Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA FARMASI


TITRASI REDOKS
PENETAPAN KADAR VITAMIN C DALAM TABLET

Oleh :
Kelompok 2
Golongan II

Ni Luh Wayan Sita Pujasari (1908551032)


Sharon Grace Tarigan (1908551033)
Safira Nur Syifa (1908551035)
I Gusti Agung Krisna Larashati (1908551036)
Ni Luh Ari Krisma Anjani (1908551037)
Ni Wayan Prasanthi Swarna Putri (1908551038)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
TITRASI REDOKS
PENETAPAN KADAR VITAMIN C DALAM TABLET

I. TUJUAN
1. Mampu memahami prinsip titrasi reduksi oksidasi.
2. Mampu menentukan molaritas rata-rata dari larutan standar Na2S2O3 hasil
standarisasi
3. Mampu menetapkan menetapkan kadar vitamin C dalam tablet.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi Redoks
Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi.
Kedua proses ini selalu terjadi bersamaan dan merupakan bagian yang sangat
penting di dalam ilmu kimia. Oksidasi didefinisikan sebagai hilangnya
hidrogen atau perolehan oksigen atau hilangnya elektron. Sementara itu,
reduksi adalah perolehan hidrogen atau hilangnya oksigen, atau perolehan
elektron (Cairns, 2004). Dalam reaksi redoks terdapat istilah seperti oksidator
dan reduktor. Oksidator merupakan zat yang mengalami reduksi, sedangkan
reduktor merupakan zat yang mengalami oksidasi (Andrianie dkk., 2018).
Titrasi redoks didasari pada perpindahan elektron antara titran dengan
analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk
mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat
berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan
(Gandjar dan Rohman, 2007). Indikator redoks adalah senyawa yang
memperlihatkan warna yang berbeda dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi
(Watson, 2010). Beberapa pereaksi redoks dapat juga berfungsi sebagai
indikator. Seperti dalam beberapa tipe titrasi, perubahan warna indikator
harus sangat dekat dengan titik kesetaraan. Jika titran yang digunakan juga
berfungsi sebagai indikator, perbedaan antara titik akhir dan titik kesetaraan
ditetapkan berdasarkan kemampuan analis melihat perubahan warna
(Kemenkes RI, 2020).

1
Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi redoks digunakan secara luas
seperti iodimetri, iodometri, permanganometri, serimetri, dan sebagainya.
Titrasi redoks yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).
a. Titrasi Langsung
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar ± 0,535V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan
direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:

I2 + 2e ↔ 2I-

(Watson, 2010)
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Titrasi langsung
dengan iodin ini digunakan pada penetapan kadar asam askorbat, natrium
stilbiglukonat, injeksi dimerkaprol, dan asetarsol.
b. Titrasi Tidak Langsung
Titrasi iodometri merupakan salah satu titrasi redoks yang melibatkan
iodium. Titrasi iodometri disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat
digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada
iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodide berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya
dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfate. Banyak volume
natrium thiosulfate yang digunakan sebagai titran setara dengan
banyaknya sampel. Pada titrasi iodometri perlu dilakukan pengawasan
pH. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur
jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa (Amanda dkk.,
2020).
Indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah amilum.
Amilum tidak mudah larut dalam air. Serta tidak stabil dalam suspense

2
dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila
bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal
titrasi. Penambahan amilum ditambahkan pada saat larutan berwana
kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba.
Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru
larutan menjadi bening (Khopkar, 2008).
2.2 Asam Askorbat (Vitamin C)

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Askorbat (Kemenkes RI, 2020)


Asam askorbat atau vitamin C memiliki rumus molekul C6H8O6 dengan
BM sebesar 176,12 g/mol. Asam askorbat mengandung tidak kurang dari
99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6. Asam askorbat berupa hablur
atau serbuk putih atau agak kuning. Warna menjadi gelap karena pengaruh
cahaya. Dalam keadaan kering, stabil di udara. Dalam larutan cepat
teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190o. Kelarutan dari asam
askorbat yaitu mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak
larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene (Kemenkes RI, 2020).
2.3 Tablet Asam Askorbat
Tablet asam askorbat mengandung asam askorbat dalam bentuk asam
askorbat, C6H8O6, natrium askorbat, C6H7NaO6, kalsium askorbat dihidrat
C12H14CaO12.2H2O, atau campurannya, setara dengan asam askorbat,
C6H8O6, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah
yang tertera pada etiket (Kemenkes RI, 2020).
2.4 Natrium Tiosulfat
Natrium tiosulfat memiliki rumus molekul Na2S2O3. Dalam bentuk
anhidratnya (Na2S2O3) memiliki BM sebesar 158,11 g/mol dan dalam

3
bentuk pentahidratnya (Na2S2O3.5H2O) memiliki BM sebesar 248,18 g/mol.
Natrium tiosulfat mengandung Na2S2O3 tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5%, dihitung terhadap zat anhidrat. Natrium tiosulfat berupa
hablur besar, tidak berwarna atau serbuk hablur kasar; mengkilap dalam
udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33o;
larutan netral atau basa lemah terhadap lakmus. Kelarutan natrium tiosulfat
yaitu sangat mudah larut dalam air; tidak larut dalam etanol (Kemenkes RI,
2020).
2.5 Kalium Iodat
Kalium iodat mengandung tidak kurang 99,8% KIO3, dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan. Berupa serbuk hablur; putih, larut dalam air
(Depkes RI, 1979). Kalium iodat memiliki rumus molekul KIO3 dengan BM
sebesar 214,00 g/mol sebagai murni pereaksi (Kemenkes RI, 2020).
2.6 Kalium Iodida
Kalium iodida memiliki rumus molekul KI dengan BM sebesar 166,00
g/mol. Kalium Iodida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,5% KI, dihitung terhadap zat kering. Kalium iodida berupa hablur
heksahedral; transparan atau tidak berwarna atau agak buram dan putih atau
serbuk granul putih; agak higroskopik; larutan menunjukkan reaksi netral
atau basa terhadap lakmus. Kelarutan kalium iodida yaitu sangat mudah
larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; mudah larut dalam gliserin;
larut dalam etanol (Kemenkes RI, 2020).
2.7 Asam Sulfat
Asam sulfat memiliki rumus molekul H2SO4 dengan BM sebesar 98,07
g/mol. Asam sulfat mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih
dari 98,0%b/b H2SO4. Perhatikan bila asam sulfat akan dicampur dengan
cairan lain, selalu tambahkan asam kedalam cairan pengencer dan lakukan
dengan sangat hati-hati. Asam sulfat berupa cairan jernih seperti minyak;
tidak berwarna; bau sangat tajam dan korosif, bobot jenis lebih kurang
1,84. Kelarutan asam sulfat yaitu bercampur dengan air dan etanol, dengan
menimbulkan panas (Kemenkes RI, 2020).

