Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI


TITRASI BALIK
PENETAPAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM
TABLET ANTASIDA

Oleh :
Kelompok 2
Golongan II

Ni Luh Wayan Sita Pujasari (1908551032)


Sharon Grace Tarigan (1908551033)
Safira Nur Syifa (1908551035)
I Gusti Agung Krisna Larashati (1908551036)
Ni Luh Ari Krisma Anjani (1908551037)
Ni Wayan Prasanthi Swarna Putri (1908551038)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
TITRASI BALIK
PENETAPAN KAPASITAS PENETRALAN ASAM TABLET ANTASIDA
(ALUMINIUM HIDROKSIDA DAN MAGNESIUM HIDROKSIDA)

I. TUJUAN
1. Mampu memahami penetapan kapasitas penetralan asam (antasida).
2. Mampu melakukan standarisasi larutan HCl dan NaOH.
3. Mampu menetapkan kapasitas penetralan asam sediaan tablet antasida
menggunakan metode titrasi balik.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Titrasi Balik
Titrasi balik atau titrasi kembali merupakan suatu teknik kimia analisis yang
digunakan untuk mencari konsentrasi suatu reaktan yang tidak diketahui
dengan bereaksi pada kelebihan volume dari reaktan yang konsentrasinya
sudah diketahui. Campuran yang dihasilkan kemudian dititrasi dengan
mempertimbangkan molaritas dari reaktan berlebih yang ditambahkan. Titrasi
kembali ini dapat digunakan apabila titik akhir titrasi memang lebih mudah
untuk diamati dibandingkan dengan titik akhir titrasi pada titrasi standar
(Widiarto, 2009).
Titrasi balik dikenal dengan titrasi residual. Beberapa penetapan kadar
dalam Farmakope memerlukan penambahan larutan volumetrik yang terukur,
berlebih dari jumlah yang sebenarnya diperlukan untuk bereaksi dengan
senyawa yang ditetapkan kadarnya, kelebihan larutan ini kemudian dititrasi
dengan larutan volumetrik kedua. Titrasi ini dikenal sebagai “titrasi kembali”.
Jumlah senyawa yang ditiratasi dapat dihitung dari selisih antara volume
larutan volumetrik yang ditambahkan mula-mula dan volume titran dalam
titrasi kembali, dengan memperhatikan faktor normalitas atau molaritas kedua
larutan dan faktor kesetaraan untuk senyawa yang tertera pada masing-masing
monografi (Kemenkes RI, 2020).

1
Tujuan dari titrasi balik ini adalah untuk mengubah reagen yang tidak stabil
menjadi bentuk yang lebih stabil, memudahkan pengamatan perubahan warna
yang terjadi pada titik akhir titrasi serta dapat digunakan untuk sampel yang
mengandung pengotor Titrasi balik dilakukan untuk penetapan kadar jika
bahan atau senyawa yang digunakan mudah menguap, misalnya ammonia
dimana sebagian sampel dari ammonia dapat menguap selama titrasi. Selain
itu, titrasi balik juga dapat digunakan pada senyawa yang tidak larut, misalnya
kalium karbonat sehingga diperlukan penambahan larutan untuk menghasilkan
reaksi yang kuantitatif. Keuntungan menggunakan titrasi kembali adalah
metode ini lebih mudah digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi
dibandingkan dengan titrasi normal, serta berguna untuk mengetahui jumlah
atau kadar asam atau basa yang terkandung dalam suatu padatan yang tidak
larut (Kar, 2005).
2.2 Tablet Kunyah Alumina, Magnesia dan Simetikon
Tablet Alumina, Magnesia dan Simetikon mengandung aluminium
hidroksida, Al(OH)3 dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2 masing-masing
tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dan mengandung
polidimetilsiloksan, [-(CH3)2SiO-]n tidak kurang dari 85,0% dan tidak lebih
dari 115,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Kapasitas penetralan asam,
asam yang digunakan pada dosis tunggal minimum tidak kurang dari 5 mEq
dan tidak kurang dari jumlah mEq yang dihitung berdasarkan rumus:

0,55 (0,0385A) + 0,8(0,0343M )

0,0385 dan 0,0343 berturut-turut adalah kapasitas penetralan asam teoritis


aluminium hidroksida, Al(OH)3 dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2 dalam
mEq; A dan M berturut-turut adalah jumlah dalam mg, aluminium hidroksida,
Al(OH)3 dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2 dalam serbuk tablet yang
digunakan, dihitung berdasarkan jumlah yang tertera pada etiket (Kemenkes
RI, 2020).
2.3 Natrium Hidroksida (NaOH)

2
Natrium hidroksida dengan rumus molekul NaOH dan bobot molekul 40,0
g/mol memiliki pemeriann berwarna putih atau praktis putih, massa melebur,
berbentuk pelet kecil, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara, akan cepat menyerap
karbon dioksida dan lembab. Kelarutannya mudah larut dalam air dan dalam
etanol. Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak
lebih dari 100,5% alkali total, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3
tidak lebih dari 3,0% (Kemenkes RI, 2020).
2.4 Asam Hidroklorida (HCl)
Asam hidroklorida dengan rumus molekul HCl dan bobot molekul 36,46
g/mol mengandung mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih
dari 38,0% b/b HCl. Pemerian HCl yaitu berupa cairan tidak berwarna;
berasap; bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap
hilang. HCl memiliki bobot jenis lebih kurang 1,18 g/L (Kemenkes RI, 2020).
2.5 Kalium Biftalat
Kalium biftalat pemeriannya berupa serbuk hablur putih dan kelarutannya
larut perlahan-lahan dalam air, larutan jernih, tidak berwarna. Keasaman-
kebasaan larutan 2,0% b/v dalam air bebas karbondioksida P dengan larutan
biru bromfenol P terjadi warna abu-abu (pH 4,0). Kalium biftalat dengan
rumus molekul KHC6H4(COO)2 dan bobot molekul 204,22 g/mol
mengandung tidak kurang dari 99,9% dan tidak lebih dari 100,1 % C8H5KO4,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Penetapan kadar larutkan lebih
kurang 9 g yang ditimbang seksama dalam 100 mL air. Titrasi dengan natrium
hidroksida 1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P. 1 mL natrium
hidroksida 1 N setara dengan 204,2 mg C8H5KO4 (Depkes RI, 1979;
Kemenkes RI, 2020).
2.6 Kalium Tetraoksalat
Kalium tetraoksalat C4H3K8O.2H2O murni pereaksi (Depkes RI, 1979).

