Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PRAKTEK ANALISA FARMASI

TITRASI REDOKS IODOMETRI

DOSEN PENGAMPU :

Apt, Melzi Octaviani M,Farm

OLEH :

NOVIA RISKY NUR (1801029)

KELOMPOK 1

GRUP A ( Kamis 11.00 -14.00 )

ASISTEN DOSEN :

1. Edo Saputra Azra


2. Hajrah Miranda
3. Syahrul Amin

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGNI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2020
PERCOBAAN IV

TITRASI REDOKS IODOMETRI

1. TUJUAN PRATIKUM
Mahasiswa (pratikan) memahami identifikasi zat dalam suatu sampel serta mampu
menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA

Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat,
arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah
analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan dengan penambahan larutan
iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku.
Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya
titrasi iodometri suatu larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan
iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat. (Rivai, 1995: 98)
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan
bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan
oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. (Khopkar, 2003:
145)
Bagan reaksi :
Ox + 2 I- I2 + red
I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62-
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium yang
berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai. Tetapi
pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan larutan kanji
sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan iodin yang
berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat mendekati titik akhir
titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus iodin yang menyebabkan sukar
lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru sukar hilang, sehingga titik akhir
titrasi tidak terlihat tajam. (Wunas, 1986: 122-123)
Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat
dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif
pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium
sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut
iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih
dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit). (Bassett, 1994: 73)
Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun
indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan
kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan
lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang
biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat. Kepekatan
indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik
seperti metil dan etil alkohol. (Underwood, 2002: 302)
Iodium hanya sedikit sekali larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 oC), namun
sangat mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodium membentuk
kompleks triiodida dengan iodida, dengan tetapan keseimbangan 710 pada 25 oC.
Penambahan KI untuk menurunkan keatsirian dari iod, dan biasanya ditambahkan KI 3-4
% dalam larutan 0,1 N dan kemudian wadahnya disumbat baik-baik dan menggunakan
botol yang berwarna gelap untuk menghindari penguraian HIO oleh cahaya matahari.
(Underwood, 2002: 303)
Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid kuat yang
dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi iodium yang
dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan asam untuk bereaksi
dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan
pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk menghindari galat. Misalnya ion
iodida dioksidai oleh oksigen di udara :
4 H + + 4 I- + O 2 2 I2 + 2 H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral namun lebih cepat dalam larutan asam dan
dipercepat dengan cahaya matahari. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan
(asam) dari suatu zat pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan
dengan udara, karena akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. (Roth,
1988: 271)
Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal karena
dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion hipoiodit yang
merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida, sesuai dengan reaksi :
I2 + O 2 HI + IO-
3 IO- IO3- + 2 I-
dalam keadaan alkali ion-ion ini akan mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat
sehingga titik kesetarannya tidak tepat lagi. Namun pada proses iodometri juga perlu
dihindari konsentrasi asam yang tinggi karena asam tiosulfat yang dibebaskan akan
mengendap dengan pemisahan belerang, sesuai dengan reaksi berikut :
S2O32- + 2 H+ H2S2O3
8 H2S2O3 8 H2O + 8 SO2 + 8 S
Larutan tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakan belerang
akan masuk ke dalam larutan ini dan proses metaboliknya akan mengakibatkan
pembentukan SO32-, SO42- dan belerang koloidal. (Underwood, 2002: 304)
Tiosulfat diuraikan dalam bentuk belerang dalam suasana asam sehingga endapan
mirip susu. Tetapi reaksi tersebut lambat dan tak terjadi jika larutan dititrasikan ke dalam
larutan iodium yang asam dan dilakukan pengadukan yang baik. Iodium mengoksidasi
tiosulfat menjadi ion tetraionat
I2 + 2 S2O32- 2 I- + S4O62-
reaksi ini sangat cepat dan berlangsung sampai lengkap benar tanpa reaksi samping.
Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

a. Titrasi iod bebas.


b. Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida.
c. Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.
d. Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atau subsitusi. (Roth,
1988: 277-279)
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri)
dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium.  Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi
oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak
penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi
oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat.  Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara
sempurna. (Underwood, 2002: 296)

Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas


oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari beberapa unsure-unsur dapat hadir dalam kondisi
oksidator yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak
dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisis titrimetrik dan
penerapn. Penerapannya cukup banyak, iodometri adalah salah satu analisa titrimetrik
yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), dimana zat
ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodine yang
terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat

Oksidasi + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung
digunakana untuk zat indikator tau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodine
atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan larutan
tiosulfat
Reduktor + I2 2I-
Na2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu
yang lama. (Underwood, 2002: 204-205)
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan
suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. (Bassett, 1994:
74)
Sistem redoks ion (triiodida-Iodida)
I3 + 2e 3I-
mempunyai potensial standar besar +0,54 V. Karena itu, Iodin adalah sebuah
pengoksidasi yang juh lebih lemah daripada kalium permanganat. Senyawa serum (IV)
dan kalium dikromat. Dilain pihak, ion iodide adalah agem pereduksi yang termasuk
kuat. Lebih kuat, sebagai contoh dari pada ion Fe (II). Dalam proses analisis, iodin
dipergunakan sebagai agen pengoksidasi (iodimetri). Dapat dikatakan bahwa hanya
sedikit substansi yang cukup kuat sebagai reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin,
karena itu jumlah dari penentuan-penentuan adalah sedikit.(Haeriah,2011)
Kelarutan iodida adalah serupa dengan klorida dan bromide, perak merkuri (I),
merkurium (II) tembaga (I) dan timbal iodida adalah garam-garamnya yang paling
sedikit larut. Reaksi-reaksi ini dapat dipelajari dengan larutan kalium iodide 0,1 M.

Penggunaan metode titrasi dengan iodida-iodium sering dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Titrasi langsung (Iodimetri)
Iodium merupakan oksidator yang sedikit/relative kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi osidasi, iodium akan direduksi menjadi
iodida sesuai dengan reaksi :
I2 + 2e 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil dari pada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung
dengan iodium.
2. Titrasi tidak langsung (Iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebihbesar dari pada
sistem Iodium-Iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator, seperti
CuSO4.5H2O, garam besi (III), dimana zat-zzat oksidator ini direduksi lebih dulu
dengan ICI, dan iodin yang dihasilkan dalam jumlah yang setara ditentukan kembali
dengan larutan baku natrium tiosulfat. (Rohman, 2007: 53-55)
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik
adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium
tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai
standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang
paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium
dari iodida, suatu proses iodometrik. (Underwood, 2002: 294)

3. ALAT DAN BAHAN

1. Alat :
1. Timbangan
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Statif
5. Pipet ukur
6. Ball pipet
7. Labu ukur
2. Bahan :
1. Antalgin
2. Aquadest
3. HCL 0,1 N
4. Iodium 0,1 N
5. Indicator kanji
4. CARA KERJA
A. Pembuatan iodium 0,1 N
1. Larutkan 12,69 g iodium p kedalam larutan 18 g kalium iodide
dalam 100 ml
2. Encerkan dengan air hingga 1000 ml
B. Pembakuan iodium 0,1 N
1. 150 mg arsentrioksida ditimbang seksama, larutkan dalam 20 ml
NaOH 1 N, larutan diencerkan dengan 40 ml air
2. Tambah 2 tts metil jingga dan hcl encer hingga warna kuning
menjadi warna jingga
3. Kemudian tambahkan 2 g natrium bikarbonat diencerkan dengan
50 ml air
4. Titrasi dengan larutan iodium 0,1 N menggunakan indicator kanji
C. Penetapan Kadar
1. Buat larutan sampel 50 ml didalam labu ukur
2. Tambahkan 1 ml HCL 0,1 N, segera titrasi dengan iodium 0,1 N,
menggunakan indicator kanji
3. Sesakli dikocok hingga terbentuk warna biru mantap
5. HASIL

