Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KIMIA ANALITIK

“Titrasi Iodometri”

Dosen Pengampu : Subakir Salnus,S.Si.,M.Pd

Oleh :

Nama : Widya Aziza

Nim : E2005079

Kelas : Analis Kesehatan (1B)

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

T.A 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia analitik berhubungan dengan teori dan praktek dari metode-


metode analisa yang dipakai untuk mengetahui komposisi pada suatu bahan.
Dalam hal ini, akan digunakan prinsip-prinsip dari berbagai bidang ilmu, baik
fisika, kimia, biologi, teknik, ilmu komputer, dan lain-lain.

Kimia analitik dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis kualitatif


dan kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan metode analisa yang digunakan
untuk mengetahui senyawa apa yang terkandung pada suatu bahan.
Sedangkan analisa kuantitatif adalah suatu metode analisa yang digunakan
untuk menentukan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dari
suatu bahan.

Analisis kuantiatif bertujuan untuk menentukan banyaknya zat atau


senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Analisis kuantitatif dibedakan
menjadi 3 yaitu: metode titrimetrik (volumetrik), metode gravimetrik dan
metode instrumental. Analisis kuantitatif kovensional dibedakan menjadi 2
yaitu:

a. Metode titrimetrik (volumetrik)


Melibatkan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi
yang telah diketahui, yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan zat yang
akan ditentukan kadarnya.
b. Metode gravimetrik
Melibatkan pengukuran bobot suatu zat dengan cara mengendapkannya.
c. Metode instrumental

Melibatkan instrumen-instrumen dalam pengukuran suatu sampel.


B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Iodometri ?


2. Bagaimana prinsip iodometri ?
3. Apa saja macam-macam titrasi iodometri ?
4. Bagaimana larutan baku titrasi iodometri ?
5. Bagaimna standardisasi dari titrasi iodometri ?
6. Bagaimana penentuan titik akhir dari titrasi iodometri?
7. Apa saja reagen yang digunakan pada titrasi iodometri ?
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi titrasi iododmetri ?
9. Apa saja contoh titrasi iodometri ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang devenisi dari titrasi Iodometri


2. Untuk mengetahui tentang prinsip iodometri
3. Untuk mengetahui tentang macam-macam titrasi iodometri
4. Untuk mengetahui tentang larutan baku titrasi iodometri
5. Untuk mengetahui tentang standardisasi dari titrasi iodometri
6. Untuk mengetahui tentang penentuan titik akhir dari titrasi iodometri
7. Untuk mengetahui tentang reagen yang digunakan pada titrasi iodometri
8. Untuk mengetahui tentang faktor yang mempengaruhi titrasi iododmetri
9. Untuk mengetahui tentang contoh titrasi iodometri
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Titrasi Iodometri

Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri


secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990).
Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor)
dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri
adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan
standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu
elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi
adalah suatu proses penangkapan satu elektron atau lebih atau berkurangnya
bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung
serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan
dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna.

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi


(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri).
Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi
secara langsung dengan iodium.  Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah
sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik.
Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang
ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat.  Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung
secara sempurna.

Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu
lebih baik ditulis sebagai:

I3- + 2e          →      3I-


Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion
tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium
permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat. Dalam kebanyakan
titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam
kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I3-. Untuk
tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya
ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:

I3- + 2S2O32- = 3I- + S4O62-

akan lebih akurat daripada:

I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O62-

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau
merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon
tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk
mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-
iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.

B. Prinsip Iodometri

Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat
pereduksi, sehingga iod sebagai oksidator. ion I- siap memberikan elektron
dengan adanya zat penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat
pereaksi.

Reaksinya :

I2 (padat) + 2e → 2I-

Chlorine akan membebaskan ion bebas dari larutan KI pada pH 8 atau


kurang. Iodium ini akan dititrasi dengan larutan standar sodium thiosulfate
dengan indikator starch dalam keadaan pH 3-4, sebab pada pH netral reaksi
ini tidak stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate menjadi sulfat.

C. Macam-macam Titrasi Iodometri

Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif
terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa
pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung
disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-
reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya).
Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri
merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut
iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan
secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau
asam arsenit).

 Titrasi Langsung Iodimetri

Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2)


dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi lebih kecil daripada sistem iodium-iodida
atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat
reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide,
sulfit, Stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari
berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan
hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan
reaksi dengan iodium secara kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini
jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang
lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor) langsung
dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan standar.
Reaksinya : Reduktor  → oksidator + e

          I2 + 2e  → 2I

Misalnya pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.

2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

Subtansi-subtasi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur


reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat,
arsenik(III), antimony(III), sulfida, sulfit, timah(II), dan ferosianida.

Berikut beberapa analit yang dapat ditentukan dengan metode


titrasi langsung iodimetri:

ANALIT REAKSI

Antimon (III) HSbOC4H6O6 + H2O ↔ HSbO2C4H4O6 + 2H+ + 2I-

Arseni (III) HAsO2 + I2 + 2H2O ↔ H3AsO4 + 2H+ + 2I-

Ferosianida 2Fe(CN)64- + I2 ↔ 2Fe(CN)63- + 2I-

Hidrogen sianida HCN + I2 ↔ ICN + H+ + I-

Hidrazin N2H4 + 2I2 ↔ N2 + 4H+ + 4I-

Belerang (sulfida) H2S + I2 ↔ 2H+ + 2I- + S

Belerang (sulfida) H2SO3 + I2 + H2O ↔ H2SO4 + 2H+ +2I-

Tiosulfat 2S2O32- + I2 ↔ S4O62- + 2I-

Timah (II) Sn2+ + I2 ↔ Sn4+ + 2I-

 Titrasi Tidak Langsung Iodometri

Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan


senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem
iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi
dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume
tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan
dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat
uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih,
kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.