3
2.7 Trometamina
Trometamina memiliki rumus molekul C4H11NO3 dan bobot molekul
sebesar 121,14 g/mol. Trometamina merupakan murni pereaksi (Kemenkes
RI, 2014).
2.8 Air Murni
Air Murni dengan rumus molekul H2O dan bobot molekul 18,02 g/mol
adalah air yang memenuhi persyaratan air minum, yang dimurnikan dengan
cara destilasi, penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Air
murni tidak mengandung zat tambahan lain. Pemerian air murni, yaitu berupa
cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau (Kemenkes RI, 2020).
2.9 Air Bebas CO2
Air bebas karbondioksida P adalah air murni yang telah dididihkan selama
5 menit atau lebih dan dibiarkan hingga dingin, tidak boleh menyerap karbon
dioksida dari udara atau Air murni yang memiliki resitivitas tidak kurang dari
18 Mohm-cm (Kemenkes RI, 2020).
2.10 Etanol
Etanol mutlak (absolut) dengan rumus molekul C2H6O dan bobot mokelul
46,07 g/mol mengandung tidak kurang dari 99,2% b/b, setara dengan tidak
kurang dari 99,5% v/v, C2H6O, pada suhu 15,56o. Pemerian etanol, yaitu
berupa cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar. Etanol memeliki
kelarutan, yaitu bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organik (Kemenkes RI, 2020).
2.11 Indikator Fenolftalein (Indikator PP)
Fenolftalein (C20H14O4) dikenal juga dengan indikator PP merupakan
serbuk hablur berwarna putih atau agak putih kekuningan, dengan berat
molekul (BM) 318,33 g/mol. Fenolftalein tidak larut dalam air; larut dalam
etanol. Trayek pH indikator PP antara 8,0 dan 10,0 dengan perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah (Kemenkes RI, 2020). Cara untuk
membuat indikator fenolftalein (indikator pp) yaitu larutkan 1 gram

4
fenolftalein P 0,1% dalam 100 ml etanol P (Kemenkes RI, 2014). Fenolftalein
memiliki nilai pKa 9,4 akan mengalami pengaturan ulang struktur seiring
dengan meningkatnya pH, hal ini disebabkan karena satu proton dihilangkan
dari salah satu gugus fenol yang terdapat pada struktur fenolftalein (Watson,
2010).

Gambar 1. Pengaturan Ulang Struktur Yang Berpengaruh Pada Perubahan


Warna (Syahirah et al., 2018)
2.12 Indikator Hijau Bromokresol
Hijau bromokresol memiliki rumus molekul C21H14Br4O5S dan bobot
molekul sebesar 698,01 g/mol. Hijau bromokresol berupa serbuk, kuning
muda atau putih. Hijau bromokresol sukar larut dalam air, larut dalam etanol,
dan dalam larutan alkali hidroksida. Trayek pH antara 4,0 – 5,4 dan perubahan
warnanya dari kuning menjadi biru (Kemenkes RI, 2020).
2.13 pH Meter
pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan. Sistem
pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran secara
potensimetri. pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi.
Perbedaan potensial antara dua elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH
dalam larutan yang diukur (Ngafifuddin dkk., 2017). pH meter merupakan
instrument mengukur potensial elektroda yang harus terkait dengan [H+] atau
[OH-] larutan dengan perbandingan terhadap buffer standar [H+] atau [OH-]
yang diketahui. Dengan kata lain, pH meter harus dikalibrasi untuk
mendapatkan hasil yang akurat (Cheng dan Zhu, 2005).
pH meter merupakan alat yang dapat mengukur tingkat pH larutan. pH
meter terdiri dari sebuah elektroda (probe pengukur) yang terhubung ke

5
sebuah alat elektronik yang mengukur dan menampilkan nilai pH. Prinsip
kerja utama pH meter adalah terletak pada sensor probe berupa elektrode kaca
(glass electrode) dengan jalan mengukur jumlah ion H3O+ di dalam larutan.
Ujung elektrode kaca adalah lapisan kaca setebal 0.1 mm yang berbentuk
bulat (bulb). Inti sensor pH terdapat pada permukaan bulb kaca yang memiliki
kemampuan untuk bertukar ion positif (H+) dengan larutan terukur (Zulfian
dkk., 2016).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1. Alat
- Pipet Ukur - Kertas Saring
- Pipet Tetes - Gelas Beaker
- Labu Ukur - Batang pengaduk
- Erlenmeyer - Piring kertas
- Pengaduk Magnetik - Aluminium foil
- Timbangan Analitik - Desikator
- Sendok Tanduk - Buret dan statif
- Wadah Poliolefin - Ballfiller
- Kertas Perkamen - pH meter

3.2. Bahan
- Tablet Kunyah Alumina, - Asam Oksalat
Magnesia dan Simetikon - HCl
- NaOH - Air murni
- Kalium biftalat - Trometamina
- Kalium tetraoksalat - Etanol
- Fenolftalein P - Bromkresol P

