Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

PRAKTIKUM PENGANTAR ANALISIS FARMASI


TITRASI OKSIDASI REDUKSI
PENETAPAN KADAR VITAMIN C

Koordinator Praktikum
Pratiwi Apridamayanti, M.Sc., Apt
NIP. 198604182009122009

Disusun Oleh
Aprias Rupiani
NIM. I1021211014

Kelas : A2

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu ilmu kimia yang sering digunakan sebagai proses analisis yaitu titrasi. Titrasi
merupakan metode analisa kuantitatif yang biasanya dilakukan di laboratorium dengan
tingkat ketelitian yang tepat, proses ini digunakan untuk menentukan konsentrasi dari suatu
larutan atau reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna pada zat-zat tertentu
dengan reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk mengukur volume larutan yang
ditambahkan pada suatu larutan yang telah diketahui volumenya. Biasanya konsetrasi dari
salah satu larutan, dikenal sebagai larutan standar (larutan yang telah diketahui
konsentrasinya). Pengukuran volume sangat memainkan peran penting dalam proses titrasi,
karenanya teknik ini juga biasa disebut dengan analisa volumetri. Selama bertahun-tahun,
Analisa volumetri ini sering digunakan daripada titrimetri. Tetapi, dilihat dari segi yang
lain, analisa titrimetri lebih baik dikarenakan pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh
titrasi.
Reaksi redoks atau reaksi reduksi dan oksidasi secara luas telah digunakan dalam
analisa titrimetri baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Reaksi redoks merupakan
reaksi yang menggabungkan ion, yaitu dalam hal ini bilangan oksidasi (valensi) spesi-spesi
yang bereaksi tidak mengalami perubahan, ada beberapa reaksi yang menunjukkan keadaan
oksidasi berubah yang disertai dengan pertukaran elektron antara pereaksi yang disebut
dengan reaksi oksidasi-reduksi. Redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga
reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir suatu
titrasi. Selain itu, cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indikator.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang digunakan dalam titrasi redoks, maka
dikenal bebrapa jenis titrimetric redoks seperti iodometri, iodimetri dan permanganometri.

2.1 Tujuan
1. Mampu menetapkan masalah pada penetapan kadar vitamin C secara titrasi oksidasi
reduksi
2. Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pada penetapan kadar vitamin C secara
titrasi oksidasi reduksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Oksidasi-Reduksi


Reduksi oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke
reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya
penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau
reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, redoks adalah reaksi penerimaan
elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi
(Rivai, 1995).

Reaksi oksidasi reduksi didasari pada perpindahan elektron. Pada redoks terjadi
perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir dan juga menggunakan indikator yang dapat
berubah warnanya dengan cara menambahkan titran secara berlebih. Penetapan kadar
senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri,
serimetri, iodi- iodometri, iodatometri dan bromatometri (Gandjar dan Rohman, 2007).

Dalam titrasi reduksi oksidasi (redoks) terdapat titrasi yang melibatkan iodium.
Larutan iodine merupakan reaksi redoks yang dalam lingkungan oksidator kuat (seperti
dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodine dan bila dalam lingkungan reduktor seperti
As (III) Iodine tereduksi menjadi iodide. Zat padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan
adanya iodide berlebih maka terbentuk ion triiodide (I 3) yang mudah larut. Bentuk
triiodide inilah yang dimanfaatkan dalam titrasi redoks (Gandjar dan Rohman, 2007).