VOLUME IODIUM
V1 6,5 mL
V2 6,7 mL
V3 6,4 mL

Mg = V x N x BE x Fa

6,5 ml x 0,1 x 16,67 x 100/10


= 108,355 mg

Mg = V x N x BE x Fa

6,7 ml x 0,1 x 16,67 x 100/10


= 111,689 mg
Mg = V x N x BE x Fa
6,4 ml x 0,1 x 16,67 x 100/10
= 106,688 mg

6. PEMBAHASAN
Titrasi iodometri dan iodimetri merupakan salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Dalam metode ini lebih banyak digunakan
dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Iodimetri adalah analisa titrimetri
untuk zat-zat reduktor seperti natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan
iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor
dengan penambahan dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan
kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku.
Titrasi secara iodimetri atau titrasi langsung adalah dimana zat pereduksi
langsung dititrasi dengan larutan baku iodium, sedangkan titrasi secara iodometri adalah
iodin di runah ke iodium, lalu iodium yang tebentuk dititrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat. Titrasi iodometri digunakan untuk mengetahui zat oksidator,
sedangkan pada titrasi iodimetri digunakan untuk mengetahui zat reduktor. Titrasi
iodometri dan iodimetri ini adalah dua dari banyak metode titrasi pada titrasi redoks.
Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau
oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor. Prinsip
yang digunakan dalam titrasi redoks adalah reaksi reduksi oksidasi atau dikenal denga
reaksi redoks.
Reaksi redoks sederhana dapat disetarakan dengan mudah tanpa metode khusus.
Akan tetapi untuk reaksi yang cukup kompleks, ada dua metode yang dapat digunakan
untuk meyetarakannnya, yaitu:

1. Metode bilangan oksidasi, yang digunakan untuk reaksi yang berlangsung tanpa
atau dalam air, dan memiliki persamaan reaksi lengkap (bukan ionik).
2. Metode setengah reaksi (metode ion elektron), yang digunakan untuk reaksi
yang berlangsung dalam air dan memiliki persamaan ionik.

Contoh reduktor kuat adalah Li, Na, K dan yang segolongannya sedangkan
contoh reduktor lemah adalah F-. Contoh-contoh reaksi redoks yaitu : Reaksi antara Fe
(II) dan CuSO 4 solusi: Fe + CuSO¬4 + → FeSO4 + Cu (Fe teroksidasi, Cu berkurang).
Oksidasi Fe (II) menjadi Fe (III) oleh hidrogen peroksida dan asam:
2Fe2+ + H2O2 + 2H + → 2 Fe3+ + 2H2O
Oksidasi glukosa menjadi karbon dioksida:
C6 H12 O 6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O
Reaksi antara Kalium Permanganat dan Sodium sulfit:
2 KMnO4 + 3 Na 2 SO 3 + H 2 O → 2 MnO 2 + 3 Na 2 SO 4 + 2 KOH
Reaksi asam dan basa:
3 CU + 8 HNO3 → 3 CuSO 4 + 8 NO (g) + 4 H 2 O

Iodimetri merupakan cara analisa volumetri untuk zat-zat reduktor, seperti natrium
tiosulfat, arsenat, dengan menggunakan larutan baku iodin baku secara langsung, tetapi
dapat juga langsung dengan cara penambahan larutan baku iodin baku berlebihan, dan
kelebihan larutan iodin dititrasi kembali dengan larutan baku tiosulfat.

Iodometri adalah analisa titrimetric untuk zat zat reduktor seperti misalnya natrium
tiosulfat, konjugat dengan mengunakan larutan iodimetri atau secara langsung.
2J- J2+2e
Iodometri juga dapat dilakukan dengan cara penamnbahan larutan iodin, dan
kelebihan iodi titrasi dibagi dengan larutan tiosulfat. Reaksinya:
J2+2Na2S2O3 2NaJ+Na2S4O6

Iodometri adalah analisa nitrimetri secara tidak langsung untuk zat-zat oksidator
seperti garam besi (III), tembaga(II), dan zat-zat indikator ini direduksi lebih dulu dengan
kalium iodida, dan iodi yang dihasilkan dalam jumlah yang setara ditentukan kembali
larutan natrium tiosulfat baku, contohnya seperti tembaga (II) sulfat direaksikan dengan
kalium iodide dengan reaksi sebagai berikut
2CuSO4+4KJ 2CuJ+J2K2SO4
Atau
KJ+HCl J2+H2+KCl
J2+2Na2S2O3 2NaJ+Na2S4O6
Metampiron adalah derivate Pirazolon yang mempunyai efek
analgetika - antipiretika yang kuat. Antalgin adalah derivat
metansulfonat dan amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf
pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan
mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Bekerja secara sentral
pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan
menyembuhkan rheumatic.Analisis kuantitatif merupakan penentuan
kadar suatu senyawa kimia yangterkandung dalam suatu larutan yang
telah diketahui konsentrasinya. Untuk menentukan kadar tersebut
dapat digunakan metode titrasi.