6
IV. PROSEDUR PRAKTIKUM
4.1. Perhitungan Pembuatan larutan
4.1.1 Pengenceran Larutan Standar NaOH 1 N
Diketahui: V Air bebas CO2 untuk NaOH 1 N = 1000 mL
N NaOH yang dibutuhkan = 0,5 N
Ek NaOH = 1 grek/mol
Ditanya: Volume air bebas CO2 yang dibutuhkan untuk mengencerkan
NaOH 1 N menjadi NaOH 0,5 N.
Jawab: 𝑀1 × 𝑉1 = 𝑀2 × 𝑉2
𝑁1 𝑁
× 𝑉1 = 𝐸𝑘2 × 𝑉2
𝐸𝑘
1𝑁 0,5 𝑁
𝑔𝑟𝑒𝑘 × 1000 𝑚𝐿 = 𝑔𝑟𝑒𝑘 × 𝑉2
1 1
𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑜𝑙

𝑉2 = 2000 mL
Untuk mengencerkan NaOH 1 N menjadi NaOH 0,5 N, dibutuhkan
volume air bebas CO2 sebanyak 2000 mL.

4.2. Prosedur Kerja


4.2.1. Pembuatan Air Bebas Karbon Dioksida P
Didihkan air murni dengan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih
dan didiamkan sampai dingin, serta tidak boleh menyerap karbon
dioksida dari udara (Kemenkes RI, 2020).
4.2.2. Pembuatan Fenolftalein LP
Larutkan 1 g fenolftalein P dalam 100 etanol P (Kemenkes RI,
2020).
4.2.3. Pembuatan Bromkresol Hijau LP
Larutkan 50 mg hijau bromokresol P dalam 100 mL etanol P,
saring jika perlu (Kemenkes RI, 2020).
4.2.4. Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,5 N
Larutkan 162 mg natrium hidroksida P dalam 150 mL air bebas
karbon dioksida P, dinginkan larutan hingga suhu ruang, saring melalui
kertas saring yang dikeraskan. Masukkan 54,5 mL filtrat jernih ke dalam
wadah poliolefin bertutup rapat dan encerkan dengan air bebas karbon
1
dioksida P hingga 1000 mL. Buat larutan dengan kadar lebih rendah
(seperti 0,1 N, 0,01 N) dengan mengencerkan secara kuantitatif
sejumlah volume yang diukur saksama larutan 1 N dengan air bebas
karbon dioksida secukupnya hingga diperoleh larutan dengan kadar
yang diinginkan (Kemenkes RI, 2020). Untuk membuat larutan dengan
kadar 0,5 N, diencerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga
2000 mL.
4.2.5. Pembuatan Larutan HCl 1,0 N
Encerkan 85 mL asam hidroklorida P dengan air hingga 1000 mL
(Kemenkes RI, 2020).
4.2.6. Standarisasi Larutan NaOH 0,5 N
Timbang saksama lebih kurang 5 g kalium biftalat P yang
sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120° selama 2
jam dan larutkan dalam 75 mL air bebas karbon dioksida P. Tambahkan
2 tetes fenolftalein LP dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida
hingga terjadi warna merah muda yang tetap. Tiap mL natrium
hidroksida 1 N setara dengan 204,22 mg kalium biftalat. Hitung
normalitas larutan dengan rumus:
𝑔 𝐾𝐻𝐶8 𝐻4 𝑂4
𝑁=
0,20422 × 𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻
(Kemenkes RI, 2020)
4.2.7. Standarisasi Larutan HCl 1,0 N
Timbang saksama lebih kurang 5,0 g trometamin P, yang
sebelumya telah dikeringkan pada suhu 105° selama 3 jam. Larutkan
dalam 50 mL air dan tambahkan 2 tetes bromkresol hijau LP. Titrasi
dengan asam hidroklorida 1 N hingga titik akhir kuning pucat. Tiap mL
asam hidroklorida 1 N setara dengan 121,14 mg trometamin.
𝑚𝑔 𝑡𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛
𝑁=
121,14 × 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙
(Kemenkes RI, 2020)
4.2.8. Pembuatan Kalium Tetraoksalat 0,05 M

2
Larutkan 12,61 g KH3(C2O4)22H2O dalam air hingga 1000 mL
(Kemenkes RI, 2020).
4.2.9. Pembuatan Kalium Biftalat 0,05 M
Larutkan 10,12 g KHC8H4O4, yang telah dikeringkan pada suhu
110 selama 1 jam, dalam air hingga 1000 mL (Kemenkes RI, 2020).
4.2.10. Pembakuan pH Meter
Lakukan kalibrasi pH meter menggunakan larutan dapar baku
kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M (Kemenkes RI,
2020).
4.2.11. Penetapan Kapasitas Penetralan Asam Tablet Antasida
4.2.11.1. Persiapan Larutan Uji
Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet, hitung
bobot rata-rata. Timbang saksama sejumlah serbuk setara dengan
dosis terkecil dari yang tertera pada etiket, masukkan ke dalam gelas
beaker 250-mL. Jika perlu pembasahan dengan tidak lebih dari 5 mL
etanol P (yang telah dinetralkan sampai pH 3,5) dan campur sampai
semuanya basah. Tambahkan 70 mL air dan campur menggunakan
Pengaduk magnetik selama 1 menit (Kemenkes RI, 2020).
4.2.11.2. Prosedur Penetapan Kapasitas Penetralan Asam
Pipet 30 mL asam hidroklorida 1,0 N LV ke dalam Larutan uji
sambil diaduk terus menggunakan Pengaduk magnetik. [Catatan
Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25 mEq,
gunakan 60,0 mL asam hidroklorida 1,0 N LV dan lakukan
modifikasi pada perhitungan] Setelah penambahan asam, aduk
selama 15 menit tepat, segera titrasi. Titrasi kelebihan asam
hidroklorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak
lebih dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik
sampai 15 detik). Hitung jumlah mEq asam yang digunakan dengan
rumus:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝐸𝑞 = (30 × 𝑁𝐻𝐶𝑙 ) – (𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 )

3
NHCl dan NNaOH berturut-turut adalah normalitas dari asam
hidroklorida LV dan natrium hidroksida LV; VNaOH adalah
volume dari natrium hidroksida LV yang digunakan untuk titrasi.
Hasil dinyatakan dalam mEq asam yang digunakan tiap g zat uji
(Kemenkes RI, 2020).