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Titrasi Langsung (Iodimetri)
Zat-zat yang mudah direduksi dititrasi langsung dengan larutan standar I 3-
sedangkan penetapan zat-zat yang lebih mudah dioksidasi kurang baik bila dititrasi
langsung dengan standar iodida karena dibutuhkan sejumlah besar larutan iodida
dengan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan kompleks I 3-(Gandjar dan Rohman,
2007).
Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial oksidasi
sebesar + 0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida
sesuai dengan reaksi I2 + 2e  2 I-. Ioduim akan mengoksidasi senyawa-senyawa
yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C
memiliki potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium sehingga dapat
dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Gandjar dan Rohman, 2007).
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membekukan
larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapainya titik akhir (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada
sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4
5H2O. Pada iodometri sample yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai
titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel
(Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3 Penetapan Kadar Vitamin C

Vitamin C (asam askorbat) adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai
antioksidan efektif atau mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau
jaringan termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh
radiasi. Vitamin C sangat diperlukan untuk meningkatkan sistem imun dan mencegah
berbagai penyakit, sekaligus membentuk kolagen dan hormon yang diperlukan oleh
tubuh dan dapat ikut membantu penyerapan zat besi. Penentuan vitamin C dapat
dilakukan dengan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung
terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida,
sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan
menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut titrasi
iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor
yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.
2.4 Indikator
Indikator yang digunakan biasanya adalah kanji/amilum. Sensitivitas warnanya
tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin-amilum mempunyai
kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi,
Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tidak dapat larut dalam air,
sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu awal dalam titrasi. Karena itu, dalam
titrasi iod, larutan kanji hendaknya tidak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir
Ketika warna mulai memudar.

2.3 Larutan Pentiter


Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin adalah
oksidator lemah sedangkan iodide adalah reduktor lemah. Iodin hanya larut sedikit
dalam air, namun larut dalam larutan yang mengandung ion iodide. Larutan iodin
standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena iodin
mudah menguap, maka larutan ini harus dibakukan terlebih dahulu dengan Natrium
tiosulfat segera yang akan digunakan. Kelemahan pelarut beriodida adalah ion ini dapat
teroksidasi oleh O2 dari udara yang dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh
oladanya cahaya, tetapi bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodide
(biasanya KI) yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodidat (karena iodidat
bereaksi dengan I- dalam suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus
dipenuhi bila larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan baku.
BAB III

METODE

3.1 Alat :
1. Botol Semprot
2. Buret dan Penyangga
3. Erlenmeyer
4. Gelas Beaker
5. Iodin flask
6. Labu Ukur
7. Pipet Volume

3.2 Bahan :
1. Vitamin C
2. Aquadest
3. Larutan KlO3 0,1 N sebanyak 100 mL
4. Larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 250 mL
5. Larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL
6. Larutan I2 0,05 M sebanyak 100 mL
7. Larutan amilum 10% sebanyak 25 mL
8. Larutan KI 10% sebanyak 50 mL

3.3 Cara Kerja

i. Pembuatan Larutan KlO3 0,1 N sebanyak 100 mL

Timbang kristal KlO3 sebanyak 0,3567 gram

Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL yang telah berisi sedikit


aquadest, lalu tambahkan aquadest hingga tanda batas 100 mL

Kemudian gojok/aduk hingga homogen


ii. Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 250 mL

Timbang Na2S2O3 sebanyak 3,102 gram

Masukkan ke dalam gelas beaker yang telah berisi sedikit


aquadest, lalu tambahkan aquadest hingga tanda batas 250 mL

Kemudian gojok/aduk hingga homogen

iii. Pembuatan Larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL

Diambil larutan H2SO4 36 N sebanyak 1,39 mL


dengan menggunakan pipet

Masukkan ke dalam labu ukur 25 mL yang telah berisi sedikit


aquadest, lalu tambahkan aquadest hingga tanda batas 25 mL

Kemudian gojok/aduk hingga homogen

iv. Pembuatan Larutan I2 0,05 M sebanyak 100 mL

Timbang 0,25 gram KI kemudian dilarutkan


dalam 2,5 mL aquadest

Timbang 1,27 gram kristal KI dan dimasukkan ke dalam larutan KI


sedikit demi sedikit sampai semuanya larut (kocok dalam iodin flask)