Reaksinya :     oksidator + KI      → I2

                I2 + 2 Na2S2O3   → 2NaI + Na2S4O6

Agen pengoksidasi yang membutuhkan suatu larutan asam untuk


bereaksi dengan iodin, natrium thiosulfat biasanya dipergunakan sebagai
titrannya. Titrasi dengan arsenic(III) membutuhkan sebuah larutan yang
sedikit alkalin.

Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan


suatu larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.

Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya


pH larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi
dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat menurut reaksi :

 I2 + OH-               HI + IO-

 3IO-                      IO3- + 2I-

Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar


daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga
menghasilkan sulfat (SO42-)  sehingga menyulitkan perhitungan
stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada
metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Berikut beberapa analit yang dapat ditentukan dengan metode titrasi
tidak langsung iodometri:

ANALIT REAKSI

Arsenik (V) H3AsO4 + 2H+ + 2I- ↔ HAsO2 + I2 + 2H2O

Bromin Br2 + 2I- ↔ 2Br- + 3I2 + 3H2O

Bromat BrO3- + 6H+ + 6I- ↔ Br- + 3I2 + 3H2O

Klorin Cl2 + 2I- ↔ 2Cl- + I2

Klorat ClO3- + 6H+ + 6I- ↔ Cl- + 3I2 + 3H2O

Tembaga (II) 2Cu2+ + 4I- ↔ 2CuI(s) + I2

Dikromat Cr2O72- + 6I- + 14H+ ↔ Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Hidrogen Peroksida H2O2 + 2H+ + 2I- ↔ I2 + 2H2O

Iodat IO3- + 5I- + 6H+ ↔ 3I2 + 3H2O

Nitrit 2HNO2 + 2I- + 2H+ ↔ 2NO + I2 + 2H2O

Oksigen O2 + 4Mn(OH)2 + 2H2O ↔ 4Mn(OH)3

2Mn(OH)3 + 2I- + 6H+ ↔ 2Mn2+ + I2 + 6H2O

Ozon O3 + 2I- + 2H+ ↔ O2 + I2 + H2O

Periodat IO4- + 7I- + 8H+ ↔ 4I2 + 4H2O

Permanganat 2MnO4- + 10I- + 16H+ ↔ 2Mn2+ + 5I2 + 8H2O

Meskipun titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak langsung


iodometri termasuk ke dalam titrasi oksidasi-reduksi,namun metode titrasi
langsung iodimetri dan titrasi tidak langsung iodometri terdapat beberapa
perbedaan. Berikut tabel perbedaan titrasi langsung iodimetri dan titrasi tidak
langsung iodometri.
Iodometri Iodimetri
Termasuk kedalam Reduktometri Termasuk kedalam Oksidimetri
Larutan  Na2S2O3 (Tio) sebagai Larutan  I2  sebagai Penitar (Titran)
penitar (Titran)
Penambahan Indikator Kanji disaat Penambahan Indikator kanji saat
mendekati titik akhir. awal penitaran
Termasuk kedalam Titrasi tidak Termasuk kedalam Titrasi
langsung langsung
Oksidator sebagai titrat Reduktor sebagai titrat
Titrasi dalam suasana asam Titrasi dalam suasana sedikit
basa/netral
Penambahan KI sebagai zat Penambahan NaHCO3 sebagai zat
penambah penambah
Titran sebagai reduktor Titran sebagai oksidator

D. Larutan Baku

a. Pembuatan larutan baku Iodium

Menurut FI Ed III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan melarutkan


12,69 g iodium P ke dalam larutan 18 g kalium iodida P dalam 100 ml
air, kemudian diencerkan dengan air hingga 1000 ml. Larutan iodium
yang lebih encer (0,02 : 0,001 N) dibuat dengan mengencerkan larutan
iodium 0,1 N.

0,335 gram iod melarut dalam 1 dm3 air pada 25⁰C. Selain


keterlarutan yang kecil ini , larutan air iod mempunyai tekanan uap yang
cukup berarti, karena itu konsentrasinya berkurang sedikit disebabkan
oleh penguapan ketika ditangani. Kedua kesulitan ini dapat diatasi
dengan melarutkan iod itu dalam larutan air kalium iodida. Makin pekat
larutan itu,makin besar keterlarutan iod.
Keterlarutan yang bertambah ini disebabkan oleh pembentukan ion
triiodida:

I2 + I                        I3-

Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh lebih


rendah ketimbang suatu larutan iod dalam air murni, akibatnya
kehilangan oleh penguapan menjadi sangat jauh berkurang. Meskipun
demikian, tekanan uapnya masih cukup berarti sehingga harus selalu
diambil tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga agar bejana-bejana
yang mengandung iod tetap tertutup,kecuali sewaktu titrasi yang
sesungguhnya. Bila larutan iod dalam iodida dititrasi dengan suatu
reduktor,iod yang bebas bereaksi dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser
kesetimbangan ke kiri, dan akhirnya semua triiodida terurai, jadi larutan
berperilaku seakan-akan adalah suatu larutan iod bebas.

