Koordinator Praktikum
Pratiwi Apridamayanti, M.Sc., Apt
NIP. 198604182009122009
Disusun Oleh
Aprias Rupiani
NIM. I1021211014
Kelas : A2
2.1 Tujuan
1. Mampu menetapkan masalah pada penetapan kadar vitamin C secara titrasi oksidasi
reduksi
2. Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah pada penetapan kadar vitamin C secara
titrasi oksidasi reduksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi oksidasi reduksi didasari pada perpindahan elektron. Pada redoks terjadi
perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir dan juga menggunakan indikator yang dapat
berubah warnanya dengan cara menambahkan titran secara berlebih. Penetapan kadar
senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri,
serimetri, iodi- iodometri, iodatometri dan bromatometri (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dalam titrasi reduksi oksidasi (redoks) terdapat titrasi yang melibatkan iodium.
Larutan iodine merupakan reaksi redoks yang dalam lingkungan oksidator kuat (seperti
dikromat) iodide teroksidasi menjadi iodine dan bila dalam lingkungan reduktor seperti
As (III) Iodine tereduksi menjadi iodide. Zat padat I2 sukar larut dalam air, tetapi dengan
adanya iodide berlebih maka terbentuk ion triiodide (I 3) yang mudah larut. Bentuk
triiodide inilah yang dimanfaatkan dalam titrasi redoks (Gandjar dan Rohman, 2007).
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Titrasi Langsung (Iodimetri)
Zat-zat yang mudah direduksi dititrasi langsung dengan larutan standar I 3-
sedangkan penetapan zat-zat yang lebih mudah dioksidasi kurang baik bila dititrasi
langsung dengan standar iodida karena dibutuhkan sejumlah besar larutan iodida
dengan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan kompleks I 3-(Gandjar dan Rohman,
2007).
Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial oksidasi
sebesar + 0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida
sesuai dengan reaksi I2 + 2e 2 I-. Ioduim akan mengoksidasi senyawa-senyawa
yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C
memiliki potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium sehingga dapat
dilakukan titrasi langsung dengan iodium (Gandjar dan Rohman, 2007).
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membekukan
larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat
tercapainya titik akhir (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada
sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4
5H2O. Pada iodometri sample yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai
titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Vitamin C (asam askorbat) adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai
antioksidan efektif atau mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau
jaringan termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh
radiasi. Vitamin C sangat diperlukan untuk meningkatkan sistem imun dan mencegah
berbagai penyakit, sekaligus membentuk kolagen dan hormon yang diperlukan oleh
tubuh dan dapat ikut membantu penyerapan zat besi. Penentuan vitamin C dapat
dilakukan dengan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung
terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida,
sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan
menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut titrasi
iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor
yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.
2.4 Indikator
Indikator yang digunakan biasanya adalah kanji/amilum. Sensitivitas warnanya
tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin-amilum mempunyai
kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi,
Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang tidak dapat larut dalam air,
sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu awal dalam titrasi. Karena itu, dalam
titrasi iod, larutan kanji hendaknya tidak ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir
Ketika warna mulai memudar.
METODE
3.1 Alat :
1. Botol Semprot
2. Buret dan Penyangga
3. Erlenmeyer
4. Gelas Beaker
5. Iodin flask
6. Labu Ukur
7. Pipet Volume
3.2 Bahan :
1. Vitamin C
2. Aquadest
3. Larutan KlO3 0,1 N sebanyak 100 mL
4. Larutan Na2S2O3 0,1 N sebanyak 250 mL
5. Larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL
6. Larutan I2 0,05 M sebanyak 100 mL
7. Larutan amilum 10% sebanyak 25 mL
8. Larutan KI 10% sebanyak 50 mL
gr = 0,3567 gram
Jadi, untuk dapat membuat 100 mL larutan KlO3 0,1 N diperlukan sebanyak 0,3567
gram kristal KlO3
gr = 3,102 gram
Jadi, untuk dapat membuat 250 mL larutan Na2S2O3 0,1 N diperlukan 3,102 gram
kristal Na2S2O3.