Tambahkan aquadest hingga tanda batas 100 mL

v. Pembuatan Larutan Amilum 10% sebanyak 25 mL

Timbang kanji sebanyak 2,5 gram, lalu didihkan


aquadest sebanyak 25 mL

Masukkan kanji ke dalam gelas beaker dan tambahkan aquadest


25 mL yang sudah mendidih serta tunggu hingga dingin
vi. Pembuatan Larutan KI 10 sebanyak 50 mL

Timbang kristal KI sebanyak 5 gram

Masukkan ke dalam gelas beaker yang telah berisi sedikit


aquadest, lalu tambahkan aquadest hingga tanda batas 50 mL

Kemudian gojok/aduk hingga homogen

vii. Standarisasi Na2S2O3 dengan KlO3

Diambil sebanyak 10 mL larutan KlO3 dan larutan KI 10%


dengan menggunakan pipet lalu masukkan ke dalam iodin flask

Tutup Erlenmeyer dan homogenkan dengan cara


dikocok perlahan (diputar) dan biarkan selama 20
menit agar reaksi berjalan sempurna

Kemudian titrasi Na2S2O3 menggunakan KlO3 -


hingga terbentuk warna kuning jerami

Kemudian titrasi Kembali dengan larutan I 2


hingga warna biru tepat hilang

viii. Standarisasi I2 dengan Na2S2O3

Diambil 10 mL Na2S2O3 dengan menggunakan pipet lalu


masukkan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 2 mL
indikator kanji 0,5%

Kemudian diteteskan larutan I2 secara perlahan-lahan


ix. Penetapan Kadar Vitamin C dengan Larutan Baku I2

Diambil sebanyak 10 mL larutan vitamin dengan


menggunakan pipet lalu masukkan ke dalam
Erlenmeyer dan tambahkan 2 mL H2SO4 2 N

Tambahkan indikator kanji 0,5% kemudian


diamkan agar vitamin C teroksidasi

Teteskan larutan I2 secara perlahan-lahan


menggunakan buret hingga terbentuk warna biru
BAB IV
PERHITUNGAN

4.1 Perhitungan Pembuatan Larutan


a) Pembuatan Larutan KIO3 0,1 N sebanyak
100 mL
Valensi = 6
N =𝑀𝑥𝑒
gr 1000
N = x xe
mr V
gr 1000
0,1 = x x6
214 100
21,4
gr =
60

gr = 0,3567 gram

Jadi, untuk dapat membuat 100 mL larutan KlO3 0,1 N diperlukan sebanyak 0,3567
gram kristal KlO3

b) Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 250 mL


Valensi = 2
N =𝑀𝑥𝑒
gr 1000
N = x xe
mr V
gr 1000
0,1 = x x2
248 250
24,8
gr =
8

gr = 3,102 gram
Jadi, untuk dapat membuat 250 mL larutan Na2S2O3 0,1 N diperlukan 3,102 gram
kristal Na2S2O3.

c) Pembuatan larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL


Stok larutan yang digunakan adalah H2SO4 dengan konsentrasi 96% dan berat
jenis 1,84 g/mL
Valensi = 2
N =𝑀𝑥𝑒
% x BJ x 10
N = xe
98

96 x 1,84 x 10
N = x2
98
N = 36 N
Setelah kita ketahui Normalitas dari Larutan Stok tersebut, lalu kita encerkan untuk
mendapatkan Larutan H2SO4 dengan konsentrasi 2 N sebanyak 25 mL, menggunakan
rumus pengenceran sebagai berikut :
N1 x V1 = N2 x V2
36 N x V1 = 2 N x 25 ml
50
V1 =
36
V1 = 1,39 mL
Jadi, untuk membuat larutan H2SO4 sebanyak 25 mL diperlukan sebanyak 1,39 mL
larutan pekat H2SO4 36 N

d) Pembuatan larutan I2 0,05 M sebanyak 100 mL


gr 1000
M = x
mr V
gr 1000
0,05 = x
253 100
gr = 1,27 gram

Karena I2 tidak larut dalam air maka dibutuhkan Kristal KI agar I 2 dapat
larut dalam air, dan kristal KI yang dibutuhkan adalah 0,25 gram yang
dilarutkan dalam 2,5 ml aquadest. Jika masih susah larut bisa
ditambahkan KI lagi.