Untuk penyiapan larutan iod standar harus digunakan iod pro analisis
atau yang disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas iodat
(misalnya pro analisis).

Larutan dapat distandarisasi terhadap arsen(III) oksida murni atau


dengan suatu larutan natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan
terhadap kalium iodat.

Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang


bersumbat-kaca. Ini harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat yang
gelap dan dingin.Kontak dengan gabus atau tutup karet harus dihindari.

Selain menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat


digunakan larutan baku KIO3 dan KI. Larutan ini cukup stabil dalam
menghasilkan iodium bila ditambahkan asam menurut reaksi :

IO3- + 5I- + 6 H+ → 3I2 + 3H2O


Larutan KIO3 dan KI memiliki dua kegunaan penting, pertama
adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia
harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak
dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman
rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan asam dari larutan
secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam keras.

Pada penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan


yaitu :

1. Hilangnya iodium karena mudah menguap


2. Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut
reaksi :

4I + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O

Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya kelebihan


iodida karena terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI, maka penguapan
iodium dapat diabaikan, asalkan titrasinya tidak terlalu lama. Titrasi
harus dilakukan dalam labu tertutup dan dingin. Oksidasi iodida oleh
udara dalm larutan netral dapat diabaikan, akan tetapi oksidasinya
bertambah jika pH larutan turun. Reaksi ini dikatalisis oleh logam dengan
valensi tertentu (terutama tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang
kuat. Oleh karena itu titrasi tidak boleh dilakukan pada cahaya matahari
langsung. Oksidasi iodida oleh udara dapat dipengaruhi oleh reaksi
antara iodida dengan oksidator terutama jika reaksinya berjalan lambat.
Oleh karena itu larutan yang mengandung iodida dan asam tidak boleh
dibiarkan terlalu lama, maka larutan itu harus dibebaskan dari udar
sebelum penambahan iodida. Udara dikeluarkan dengan menambahkan
karbondioksida.

b. Pembuatan larutan baku Natrium Tiosulfat


Menurut FI edisi III, larutan baku Na₂S₂O₃ 0,1 N dibuat dengan cara
26 gram natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium carbonat P dilarutkan
dalam air bebas CO₂ P segar hingga 1000 ml. Larutan Na₂S₂O₃ yang
lebih encer 0,05 N ; 0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N dibakukan sebelum
digunakan.

Natrium tiosulfat Na₂S₂O₃.5H₂O mudah diperoleh dalam keadaan


kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit ketidakpastian akan
kandungan air yang setepatnya, karena sifat efloresen (melapuk-lekang)
dari garam itu dan karena alasan - alasan lain . Karena itu zat ini tidak
sesuai sebagai standar primer.

Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama - lama akan berubah


titernya. Beberapa hal yang menyebabkan sangat kompleks dan saling
bertentangan akan tetapi beberapa faktor yang dapat menyababkan
terurainya larutan tiosulfat dapat disebutka sebagai berikut :

1. Keasaman

Larutan tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif stabil,


tidak dikenal adanya asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses
peruraiannya sangat rumit, tetapi fakta yang dapat dikemukakan
adalah jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari 2,5 x 10⁻⁵ maka
terbentuk ion hidrogen sulfit yang sangat tidak stabil dan terurai
menurut reaksi :

HS₂O₃⁻      →        HSO₃⁻  +    S

Kemudian secara perlahan – lahan akan terurai lagi dan


terbentuk pentationat menurut reaksi :

6H⁺    +    6S₂O₃    →        2S₅O₆2⁻   +  3H₂O

Jika HCl pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan
hidrogen polisulfida dan tidak terbentuk ditionat atau sulfat,
sedangkan dengan HCl yang kurang pekat terutama jika ada
katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk pentationat. Larutan
tiosulfat paling stabil pada pH antara 9 - 10. Tops menganjurkan
pemberian natrium carbonat, pada pembuatan larutan baku tiosulfat,
akan tetapi hal ini akan mengakibatkan terjadinya reaksi samping
pada saat titrasi larutan iodium yang netral. Di samping itu pada
larutan yang sangat alkalis maka kemungkinan terjadi reaksi sebagai
berikut :

3Na₂S₂O₃  +  6NaOH     →    2Na₂S + 4Na₂SO₃  + 3H₂O

Mohr juga menunjukan bahwa larutan tiosulfat dalam air


diuraikan oleh asam karbonat menurut reaksi :

H₂O  + CO₂     →   H₂CO₃

Na₂S₂O₃ + H₂CO₃  →    NaHCO₃   +  NaHSO₃ + S

2. Oksidasi oleh udara

Tiosulfat secara perlahan-lahan akan dioksidasi oleh udara.