V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan Air Bebas Karbon Dioksida P
Didihkan air murni dengan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih.

Didiamkan sampai dingin dalam desikator agar tidak menyerap karbon dioksida
dari udara.

5.2 Pembuatan Fenolftalein LP


Ditimbang dengan sesama 1 gram fenolftalein P.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahkan etanol P hingga tanda
batas.

Digojok hingga homogen dan diberi label.

5.3 Pembuatan Bromkresol Hijau LP


Ditimbang 50 mg bromeksol, dimasukkan ke dalam gelas beaker dan
ditambahkan etanol secukupnya.

Diaduk dengan batang pengaduk hingga larut.

Dipindah larutan ke dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan etanol P hingga
tanda batas.

4
Digojong hingga homogen, disaring bila perlu, kemudian diberi label.

5.4 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,5 N


Dilarutkan 162 mg natrium hidroksida P dalam 150 ml air bebas karbon
dioksida P.

Didinginkan larutan hingga suhu ruang, dan disaring melalui kertas saring yang
dikeraskan.

Dimasukkan 54,5 ml filtrat jernih ke dalam wadah poliolefin bertutup rapat dan
diencerkan dengan air bebas karbon dioksida P hingga 2000 mL.

5.5 Pembuatan Larutan HCl 1,0 N


Diambil 85 ml asam klorida P dan dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL.

Ditambahkan air hingga tanda batas.

Digojok hingga homogen dan diberi label.

5.6 Standarisasi Larutan NaOH 0,5 N


Ditimbang saksama lebih kurang 5 g kalium biftalat P yang sebelumnya telah
dihaluskandan dikeringkan pada suhu 120° selama 2 jam dan dilarutkan dalam
75 mL air bebas karbon dioksida P di dalam Erlenmeyer.

Ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP.

5
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N hingga larutan berubah warna menjadi
merah muda.

Tiap mL natrium hidroksida 1 N setara dengan 204,22 mg kalium biftalat.


Dihitung normalitas larutan dengan rumus:
𝑔 𝐾𝐻𝐶8 𝐻4 𝑂4
𝑁=
0,20422 × 𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻

5.7 Standarisasi Larutan HCl 1,0 N


Ditimbang seksama 5 gram trometamin P lalu dikeringkan sesuai petunjuk pada
etiket.

Dilarutkan dalam 50 mL air dan ditambahkan 2 tetes bromkresol hijau LP.

Dititrasi dengan asam hidroksida 1 N hingga titik akhir kuning pucat.

Tiap mL asam hidroklorida 1 N setara dengan 121,14 mg trometamin.


Dihiitung normalitas larutan dengan rumus:
𝑚𝑔 𝑡𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛
𝑁=
121,14 × 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙

5.8 Pembuatan Kalium Tetraoksalat 0,05 M


Ditimbang dengan saksama 12,61 gram kalium tetraoksalat.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan ditambahkan air hingga tanda
batas.

Digojok hingga homogen dan diberi label.

6
5.9 Pembuatan Kalium Biftalat 0,05 M
Ditimbang dengan saksama 10,12 gram kalium bifalat yang telah dikeringkan
pada suhu 110°C selama 1 jam.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan ditambahkan air bebas


karbondioksida hingga tanda batas.

Digojok hingga homogen dan diberi label.

5.10 Pembakuan pH Meter


Diisi sel dengan kalium tetraoksalat pada suhu 35°C.

Dipasang kendali pada suhu larutan dan diatur kontrol kalibrasi untuk membuat
pH menjadi 1,96.

Dibilas elektroda beberapa kali dengan larutan kalium biftalat untuk


pembakuan yang kedua.

Diisi sel dengan larutan tersebut pada suhu 35°C. pH larutan dapar kedua 4,02
± 0,07.

5.11 Persiapan Larutan Uji


Ditimbang dan diserbukkan tidak kurang dari 20 tablet dan dihitung bobot rata-
rata.

Ditimbang sejumlah serbuk setara dengan dosis terkecil dari yang tertera
pada etiket dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL.

7
Ditambahkan tidak lebih dari 5 mL etanol P (yang telah dinetralkan sampai
pH 3,5) dan dicampur hingga semuanya basah.

Ditambahkan 70 mL air dan dicampur menggunakan pengaduk magnetik


selama 1 menit.

5.12 Prosedur Penetapan Kapasitas Penetralan Asam


Dipipet 30 mL asam hidroklorida 1,0 N LV ke dalam larutan uji sambil diaduk
terus menggunakan pengaduk magnetik.

Apabila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25 mEq, digunakan
60,0 mL asam hidroklorida 1,0 N LV dan dilakukan modifikasi pada
perhitungan.

Setelah penambahan asam, diaduk selama 15 menit tepat dan segera dititrasi.

Titrasi kelebihan asam hidroklorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam


waktu tidak lebih dari 5 menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10
detik sampai 15 detik).