4
2.8 Aquadest
Aqua destillata atau air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat
diminum. Pemeriannya berupa cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
tidak mempunyai rasa. Memiliki rumus molekul H2O dengan bobot molekul
18,02. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979).
2.9 Indikator Kanji
Indikator yang digunakan dalam titrasi menggunakan kompleks triiodida
adalah larutan kanji dengan I3- menghasilkan warna biru intensif. Pada titrasi
langsung dengan I3- titik akhir titrasi ditandai dengan munculnya warna biru
sedangkan titrasi tidak langsung titik akhir titrasi terjadi pada saat warna biru
mulai menghilang. Kepekatan indikator lebih besar dalam larutan yang sedikit
asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
Mekanisme pembentukan kompleks iodium yaitu iodium ditahan pada
permukaan-amilosa (Day dan Underwood, 2002). Kanji sebagai larutan
pereaksi dibuat dengan cara mencampur 0,2 gram kanji larut (pati untuk
iodometri) dengan 5 ml air dan tambahkan dengan pengadukan 3 kontinyu
sejumlah air hingga 100 ml. Kemudian didihkan selama beberapa menit,
didinginkan dan digunakan hanya bagian larutan yang jernih. Larutan kanji
sebagai larutan pereaksi dibuat segar (Kemenkes RI, 2014).
2.10 Natrium Karbonat
Natrium karbonat memiliki rumus molekul Na2CO3 dengan BM sebesar
124 g/mol. Natrium karbonat mengandung tidak kurang dari 99,5% Na2CO3
dihitung terhadap zat anhidrat. Natrium karbonat berupa hablur tidak berwarna
atau serbuk hablur. Natrium karbonat memiliki kelarutan mudah larut dalam
air dan lebih mudah larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1979).
2.11 Penetapan Kadar Vitamin C
Penetapan kadar asam askorbat (vitamin C) dilakukan dengan menimbang
seksama lebih kurang 400 mg zat kemudian dilarutkan dalam campuran 100
mL air dan 25 mL asam sulfat 2 N, tambahkan 3 mL indikator kanji LP.

5
Titrasi segera dengan iodium 0,1 N LV. Tiap mL iodium 0,1 N setara dengan
8,806 mg C6H8O6 (Kemenkes RI, 2014).
Penetapan kadar tablet vitamin C dilkakukan dengan memasukkan tidak
kurang dari 20 tablet ke dalam labu terukur 1000 mL yang berisi 250 mL asam
metafosfat asetat LP, sumbat labu, kocok secara mekanik selama 30 menit
hingga tablet hancur sempurna. Encerkan dengan air sampai tanda. Pindahkan
sebagian larutan ke dalam tabung sentrifuga, sentrifus hingga diperoleh
beningan jernih. Jika perlu encerkan beningan secara kuantitatif beningan
dengan air, hingga diperoleh larutan dengan kadar lebih kurang 500 µg per
mL. Selanjutnya pipet 4 mL larutan setara dengan lebih kurang 2 mg asam
askorbat, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 50 mL, tambahkan 5 mL asam
indofenol LV, hingga terjadi warna merah muda selama paling sedikit 5 detik.
Lakukan penetapan blangko menggunakan campuran 5,5 mL asam metafosfat
asetat LP dan 15 mL air. Hitung jumlah mg asam askorbat, C6H8O6, dalam
tablet dengan rumus:
1000
(Vu-Vb)( )E
Vb

VU dan VB masing-masing adalah volume dalam mL diklorofenol


indofenol LV pada titrasi Larutan uji dan penetapan blangko; E adalah
kesetaraan tiap mL diklorofenol indofenol LV dengan asam askorbat yang
diperoleh pada pembakuan dilkorofenol indofenol LV; V adalah volume
larutan uji yang digunakan pada titrasi; n adalah jumlah tablet asam askorbat
yang digunakan pada pembuatan larutan uji (Kemenkes RI, 2014).
III. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
- Buret dan statif - Pipet tetes
- Neraca digital - Labu ukur
- Pipet ukur - Sendok tanduk
- Erlenmeyer - Batang pengaduk
- Beaker glass - Kertas perkamen
- Ball filler - Botol coklat

6
- Aluminium foil - Penangas air
- Mortir dan stamper - Sudip
- Corong gelas
3.2. Bahan
- Natrium karbonat (Na2CO3) - Tablet Vitamin C
- Kristal Kalium Iodat (KIO3) b/b - Asam sulfat (H2SO4) 98%
- Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) - Aquadest
- Indikator kanji P - Kalium iodida (KI)
IV. PROSEDUR PRAKTIKUM
4.1. Perhitungan Pembuatan larutan
4.1.1 Pembuatan Larutan KIO3 0,02 M
Diketahui :
- M KIO3 = 0,02 M
- BM KIO3 = 214 g/mol
- Volume KIO3 = 500 mL
Ditanya :
- Massa KIO3 ?
Jawab :
M × BM × V
Massa = 1000
0,02 M × 214 g/mol × 500 mL
=
1000

= 2,14 gram
Jadi, massa KIO3 yang ditimbang sebanyak 2,14 gram.
4.1.2 Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 M
Diketahui :
- M Na2S2O3 = 0,1 M
- Volume Na2S2O3 = 500 mL
- BM Na2S2O3 = 248,17 g/mol
Ditanya :
- Masaa Na2S2O3?
Jawab :

7
M × BM × V
Massa = 1000
0,1 M × 248,17 g/mol × 500 mL
= 1000

= 12,41 gram
Jadi, massa Na2S2O3 yang ditimbang sebanyak 12,41 gram.
4.1.3 Pembuatan larutan H2SO4 0,5 M
Diketahui :
- M H2SO4 = 0,5 M
- Volume H2SO4 = 500 mL
- ρ H2SO4 = 1,84 g/mL
- BM H2SO4 = 98 g/mol
Ditanya :
- Massa H2SO4 ?
Jawab :
M × BM × V
Massa = 1000
0,5 M × 98 g/mol × 500 mL
= 1000

= 24,5 gram
Larutan H2SO4 yang tersedia di laboratorium yaitu 98% b/b yaitu
98 gram/100 gram :
98 gram 24,5 gram
=
100 gram X gram
24,5 gram × 100 gram
X= 98 gram

X = 25 gram
Maka untuk volume H2SO4 yang diperlukan adalah :
Massa
Volume =

25 gram
= 1,84 g/mL

= 13,58 mL
Jadi, volume H2SO4 yang dipipet sebanyak 13,58 mL.