Reaksinya terjadi dalam dua tingkat :
Na₂S₂O₃ + H₂SO₄            →    Na₂SO₃     +  S      (lambat)
Na₂S₂O₃ + ½O₂                →  Na₂SO₄        (dapat diukur)

Na₂S₂O₃    +  ½O₂            →   Na₂SO₄     +   S

3. Mikroorganisme

Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama


peruraian larutan baku tiosulfat adalah disebabkan adanya
mikroorganisme dalam larutan tersebut. Ternyata ada
mikroorganisme dalam udara yang menggunakan sulfur dengan cara
mengambil sulfur dari tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara
langsung dioksidasi menjadi sulfat. Ada beberapa bakteri dalam
udara yang bersifat demikian. Proses metabolisme dari bakteri itu
mungkin melalui reaksi sebagai berikut :

Na2S2O4 +   H2O +  O      →        Na2S2O3  + 2NaOH,      dan

Na2S2O4                            →        NaSO3     +      S

Na2SO4  + O                     →        NaSO3             dan

S    +   3O  +  H2O            →        H2SO4

Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil
sekali dan hanya kalau terjadi kontaminasi bakteri belerang maka
akan terurai perlahan - lahan.

E. Standardisasi

a. Standardisasi Larutan Natrium Tiosulfat

Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi


dengan menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian
tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan
tembaga(II).

Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan


dipakai tiosianat untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu
mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang
teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II)
akan terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman
larutan sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi I- sebagai akibat
adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.

1. Dengan Kalium Iodat

Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai


berikut: Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah
dikeringkan pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml
air yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang
bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium
yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan
dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat
tambah 100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai
warna biru tepat hilang (tidak berwarna).
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
KIO₃  +  5KI  +  6HCl     →     3I₂      
+   6KCl   +  3H₂O
I₂   +  2Na₂S₂O₃              →     2NaI    +   Na₂S₄O₆

Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol


KIO₃ setara dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e.
Sehingga 1 mol KIO₃ setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama
dengan BM/6. Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini juga
hanya membutuhkan sedikit kelebihan ion hidrogen untuk
keberlangsungan reaksi.
Namun, dengan menggunakan kalium iodat sebagai larutan
standar primer untuk menstadardisasi larutan natrium tiosulfat
memiliki kerugian. Kerugian utama dari garam ini sebaai standar
primer adalah bahwa berat ekivalennya yang relatif kecil, yakni
35,67. Untuk menghindari kesalahan yang signifikan pada saat
penimbangan, dilakukan pembuatan larutan stok ke dalam labu
volumetrik untuk kemudian diencerkan secara terukur.
Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat:
      Mgrek natrium tiosulfat          =          mgrek kalium iodat

ml Na₂S₂O₃                       =           mg KIO₃ x Valensi


                                                   BM KIO₃ x ml Na₂S₂O₃
2. Dengan Kalium Dikromat

Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi.


Senyawa ini memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak
higroskopis, dan padat serta larutan-larutannya amat stabil.
Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang
asam dan ion dibebaskan.
Cr₂O₇²-     + 6I- + 14H⁺  →      2Cr³⁺ + 3I₂ + &H₂O
Reaksi dapat terkena jumlah sesatan :
(1)   Jumlah iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah
teroksidasi oleh udara, terutama dengan adanya garam - garam
kromium III, dan
(2)   Reaksi tidak berlangsung cepat. Karena itu, paling baik
aliran arus karbondioksida melalui labu reaksi sebelum dan
selama titrasi (suatu metode yang lebih memudahkan tetapi
kurang efisien adalah dengan menambahkan sedikit natrium
hidrogenkarbonat padat kepada larutan yang asam itu, serta
menjaga agar labu tertutup sebanyak mungkin), serta
membiarkan selama 5 menit untuk kelengkapan reaksi.

Taruh 100 cm³ air suling dingin, yang baru dididihkan, dalam
sebuah labu erlenmeyer 500 cm³, sebaiknya 3 g kalium iodida yang
bebas iodida, dan 2 g natrium hidrogenkarbonat yang murni, dan
kocok sampai garam-garam  itu melarut. Tambahkan 6 cm³ asam
klorida pekat perlahan-lahan sambil mengolak labu perlahan-lahan
untuk mencampurkan cairan-cairan : alirka 25,0 cm³ kalium
dikromat 0,1 N standar (1), campurkan larutan-larutan baik-baik, dan
cuci dinding tabung dengan sedikit air yang telah dididihkan, dari
botol pencuci. Sumbat labu (atau tutupi dengan sebuah kaca arloji
kecil), dan diamkan di tempat gelap selama 5 menit untuk
melenkapkan reaksi. Bilas sumbat atau kaca arloji; dan encerkan
larutan  dengan 300 cm³ air dingin yang telah dididihkan
sebelumnya. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium
tiosulfat yang terkandung dalam sebuah buret, sementara terus-
menerus  cairan diolak supaya larutan-larutan bercampur. Bila
bagian terbesar iod telah bereaksi  seperti ditunjukkan oleh larutan
yang memperoleh warna hijau kekuningan, tambahkan 2 cm³ larutan
kanji dan bilas ke arah bawah dinding labu; warna harus berubah
menjadi biru. Teruskan penambahan larutan tiosulfat setetetes demi
setetes, dan olak cairan terus-menerus, sampai 1 tetes mengubah
warna dari biru kehijauan  menjadi hijau muda. Titik akhir tajam,
dan mudah diamati pada cahaya yang baik dengan latar belakang
putih. Lakukan suatu penetapan blanko, dengan  mengganti larutan
kalium dikromat dengan air suling; jika kalium iodida itu bebas
iodat, blanko ini mestinya kecil terabaikan.
Catatan:
Jika ini lebih disukai, boleh ditimbang dengan cermat kira-kira
0,20 g kalium dikromat pro analis, larutkan dalam 50 cm³ air dingin,
yang sebelumnya telah dididihkan, dan lakukan titrasi seperti
diperinci di atas.
Prosedur pilihan lain tersebut, mempergunakan serunutan
tembag sulfat sebagai katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi;
akibatnya, asam yang lebih lemah (asam asetat) boleh digunakan,
dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida akan berkurang.
Taruh 25,0 cm³  kalium dikromat 0,1 N dalam sebuah labu
erlenmeyer 250 cm³, tambahkan 5,0 cm³ asam asetat glasial, 5 cm³
tembaga sulfat 0,001 M, dan cuci dinding labu dengan air suling.
Tambahkan  30 cm³ larutan kalium iodida 10 persen, dan titrasi iod
yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat kira-kira 0,1 N, dengan
memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir. Titrasi boleh
dilengkapkan dalam 34 menit setelah penambahan larutan kalium
iodida. Kurangi 0,05 cm³ sebagai perhitungan atas iod yang
dibebaskan oleh katalis tembaga sulfat.
Suatu larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi
dapat digunakan sebagai ganti larutan kalium dikromat, dengan
menambahkan 2 cm³ asam klorida pekat kepada tiap porsi @ 25 cm³
larutan kalium permanganat; dalam hal ini prosedur pilihan lain,
dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan, tak dapat
dipakai.