Hitung jumlah mEq asam yang digunakan oleh tablet yang diuji dengan rumus:
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝐸𝑞 = (30 × 𝑁𝐻𝐶𝑙 ) – (𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 )

VI. HASIL DAN PERHITUNGAN


Diketahui:
• HCl 37%
Massa jenis = 1,19 g/ml
BM HCl = 36,461 g/mol
Ek HCl = 1 grek/mol
8
Volume HCl = 500 mL
Volume standarisasi HCl= 5,4 mL
• NaOH
Molaritas = 0,5 M
Volume titrasi akhir = 37,4 mL
Volume standarisasi NaOH = 10 mL
Ditanya:
Total mEq =…. ?
Jawab :
1. Normalitas Hasil Standarisasi HCl
Mol NaOH = M NaOH x V NaOH
= 0,5 M x 10 mL
= 5 mmol
r: HCl + NaOH ⇾ NaCl + H2O
m: 5 mmol 5 mmol - -
b: 5 mmol 5 mmol 5 mmol 5 mmol
s: - - 5 mmol 5 mmol
mmol HCl yang bereaksi dengan NaOH adalah 5 mmol
mol
M HCl = volume
5 mmol
=
5,4 mL

= 0,9259 M
N HCl = M x Ek
= 0,9259 M x 1 grek/mol
= 0,9259 N
2. Kapasitas Penetralan Asam Tablet Antasida
Total mEq = (30 x NHCI) - (VNaOH x NNaOH)
= (30 x 0,9259 N) - (37,40 mL x 0,5 N)
= 27,777 - 18,7
= 9,077 mEq

9
3. Interpretasi
Berdasarkan perhitungan diperoleh total mEq sebesar 9,077 mEq.
Kapasitas penetralan asam tablet kunyah alumina, magnesia, dan simetikon
pada dosis tunggal minimum tidak kurang dari 5 mEq (Kememkes RI,
2020). Berdasarkan uraian tersebut total mEq yang diperoleh telah
memenuhi persyaratan kapasitas penetralan asam tablet kunyah alumina,
magnesia, dan simetikon menurut Farmakope Indonesia Edisi VI.
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kapasitas penetralan asam
sediaan tablet antasida dengan metode titrasi balik. Prinsip dari metode titrasi balik
pada penetapan kapasitas penetralan asam adalah dilakukan dengan cara
penambahan titran dalam jumlah berlebih, kemudian kelebihan titran ini dititrasi
dengan titran lain (Gandjar dan Rohman, 2007). Penetapan kapasitas penetralan
asam dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar tablet antasida
dapat menetralkan keasaman lambung dengan menggunakan cairan lambung
buatan. Antasida adalah senyawa basa lemah yang mempunyai kemampuan untuk
menetralkan asam lambung atau mengikatnya (Depkes RI, 2008). Tujuan utama
terapi antasida adalah mengurangi konsentrasi dan muatan total asam dalam
lambung sampai pH 4 – 5 (Al-Mudhafar dkk., 2016). Kapasitas penetral asam
adalah faktor terpenting dalam menentukan potensi antasida dalam menyediakan
bantuan gejala, sehingga antasida yang efektif ditandai dengan onset aksi yang
cepat, menahan pH lambung, memiliki asam tinggi kapasitas penetral tidak kurang
dari 5 mEq per dosis tunggal minimum, dan menyebabkan efek samping minimal
(Jagadesh dan Chidananda, 2015). Sehingga, dengan dilakukan penetapan kapasitas
penetralan asam, dapat diketahui efektifitas dari sediaan tablet antasida yang
digunakan sebagai bahan uji.
Praktikum penetapan kapasias penetralan asam sediaan tablet antasida
diawali dengan pembuatan air bebas karbon dioksida. Pembuatan air bebas CO2
dilakukan dengan mendidihkan air murni selama 5 menit atau lebih. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan CO2 dalam air. Setelah mendidih, air tersebut
didiamkan sampai dingin serta tidak boleh menyerap CO2 dari udara. Tahapan

10
berikutnya adalah pembuatan indikaor fenolftalein. Pembuatan indikator
fenolftalein diawali dengan menimbang dengan seksama 1 gram fenolftalein.
Kemudian dimasukkan hasil penimbangan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan etanol P hingga tanda batas. Setelah itu, digojog hingga homogen dan
diberi label.
Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah pembuatan larutan hijau
bromkresol LP. Larutan ini dibuat dengan cara melarutkan 50 mg bromkresol ke
dalam 100 mL etanol P. Larutan ini nantinya difungsikan sebagai indikator dalam
standarisasi larutan HCl 1,0 N dan menimbulkan titik akhir kuning pucat.
Tahapan berikutnya adalah pembuatan larutan standar NaOH 0,5 N. Larutan
ini dibuat dengan cara melarutkan 162 mg NaOH dalam 150 air bebas CO2 . Air
bebas CO2 digunakan pada pembuatan larutan NaOH karena NaOH memiliki sifat
higroskopis yang mudah bereaksi dengan CO2 menghasilkan natrium karbonat
(Na2CO3). Hal ini nantinya akan mengganggu reaksi yang terjadi. Kemudian
didinginkan larutan hingga suhu ruang, dan disaring melalui kertas saring yang
dikeraskan. Selanjutnya, sebanyak 54,5 mL filtrat jernih dimasukkan ke dalam
wadah poliolefin bertutup rapat dan diencerkan dengan air bebas karbon dioksida
P hingga 2000 mL.
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan larutan HCl 1,0 N. Larutan HCl
dibuat dengan cara sebanyak 85 mL HCl P diambil dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 1000 mL. kemudian ditambahkan air hingga tanda batas lalu digojog hingga
homogen. Setelah itu, dipindahkan larutan kedalam wadah dan diberi label. Tujuan
pelabelan adalah agar larutan tidak tertukar dengan larutan lainnya.
Tahapan berikutnya dilakukan dengan pembuatan kalium tetraoksalat 0,05
M. larutan ini dibuat dengan cara menimbang dengan seksama 12,61 gram kalium
tetraoksalat. Kemudian sampel yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu
ukur 1000 mL dan ditambahkan air hingga tanda batas. Setelah itu, labu ukur
digojog hingga homogen dan larutan yang sudah jadi diberi label. Tahapan
selanjutnya adalah pembuatan kalium biftalat 0,05 M. larutan ini dibuat dengan cara
menimbang 10,12 gram kalium biftalat yang dikeringkan pada suhu 110°C selama
1 jam. Hasil penimbangan dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL dan