8
4.2. Prosedur Kerja
4.2.1 Prosedur Kerja Pembuatan larutan standar KIO3 0,02 M
Ditimbang dengan seksama 2,14 g kristal KIO3 pada kaca arloji atau
gelas piala (beaker glass) lalu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu
takar 500 mL, ditambahkan sejumlah volume aquadest, diaduk sampai larut.
Ditambahkan aquadest lagi sampai tanda batas, digojog sampai homogen.
Kemudian, dihitung konsentrasi molar larutan tersebut.
4.2.2 Prosedur Kerja Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 M
Dipanaskan sekitar 500 mL aquadest sampai mendidih selama 10-15
menit. Dinginkan pada suhu kamar, lalu ditambahkan 12,41 g Na2S2O3·5H2O
dan 0,05 g Na2CO3. Diaduk sampai larut semuanya. Disimpan larutan dalam
botol coklat dan di tempat gelap. Disiapkan tiga buah labu erlenmeyer (beri
nomor 1, 2, dan 3), lalu masing-masing labu diisi dengan 12,5 mL larutan
standar KIO3 0,02 M. Pada labu 1 ditambahkan 1 g KI dan 5 mL asam sulfat
0,5 M dan segera titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1M sampai larutan
berwarna kuning pucat. Ditambahkan ke dalamnya beberapa tetes indikator
kanji. Dilanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Diulangi titrasi untuk dua
labu sisanya. Dihitung konsentrasi molar larutan.
4.2.3 Prosedur Kerja Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 M
Sedikit aquadest dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, dipipet 13,58
mL H2SO4 98% b/b dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL, ditambahkan
aquadest hingga tanda batas 500 mL, digojog hingga homogen, kemudian
dipindahkan ke dalam botol coklat dilapisi dengan aluminium foil.
4.2.4 Prosedur Kerja Pembuatan Indikator Kanji P
Digerus 500 mg pati P atau pati larut P dengan 5 mL aquadest dan
ditambahkan sambil terus diaduk aquadest secukupnya hingga 100 mL,
didihkan selama beberapa menit, dinginkan dan saring (Depkes RI, 1979).
4.2.5 Prosedur Kerja Metode Penetapan kadar Vitamin C
Ditimbang 3 tablet vitamin C, dicatat berat masing-masing tablet, digerus
hingga halus, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL (disiapkan tiga
buah labu). Setiap labu ditambahkan 20 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 10 mL

9
aquadest untuk melarutkan bubuk tablet (diaduk dengan ultrasonic).
Kemudian ditambahkan 1 g KI dan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02 M.
Dilakukan titrasi seperti pada pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 M.
(titrasi pertama untuk orientasi). Diulangi titrasi untuk 2 labu sisanya dan
dihitung % berat asam askorbat dalam tablet.
V. SKEMA KERJA
5.1 Pembuatan larutan standar KIO3 0,02 M
Ditimbang seksama 2,14 g kristal KIO3 pada gelas beaker

Dipindahkan ke labu takar 500 mL, lalu ditambahkan sedikit aquadest,


diaduk sampai larut

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas dan digojog sampai homogen

Dihitung konsentrasi molar larutan

5.2 Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 M

Dipanaskan 500 mL aquadest sampai mendidih selama 10-15 menit

Didinginkan pada suhu kamar, lalu ditambahkan 12,41 gram


Na2S2O3·5H2O dan 0,05 g Na2CO3

Diaduk sampai larut. Disimpan larutan pada botol coklat dan tempat gelap

Disiapkan 3 labu erlenmeyer (diberi nomor 1, 2, dan 3), lalu masing-


masing labu diisi dengan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02 M

Ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL asam sulfat 0,5 M pada labu 1

10
Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna
kuning pucat

Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji

Dilanjutkan titrasi sampai warna biru hilang

Diulangi titrasi untuk 2 labu sisanya

Dihitung konsentrasi molar larutan


5.3 Pembuatan Larutan H2SO4 0,5 M

Sedikit aquadest dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL

Dipipet 13,58 mL H2SO4 98% b/b dan dimasukkan ke dalam labu ukur 500
mL

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas 500 mL

Digojog hingga homogen, kemudian dipindahkan ke dalam botol


coklat dilapisi
5.4 Pembuatan dengan Kanji
Indikator aluminium
P foil.

Digerus 500 mg pati P atau pati larut P dengan 5 mL aquadest

Ditambahkan sambil terus diaduk aquadest secukupnya hingga 100 mL

11
Didihkan selama beberapa menit, dinginkan dan disaring

5.5 Penetapan kadar Vitamin C


Ditimbang 3 tablet vitamin C, dicatat berat masing-masing tablet

Digerus tablet hingga halus, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250


mL (disiapkan 3 buah labu)

Setiap labu ditambahkan 20 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 10 mL aquadest


untuk melarutkan bubuk tablet (aduk dengan ultrasonic)

Ditambahkan 1 g KI dan 12,5 mL larutan standar KIO3 0,02 M

Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 M sampai larutan berwarna


kuning pucat

Ditambahkan beberapa tetes indikator kanji

Dilanjutkan titrasi sampai warna biru hilang

Diulangi titrasi untuk 2 labu sisanya

Dihitung % berat asam askorbat dalam tablet

12
VI. HASIL DAN PERHITUNGAN
6.1 Hasil Percobaan
6.1.1 Data Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M
Titrasi Larutan KIO3 dengan Na2S2O3 0,1 M
Indikator : Larutan Kanji 1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
Na2S2O3 (mL)
13,95 mL I : Merah kecoklatan → Kuning Tercapai titik
II : Kuning → Biru Kehitaman → akhir titrasi
Bening
14,15 mL I : Merah kecoklatan → Kuning Tercapai titik
II : Kuning → Biru Kehitaman → akhir titrasi
Bening
14,25 mL I : Merah kecoklatan → Kuning Tercapai titik
II : Kuning → Biru Kehitaman → akhir titrasi
Bening

6.1.2 Data Penetapan Kadar Vitamin C


Larutan Standar KIO3 yang digunakan : 0,0942 M
Indikator : Larutan Kanji 1%
Volume Pengamatan Kesimpulan
Na2S2O33
(mL)
8,3 mL I : Coklat Kehitaman → Coklat Tercapai titik
Kekuningan akhir titrasi
II : Coklat Kekuningan → Bening
8,4 mL I : Coklat Kehitaman → Coklat Tercapai titik
Kekuningan akhir titrasi
II : Coklat Kekuningan → Benin
8,3 mL I : Coklat Kehitaman → Coklat Tercapai titik