3. Dengan larutan iod standar

Jika suatu larutan iod standar tersedia, ini dapat digunakan untuk
menstandarkan larutan tiosulfat. Ukuran satu porsi @25cm3 larutan
iod standar dan masukkan dalam sebuah labu erlenmeyer 250cm3 ,
tambahkan kira-kira 150cm3 air suling dan titrasi dengan larutan
tiosilfat, dengan menambahkan 2cm3 larutan kanji ketika cairan
berwarna kuning pucat.
Bila larutan tiosulfat ditambahkan kepada suatu larutan yang
mengandung iod, reaksi keseluruhan yang terjadi dengan cepat dan
secara stoikiometris pada kondisi-kondisi eksperimen biasa (pH <5)
adalah:
2 S2O32- + I2 → S4O62- +2I- atau 2 S2O32- + I3- → S4O62- + 3I-
Telah diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang tak
berwarna, terbentuk oleh reaksi reversibel yang cepat:
S2O32-  + I2 ↔ S2O3I- + I-
Zat perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan memberi
bagian utama dari reaksi keseluruhan :
S2O3I- + S2O32- → S4O62- + I-
Zat perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida :
2 S2O3I- + I- → S4O62- + I3-
Ini menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir pada
titrasi larutan-larutan iod yang sangat encer dengan tiosulfat.

b. Standardisasi Larutan Iodium


1. Dengan Arsen Trioksida
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara seksama
dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan pemanasan,
encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes metil orange
dan diikuti dengan penambaha HCl encer sampai warna kuning
berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air dan 3
ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium perlahan-lahan hingga
timbul warna biru tetap.
Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut
dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan membentuk
natrium arsenit menurut reaksi :
As2O3 + 6 NaOH → 2 Na2AsO3 + 3 H20
Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan
bereaksi dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-
senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi secara cepat dengan
natrium arsenit
2 NaOH + I2 → NaIO + NaI + H2O
Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl
menggunakan metil orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3
untuk menetralkan asam iodida (HI) yang terbentuk yang mana asam
iodida ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel).
Natrium bikarbonat akan menghilangkan asam iodida secepat asam
iodida terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara sempurna.
Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium dengan arsen
trioksid sebagai berikut :
As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3 + 3H2O
Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4 + 2NaI + 2CO2 + H2O
Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah
empat. Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan
1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1 mol As2O3 setara
dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium setara
dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium :
mgrek iodium  =  mgrek arsen trioksid
ml I2 x N I2       = mmol As2O3 x valensi
N I2                   =  mg As2O3 x valensi
                                   BM As2O3 x ml I2

2. Dengan larutan Natrium Tiosulfat standar

Gunakanlah larutan natrium tiosulfat, yang baru saja


distandarkan, sebaiknya terhadap kalium iodat. Pindahkan 25
cm3 larutan iod itu ke sebuah Erlenmeyer 250 cm3, encerkan menjadi
100 cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai
larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2 cm3 larutan kanji, dan
teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai larutan
tepat tak berwarna.

Reaksi antara iodium dengan tiosulfat yang mana tiosulfat


dioksidasi oleh iodium menjadi tetrationat menurut reaksi :

2S2O32- + I2 → 2I- + S4O62-

Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak dapat dilakukan dalam


suasana alkalis dan pH yang diperbolehkan tergantung dari
konsentrasi iodium. Supaya terjadi oksidasi yang kuantitatif dari
tiosulfat menjadi tetraionat oleh iodium maka pH harus kurang dari
7,6 untuk titrasi dengan iodium 0,1 N. Jika larutan iodium
konsentrasinya 0,01 N maka pH nya harus kurang dari 6,5 dan
kurang dari 5 jika konsentrasi iodium 0,001 N. Sedangkan untuk
iodium yang sangat encer sekali maka suasananya harus asam sekali.