Dalam percobaan ini, penetapan kadar antalgin dilakukan secara


iodimetri. Peratma-tama, praktikan mengambil sampel serbuk antalgin
Selanjutnya melarutkannya ke dalam aquadest sebanyak 50ml.
Selanjutnya praktikan membuat larutan HCl dengan cara mengambil
HCl sebanyak 1 ml dan dilarutkan dengan aquadest hingga mencapai
100 ml. Praktikan menggojok larutan tersebut hingga homogen dan
mengambil 10 ml dari larutan tersebut untuk dititrasi dengan I2. Hal ini
dilakukan agar antalgin dapat dinaikkan keasamannya hingga dapat
dititrasi. Telah diketahui bahwa dalam metode titrasi, larutan yang
diuji akan ditetesi dengan menggunakan larutan yang merupakan
kebalikan dari asam-basanya. Untuk itulah perlu dinaikkan keasaman
dari larutan antalgin tersebut.

Setelah serbuk antalgin dilarutkan, maka indicator kanji 0,5%


diteteskan sebanyak 3 kali, tidak perlu terlalu banyak agar tidak
mempengaruhi volume larutan antalgin. larutan kanji sebagai
indikator. Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun
indikator kanji yan gdigunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena
larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator
yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet.
Kepekaan indicator juga berkurang dengan naiknya temperature
dan oleh beberapa bahan organic seperti metil dan etil alcohol.
Keunggulan pada pemakaian kanji ini, yaitu bahwa harganya murah,
namun terdapat beberapa kelemahan, yaitu :

a. Bersifat tidak dapat larut dalam air dingin


b. Ketidakstabilan suspensinya dalam air
c. Dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut
dalam air sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam
titrasi.

Apabila perbuhan warna menjadi biru stabil telah terjadi pada saat
titrasi, maka itu menandakan bahwa antalgin telah habis bereaksi dan
titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam
larutan kanji terdapat unit-unit glukosa membentuk rantai heliks
karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini
dapat menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul
iodium yang dapat masuk kedalam spiralnya, sehingga menyebabkan
warna biru tua pada kompleks tersebut.

Pada praktikum didapatkannya volume titrasi 6,5 6,4 dan 6,7 lalu
dihitung kadar pada tiap-tiap pengujian, untuk berat molekul dari
antalgin adalah 16,67. Pada percobaan pertama didapatkan kadarnya
sebesar 108,355 mg dan pada percobaan kedua 111,689 mg pada percobaan
ketiga 106,688 mg.
7. KESIMPULAN
1. Titrasi secara iodimetri atau titrasi langsung adalah dimana zat pereduksi langsung
dititrasi dengan larutan baku iodium.
2. Titrasi secara iodometri adalah iodin di runah ke iodium, lalu iodium yang tebentuk
dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
3. Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau
oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor.
4. Pada percobaan pertama didapatkan kadarnya sebesar 108,355 mg
dan pada percobaan kedua 111,689 mg pada percobaan ketiga
106,688 mg
5. Sampel yang di gunakan adalah Metampiron (Antalgin)
6. Indikator yang digunakan Indikator kanji/Amylum

7. DAFTAR PUSTAKA

Basset J. dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Penerbit

Buku kedokteran EGC: Jakarta,1994.

Haeriah.,S.Si., Penuntun Praktikum Kimia Analisa. UIN Alauddin: Makassar, 2011.

Khopkar S. M. . Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta, 2003.

Rivai, Harrizal, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press: Jakarta,

1995.

Rohman., Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar : Yogyakarta, 2007.

Roth, J., Blaschke, G., Analisa Farmasi, UGM Press: Yogyakarta, 1988.

Sudjaji. Kimia Farmasi Analisis . Pustaka pelajar: Yoyakarta, 2007.

Underwood, A.L., Day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Edisi VI, Erlangga:
Jakarta, 2002.

Wunas, J., Said, S., Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif, UNHAS: Makassar, 1986.

Anda mungkin juga menyukai