13
Kekuningan akhir titrasi
II : Coklat Kekuningan → Bening

6.1.3 Penimbangan Tablet Vitamin C


Bobot serbuk (penimbangan 1) : 0,25565 gram
Bobot serbuk (penimbangan 2) : 0,2556 gram
Bobot serbuk (penimbangan 3) : 0,2555 gram
6.2 Perhitungan Analisis Data
6.2.1 Perhitungan Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 M
Diketahui : Volume KIO3 = 12,5 mL
M KIO3 = 0,02 M
V Na2S2O3 Titrasi I = 13,95 mL
V Na2S2O3 Titrasi II = 14,15 mL
V Na2S2O3 Titrasi III = 14,25 mL
Ditanya : Molaritas rata-rata Na2S2O3 = …?
Jawab :
a. Mol KIO3
mol
M = V

mol = M x V
= 0,02 M x 12,5 mL
= 0,25 mmol
b. Penyetaran Reaksi Standarisasi
• Reaksi
Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3 :
KIO3 → K+ + IO3-
KI → K+ + I-
• Penyetaraan setengah reaksi :
Reduksi : IO3- → I3-
Oksidasi : I- → I3-

14
Reduksi : 3 IO3- + 18H+ + 16 e → I3-+ 9H2O |x1|
Oksidasi : 3I- → I3- + 2 e |x8|
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3-+ 9H2O
Oksidasi : 24I- → 8I3- + 16e
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O...................(a)

• Reaksi Na2S2O3 dengan I3- :


Na2S2O3 → 2Na+ + S4O62-
Reaksi yang terjadi :
Reduksi : I3- → 3I-
Oksidasi : S2O32- → S4O62-

• Penyetaraan setengah reaksi :


Reduksi : I3- + 2e → 3I-
Oksidasi : 2S2O32- → S4O62- + 2e
S2O32- + I3 - → S4O62- + 3I- ... (b)
c. Reaksi keseluruhan persamaan (a) dan (b)
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O ... (a) |x3|
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I- ... (b) |x8|
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
16S2O32- + 8I3- → 8S4O62- + 24I-
3IO3- + 16S2O32- + 18H+ → I3 - + 8S4O62- + 9H2O

d. Perhitungan molaritas rata-rata Na2S2O3


3IO3- + 16S2O32- + 18H+ → I3- + 8S4O62- + 9H2O
Berdasarkan persamaan rekasi diatas maka:
16
mol Na2S2O3 = x 0,25 mmol = 1,33 mmol
3

15
Perhitungan Molaritas Na2S2O3
• Titrasi I
mol Na2S2O3
M1 Na2S2O3 = V Na2S2O3
1,33 mol
= 13,95 mL

= 0,0953 M
• Titrasi II
mol Na2S2O3
M2 Na2S2O3 = V Na2S2O3
1,33 mol
= 14,15 mL

= 0,0939 M
• Titrasi III
mol Na2S2O3
M3 Na2S2O3 = V Na2S2O3
1,33 mol
= 14,25 mL

= 0,0933 M
• Molaritas Na2S2O3 Rata-rata
M1 Na2S2O3+ M2 Na2S2O3+ M3 Na2S2O3
M = 3
0,0953 M + 0,0939 M+ 0,0933 M
= 3

= 0,0942 M
e. Perhitungan SD dan % RSD
Titrasi
x x̅ (x-x̅) (x- x̅)2
ke-
I 0,0953 M 0,0942 M 0,0011 1,21x10-6
II 0,0939 M 0,0942 M -0,0003 0,09x10-6
III 0,0933 M 0,0942 M -0,0009 0,81x10-6
∑ 2,11 x 10-6
Σ (x– x̅)2
− SD = √ n −1

2,11 x 10−6
=√ 2

16
= 1,0271 𝑥 10-3
SD
− RSD = × 100%
𝑥̅
1,0271 𝑥 10−3
= 𝑥 100%
0,0942

= 1,0903%
Interpretasi : Berdasarkan persen RSD yang diperoleh yaitu sebesar
1,0903%, dapat disimpulkan bahwa presisinya baik, karena memenuhi
rentang % RSD < 2% (Harmita, 2004).
6.2.2 Data Penetapan Kadar Vitamin C
Diketahui : Volume KIO3 = 12,5 mL
M KIO3 = 0,02 M
V Na2S2O3 Titrasi I = 8,3 mL
V Na2S2O3 Titrasi II = 8,4 mL
V Na2S2O3 Titrasi III = 8,3 mL
M Na2S2O3 = 0,0942 M
BM C6H8O6 = 176,13 g/mol
Bobot serbuk (penimbangan 1) : 0,25565 gram
Bobot serbuk (penimbangan 2) : 0,2556 gram
Bobot serbuk (penimbangan 3) : 0,2555 gram
Ditanya : Kadar vitamin C = …?
Jawab :
a. Penimbangan Kesetaraan 50 mg Vitamin
Kadar etiket Kadar diminta
=
Bobot total Bobot ditimbang
50 mg
Bobot ditimbang = 50 mg x bobot total

Bobot ditimbang = Bobot total


− Bobot serbuk (penimbangan 1) : 0,25565 gram = 255,65 mg
− Bobot serbuk (penimbangan 2) : 0,2556 gram = 255,6 mg
− Bobot serbuk (penimbangan 3) : 0,2555 gram = 255,5 mg

17
b. Penyetaraan Reaksi Penetapan Kadar Vitamin C
• Reaksi pembentukan I3- oleh KI dan KIO3
KIO3 → K+ + IO3-
KI → K+ + I
Reaksi reduksi oksidasi yang berlangsung :
Reduksi : IO3- → I3-
Oksidasi : I- → I3-
Penyetaraan setengah reaksi :
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3- + 9H2O |x1|
Oksidasi : 3I- → I3- + 2e |x8|
Reduksi : 3IO3- + 18H+ + 16e → I3- + 9H2O
Oksidasi : 24I- → 8I3- + 16e
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O .......... (a)
• Reaksi C6H8O6 dengan I3-
Reaksi reduksi oksidasi yang berlangsung :
Reduksi : I3- → 3I-
Oksidasi : C6H8O6 → C6H6O6 + 2H+
Penyetaraan setengah reaksi :
Reduksi : I3- + 2e → 3I-
Oksidasi : C6H8O6 → C6H8O6 + 2H+ + 2e
C6H8O6 + I3- → C6H6O6 + 3I- + 2H+ ......... (b)
• Reaksi keseluruhan persamaan (a) dan (b)
IO3- + 8I- + 6H+ → 3I3- + 3H2O ................................. (a) |x3|
C6H8O6 + I3- → C6H6O6 + 3I- + 2H+ ..................... (b) |x8|
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
8C6H8O6 + 8I3- → 8C6H6O6 + 24I- + 16H+
3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ → I3- + 8C6H6O6 + 9H2O …..........(c)
• Reaksi Na2S2O3 dengan I3-
Na2S2O3 → 2Na+ + S2O32-