F. Penentuan Titik Akhir

Larutan iodium dalam air yang mengandung iodida berwarna kuning


sampai coklat tergantung kadarnya. Iodium dapat berlaku sebagai indikator
sendiri tapi penglihatan kurang dapat menagkap perubahan warnanya, maka
digunakan indikator amilum.
Dalam lingkungan asam kuat amilum tidak dapat digunakan sebagai
indikator karena amilum akan terhidrolisa. Kepekaan warna indikator akan
menurun apabila :

1. Suhu dinaikan
2. Larutan mengandung alkaohol, pada konsentrasi alkohol >50% menjadi
tidak berwarna

Keuntungan menggunakan indikator amilum :

1. Harganya murah
2. Mudah didapat
3. Perubahan warna pada titik akhirtitrasi jelas

Kerugian/keburukan menggunakan indikator amlilum :

1. Sukar larut dalam air dingin


2. Tidak stabil mudah terhidolisa menjadi dekstrin
3. Dalam suasana asam kuat akan terhidrolisa
4. Larutan amilum dengan iodium menjadi kompleks yang sukar larut maka
pemberian amilum mendekati titik akhir.
5. Jika larutanya sangat encer akan terjadi pergeseran titik akhir titrasi.

Mengatasi keburukan-keburukan tersebut, dengan jalan menggunakan


tepung Natrium glikolat (sebagai pengganti amilum) yang sifatnya lebih baik
dari pada amilum :

1. Tidak higroskopis
2. Mudah larut dalam air
3. Lebih stabil
4. Dengan iodium tidak membentuk kompleks yang sukar larut, sehingga
penambahanya tidak perlu mendekat titik akhir.
5. Pada larutan yang encer, tidak terjadi pergeseran titik akhir.
Na-glikolat dengan larutan iodium pekat berwarna hijau dan bila
kadar iodium turun berubah menjadi biru.

Zat-zat organik seperti CCl4, CHCl3, dan CS2 (tidak dapat bercampur


dengan air) pada saat mendekati titik akhir titrasi kadar larutan +
CCl4/CS2/CHCl3yang akan turun ke dasar labu titrasi dengan warna merah
violet karena I2 terlarut didalamnya. Kemudian titrasi dilanjutkan sambil
dikocok keras sampai warna merah hilang.

G. Reagen yang Digunakan Pada Titrasi Iodometri

a. Larutan I2

Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromida yakni larut
dalam air. Garam perak iodida, merkurium (I) iodida, merkurium (II)
iodida, tembaga (I) iodida, dan timbal iodida merupakan garam iodida
yang paling sedikit larut.

b. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

 Sifat fisik Na2S2O3 ( Natrium tiosulfat)

 Berbentuk hablur putih tidak berbau


 Bersifat lembut
 Mengapung di atas air seperti minyak
 Dapat terbakar secara spontanitas(lazimnya tidak terbakar di
bawah 1150ᴼC
 Tidak pernah di temukan sendiri di alam

 Sifat kimia Na2S2O3 :

 Pengaruh pemanasan

1. NaSO4 + H2O lalu dipanaskan maka menyebabkan


Natrium  sulfat tidak berubah.
2. Na2S2O3 + H2O lalu dipanaskan maka menyebabkan Natrium
tiosulfat meleleh.

 Pengaruh asam encer

1. Na2S2O3 + HCl akan menyebabkan Lama-kelamaan natrium


tiosulfat larut terbentuk suspensi berwarna putih dan tercium
bau belerang.

c. Kaliun dikromat (K2Cr2O7)

Kromat logam biasanya adalah merupakan zat padat berwarna yang


menghasilkan larutan berwarna kuning jika dilarutkan dalam air.

d. Kalium Iodat (KIO3)

Garam-garam alkali iodat larut dalam air. Iodat logam-logam lainnya


sangat sedikit larut dan umumnya kurang larut dari klorat dan bromat
padanannya.

e. Arsen Trioksida (As2O3)


Arsenik adalah zat padat yang berwarna abu-abu seperti baja, getas dan
memiliki kilap logam. Ketika dipanaskan, arsenik akan tersublimasi dan
timbul bau seperti bawang putih yang khas. Ketika dipanaskan dalam
aliran udara yang bebas, arsenik terbakar denga nyala api biru,
menghasilkan asap putih arsenik (III) oksida, As2O6. Semua senyawa
arsenik beracun. Unsur ini tidak larut dalam asam klorida, dan asam
sulfat encer, tetapi sangat mudah larut dalam asam nitrat encer.

f. Indikator Redoks

Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa
digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini
tidak terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial
larutan, melainkan berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium.
1) Amylum
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak
larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati
merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam
jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai
sumber energi yang penting.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan
amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa
memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan
sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin
sedangkan amilopektin tidak bereaksi.
 Sifat Fisika 

a. Berbentuk bubuk putih


b. Tidak berasa dan tidak berbau

 Sifat Kimia

a. Karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air.

b. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan


untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga
menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.

Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan


kompleks Iod-Amylum yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna
biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru ini karena terbentuknya suatu
senyawa dala dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum
mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah
berbentuk saluran. Dalam saluran itu terdapat suatu rantai iod linear,
Warna biru disebabkan oleh ketujuh elektron luar atom Iod yang
mudah bergerak.
I2 + Amylum à Iod-Amylum (biru)
Iod-Amylum + S2O32-   (Warna Hilang)

Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini


dipecah dan bila konsentrasi Iod habis maka warna biru tadi akan
hilang. Penambahan indikator amylum sebaiknya menjelang titik
akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar
dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat
kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak
sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini
mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.
2) Chloroform
Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan
fungsi Chloroform sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium
dalam fase organik (fase nonpolar). Melarutnya Iodium dalam
Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut dipahami karena
Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter
pada suhu 25ᴼC. Tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena
membentuk Ion TriIodida (I3-) dan dalam Chloroform. 
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah
menjadi Iodida dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet tadi
akan hilang.

H. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Iododmetri

1) Larutan Standar Primer

Iodium sukar larut dalam air, untuk mempertinggi larutannya maka


iodium dilarutkan dalam larutan KI sehingga terbentuk trioksida. Dimana
I2 diikat oleh KI sehingga menpunyai tekanan uap yang lebih rendah dari
pada air murni dan hasrat penguapannya berkurang. Makin besar kadar
KI, makin besar kelarutan I2 didalamnya. Pada penggunaan larutan
Iodium sebagai titran ada kesealahan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Hilanganya Iodium karena mudah menguap pada suhu kamar


2. Penurunan kadar larutan selama penyimpanan disebabkan oleh
reaksi Iodium dengan air
3. Reaksi ini dikatalisir oleh cahaya, tambah pula iodida yang ada
dalam larutan dapat dioksidasi oleh oksigen dari udara menjadi
iodium

2) Larutan Standar Sekunder

Larutan standar tiosulfat Na2S2O3 . 5H2O mempunyai kemurnian


yang tinggi tetapi kadar airnya tidak tetap. Karena itu dapat digunakan
sebagai larutan primer larutan standar tiosulfat disebabkan oleh :

Adanya CO2 dalam air yang digunakan untuk membuat larutan


satandar dan juga karbon dioksida dari udara sehingga terjadi
pengendapan dari sulfur. Kekeruhan terjadi akibat endapan dari belerang,
tetapi reaksi ini lebih lambat dari pada reaksi S 2O3  dengan iodium,
sehingga titrasi masih dapat dilakukan dalam suasana asam

1. Larutan tiosulfat mudah diuraikan oleh bakteri, , misalnya thibacilus,


thioparus
2. Maka untuk menjaga kesetabilan larutan thiosulfat (supaya tahan
lama), dilakukan tidakan-tindakan sebagai berikut :
3. Larutan dibuat dengan aquadest yang venas carbón dioksida
4. Ditambah pengawet 3 tetes CHCl3 atau 10 mg HgI2/liter larutan
5. Lindungi larutan dari cahaya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi


Iodometri adalah sebagai berikut:
1. Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir
titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning
muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah
banyak), alasannya kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat
akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika
amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya
iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan
menghindari terjadinya hidrolisis amilum.
2. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi
terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat
melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari
penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi
tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk
menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati
dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak
keruh oleh kehadiran S).

H2SO3 + S + S2O32- + 2H+

Pastikan jumlah iod yang ditambahkan adalah berlebih sehingga


semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat.
Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks
akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat
teroksidasi oleh udara menjadi I2.

Titrasi Yodometri mengggunakan zat yang mudah terurai oleh


udara maupun cahaya, sehingga untuk melakukan titrasi yodometri
sebaiknya dilakukan beberapa hal yang dapat mencegah terurainya I2
dan Natrium Tiosulfat, diantaranya:

1. Mengurangi terpaparnya I2 dengan udara dengan cara


menggunakan erlenmeyer yang bertutup (erlenmeyer asah).
2. Mengurangi terpaparnya I2 oleh cahaya, yakni denga
menggunakan buret gelap untuk titrasi iodimetri. Juga dapat
dilakukan dengan cara menyimpan larutan standar I2 di tempat
yang gelap.
3. Natrium Tiosulfat bersifat tidak stabil dalam waktu lama,
sehingga diusahakan Natrium Tiosulfat yang telah dibuat
dengan segera digunakan, tidak disimpan dalam waktu lama.

I. Contoh Titrasi Iodometri


1. Pembakuan Larutan Na2S2O3
a. Tujuan
Membakukan Na2S2O3
b. Prinsip
Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi berdasarkan
pada reaksi redoks.
c. Reaksi
Oksidator  +  I2  →  2I
   Na2S2O3 +  I2 → NaI + Na2S4O6

d. Alat dan Bahan


 Alat
 Buret
 Beaker Glass
 Gelas Ukur
 Pipet Volume
 Filler
 Statif
 Erlenmeyer tutup asah
 Corong gelas
 Bahan
 Na2S2O3
 K2Cr2O7 0,1 N
 HCl 6 N
 KI 20 %
 Indikator amilum 1 %
 Aquades
e. Cara Kerja
1) Memipet K2Cr2O7 0,1 N sebanyak 10,0 ml, kemudian masukan
secara kuantitatif ke dalam labu erlenmeyer 250ml.
2) Menambahkan  HCl 6 N sebanyak 5 ml dan KI 20 % sebanyak 5
ml secara kualitatif dengan menggunakan gelas ukur, kemudian
homogenkan dengan K2Cr2O7 dalam erlenmeyer.
3) Kemudian melakukan titrasi cepat-cepat dengan larutan
Na2S2O3 sampai kuning jerami.
4) Menambahkan amilum 1 % sebanyak 1-2 ml, dan titrasi di
lanjutkan lagi sampai terjadi perubahan dari biru ke hijau muda.
5) Menghitung normalitas Na2S2O3 yang telah di bakukan.

