Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015,
psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Pelaporan mengenai psikotropika diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang juga berkaitan dengan Permenkes 688/Menkes/Per/VII/1997 dan Permenkes 912/Menkes/Per/VIII/1997. Menurut Permenkes 688/Menkes/Per/VII/1997 pasal 12 mengenai pencatatan dan pelaporan, disebutkan sebagai berikut. (1) Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, apotek, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter dalam rangka peredaran psikotropika golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV wajib membuat pencatatan dan pelaporan. (2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Direktur Jenderal. (3) Ketentuan dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam perkembangannya, muncul peraturan yang lebih baru mengenai psikotropika yaitu dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015, dan khusus bagian pelaporan terdapat pada pasal 45. Pada pasal ini disebutkan bahwa: (1) Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan penyaluran produk jadi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan. (2) PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai. (3) Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan. (4) Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.