96 x 1,84 x 10
N = x2
98
N = 36 N
Setelah kita ketahui Normalitas dari Larutan Stok tersebut, lalu kita encerkan untuk
mendapatkan Larutan H2SO4 dengan konsentrasi 2 N sebanyak 25 mL, menggunakan
rumus pengenceran sebagai berikut :
N1 x V1 = N2 x V2
36 N x V1 = 2 N x 25 ml
50
V1 =
36
V1 = 1,39 mL
Jadi, untuk membuat larutan H2SO4 sebanyak 25 mL diperlukan sebanyak 1,39 mL
larutan pekat H2SO4 36 N
Karena I2 tidak larut dalam air maka dibutuhkan Kristal KI agar I 2 dapat
larut dalam air, dan kristal KI yang dibutuhkan adalah 0,25 gram yang
dilarutkan dalam 2,5 ml aquadest. Jika masih susah larut bisa
ditambahkan KI lagi.
gr = 10 % x 25 mL
gr = 2,5 gram.
Karena diketahui % amilum = 10 %, maka Untuk membuat 25 mL
larutanAmilum 10% dibutuhkan 2,5 gram amilum.
f) Pembuatan larutan KI 10% sebanyak 50 mL
gr = 10 % x 50 mL
gr = 5 gram.
Karna diketahui % KI = 10 %, maka Untuk membuat 25 mL larutan KI
10%dibutuhkan 5 gram kristal KI.
1.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan titrasi oksidasi-reduksi yang berjudul
penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri. Vitamin C merupakan vitamin yang
mudah rusak, pada vitamin ini dapat terbentuk L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat.
Vitamin ini disintesis secara alami baik dari hewan ataupun tanaman serta vitamin ini
mudah larut dalam air. Penetapan vitamin C dapat dianalisis dengan metode titrimetri yaitu
iodimetri. Titrasi iodimetri adalah titrasi tidak langsung yang digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi dengan oksidasi lebih besar dari
sistem iodum-iodida, dimana oksidator yang dianalisis akan direaksikan dengan ion iodida
yang berlebih dan akan menghasilkan iodum yang dibebaskan lalu ditittrasi dengan larutan
natrium tiosulfat (Na2S2O3).
Penetapan kadar vitamin C dipilih metode iodimetri yakni metode tidak langsung
dikarenakan adanya vitamin C yang mempunyai sifat mudah teroksidasi, sehingga kurang
baik apabila dilakukan metode titrasi langsung menggunakan larutan standar iodida karena
memerlukan larutan standar iodida dengan konsentrasi yang tinggi dalam jumlah banyak
untuk dapat menghasilkan kompleks I3-. Selain dari itu, adanya sifat iodida yang mudah
menguap dan teroksidasi dapat memperbesar resiko terjadinya kesalahan pada saat titrasi
berlangsung. Jika digunakan sebagai titran langsung, maka iodium dapat berubah
konsentrasinya sehingga hasil titrasi yang didapatkan tidak akurat. Iodometri yang
dilakukan bermanfaat untuk proses pembentukan senyawa iodin (I 2) yang merupakan
reduktor kuat dan dapat mengoksidasi vitamin C (asam askorbat) menjadi dehidroaskorbat.
Larutan iodium merupakan larutan yang tidak stabil, sehingga perlu di standarisasi
berulang kali. Sebagai oksidator yang lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna,
oleh karena itu harus dibuat dengan kondisi yang menggeser kesetimbangan hasil reaksi
dengan cara menambahkan bahan pengkompleks.
Sebelum dapat digunakan sebagai titran dalam penetapan kadar Vitamin C, Iodin
harus distandardisasi terlebih dahulu dengan menggunakan Na2S2O3 yang sudah
distandardisasi dengan KIO3. Cara standardisasi Na2S2O3 adalah dengan cara
memasukkan 10 mL KIO3 0,1N + 5mL larutan H2SO4 2N + 5 mL KI 10% ke dalam
Erlenmeyer bertutup diamkan hingga 20 menit, dititrasi dengan Na 2S2O3 hingga warna
kuning jerami (digunakan 48 mL Na2S2O3). Kemudian ditambahkan 2 mL Indikator
kanji 0,5%, dititrasi dengan I2 hingga berwarna biru ( digunakan 58 mL I2 ). Cara
standardisasi I2 yaitu dengan I2 diteteskan perlahan-lahan ke dalam erlemeyer yang
berisi Na2S2O3 yang sudah distandardisasi dahulu,kemudian tunggu hingga berubah
warna menjadi biru dengan bantuan indikator kanji (digunakan 9,8 mL I 2). Berikut ini
tahapan-tahapan untuk menetapkan kadar vitamin C dengan menggunakan metode
iodimetri :
1. Larutan KIO3 0,1 N sebanyak 100 mL, yang kita dapatkan dengan melarutkan Kristal
KIO3 sebanyak 0,3567 gram ke dalam aquadest lalu kita ad hingga 100mL. Larutan
KIO3 0,1 N ini berfungsi untuk menstandardisasi Larutan Na2S2O3 0,1N.
