4,0. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) sebagai garam
natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu
standarisasi lebih lanjut. Kompleks yang mudah larut dalam air
ditemukan. Suatu titik ekivalen segera tercapai dalam titrasi demikian
dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan
beberapa logam pada operasi skala semimikro.
Dalam praktek, kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA
dapat diubah dengan :
a. Mengubah-ubah pH
4
b. Adanya zat-zat pengkompleks lain.
Maka tetapan kestabilan kompleks EDTA akan berbeda dari nilai
yang dicatat pada suatu pH tertentu, dalam larutan air EDTA akan
memiliki nilai yang berbeda dari nilai yang telah dicatat. Kondisi baru ini
dinamakan tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut
kondisi.
C. Indikator
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan
pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator metalokromik visual yang penting dapat masuk
dalam tiga golongan utama, yaitu senyawaan hidroksiazo, senyawaan
fenolat dari trifenilmetana yang tersubstitusi oleh hidroksi serta
senyawaan yang mengandung suatu gugus aminometildikarboksimetil.
Banyak dari indikator ini juga merupakan senyawaan-senyawaan trifenil
metana.
Menurut Ikhsan Firdaus (2009), beberapa indikator
metalokromik yang dapat digunakan, yaitu :
1. Mureksida
Mureksida adalah garam amonium dari asam purpurat
dan anionnya, mempunyai struktur :
5
langsung dari nikel pada pH 10-11 adalah dari kuning
menjadi violet biru. Perubahan warna untuk kalsium adalah
dari hijau zaitun melalui abu-abu, menjadi biru mendadak.
2. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T)
Zat ini adalah natrium 1-(1-hidroksi-2-naftilazo)-6-nitro-
2-naftol-4-sulfonat(II) dan mempunyai acuan indeks warna
C.I.14645. Dalam larutan yang sangat asam, zat warna ini
cenderung untuk berpolimerisasi menjadi produk yang
berwarna coklat-merah, akibatnya indikator ini jarang
digunakan dalam titrasi EDTA dengan menggunakan larutan
yang lebih asam daripada pH = 6,5.
6
merah angur menjadi biru murni diperoleh bila ion-ion
kalsium dititrasi dengan EDTA pada nilai pH antara 12 dan
14.
4. Biru tua solokrom
Biru tua solokrom atau kalkon kadang-kadang disebut
Hitam Eriokrom RC, zat ini sebenarnya adalah natrium 1-(2-
Hidroksi-1-naftilazo)-2-nafto-4-sulfonat. Zat warna ini
mempunyai 2 atom hidrogen fenolat yang dapat terionisasi,
proton-proton ini terionisasi secara bertahap dengan pK
masing-masing 7,4 dan 13,5. Suatu penerapan penting dari
indikator ini adalah pada titrasi kalsium secara
kompleksometri dengan adanya magnesium, titrasi ini harus
dilakukan pada pH kira-kira 12,3 (misalnya yang diperoleh
dengan suatu buffer dietilamina). Pada kondisi-kondisi ini,
magnesium diendapkan secara kuantitatif sebagai
hidroksidanya. Perubahan warna adalah dari merah jambu
menjadi biru murni.
5. Kalmagit
Kalmagit merupakan asam 1-(1-hidroksil-4-metil-2-
fenilazo)-2-naftol-4-sulfonat (V), mempunyai perubahan
warna yang sama seperti hitam solokrom (Hitam Eriokrom
T), tetapi perubahan warnanya agak lebih jelas dan tajam.
Kelebihan indikator ini adalah tetap stabil hampir tanpa
batas waktu. Zat ini digunakan sebagai ganti Hitam
Solokrom (Hitam Eriokrom T) tanpa mengubah eksperimen
untuk titrasi kalsium ditambah magnesium.
D. Kalsium Laktat
7
Tablet kalsium laktat merupakan salah satu sediaan yang sering
digunakan sebagai terapi suplemen pada hipokalsemia atau kebutuhan
kalsium meninggi. Sediaan ini merupakan garam kalsium yang berguna
untuk menjamin kebutuhan tubuh akan kalsium. Kalsium laktat
merupakan salah satu bentuk garam yang berasal dari asam laktat yang
banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai industri.
Kalsium-laktat yang tersedia dalam bentuk pentahidrat (5H2O),
mengandung 13 % kalsium. Garam kalsium ini mempunyai sifat
kelarutan dalam air yang tinggi (9,3 g/l), sehingga paling banyak
digunakan dalam industri minuman. Berhubung kadar kalsium-nya yang
relatif rendah, banyak industri pangan yang menambahkan kalsium-
laktat dalam jumlah tinggi ke dalam produknya, dengan tujuan untuk
mencapai konsentrasi yang diperlukan agar dapat menampilkan klaim
gizi untuk kalsium. Penambahan kalsium laktat dalam jumlah tinggi
dapat menyebabkan makin banyaknya ion-ion kalsium bebas yang
terdapat dalam larutan. Ion kalsium bebas tersebut mudah bereaksi
dengan senyawa-senyawa lain, misalnya protein bebas, tartrat atau
fosfat, membentuk senyawa yang tidak larut.