e) Pembuatan larutan amilum 10% sebanyak 25 mL

gr = 10 % x 25 mL
gr = 2,5 gram.
Karena diketahui % amilum = 10 %, maka Untuk membuat 25 mL
larutanAmilum 10% dibutuhkan 2,5 gram amilum.
f) Pembuatan larutan KI 10% sebanyak 50 mL
gr = 10 % x 50 mL
gr = 5 gram.
Karna diketahui % KI = 10 %, maka Untuk membuat 25 mL larutan KI
10%dibutuhkan 5 gram kristal KI.

4.2 Standarisasi Larutan Baku

1. Pembakuan Na2S2O3 dengan KlO3


Pada pembakuan larutan baku sekunder, 10 ml KIO3 0,1 N + 5ml larutan H2SO4 2 N + 5
ml KI 10% masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup diamkan hingga 20 menit, dititrasi dengan
Na2S2O3 hingga warna kuning jerami (diperlukan 48 ml Na2S2O3). Kemudian ditambahkan 2
ml indikator kanji 0,5%, dititrasi dengan I2 hingga berwarna biru (diperlukan 58 ml I2).

Titrasi Volume Volume


ke – 1 Baku Baku Perhitungan Normalitas
Primer Sekunder

1 10 ml 58 ml V. KlO3 x N. KlO3 = V. Na2S2O3 x N. Na2S2O3


10 x 0,1 = 58 x N. Na2S2O3
N. Na2S2O3 = 0,172 / 9,8
N. Na2S2O3 = 0,0172 N

2. Pembakuan I2 dengan Larutan Na2S2O3


Dipipet 10 ml larutan Na2S2O3 lalu masukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditutup.
Tambahkan 2 ml indikator kanji 0,5 %. Titrasi dengan larutan I 2 hingga terbentuk warna biru
(diperlukan 9,8 ml)

Titrasi Volume Volume


ke – 1 Baku Baku Perhitungan Normalitas
Primer Sekunder

1 10 ml 9,8 ml V. Na2S2O3 x N. Na2S2O3 = V12 x N12


10 x 0,0172 = 9,8 x N12
N12 = 0,172 / 9,8
N12 = 0,0175 N
3. Penetapan Kadar Vitamin C
Ditimbang 200 mg serbuk tablet yang mengandung vitamin C, dilarutkan ke dalam 100 ml
aquadest. Diambil sebanyak 10 ml larutan vitamin C, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
ditutup. Tambahkan 2 ml H2SO4 , indikator kanji 0,5 %. Kemudian titrasi dengan larutan I 2
hingga terbentuk warna biru.

No Titrasi ke - Volume Baku Volume Baku


Sekunder Sesungguhnya
1. 1 12 ml 12 ml
2. 2 12 ml 12 ml

volume x normalitas x berat molekul


% Kadar Vitamin C = x 100%
berat sampel x valensi
12 x 0,0175 x 176
= x 100%
200 x 2
= 9,24 %
Jadi, kadar vitamin C yang terkandung dalam 200 mg serbuk tablet adalah sebesar
9,24%

4. Reaksi dalam Penetapan Kadar


C6H8O6 + I2  C6H8O6 + 2HI (Titik Ekuivalen)
I2 berlebihan + kanji  menghasilkan komplek biru (TA Titrasi)
BAB V
PEMBAHASAN

1.1 Pembahasan

Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan titrasi oksidasi-reduksi yang berjudul
penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri. Vitamin C merupakan vitamin yang
mudah rusak, pada vitamin ini dapat terbentuk L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat.
Vitamin ini disintesis secara alami baik dari hewan ataupun tanaman serta vitamin ini
mudah larut dalam air. Penetapan vitamin C dapat dianalisis dengan metode titrimetri yaitu
iodimetri. Titrasi iodimetri adalah titrasi tidak langsung yang digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi dengan oksidasi lebih besar dari
sistem iodum-iodida, dimana oksidator yang dianalisis akan direaksikan dengan ion iodida
yang berlebih dan akan menghasilkan iodum yang dibebaskan lalu ditittrasi dengan larutan
natrium tiosulfat (Na2S2O3).