2. Larutan Na2S2O3 0,1N sebanyak 250 mL, yang kita dapatkan dengan melarutkan
3,102 gram kristal Na2S2O3 ke dalam gelas beaker yang berisi sedikit air lalu
tambahkan air hingga 250 mL. Larutan Na2S2O3 0,1N berfungsi Untuk
menstandarisasi Larutan I2 0,05 M.
3. Larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL, yang kita dapatkan dari larutan stok 1,39 mL
H2SO4 36N yang kita encerkan hingga menjadi larutan H2SO4 2 N sebanyak 25 mL.
Larutan H2SO4 2 N berfungsi untuk membentuk suasana asam dalam larutan karna
reaksinya akan berlangsung dalam suasana asam.
4. Larutan I2 0,05 M sebanyak 100 mL, yang kita dapatkan dengan melarutkan 0,25
gram KI kemudian larutkan dalam 2,5 mL aquadest. Kemudian timbang 1,27 gram
kristal I2 dan dimasukkan dalam larutan KI sedikit demi sedikit sampai semuanya
larut (kocok dalam iodin flask). Tambahkan aquadest sampai 100 mL. Larutan I2 0,05
M ini berfungsi untuk menjadi titran dalam penetapan kadar Vitamin C.
5. Larutan amilum 10% sebanyak 25 mL, yang kita dapatkan dengan cara menimbang
kanji seberat 2,5 gram, lalu didihkan aquadest sebanyak 25 mL Masukkan kanji
kedalam beaker glass, lalu tambahkan aquadest mendidih 25 mL diamkan tunggu
sampai dingin. Larutan amilum 10% ini berfungsi untuk menjadi indikator yang
memberikan warna biru pada titik akhir titrasi.
6. Larutan KI 10% sebanyak 50 mL yang kita dapatkan dengan cara menimbang Kristal
KI sebanyak 5 gram, lalu masukkan ke dalam gelas beker yang sudah berisi sedikit
air lalu tambah aquadest hingga mencapai 50 mL kemudian dihomogenkan. Larutan
KI 10% berfungsi untuk membantu kristal I2 untuk larut dalam air.
1.2 Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat dilakukan penetapan kadar vitamin C dengan menggunakan
metode titrasi reaksi oksidasi-reduksi atau redoks yaitu titrasi iodimetri menggunakan
larutan Na2S2O3 sebagai larutan baku primer dan larutan KlO3 sebagai larutan baku
sekunder yang distandarisasi kembali dengan larutan I2 hingga terbentuk warna biru .
Metode iodimetri mempunyai prinsip dapat mereduksi vitamin C (asam askorbat) yang
merupakan zat pereduksi kuat sehingga dapat dititrasi dengan larutan iodium. Adapun
kadar vitamin C di dalam tablet didapatkan dengan persentase sebesar 9,24%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rivai, Harrizul. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press Jakarta : 1995 ; 26
2. Gandjar, Ibnu Gholib., & Rohman, A. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar 2007 : 224,228
3. Pratama, A., Darjat, D., & Setiawan, I. Aplikasi LabVIEW Sebagai Pengukur Kadar
Vitamin C dalam Larutan Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri. Doctoral
dissertation, Jurusan Teknologi Elektro Fakultas Teknik Undip
4. Cahyadi W. Pengaruh Konsentrasi Gula Stevia dan Penambahan Asam Askorbat
Terhadap Karakteristik Koktil Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia). Pas Food
Technol J. 2018 ; 5(2) :154.