18
Reaksi reduksi oksidasi yang berlangsung :
Reduksi : I3- → 3I-
Oksidasi : S2O32- → S4O62-
Penyetaraan setengah reaksi :
Reduksi : I3- + 2e → I3-
Oksidasi : 2S2O32- → S4O62- + 2e
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I- ..................(d)
• Reaksi Titrasi dalam Penetapan Kadar ((c) dan (d))
3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ → I3- + 8C6H6O6 + 9H2O ............(c)
2S2O32- + I3- → S4O62- + 3I- ..................(d)
3IO3- + 8C6H8O6 + 2S2O32- +2H+ → 3I- + S4O62- + 8C6H6O6 + 9H2O
c. Perhitungan mol KIO3
mol
M =
V

mol = M x V
= 0,02 M x 12,5 mL
= 0,25 mmol
d. Perhitungan mol I3- awal
Koefisien Triodida
Mol I3- = x Mol Iodat
Kofisien Iodat
3
= 1 x 0,25 mmol

= 0,75 mmol
e. Perhitungan mol I3- yang Bereaksi dengan Na2S2O3
Koefisien Triodida
Mol I3- = x Mol Tiosulfat
Kofisien Tiosulfat
1
= 2 x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

− Titrasi I
1
Mol I3- = 2 x 0,0942 M x 8,3 mL

= 0,3909 mmol
− Titrasi II
1
Mol I3- = 2 x 0,0942 M x 8,4 mL

19
= 0,3956 mmol
− Titrasi III
1
Mol I3- = 2 x 0,0942 M x 8,3 mL

= 0,3909 mmol
f. Perhitungan mol I3- yang Bereaksi dengan Vitamin C
− Titrasi I
Mol I3- = Mol awal - Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3
= 0,75 mmol - 0,3909 mmol
= 0,3591 mmol
− Titrasi II
Mol I3- = Mol awal - Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3
= 0,75 mmol - 0,3956 mmol
= 0,3544 mmol
− Titrasi III
Mol I3- = Mol awal - Mol I3- yang bereaksi dengan Na2S2O3
= 0,75 mmol - 0,3909 mmol
= 0,3591 mmol
g. Perhitungan mol Vitamin C (C6H8O6) yang Bereaksi dengan I3-
Koefisien C6H8O6
Mol C6H8O6 = x mol I3- yang berekasi dengan
Kofisien Triodida

C6H8O6
− Titrasi I
1
Mol C6H8O6 = 1 x 0,3591 mmol

= 0,3591 mmol
− Titrasi II
1
Mol C6H8O6 = 1 x 0,3544 mmol

= 0,3544 mmol
− Titrasi III
1
Mol C6H8O6 = 1 x 0,3591 mmol

= 0,3591 mmol

20
h. Perhitungan Massa Vitamin C (C6H8O6) dalam Sampel
Massa = mol x BM C6H8O6
− Titrasi I
Massa = 0,3591 mmol x 176,13 g/mol
= 63,2483 mg
− Titrasi II
Massa = 0,3544 mmol x 176,13 g/mol
= 62,4205 mg
− Titrasi III
Massa = 0,3591 mmol x 176,13 g/mol
= 63,2483 mg
− Massa Vitamin C Rata-rata
Titrasi I+Titrasi II+Titrasi III
Massa rata-rata = 3
63,2483 mg +62,4205 mg+63,2483 mg
= 3

= 62,9724 mg
i. Perhitungan Kadar Vitamin C (C6H8O6) dalam Tablet (%b/b)
Massa vitamin C dalam sampel
%b/b = x 100 %
Bobot tablet

− Titrasi I
63,2483 mg
%b/b = x 100 %
255,65 mg

= 24,7402 %
− Titrasi II
62,4205 mg
%b/b = x 100 %
255,6 mg

= 24,4212 %
− Titrasi III
63,2483 mg
%b/b = x 100 %
255,5 mg

= 24,7547 %
− Kadar % b/b Vitamin C Rata-rata
Titrasi I+Titrasi II+Titrasi III
% b/b rata-rata = 3

21
24,7402 % +24,4212 % +24,7547 %
= 3

= 24,6387%
j. Perhitungan % Recovery
Massa Sampel
% Recovery = x 100 %
Massa Etiket

− Titrasi I
63,2483 mg
% Recovery = x 100 %
50 mg

= 126,4966 %
− Titrasi II
62,4205 mg
% Recovery = x 100 %
50 mg

= 124,841 %
− Titrasi III
63,2483 mg
% Recovery = x 100 %
50 mg

= 126,4966 %
− % Recovery Vitamin C Rata-rata
Titrasi I+Titrasi II+Titrasi III
% recovery rata-rata = 3
126,4966 % +124,841% +126,4966 %
= 3

= 125,9447%
Interpretasi : Rata-rata persentase perolehan kembali (persentase
recovery) yang diperoleh yaitu 125,9447% dapat dikatakan belum
memenuhi syarat karena tidak berada dalam rentang perolehan kembali
yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah
yang ditambahkan (Kemenkes RI, 2014).
k. Perhitungan SD dan % RSD
Titrasi
x x̅ (x-x̅) (x- x̅)2
ke-
63,2483
I 62,9724 mg 0,2759 0,0761
mg
II 62,4205 62,9724 mg -0,5519 0,3046