Penetapan kadar vitamin C dipilih metode iodimetri yakni metode tidak langsung
dikarenakan adanya vitamin C yang mempunyai sifat mudah teroksidasi, sehingga kurang
baik apabila dilakukan metode titrasi langsung menggunakan larutan standar iodida karena
memerlukan larutan standar iodida dengan konsentrasi yang tinggi dalam jumlah banyak
untuk dapat menghasilkan kompleks I3-. Selain dari itu, adanya sifat iodida yang mudah
menguap dan teroksidasi dapat memperbesar resiko terjadinya kesalahan pada saat titrasi
berlangsung. Jika digunakan sebagai titran langsung, maka iodium dapat berubah
konsentrasinya sehingga hasil titrasi yang didapatkan tidak akurat. Iodometri yang
dilakukan bermanfaat untuk proses pembentukan senyawa iodin (I 2) yang merupakan
reduktor kuat dan dapat mengoksidasi vitamin C (asam askorbat) menjadi dehidroaskorbat.
Larutan iodium merupakan larutan yang tidak stabil, sehingga perlu di standarisasi
berulang kali. Sebagai oksidator yang lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna,
oleh karena itu harus dibuat dengan kondisi yang menggeser kesetimbangan hasil reaksi
dengan cara menambahkan bahan pengkompleks.

Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indikator dimana titik


akhir dari titrasi ini diketahui dengan terjadinya kompleks amilum I2 yang berwarna
biru tua. Penambahan amilum dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi yaitu
pada saat warna berubah menjadi kekuningan. Hal ini disebabkan karena dalam larutan
pati, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanaya ikatan
konfigurasi pada tiap unit glukosa. Pada bentuk inilah yang menyebabkan pati dapat
membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya,
sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut.

Sebelum dapat digunakan sebagai titran dalam penetapan kadar Vitamin C, Iodin
harus distandardisasi terlebih dahulu dengan menggunakan Na2S2O3 yang sudah
distandardisasi dengan KIO3. Cara standardisasi Na2S2O3 adalah dengan cara
memasukkan 10 mL KIO3 0,1N + 5mL larutan H2SO4 2N + 5 mL KI 10% ke dalam
Erlenmeyer bertutup diamkan hingga 20 menit, dititrasi dengan Na 2S2O3 hingga warna
kuning jerami (digunakan 48 mL Na2S2O3). Kemudian ditambahkan 2 mL Indikator
kanji 0,5%, dititrasi dengan I2 hingga berwarna biru ( digunakan 58 mL I2 ). Cara
standardisasi I2 yaitu dengan I2 diteteskan perlahan-lahan ke dalam erlemeyer yang
berisi Na2S2O3 yang sudah distandardisasi dahulu,kemudian tunggu hingga berubah
warna menjadi biru dengan bantuan indikator kanji (digunakan 9,8 mL I 2). Berikut ini
tahapan-tahapan untuk menetapkan kadar vitamin C dengan menggunakan metode
iodimetri :