2. Penentuan Kadar Cu2+


a. Tujuan
Untuk menentukan kadar kemurnian tembaga II sulfat.
b. Prinsip
Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi berdasarkan
pada reaksi redoks.
c. Reaksi
2Cu2+ +  4I-  → 2CuI(s) +  I2

I2 +  amilum →  I2-amilum

I2-amilum  +  2S2O32- → 2I +  amilum  +  S4O6-

d. Alat dan Bahan


 Alat
 Buret
 Filler/karet pengisap
 Gelas arloji
 Gelas ukur
 Iodin flash 250 mL
 Klem dan statif
 Timbangan analitik
 Timbangan digital

 Bahan
 Asam asetat 2 N
 Aquadest
 Kalium iodide
 Kanji
 Natrium bikarbonat
 Natrium tiosufat 0,1 N
e. Cara Kerja
1) Disiapkan alat dan bahan
2) Ditimbang seksama CuSO4 0,3277 gram (triplo)
3) Dimasukkan masing-masing kedalam iodine flash 250 mL
4) Dilarutkan dengan 25 mL aquadest
5) Ditambahkan 5 mL asam asetat 2 N dari leher erlenmmeyer
dantutupnya dibasahi dengan air,ditutup.
6) Ditamabahkan 2 gram KI dan 1 gram NaHCO3 dikocok hingga
larut
7) Dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3 sampai berwarna kuning
mudah,kemudian ditambahkan 2 mL indicator kanji 2% dan
titrasi dilanjutkan sampai warna biru pada larutan hilang.
8) Dihitung kadar kemurnian CuSO4

3. Penentuan Kadar Vitamin C


a. Tujuan
Untuk menentukan kadar Vitamin C dalam sampel.
b. Prinsip
Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi berdasarkan
pada reaksi redoks.
c. Reaksi

d. Alat dan Bahan


 Alat  yang digunakan:
 Buret 50ml
 Corong
 Erlenmeyer 250 ml
 Gelas ukur 50 ml dan 10 ml
 Gelas kimia 500 ml  dan 100 ml
 Labu ukur 100 ml
 Pipet tetes
 Sendok tanduk
 Timbangan analitik
 Bahan yang digunakan:
 Aquadest
 Asam sulfat 10% 5 ml
 Indikator kanji 1%
 Larutan baku I2  0,1 N
 Vitamin C 0,2 g
e. Cara Kerja
1) Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan
2) Asam askorbat ditimbang seksama sebanyak lebih kurang80 mg,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
3) Air bebas CO2 ditambahkan sebanyak 15 ml air bebas CO2
4) Larutan H2SO4 10 % ditambahkan sebanyak 5 ml ke dalam
erlenmeyer.
5) Indikator larutan kanji ditambahkan sebanyak 2 ml
6) Larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku I2 0,1389 N sampai
terbentuknya warna biru yang tidak hilang selama 30 detik.
7) Larutan iodum yang terpakai dicatat
8) Prosedur ini diulangi satu kali lagi (duplo)
9) Kadar kemurnian vitamin C dihitung
BAB III

KESIMPULAN

1. Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara


oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990).
2. Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium tiosulfat digunakan
sebagai titran dengan indikator larutan amilum. Natrium tiosulfat akan
bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara analit dengan
larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada saat
titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat membentuk kompleks
yang stabil dengan iodin.
3. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri
adalah sebagai berikut:

1) Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi,


dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari
oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak),
alasannya kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka
banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan
pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada
media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum.
2) Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya
oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi
iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat
pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan
terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang.

4. Titrasi Yodometri mengggunakan zat yang mudah terurai oleh udara maupun
cahaya, sehingga untuk melakukan titrasi yodometri sebaiknya dilakukan
beberapa hal yang dapat mencegah terurainya I2 dan Natrium Tiosulfat,
diantaranya:
1) Mengurangi terpaparnya I2 dengan udara dengan cara menggunakan
erlenmeyer yang bertutup (erlenmeyer asah).
2) Mengurangi terpaparnya I2 oleh cahaya, yakni denga menggunakan buret
gelap untuk titrasi iodimetri. Juga dapat dilakukan dengan cara
menyimpan larutan standar I2 di tempat yang gelap.
3) Natrium Tiosulfat bersifat tidak stabil dalam waktu lama, sehingga
diusahakan Natrium Tiosulfat yang telah dibuat dengan segera
digunakan, tidak disimpan dalam waktu lama.
DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A., and Underwood, A. I. 1998. “Analisis Kimia Kuantitatif”. Erlangga.


Jakarta

Khopkar, S. M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. UI-Press. Jakarta.

Harjadi, W. 1986. “Ilmu Kimia Analitik Dasar”. PT. Gramedia. Jakarta.

https://nurirjawati.wordpress.com/bout-pharmacy/colap/iodo-iodimetri/ tanggal 4
Mei 2021 pukul 08.25

http://evelyta-appe.blogspot.co.id/2013/06/iodimetri-iodometri.html tanggal 4 Mei


2021 pukul 14.12

Anda mungkin juga menyukai