22
mg
63,2483
III 62,9724 mg 0,2759 0,0761
mg
∑ 0,4568
Σ (x– x̅)2
− SD = √ n −1

0,4568
=√ 2

= 0,4779
SD
− % RSD = × 100%
𝑥̅
0,4779
= 62,9724 𝑥 100%

= 0,7589 %
Interpretasi : Berdasarkan perhitungan % RSD yang diperoleh yaitu
sebesar 0,7589 %, dapat disimpulkan bahwa presisinya baik, karena
memenuhi rentang % RSD < 2% (Harmita, 2004).
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar vitamin C dalam tablet
vitamin C sebagai bagian dari upaya quality control sehingga dapat memngetahui
dan memastikan kesesuaian antara kadar yang terdapat dalam tablet terhadap
kadar yang tertera pada etiket. Tujuan dari penetepan kadar vitamin C dalam
tablet ini adalah untuk memahami prinsip yang digunakan dalam penetapan kadar
vitamin C, menentukan molaritas rata-rata dari larutan standar Na2S2O3 hasil
standarisasi, dan dapat menetapkan kadar vitamin C dalam tablet. Tablet vitamin
C mengandung asam askorbat, C6H8O6 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih
dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Kemenkes RI, 2020). Maka,
penetapan kadar ini difungsikan untuk mengetahui kadar asam askorbat pada
tablet vitamin C dalam memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Penetapan kadar vitamin C yang dilakukan pada praktikum ini
menggunakan metode titrasi redoks, titrasi tidak langsung (iodometri). Titrasi ini
didasarkan pada reaksi serah terima elektron yang mana elektron diberikan oleh
pereduksi, dan diterima oleh senyawa yang berfungsi sebagai pengoksidasi.
23
Titrasi iodometri merupakan proses tak langsung yang melibatkan iod, yang mana
ion iodida berlebih ditambahkan ke dalam suatu agen pengoksidasi, sehingga
membebaskan iod dan dapat dititrasi dengan natrium tiosulfat (Silviana dkk.,
2019). Metode titrasi tidak langsung dipilih dalam praktikum ini karena adanya
iodium yang digunakan sebagai oksidator bersifat lemah, sehingga apabila
dilakukan titrasi langsung maka jumlah Iodium yang dibutuhkan cukup banyak.
Selain itu, iod sendiri memiliki sifat yang mudah menguap dan teroksidasi dan
dapat menyebabkan kesalahan dalam titrasi apabila dilakukan titrasi langsung.
Metode tidak langsung ini, digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator (Gandjar dan Rohman, 2007).
Percobaan praktikum dimulai dengan penyiapan alat dan bahan, yang
kemudian dilanjutkan dengan pembuatan larutan. Pada proses pembuatan larutan,
critical point yang perlu diperhatikan adalah sifat fisiko kimia yang dimiliki oleh
larutan karena dapat mempengaruhi prosedur kerja dalam praktikum. Sifat
kelarutan yang dimiliki oleh bahan, penting untuk diketahui dalam pemilihan
pelarut yang digunakan, sehingga bahan dapat terlarut dalam pelarut dengan sifat
yang sama dan memudahkan pelarutan (Verdiana dkk., 2018).
Pembuatan larutan diawali dengan pembuatan larutan standar KIO3 0,02
M yang difungsikan sebagai larutan baku primer. Larutan KIO3 sebagai baku
primer ini nantinya digunakan untuk menstandarisasi larutan baku sekunder
Na2S2O3 serta sebagai sumber iod yang kadarnya dapat diketahui selama titrasi.
Pembuatan KIO3 dilakukan dengan cara menimbang dengan seksama 2,14 gram
kristal KIO3 pada gelas beaker. Hasil penimbangan kemudian dipindahkan ke
dalam labu takar 500 mL dan ditambahkan sedikit aquadest serta diaduk sampai
larut. Selanjutnya, ditambahkan aquadest hingga tanda batas dan digojog sampai
homogen. Penggunaan aquadest dalam melarutkan KIO3 dikarenakan kelarutan
dari KIO3 yang mudah larut dalam air (Depkes RI, 1979). Penimbangan yang
dilakukan pada KIO3 harus dilakukan dengan tepat serta hati-hati karena berat
ekivalennya yang kecil (35,67) sehingga kesalahan penimbangan dapat
menyebabkan kesalahan yang cukup berarti (Basset et al., 1994).

24
Larutan selanjutnya yang dibuat adalah larutan standar Na2S2O3 0,1 M
yang difungsikan sebagai titran dalam titrasi iodometri. Larutan ini perlu
dilakukan standarisasi menggunakan larutan baku primer KIO3. Hal ni disebabkan
oleh sifatnya tidak stabil pada keadaan biasa dan kestabilannya mudah
dipengaruhi oleh pH rendah serta sinar matahari. Kestabilan larutan Na2S2O3 yang
paling baik adalah pada pH antara 9-10 (Silviana dkk., 2019). Pembuatan Na2S2O3
diawali dengan pemanasan aquadest sebanyak 500 mL sampai mendidih selama
10-15 menit kemudian didinginkan pada suhu kamar. Selanjutnya ditambahkan
12,41 gram Na2S2O3.5H2O dan 0,005 gram Na2CO3.
Proses pemanasan disini dimaksudkan untuk membantu proses kelarutan
dikarenakan Na2CO3 lebih mudah larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1979).
Selain itu, pembuatan larutan Na2S2O3 dengan menggunakan air yang dididihkan
berguna sebagai tindakan pencegahan terhadap mikroorganisme (thiobacteria)
yang menyebabkan dekomposisi larutan menjadi lambat (Durham, 1974).
Sementara itu, penambahan dari Na2CO3 dikarenakan natrium tiosulfat stabil pada
pH basa (9-10) dan tidak stabil dalam kondisi asam, sehingga penambahan
sejumlah kecil Na2CO3 akan meningkatkan pH menjadi basa serta meningkatkan
stabilitas larutan tiosulfat (Dick, 1973). Tiosulfat yang berada dalam kondisi pH
asam akan terurai menjadi belerang dioksida, belerang, serta air. Oleh karena itu,
penambahan Na2CO3 yang bersifat basa akan mampu menstabilkan larutan
tiosulfat dengan meningkatkan pH larutan menjadi basa.
Kemudian, larutan diaduk hingga larut dan disimpan pada botol coklat
dan ditempat gelap. Cahaya dapat mempengaruhi larutan Na2S2O3, sehingga harus
disimpan dalam botol berwarna gelap dan tertutup rapat sehingga cahaya tidak
dapat menembus botol dan kestabilan larutan tidak terganggu (Harjadi, 1998).
Proses standardisasi Na2S2O3 dilakukan dengan menyiapkan 3 labu
erlenmeyer yang sudah diberi nomor dan berisikan 12,5 mL larutan standar KIO3
0,02 M. Kemudian, ditambahkan 1 gram KI dan 5 mL asam sulfat pada labu dan
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning pucat.
Penambahan KI dimaksudkan sebagai sumber iod berlebih. Iod sendiri harus
dibuat berlebh karena sifatnya yang sangat mudah menguap sehingga diperlukan