11
ditambahkan air bebas karbondioksida hingga tanda batas. Kemudian, digojog
hingga homogen dan diberi label. Larutan kalium tetraoksalat dan kalium biftalat
pada praktikum ini digunakan pada pembakuan atau kalibrasi pH meter.
Setelah membuat seluruh larutan maka tahapan yang selanjutnya dilakukan
adalah standarisasi NaOH. Larutan NaOH perlu dilakukan standarisasi karena
merupakan larutan baku sekunder yang memiliki sifat higroskopis yaitu mudah
menyerap CO2 di udara sehingga dapat menyebabkan konsentrasi dari NaOH tidak
stabil (Kemenkes RI, 2020). Larutan baku primer yang digunakan untuk
standarisasi NaOH ini adalah kalium biftalat yang mana merupakan larutan dengan
tingkat kemurnian yang tinggi. Setelah kalium biftalat dihaluskan dan dilarutkan
dengan air bebas karbon dioksida, ditambahkan indikator fenolftalein dan
dilakukan titrasi dengan larutan NaOH. Indikator yang digunakan adalah
fenolftalein dikarenakan indikator ini memiliki pKa 9,1 (perubahan warna terjadi
antara 8,4-10,4), dimana strukturnya mengalami penataan ulang pada kisaran 8,4-
10,4 melalui mekanisme proton yang dipindahkan dari struktur fenol pada
phenolftalein sehingga pH menjadi meningkat yang mengakibatkan terjadi
perubahan warna (Gandjar dan Rohman, 2007). Titik akhir titrasi ditandai dengan
terjadinya perubahan warna menjadi merah muda yang stabil (Basset et al., 1994).
Standarisasi dilakukan sebanyak tiga kali titrasi yang mana titrasi I berfungsi
sebagai kontrol, titrasi II berfungsi sebagai pembanding, dan titrasi III berfungsi

Gambar 1 Reaksi Kalium Biftalat dengan NaOH (Mursyidi, 2008)

sebagai pengoreksi dari ketiga titrasi tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun reaksi yang terjadi antara kalium biftalat dengan NaOH adalah sebagai
berikut :

12
Gambar 2 Reaksi Fenolftalein dengan NaOH (Mursyidi, 2008)

Tahapan selanjutnya adalah standarisasi larutan HCl 1 N. HCl perlu


dilakukan standarisasi karena tidak dapat dianggap sebagai baku primer sebab
kemurniannya cukup bervariasi. Sehingga, diperlukan standarisasi HCl dengan
larutan baku primer yang tersedia dalam kemurnian yang tinggi (Gandjar dan
Rohman, 2007). Selain itu, HCl perlu distandarisasi karena ada kemungkinan
terjadinya penguraian pada saat HCl disimpan. Hal ini disebabkan karena sifat
oksidator yang dimiliki HCl sendiri yang mana saat reduksi, akan terjadi penurunan
bilangan oksidasi sehingga harus distandarisasi terlebih dahulu. Langkah yang
dilakukan dalam standarisasi HCl adalah melarutkan 5 gram trometamin ke dalam
50 mL air, diteteskan indikator bromkresol hijau LP, kemudian dititrasi dengan
HCL 1 N. Titik akhir titrasi diamati pada saat larutan berwarna kuning pucat.
Setelah HCl berhasil distandarisasi, maka selanjutnya dapat digunakan sebagai
titran dalam penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida.
Sebelum dilakukan penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida,
maka dilakukan kalibrasi atau pembakuan pH meter terlebih dahulu. Tujuan dari
kalibrasi pH meter adalah untuk dapar menunjukkan langsung nilai pH larutan

