PENDAHULUAN
Dalam makalah ini, dibahas mngenai metode titrimetri yakni oksidimetri yang
didasarkan pada rekasi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Dimana spesi
reduktor juga dibagi lagi menjadi bebrapa jenis reduktor sesuai senyawa
pereduksinya. Reduktor tersebut meliputi cesium, kalium permanganat, dikromat
dan sebagainya. Sehingga pembahasan kali ini akan dispesifikkan pada satu jenis
reduktor yakni dikromat. Metode titrasi menggunakan dikromat disebut sebagai
kromatometri. Selanjutnya akan dibahas lebih rinci mengenai prinsip kromatometri,
titrasi, standardisasi beserta perhitungannya dan aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
1.2. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Pada reaksi tersebut ion kalium dikromat mengalami reduksi menjadi ion
krom(III), sedangkan ion besi(II) mengalami oksidasi menjadi ion besi(III).
Kalium dikromat dapat digunakan untuk penentuan zat oksidator yang lain
melalui titrasi balik. Caranya dengan menambahkan sejumlah tertentu besi(II)
berlabih selanjutnya menitrasi kelebihan besi(II) tersebut dengan kalium dikromat.
Contoh oksidator yang dapat ditentukan dengan titrasi bikromatometri antara lain
nitrat (NO3-), klorat (ClO3-), dan hydrogen peroksida (H2O2), (Pursitasari, 2014).
Mol dan ekivalen merupakan satuan berat zat terlarut dalam suatu larutan.
Yang dinyatakan dalam satuan konsentrasi molaritas (M) dan normalitas N).
molaritas menggambarkan jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan (1 M = 1
mol/L), sedangkan nrmalitas menggambarkan jumlah ekivalen zat terlarut perliter
larutan (1 N = 1 ek/L), (Ibnu, 2005).
2.3 Preparasi dan Strandardisasi Standar Kalium Dikromat 0,1 N
Larutan standar adalah larutan yang disiapkan dengan cara menimbang secara
tepat atau akurat suatu zat yang memiliki kemurnian tinggi dan melarutkannya
dengan jumlah pelarut dalam labu takar.
a. Tujuan
1. Membuat larutan standar kalium dikromat dengan benar
2. Dapat melakukan prosedur standardisasi larutan
3. Mengetahui sifat bahan kalium dikromat
b. Teori
Aplikasi penting metode kromatometri adalah penetapan besi
dalam bijih, slag(ampas biji), dan alloy. Ketika sampel tersebut
dilarutkan, besi biasanya diperoleh dalam bentuk ion Fe3+, sehingga
harus direduksi menjadi Fe2+ sebelum dilakukan proses titrasi. Proses
reduksinya dapat dapat dilakukan dengan menggunakan larutan SnCl2
diikuti dengan penghilangan kelebihan SnCl2 dengan HgCl2.
2 Fe3+ + Sn2+ 2 Fe2+ + Sn2+
2 HgCl2. + Sn2+ Hg2Cl2. + Sn2+ + 2Cl-
Hg2Cl2 walaupun reduktor, tidak membahayakan karena merupakan
endapan dan bila dioksidasi akan berlangsung secara lambat.
Selain itu besi juga sering direduksi dengan logam atau amalgam. Zat
pereduksi yang yang paling sering digunakan adalah logam seng, yang
bereaksi dengan Fe3+ sebagai berikut.
Pada aplikasi penentuan besi dalam bijih besi, setelah dilarutkan Fe3+
direduksi dengan prosedur rutin, Fe3+ selanjutnya dititrasi dengan
bikromat dengan reaksi sebagai berikut.
- Diambil 6 gram
- Ditumbuk hingga halus (menjadi serbuk) pada lumpang
penumbuk
- Dipanaskan serbuk tersebut dalam oven pada suhu 140°-150°C
selama 30-60 menit
- Ditimbang 4,9 gram kalium dikromat kering dalam botol
- Dipindahkan kedalam labu takar 1000 mL dengan bantuan
corong saring
- Dilarutkan dengan menambahkan aquades hingga tanda batas
- Diaduk hingga homogen
a. Tujuan
1. Melakukan prosedur penentuan kadar besi dala sampel larutan
b. Alat dan Bahan
Alat : pipet volume 25 mL, erlenmeyer, buret.
Bahan : larutan standar bikromat 0,1 N, indikator natrium difenil
sulfonat dan asam N-fenilantranilat, asam sulfat encer, asam
fosfat pekat.
c. Prosedur
Besi(II) dalam larutan
(1) Untuk penggunaan indikator natrium difenil sulfonat
Larutan sampel
Diambil sebanyak 25 mL dengan pipet volume
Dipindahkan ke dalam Erlenmeyer untuk dititrasi dengan
larutan standar bikromat 0,1 M
Ditambahkan 8 tetes indikator
Ditambahkan kira-kira 200 mL asam sulfat 2,5%
Ditambahkan 5 mL asam fosfat 85%
Dititrasi dengan larutan standar bikromat secara pelan-pelan
dengan pegadukan secara konsisten
Dihentikan titrasi menjelang titik akhir titrasi saat muncul warna
hijau kebiru-biruan atau biru keabu-abuan.
Diteruskan titrasi tetes demi tetes dengan jarak antartetes
beberapa detik hingga penetesan menimbulkan pewarnaan ungu
atau biru-ungu yang pekat, yang tidak berubah dengan
penggojogan dan penambahan larutan bikromat tidak
berpengaruh lagi pada warna larutan.
Hasil
Larutan sampel
Diambil sebanyak 25 mL dengan pipet volume
Dipindahkan ke dalam Erlenmeyer untuk dititrasi dengan
larutan standar bikromat 0,1 M
Ditambahkan indikator sebanyak 0,5 mL
Ditambahkan 200 mL asam sulfat 1 M
Dititrasi dengan larutan standar bikromat 0,1 N hingga terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi merah-ungu.
Hasil
Pembahasan:
Ilustrasi
0,4891gram biji besi
+ 36,92 mL K2Cr2O7 = 0,0215M
dilarutkan dengan HCl
+ Zn(Hg) Fe2+,
Fe2+, Fe3+ Fe2+
Persamaan reaksi
x mol 6x mol
6x mol 6x mol
Perhitungan
1
x mol = 6 4,7628 mmol = 2,3814 mmol
= 0,3803 mol
0,3803 gr
% b/b Fe2O3 =0,4891 gr x 100% = 77,8%
Pembahasan:
1 mol 6 mol e-
1
1 mol ekivalen = 6 mol Cr2O72-
Perhitungan
294,18 gr
1 mol Cr2O72- = 294,18 gr/mol
1
maka, massa ekivalen = 6 massa molekul (Mr) Cr2O72-
1
= 6 294,18 gr = 49,03 gram
Pembahasan:
Ilustrasi
+48,8 mL Na2S2O3 0,1 N
KI berlebih
K2Cr2O7 I2
,
Persamaan reaksi
x mol ek.
Perhitungan
1
= 6 294,18. 4,88
= 239,7707 mg = 0,239 g
Pembahasan:
Persamaan reaksi
6x mol x mol
Perhitungan
3,402 g 3,402 g
y mol = 6x mol = 𝑀𝑟 FeSO4.7H2O = 278 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,012 mol
1
x mol = 6 0,012 mol = 0,002 mol
0,588 g
V K2Cr2O7 = = 0,588 liter
23 𝑔/𝑙
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Daftar Pustaka:
Underwood, A.L & Day, R.A. 1990. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Widodo, Setyo.D & Lusina, Ariadi.R. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta:
GRAHA ILMU