1. Larutan KIO3 0,1 N sebanyak 100 mL, yang kita dapatkan dengan melarutkan Kristal
KIO3 sebanyak 0,3567 gram ke dalam aquadest lalu kita ad hingga 100mL. Larutan
KIO3 0,1 N ini berfungsi untuk menstandardisasi Larutan Na2S2O3 0,1N.
2. Larutan Na2S2O3 0,1N sebanyak 250 mL, yang kita dapatkan dengan melarutkan
3,102 gram kristal Na2S2O3 ke dalam gelas beaker yang berisi sedikit air lalu
tambahkan air hingga 250 mL. Larutan Na2S2O3 0,1N berfungsi Untuk
menstandarisasi Larutan I2 0,05 M.
3. Larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL, yang kita dapatkan dari larutan stok 1,39 mL
H2SO4 36N yang kita encerkan hingga menjadi larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL.
Larutan H2SO4 2 N berfungsi untuk membentuk suasana asam dalam larutan karna
reaksinya akan berlangsung dalam suasana asam.
4. Larutan I2 0,05 M sebanyak 100 mL, yang kita dapatkan dengan melarutkan 0,25
gram KI kemudian larutkan dalam 2,5 mL aquadest. Kemudian timbang 1,27 gram
kristal I2 dan dimasukkan dalam larutan KI sedikit demi sedikit sampai semuanya
larut (kocok dalam iodin flask). Tambahkan aquadest sampai 100 mL. Larutan I2 0,05
M ini berfungsi untuk menjadi titran dalam penetapan kadar Vitamin C.
5. Larutan amilum 10% sebanyak 25 mL, yang kita dapatkan dengan cara menimbang
kanji seberat 2,5 gram, lalu didihkan aquadest sebanyak 25 mL Masukkan kanji
kedalam beaker glass, lalu tambahkan aquadest mendidih 25 mL diamkan tunggu
sampai dingin. Larutan amilum 10% ini berfungsi untuk menjadi indikator yang
memberikan warna biru pada titik akhir titrasi.
6. Larutan KI 10% sebanyak 50 mL yang kita dapatkan dengan cara menimbang Kristal
KI sebanyak 5 gram, lalu masukkan ke dalam gelas beker yang sudah berisi sedikit
air lalu tambah aquadest hingga mencapai 50 mL kemudian dihomogenkan. Larutan
KI 10% berfungsi untuk membantu kristal I2 untuk larut dalam air.

1.2 Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat dilakukan penetapan kadar vitamin C dengan menggunakan
metode titrasi reaksi oksidasi-reduksi atau redoks yaitu titrasi iodimetri menggunakan
larutan Na2S2O3 sebagai larutan baku primer dan larutan KlO3 sebagai larutan baku
sekunder yang distandarisasi kembali dengan larutan I2 hingga terbentuk warna biru .
Metode iodimetri mempunyai prinsip dapat mereduksi vitamin C (asam askorbat) yang
merupakan zat pereduksi kuat sehingga dapat dititrasi dengan larutan iodium. Adapun
kadar vitamin C di dalam tablet didapatkan dengan persentase sebesar 9,24%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rivai, Harrizul. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press Jakarta : 1995 ; 26
2. Gandjar, Ibnu Gholib., & Rohman, A. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar 2007 : 224,228
3. Pratama, A., Darjat, D., & Setiawan, I. Aplikasi LabVIEW Sebagai Pengukur Kadar
Vitamin C dalam Larutan Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri. Doctoral
dissertation, Jurusan Teknologi Elektro Fakultas Teknik Undip
4. Cahyadi W. Pengaruh Konsentrasi Gula Stevia dan Penambahan Asam Askorbat
Terhadap Karakteristik Koktil Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia). Pas Food
Technol J. 2018 ; 5(2) :154.

5. Yurida M, Afriani, E, & Arita, S. (2013). Asidi-Alkalimetri. Jurnal Teknik Kimia,


1-8.

6. Basir, H. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Daun Salam (Syzygium polyanthum)


Secara Iodimetri. Jurnal Kesehatan Yamasi 2018 : 2(1)
7. Pratama Y., Prasetya A. G., Latifah. Pemanfaatan Ekstrak Daun Jati
Sebagai Indikator Titrasi Asam-Basa. Indonesian Journal of Chemical
Science. 2015; 4(2): 153.
8. Techinamuti N., Pratiwi R. Review: Metode Analisis Kadar Vitamin C. Jurnal
Farmaka. 2018; 6(2): 313-314

Anda mungkin juga menyukai