13
(Basset et al., 1994). Tujuan lainnya dari kalibrasi atau pembakuan pH meter adalah
untuk menjaga stabilitas sensor yang terdapat dalam pH meter (Atmojo dkk., 2017).
Selain itu kalibrasi pH meter bertujuan untuk dicapainya hasil pengukuran pH yang
valid dan memenuhi spesifikasinya (Nuryatini dkk., 2016). Pembakuan pH meter
dilakukan dengan menggunakan larutan dapar kalium biftalat 0,05 M dan kalium
tetraoksalat 0,05 M. Langkah yang dilakukan dalam pembakuan pH meter adalah
diisi sel dengan kalium tetraoksalat pada suhu 35°C, kemudian dipasang kendali
pada suhu larutan dan diatur kontrol kalibrasi untuk membuat pH menjadi 1,96.
Lalu dibilas elektroda beberapa kali dengan larutan kalium biftalat untuk
pembakuan yang kedua. Selanjutnya, diisi sel dengan larutan tersebut pada suhu
35°C. pH larutan dapar kedua adalah 4,02 ± 0,07 (Kemenkes RI, 2020).
Pembakuan pH meter dilakukan dengan mengguanakan larutan dapar kalium
tetraoksalat dan kalium biftalat dikarenakan kedua larutan tersebut merupakan
larutan baku yang sudah ditetapkan menurut Farmakope Indonesia Edisi VI Tahun
2020 halaman 2088. Pada pembakuan pH meter, larutan dapar yang dipilih
mempunyai perbedaan pH yang tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa
sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya. Pembakuan kemudian
diulangi hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan memberikan harga pH tidak
lebih 0,02 unit pH dari harga yang tertera pada tabel (Kemenkes RI, 2020). Maka
dari alasan tersebut, dipilih kalium tetraoksalat dan kalium biftalat dalam
pembakuan pH meter. Setelah pH meter berhasil dikalibrasi, maka dapat digunakan
untuk menetapkan kapasitas penetralan asam tablet antasida.
Larutan uji disiapkan dengan cara menimbang dan menyerbukkan 20 tablet,
kemudian serbuk ditambahkan 5 mL etanol P yang telah dinetralkan sampai pH 3,5
hingga semuanya basah dan ditambahkan 70 mL air, serta diaduk hingga homogen
menggunakan pengaduk magentik selama 1 menit. Prinsip dari penetapan kapasitas
penetralan asam adalah titrasi asam basa (reaksi netralisasi) menggunakan metode
titrasi balik, penambahan titran berlebih kemudian kelebihan titran tersebut akan
dititrasi menggunakan titran yang kedua, pada saat penetapan kapasitas penetralan
sampel diberikan HCl berlebih kemudian kelebihan HCl tersebut dititrasi kembali
dengan NaOH.

14
Pada penetapan kapasitas penetralan asam, larutan uji akan bereaksi dengan
HCl berlebih terlebih dahulu yang menyebabkan pH menurun, kemudian
ditambahkan natrium hidroksida yang menyebabkan pH kembali meningkat
(Paramita dkk., 2012). Mekanisme yang terjadi adalah larutan uji yang
mengandung tablet antasida akan menetralkan HCl dan membentuk garam seperti
magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida. Pada proses pencampuran
larutan uji dengan HCl digunakan magnetic stirrer. Magnetic stirrer berfungsi untuk
mengaduk HCl yang akan dimasukkan ke dalam larutan uji (Kemenkes RI, 2020).
Larutan uji tersebut akan berubah menjadi zat lengket karena terjadi reaksi antara
basa dan asam menghasilkan garam netral sehingga diperlukan bantuan alat agar
pengadukan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lebih baik (Darmiyanti dkk.,
2017). Selain itu pengadukan ini merupakan gambaran gerakan yang terjadi di
dalam lambung. Fungsi dari HCl disini adalah sebagai titran yang ditambahkan
berlebih dalam penentapan kapasitas penetralan asam. Reaksi yang terjadi pada saat
penetralan asam dengan antasida pada saat ditambahkan HCl berlebih adalah
sebagai berikut.

Al(OH)3 + 3HCl → AlCl3 + 3H2O


Mg(OH)2 + 2HCl → MgCl2+ 2H2O

(Al-Mudhafar dkk., 2016)


Pada saat aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida telah habis
bereaksi dengan HCl, maka kelebihan HCl akan bereaksi dengan NaOH. Hal ini
terjadi pada saat dilakukan titrasi dengan NaOH yang berfungsi sebagai titran.
Fungsi dari NaOH sendiri adalah sebagai titran yang diketahui konsentrasinya
untuk mentitrasi kelebihan dari HCl yang sebelumnya tidak habis bereaksi dengan
aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut.

NaOH + HCl → NaCl + H2O

(Al-Mudhafar dkk., 2016)

15
Titrasi dengan NaOH dilakukan sampai mencapai titik akhir titrasi yang
ditentukan menggunakan pH meter yaitu pada saat pH meter menunjukkan nilai pH
3,5 yang stabil. Titrasi dilakukan pada pH 3,5 dikarenakan pada pH tersebut
merupakan pH maksimum dari cairan lambung (Muhammad dkk., 2016). Dengan
begitu diharapkan, obat antasida dapat efektif berkerja dalam menetralkan asam
lambung yang memiliki pH maksimal 3,5. Sehingga, dalam praktikum dilakukan
titrasi pada pH 3.5 menyesuaikan pH lambung.
Setelah dicapai titik akhir titrasi, maka dilakukan perhitumgan mEq atau (mili
equivalen) yang merupakan satuan dengan kosentrasi elektroli di dalam suatu
larutan. Parameter mEq adalah satuan pengukuran setara suatu bahan kimia yang
digunakan untuk mengukur zat yang merupakan suatu elektrolit. Ekuivalen tersebut
merupakan kombinasi kekuatan zat kimia atau kekuatan kation dan anion dalam
molekul (Dartiwen dkk., 2020). Satuan yang digunakan yaitu mili equivalen, yang
mana setara dengan asam yang ada dalam tablet antasida. Berdasarkan Farmakope
Indonesia edisi VI disebutkan bahwa, kapasitas penetralan asam dihitung
berdasarkan rumus total mEq (Kemenkes RI, 2020). Satuan mEq ini digunakan
dalam perhitungan karena, secara teoritis hasil yang diperoleh lebih akurat,
sehingga satuan lain tidak bisa digunakan.
Kapasitas dari penetralan asam tablet kunyah alumina, magnesia, dan
simetikon pada dosis tunggal minium adalah tidak kurang dari 5 mEq (Kemenkes
RI, 2020). Total mEq dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut.

mEq = (V HCl x N HCl) – (V NaOH x N NaOH)

(Jagadesh dan Chidananda, 2015)


Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh volume NaOH sebanyak 37,4 mL
dengan normalitas NaOH sebesar 0,5 N, volume HCl sebanyak 30 mL dengan
normalitas HCl sebesar 0,9259 N. Sehingga, berdasarkan perhitungan tersebut
didapatkan kapasitas penetralan asam yaitu sebesar 9,077 mEq. Kapasitas dari
penetralan asam tablet kunyah alumina, magnesia, dan simetikon pada dosis
tunggal minium adalah tidak kurang dari 5 mEq (Kemenkes RI, 2020). Maka total

16
mEq yang diperoleh yaitu 9,077 mEq telah memenuhi persyaratan kapasitas
penetralan asam tablet kunyah alumina, magnesia, dan simetikon menurut
Farmakope Indonesia Edisi VI.
VIII. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
1. Penetapan kapasitas penetralan asam tablet antasida dilakukan dengan
prinsip titrasi balik yaitu penambahan titran secara berlebih kemudian
kelebihan titran dititrasi dengan titran lain.
2. Standarisasi larutan HCl dilakukan dengan melarutkan 5 gram trometamin
ke dalam 50 mL air, diteteskan indikator bromkresol hijau LP, kemudian
dititrasi dengan HCL 1 N hingga berwarna kuning pucat. Standarisasi
NaOH dilakukan dengan melarutkan 5 gram kalium biftalat ke dalam 75 air
bebas karbon dioksida, diteteskan indikator fenolftalein, kemudian dititrasi
dengan NaOH 0,5 N hingga berwarna merah muda yang stabil.
3. Kapasitas penetralan asam untuk sediaan tablet antasida diperoleh yaitu
9,077 mEq yang mana sudah memenuhi syarat tablet kunyah alumina,
magnesia, dan simetikon pada dosis tunggal minium menurut Farmakope
Indonesia Edisi VI yaitu tidak kurang dari 5 mEq.
8.2 Saran
Saran yang dapat kelompok kami berikan adalah diharapkan ketika
praktikum berlangsung, praktikan bekerja dengan hati-hati. Praktikan juga
diharapkan memahami langkah kerja yang dilakukan di laboratorium untuk
menghindari terjadinya kesalahan pada praktikum dan agar mendapatkan hasil yang
baik dan akurat.

17
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mudhafar, M. M. J., S. L. Abdulhadi, S. L. Abdulhadi, A. B. Talib. 2016.
Evaluation of Commercial Antacid Tablets in Iraq. Journal Der-Pharma
Chemica. 8(19): 283-288.
Atmojo, T. S., Mahardika, E., dan Rosyadi, M. 2017. Rancang Bangun
Pendeteksian Asam dan Basa Berbasis Arduino Uno. Jurnal Teknik:
Universitas Muhammadiyah Tangerang. 6(2): 54-61.
Basset, J., R.C. Denny, G.H. Jeffrey, dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel:
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Bravo, D., Olivier, B., Guillaume, C., Eric, V., and Pilar, J. 2014. Isolation and
Characterization of Oxalotrophic Bacteria from Tropical Soils. Archives of
Microbiology.
Cheng, K. L., dan Zhu, D. M. 2005. On Calibration of pH Meters. Sensors. 5: 209-
219.
Darmiyanti, W., Y. Rahmawati, F. Kurniadewi, dan A. Ridwan. 2017. Analisis
Model Mental Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle
SE pada Materi Hidrolisis Garam. Jurnal Riset Pendidikan Kimia. 1(1): 38-
51.
Dartiwen, Anggita, I., dan Apriliani, P. 2020. Keterampilan Dasar Praktik
Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish Publisher.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan. Jakara: Direktorat Gizi Masyarakat.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Jagadesh, K., dan K. N. Chidananda., 2015. Study of Acid Neutralizing Capacity
of Various Antacid Formulations. Asian Journal of Pharmaceutical
Technology and Innovation. 3(12). 113-120
Kar, A. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis. New Delhi: New Age International
Publishers. Hal 103, 104.

18
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jilid 1. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jilid 2. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Muhammad, E. P., A. W. Murni, D. Sulastri, dan S. Miro. 2016. Hubungan Derajat
Keasaman Cairan Lambung dengan Derajat Dispepsia pada Pasien
Dispepsia Fungsional. Jurnal Kesehatan Andalas. 5(2): 371-375
Mursyidi, A. 2008. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Ngafifuddin, M., Susilo, dan Sunarno. 2017. Penerapan Rancang Bangun pH Meter
Berbasis Arduino pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X. Jurnal
Sains Dasar. 6(1): 66-70.
Nuryatini, Sujarwo, dan Hindayani, A. 2016. Penentuan Nilai Sertifikat Bahan
Acuan Larutan Bufer Boraks untuk Pengukuran Derajat Keasaman. Jurnal
Standarisasi. 18(1): 34-42
Paramita, D. A., Wardhana, Y. W., Wisnu, A., dan Sudirman. 2012. Analisis
Sukralfat Pasca Kalsinasi untuk Obat Sitoproteksi pada Mukosa Lambung.
Jurnal Sains Materi Indonesia. 1(1): 40-45.
Syahirah, N.F.L., Muhammad U.L., Atika, A., Muhammad, H.R., Muhammad,
Z.O.A., Mohd, A.A.O, and Khor, P.Y.A. 2018. Comparative Analysis of
Clitoria ternatea Linn. (Butterfly Pea) Flower Extract as Natural Liquid pH
Indicator and Natural pH Paper. Dhaka University Journal of
Pharmaceutical Sciences. 17(1): 100.
Watson, D. G. 2010. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Widiarto, S. 2009. Kimia Analitik. Lampung: Umila Press.
Zulfian, A., Saniman., Ishak., 2016. Sistem Penghitung Ph Air Pada Tambak Ikan
Berbasis Mikrokontroller. Jurnal Ilmiah Sains dan Komputer. 15(2). 101-
108.

19

Anda mungkin juga menyukai