PENDAHULUAN
Larutan yang kita ketahui konsentrasinya dengan pasti disebut larutan standar. Larutan
standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu Erlenmeyer yang
mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi telah selesai. Proses ini
dinamakan suatu titrasi. Titik dimana reaksi telah selesai disebut titik akhir teoritis
(Stoichiometric end-point). Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi suatu
perubahan warna. Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri (misal
KMnO4) atau karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik dimana terjadi
perubahan warna indikator itu disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi
seharusnya titik akhir teoritis (titik ekivalen).
Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi analisa
Volumetri, dapat kita bagi sebagai berikut :
1. asidi dan alkalimetri
2. oksidimetri
3. iodometri dan iodimetri
4. argentometri
(Sukmariah & Kamianti, 1990)
Hampir pada saat yang bersamaan dengan ditemukannya sifat-sifat vitamin disebut
asam hekuronat, ditemukan juga bahwa oleh adanya oksigen molekular kemampuan
reduksi dari produk-produk yang mengandung senyawa atau zat anti gizi tersebut
menurun lebih cepat daripada aktivitas vitaminnya (Noor, 1992).
Dalam percobaan ini akan dilakukan percobaan iodimetri dengan amylum sebagai
indikator. Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas
dalam rentang pH yang sempit (Oxtoby & Gillis, 2001).
Iodimetri adalah suatu penetapan kadar reduktor pada suatu larutan, dengan cara
dioksidasikan dengan larutan standart I2, kemudian sisa I2 dititrasi kembali dengan
larutan Na2S2O3 (Sukardjo, 1989).
2.1 Materi
2.1.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan : Sampel (Marimas), Amylum, Aquadest, I2, Na2S2O3
2.1.2 Alat
Alat-alat yang digunakan : pipet volum, timbangan analitik, gelas arloji, Erlenmeyer,
pipet tetes, labu takar, buret, statif, klem, corong, kaki tiga, kasa, Bunsen, pengaduk,
gegep / penjepit.
2.2 Metoda
Satu gram sampel Marimas ditimbang dalam gelas arloji, kemudian satu gram sampel
tersebut dimasukkan ke dalam labu takar, dilarutkan dengan aquadest hingga 50 ml.
Diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 10 ml I 2 dan tiga
tetes indikator amylum.
Kemudian ditritasi dengan Na2S2O3 0,05 N. Dan setelah terjadi perubahan warna, titrasi
dihentikan dan volume tio yang dibutuhkan dicatat, ulangi percobaan di atas sebanyak
tiga kali ulangan. Kemudian kadar vitamin C yang telah dititrasi dihitung.
3. HASIL PENGAMATAN
4. PEMBAHASAN
Iodimetri juga dapat didefinisikan sebagai penetapan kadar reduktor di dalam larutan
dengan cara direaksikan dengan larutan standar I2 sebagai zat pengoksid. Kelebihan I2
akan menyebabkan larutan bereaksi dengan indikator amylum membentuk warna biru.
Dengan menggunakan percobaan iodimetri dapat ditentukan kadar vitamin C dalam
minuman serbuk Marimas.
Sifat vitamin C yang sangat mudah larut dalam air, sedikit larut di dalam alkohol dan
tidak dapat larut di dalam benzena, eter, khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun
vitamin C stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak (terdegradasi) jika berada
dalam bentuk larutan, terutama jika di dalamnya terdapat udara, logam-logam Cu dan
Fe dan juga cahaya, terutama jika vitamin C terdapat bersama-sama dengan riboflavin
(Andarwulan dan Koswara, 1992).
Pada percobaan iodimetri yang telah dilakukan, larutan mula-mula berwarna kuning
cerah, setelah ditambah dengan I2, warna pada larutan berubah menjadi ungu kehitam-
hitaman. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan Na2S2O3. Titrasi dilakukan
sebanyak 2 kali (untuk membandingkan). Pada perlakuan / percobaan I membutuhkan
Na2S2O3 sebanyak 0,5 ml dan terjadi perubahan dari warna ungu kehitaman menjadi
warna kuning oranye. Pada percobaan / perlakuan II membutuhkan Na2S2O3 sebanyak
0,3 ml serta terjadi perubahan warna dari warna ungu kehitam-hitaman menjadi kuning
oranye. Antara percobaan I dan percobaan II terjadi perbedaan volume Na2S2O3 yang
dibutuhkan sebanyak 0,2 ml. Pada perlakuan I, penggunaan Na2S2O3 terlalu banyak
(membuka keran buret terlalu lebar), sehingga warna yang didapatkan menjadi sedikit
lebih muda. Pada perlakuan II, penggunaan indikator terlalu banyak sehingga perubahan
warna terjadi sangat cepat. Larutan Na2S2O3 sebelum kita gunakan, perlu distandarisasi
terlebih dahulu karena kestabilan pada larutan ini sangat dipengaruhi oleh pH yang
rendah, sinar matahari dan oleh bakteri. Oleh karena itu Na 2S2O3 harus sering-sering
distandarisasi ulang (Sukardjo, 1989).
Metode analisis vitamin C dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi metode
fisika, metode kimia, metode biokimia dan metode biologis. Dalam percobaan yang
telah dilakukan, metode yang digunakan termasuk dalam metode kimia. Metode kimia
memiliki pengertian sebagai berikut : pengukuran vitamin C yang banyak macamnya
dan yang paling sering digunakan. Sebagian besar metode kimia didasarkan pada
kemampuan dari vitamin C yang kuat.
5. KESIMPULAN
Analisa iodimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam suatu
minuman serbuk.
Iodimetri adalah titrasi dengan iodium secara langsung dan iodium berfungsi
sebagai oksidator.
Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air.
Ada beberapa metode analisis vitamin C dalam bahan pangan, antara lain dapat
dikelompokkan menjadi : metode fisik, metode kimia, metode biokimia dan metode
biologis.
Sentrifuge berfungsi untuk memisahkan endapan dari pelarutnya yaitu air.
Na2S2O3 dalam percobaan iodimetri dapat mempengaruhi perubahan warna yang
terjadi (menjadi lebih muda).
Amylum sebagai indikator mempunyai fungsi untuk mempercepat terjadinya
perubahan warna.
6. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Noor, Zuheid. (1992). Senyawa Anti Gizi. Pusat Antar Universitas-Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Kadar vitamin C
m gram / BM . val = V. N. Fp
m gram / 176 . 2 = 0,4. 0,05 . 5
m gram = 8,8
gram = 8,8 . 10-3 gr