8
Nama Lain : Tablet Kalsium Laktat
RM : C6H10CaO6.5H2O
BM : (Pentahidrat = 308,30; Anhidrat = 218,22)
Pemerian : Serbuk atau granul putih; praktis tidak berbau;
bentuk pentahidrat sedikit mekar pada suhu
120° menjadi bentuk anhidrat.
Kelarutan : Kalsium laktat pentahidrat larut dalam air;
praktis tidak larut dalam etanol.
Kegunaan : Zat uji (Sampel)
Persyaratan Kadar : 94,0 % - 106,0 %
9
Pemerian : Cairan tidak berwarna; berasap; bau
merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian
volume air, asap hilang.
Kegunaan : Zat tambahan (Pembakuan suasana asam)
Persyaratan Kadar : 36,5 % - 38,0 %
10
6. Aquades (Farmakope Indonesia III, halaman : 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
BM/RM : 18,02/H2O
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa.
Kegunaan : Pelarut
11
BAB II
METODE KERJA
12
menimbang bahan obat.
13
3N
= x 85 ml=255 ml (untuk 1000 ml larutan)
1N
Akan dibuat sebanyak 250 ml HCl 3 N, maka asam klorida P yang
digunakan adalah :
250 ml
= x 255 ml=63,75 ml (untuk 250 ml larutan)
1000 ml
Prosedur Pembuatan :
a. Mengukur aquades sebanyak 125 ml, menuangkan ke dalam
labu ukur 250 ml.
b. Mengukur HCl P sebanyak 63,75 ml, menuangkan perlahan ke
dalam labu takar yang berisi aquades melalui dinding sambil
mengocoknya.
c. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok.
14
e. Memindahkan campuran tersebut ke dalam labu takar 2000 ml.
f. Menambahkan aquades hingga tanda batas, kocok.
15
i. Menitrasi dengan Na2 EDTA 0,05 M sampai terjadi titik akhir warna
biru.
BAB III
16
3.1 Pembakuan Na2 EDTA 0,05 M
Penimbangan CaCO 3:
a. Replikasi 1
Perkamen Kosong = 121,2 mg
Perkamen + Zat = 324,9 mg
Perkamen + Sisa = 120,4 mg
Zat = 324,9 mg – 120,4 mg
= 204,5 mg
b. Replikasi 2
Perkamen Kosong = 121,0 mg
Perkamen + Zat = 327,2 mg
Perkamen + Sisa = 123,5 mg
Zat = 327,2 mg – 123,5 mg
= 203,7 mg
Perhitungan :
mmol CaCO 3 = mmol Na2 EDTA
mg CaCO 3
= V Na2 EDTA x M Na2 EDTA
BM Ca CO3
mgCa CO3
= V Na2 EDTA x M Na2 EDTA
100,09
mg CaCO 3
M Na2 EDTA =
100,09 x V Na2 EDTA
17
a. Replikasi 1
mg CaCO 3
M Na2 EDTA =
100,09 x V Na 2 EDTA
204,5 mg
M Na2 EDTA =
100,09 x 41,6 ml
M Na2 EDTA = 0,0491 M
b. Replikasi 2
mg CaCO 3
M Na2 EDTA =
100,09 x V Na 2 EDTA
203,7 mg
M Na2 EDTA =
100,09 x 42,3 ml
M Na2 EDTA = 0,0481 M
0,0491 M +0,0481 M
Rata-rata M Na2 EDTA = =0,049 M
2
18
a. Replikasi 1
Perkamen Kosong = 125,5 mg
Perkamen + Zat = 573,1 mg
Perkamen + Sisa = 126,3 mg
Zat = 573,1 mg – 126,3 mg = 446,8 mg
b. Replikasi 2
Perkamen Kosong = 126,3 mg
Perkamen + Zat = 570,4 mg
Perkamen + Sisa = 126,2 mg
Zat = 570,4 mg – 126,2 mg
= 444,2 mg
Perhitungan :
% Kadar =
a. Replikasi 1
0,049 M x 24,1 ml x 15,42 624,21mg
% Kadar = x x 100 %
0,05 x 446,8 mg 500 mg
% Kadar = 101,88 %
b. Replikasi 2
0,049 M x 22,9 ml x 15,42 624,21mg
% Kadar = x x 100 %
0,05 x 444,2 mg 500 mg
% Kadar = 97,37 %
101,88 %+97,37 %
Rata-rata % kadar = =99,625 %
2
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
Adapun faktor-faktor kesalahan dalam percobaan yang mengakibatkan
hasil titrasi yang tidak sesuai dibandingkan dengan literatur dalam Farmakope
Indonesia yaitu seperti dalam menentukan titik akhir titrasi yang kurang tepat,
dimana titrasi ditentukan tidak tepat sebelum atau sesudah titik ekivalen,
ketidaktelitian dalam membaca skala alat ukur, pemberi air dalam melarutkan
larutan, indikator yang digunakan telah rusak serta kesalahan dalam melakukan
penimbangan atau penentuan berat sampel yang digunakan dalam titrasi.
BAB V
KESIMPULAN
21
Lembar Pemeriksaan
Diperiksa oleh,
Pembimbing Praktikum,
……………………………………………..
22
NIM. 30517048
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan: Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan: Jakarta.
Sudjadi, dan Rohman, A. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Gadjah Mada University:
Yogyakarta.
23
LAMPIRAN
24
Larutan setelah di titrasi :
25