25
adanya sumber iod lain dan iod yang terbentuk tidak menguap sepenuhnya dengan
pembentukan ion triiodida (I3-) (Basset et al., 1994). Padatan KI bersifat sangat
higroskopis maka dalam penimbangannya harus dibungkus dengan kertas
perkamen.
Sementara itu, larutan asam sulfat berfungsi untuk menciptakan suasana
asam, karena pada suasana ini oksidasi ion iodida akan berlansung lebih cepat
(Day and Underwood, 2002). Pada suasana asam, potensial reduksi iodat menjadi
meningkat akibat naiknya konsentrasi H+ dalam larutan sehingga iodat dapat
direduksi dengan sempurna oleh iodida (Basset et al., 1994). Pembuatan dari
H2SO4 ini dilakukan dengan menambahkan aquadest ke dalam labu ukur 500 mL
terlebih dahulu. Kemudian dipipet 13,58 mL H2SO4 98% b/b dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 500 mL. Hal ini dimaksudkan supaya panas yang dihasilkan pada
asam sulfat tidak menyebabkan labu ukur pecah karena adanya pelepasan panas.
Apabila yang dimasukkan telebih dahulu adalah asam sulfat kemudian aquadest,
akan menyebabkan aquadest mendidih secara mendadak dan menyebabkan
percikan asam sulfat yang membahayakan (Khopkar, 2008).
Titrasi kemudian dilanjutkan hingga mencapai titik akhir titrasi.
Mekanisme standarisasi yang terjadi adalah pada saat campuran dari larutan KIO3,
KI, dan juga H2SO4 dititrasi dengan Na2S2O3, akan menyebabkan perubahan
warna dari merah kecoklatan (pekat) menjadi warna kuning pucat. Hal ini
menunjukkan bahwa reaksi telah berjalan secara ekivalen dan menyisakan iod
berlebih yang berwarna kuning pucat. Pada keadaan ini, larutan kemudian
ditambahkan beberapa tetes indikator kanji hingga larutan berubah warna menjadi
warna biru, dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang menjadi bening.
Indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.
Pembuatan indikator kanji dilakukan dengan menggerus 500 mg pati P atau pati
larut P dengan 5 mL aquadest. Kemudian sambil diaduk, ditambahkan aquadest
secukupnya hingga 100 mL. Selanjutnya larutan dididihkan selama beberapa
menit, didinginkan, dan disaring. Proses pendidihan dari indikator kanji
dikarenakan sifat dari pati atau amilum yang tidak dapat larut dalam air suhu
kamar atau air dingin (Depkes RI, 1979). Pemberian indikator kanji bertujuan

26
untuk memperjelas titik akhir titrasi. Pemakaian dari indikator ini akan
memberikan warna biru gelap dari kompleks iodin-amilum sehingga indikator ini
bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Penambahan dari
indikator kanji harus menunggu hingga titrasi mendekati sempurna. Hal ini
disebabkan karena, apabila pemberian indikator terlalu awal, maka ikatan antara
ion dengan amilum sangat kuat, amilum akan membungkus iod hingga iod sukar
lepas, akibatnya warna biru sukar hilang dan titik akhir titrasi tidak terlihat tajam.
Titik akhir titrasi dinyatakan terjadi pada saat hilangnya warna biru pada larutan
yang dititrasi (Silviana dkk., 2019). Perubahan yang terjadi dari warna biru
menjadi bening disebabkan karena kompleks I3 dengan kanji dititrasi dengan
beberapa tetes larutan Na2S2O3, sehingga menimbulkan larutan tak berwarna. Hal
ini menandakan semua kompleks I3 yang dihasilkan pada reaksi, telah habis
bereaksi dengan larutan Na2S2O3 (Basset at al, 1994). Reaksi yang terjadi selama
proses standarisasi adalah sebagai berikut.
3IO3- + 24I- + 18H+ → 9I3- + 9H2O
16S2O32- + 8I3- → 8S4O62- + 24I-
3IO3- + 16S2O32- + 18H+ → I3 - + 8S4O62- + 9H2O
Proses standarisasi dilakukan sebanyak 3 kali titrasi. Hal ini dimaksudkan untuk
membuktikan presisi dan akurasi data yang diperoleh (Gandjar dan Rohman,
2007). Titrasi I berfungsi sebagai kontrol, titrasi II berfungsi sebagai pembanding,
dan titrasi III berfungsi sebagai pengoreksi ketiga titrasi tersebut.
Langkah selanjutnya adalah dilakukan penetapan kadar vitamin C yang
dilakukan dalam tiga sampel vitamin C yang telah digerus dan ditimbang. Bobot
penimbangan serbuk tablet vitamin C adalah 0,25565 gram pada sampel pertama,
0,2556 gram pada sampel kedua, dan 0,2555 gram pada sampel ketiga. Kemudian,
setiap labu ditambahkan 20 mL larutan H2SO4 0,5 M dan 10 mL aquadest untuk
malerutkan bubuk tablet. Penambahan larutan H2SO4 dimaksudkan untuk
menciptakan suasana asam sehingga, potensial reduksi iodat menjadi meningkat
akibat naiknya konsentrasi H+ dalam larutan sehingga iodat dapat direduksi
dengan sempurna oleh iodida (Basset et al., 1994). Sementara itu, penambahan

27
aquadest untuk melarutkan serbuk vitamin C didasarkan oleh kelarutan vitamin C
yang mudah larut dalam air (Kemenkes RI, 2020).
Proses selanjutnya adalah dilakukan pengadukan dengan ultrasonic
melalui proses sonifikasi. Proses ini memiliki tujuan untuk memperluas kontak
antara sampel dengan pelarut sehingga didapatkan larutan yang homogen dan
vitamin C yang berada dalam sampel terlarut secara merata (Delmifiana, 2013).
Selanjutnya, ditambahkan 12,5 mL larutan KIO3 yang digunakan sebagai sumber
iod utama dan diketahui kadarnya dalam titrasi, sementara itu KI ditambahkan
dengan tujuan sebagai sumber iod berlebih (Basset et al., 1994). Penetapan kadar
vitamin C dilakukan dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Titrasi ini diulangi
sebanyak tiga kali sesuai dengan jumlah sampel untuk menjamin presisi dan
akurasi data yang diperoleh (Gandjar dan Rohman, 2007). Titrasi dilakukan
sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan beberapa tetes
indikator kanji hingga larutan berwarna biru tua. Titrasi dilanjutkan hingga
tercapainya titik akhir titrasi yang ditandai dengan hilangnya waran biru secara
perlahan-lahan dari larutan yang dititrasi. Konsentrasi vitamin C yang bereaksi
dapat diketahui dengan cara mengurangi mol triodida (I3-) yang terbentuk berlebih
di awal pencampuran sampel dengan jumlah mol triuodida (I3-) yang bereaksi
dengan ion tiosulfat (S2O32-). Ion IO3- akan mengoksidasi I dan membentuk ion
triiodida (I3-). Ion triiodida ini akan bereaksi dengan vitamin C. Sedangkan ion I3-
yang tidak bereaksi dengan vitamin C akan dititrasi dengan Na2S2O3 . Persamaan
reaksi yang terjadi dalam penetapan kadar vitamin C adalah sebagai berikut:

3IO3- + 8C6H8O6 + 2H+ → I3- + 8C6H8O6 + 9H2O


2S2O3 2-
+ I3 -
→ 3I -
+ S4O6 2-

8C6H8O6 + 3IO3- + 2S2O32- + 2H+ → 3I3 + S4O62- + 8C6H8O6 + 9H2O

Sebelum dapat dilakukan penetapan kadar vitamin C, larutan Na2S2O3


sebaiknya distandardisasi terlebih dahulu agar diketahui konsentrasi pastinya.
Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 M dilakukan tiga kali, dimana pengulangan ini
bertujuan untuk memastikan presisi dan akurasi dari pelaksanaan praktikum. Dari

28
titrasi standarisasi, didapatkan bahwa sebanyak 13,95 mL Na2S2O3 digunakan
untuk titrasi pertama, sebanyak 14,15 mL Na2S2O3 untuk titrasi ketiga dan
sebanyak 14,25 mL Na2S2O3 untuk titrasi ketiga. Dari ketiga pengulangan titrasi
standarisasi, didapatkan bahwa terjadi perubahan warna dari merah kecoklatan
menjadi kuning, dimana saat warna kuning ini timbul, dilakukan penambahan
indikator kanji 1%, sehingga menimbulkan terjadinya perubahan warna lagi dari
kuning menjadi biru kehitaman, lalu menjadi bening dimana hal ini menunjukkan
titik akhir titrasi. Didapatkan dari hasil perhitungan bahwa molaritas Na2S2O3 dari
titrasi pertama adalah 0,0953 M, dari titrasi kedua adalah 0,0939 M, dari titrasi
ketiga adalah 0,0933 M, dan molaritas rata-rata dari ketiga data tersebut adalah
0,0942 M. Selain itu, diperoleh juga standar deviasi sebesar 1,0271 x 10-3 dan
standar deviasi relatif sebesar 1,0903%. Terlihat dari hasil praktikum bahwa
molaritas larutan Na2S2O3 yang diperoleh sedikit lebih rendah dibandingkan yang
seharusnya, yakni 0,1 M. Meskipun demikian, standar deviasi relatif yang
didapatkan, yakni 1,0903%, menunjukkan bahwa presisi praktikum yang cukup
baik (dibawah 2%) (Harmita, 2004).
Setelah dilakukan standarisasi larutan Na2S2O3, digunakan larutan tersebut
sebagai titran untuk menetapkan kadar vitamin C. Berdasarkan hasil pengamatan,
terlihat bahwa terjadi perubahan dari coklat kehitaman menjadi coklat kekuningan
setelah dititrasi dengan larutan Na2S2O3, dimana setelah terjadinya warna
kekuningan ini, dilakukan penambahan beberapa tetes larutan indikator kanji 1%.
Setelah dilakukan penambahan larutan indikator, titrasi dilanjutkan hingga timbul
perubahan dari coklat kekuningan menjadi bening. Penetapan kadar dilakukan
dengan tiga kali pengulangan dan titik akhir titrasi dicapai dengan menggunakan
volume Na2S2O3 sebanyak 8,3 mL untuk titrasi pengulangan pertama, 8,4 mL
untuk pengulangan kedua dan 8,3 mL untuk pengulangan ketiga. Melalui
penyetaraan reaksi penetapan kadar serta stokiometri, dapat diperoleh massa
vitamin C dalam sampel sebesar 63,2483 mg dari titrasi I, 62,4205 mg dari titrasi
II dan 63,2483 mg dari titrasi III. Selain itu, diperoleh juga massa rata-rata sebesar
62,9724 mg dengan standar deviasi 0,4779 dan standar deviasi relatif 0,7589%.
Perolehan nilai standar deviasi dibawah 2% menunjukkan bahwa pengulangan

29
memiliki presisi yang baik (Harmita, 2004). Setelah didapatkan massa vitamin C
dalam sampel, dapat dihitung juga % b/b kadar vitamin C dalam tablet dan %
recovery. Diperoleh kadar vitamin C dalam tablet (% b/b) sebesar 24,7402% dari
titrasi pertama, 42,4212% dari titrasi kedua dan 24,7547% dari titrasi ketiga, serta
kadar rata-rata 24,6387%. Kemudian, hasil % recovery yang diperoleh dari tirasi
I, II dan III berturut-turut sebesar 126,4966 %, 124,841 %, 126,4966 % dengan
rata-rata 125,9447%. Hasil % recovery rata-rata menunjukkan bahwa tablet
vitamin C belum memenuhi persyaratan dalam Farmakope Indonesia V, dimana
rentang perolehan kembali yang diperbolehkan adalah tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 110,0%.

VIII. PENUTUP
8.1 Kesimpulan
1. Prinsip titrasi reduksi adalah terjadinya reaksi reduksi-oksidasi
yang melibatkan perpindahan elektron antara titran Na2S2O3
dengan analit asam askorbat (vitamin C) C6H8O6.
2. Diperoleh molaritas rata-rata dari larutan standar Na2S2O3 sebesar
0,0942 M dengan SD 1,0271 x 10-3 dan RSD 1,0903%.
3. Diperoleh kadar vitamin C dalam tablet (% b/b) pada proses
penetapan kadar titrasi I, II, dan III berturut-turut 24,7402%,
42,4212% dan 24,7547%, serta kadar rata-rata 24,6387%.
8.1 Saran
Sebelum melaksanakan praktikum penetapan kadar vitamin C
dalam tablet, praktikan diharapkan sudah mencari sumber literatur
penunjang yang relevan dengan praktikum ini. Praktikan juga
diharapkan sudah mengetahui dan memahami penangan alat dan
bahan laboratorium dengan baik dan benar, serta prosedur praktikum
titrasi reduksi-oksidasi yang akan dilaksankan. Praktikan juga
sebaiknya teliti dan cermat dalam melaksanakan praktikum agar dapat
diperoleh titik akhir titrasi yang tidak jauh dari titik ekivalen sehingga
hasil penetapan kadar akurat dan valid.

30
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, E. R., A. Hisbiyah, dan K. Nisyak. 2020. Petunjuk Praktikum Kimia
Analitik. Jakarta: Penerbit Qiara Media.
Andrianie, D., Sudarmin, S. Wardani. 2018. Representasi Kimia untuk Mereduksi
Miskonsepsi Siswa Pada Materi Redoks Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan LKS. Chemistry in
Education. 7(2):69-76.
Cairns, D. 2004. Inti Sari Kimia Farmasi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit EGC.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Khopkhar. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Edisi ke-4. Jakarta: UI Press.
Watson, D. G. 2010. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai