IODIMETRI
B. Pembahasan
1. Teori umum iodemetri
Iodimetri merupakan metode titrasi atau volumetri yang pada penentuan atau
penetapan berdasar pada jumlah I (Iodium) yang bereaksi dengan sampel atau terbentuk
dari hasil reaksi antara sampel atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan ion
iodide (I). (Sembiring & Siregar, 2020).
Metode ini tergolong titrasi langsung, berbeda dengan metode iodometri yang
sama-sama menggunakan I2 sebagai dasar penetapannya. Iodimentri termasuk titrasi
redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam reaksi redoks umumnya yang harus selalu
ada oksidator dam reduktor, sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya
(melepaskan electron), maka harus ada suatu unsure yang bilangan oksidasinya
berkurang atau turun (Menangkap electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator
atau reduktor saja. Dalam metode analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2
tereduksi menjadi ion iodide, dengan kata lain I2 bertindak sebagai oksidator dengan
reaksi :
I2+ 2e- → 2l-
Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya adalah
kanji atau amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat mengetahui titik
akhir titrasi akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (disperse koloidal) kanji.
Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I2 -Amilum. Titrasi iodimetri dilakukan
1
2
dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah dan basa lemah. pH tinggi (basa
kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoidat.
2+ 2OH-IO3- + I-+ H2O
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).
Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara
langsung dengan iodium, maka jumlah penentuan penentuan iodimetrik adalah sedikit,
akan tetapi banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan
ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembahasan iodium
yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Fitriana & Fitri, 2020).
Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan
ion standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Fitriana & Fitri, 2020).
2. Prinsip Iodimetri
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metode penentuan atau penetapan
kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan
sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida. Iodimetri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar (Sembiring & Siregar, 2020).
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat– zat yang potensial
oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan
teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa
pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif
pada titik ekivalennya.
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan
menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu :
a. Iodimetri metode langsung bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan
baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat (Sembiring &
Siregar, 2020).
b. Iodimetri metode residual (titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan
baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan
3
larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit
(Harefa et al., 2020).
Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi,
namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai
unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-
penentuan iodimetrik adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang cukup kuat
sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan
potensial reduksi yang jauh lebih rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III),
sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan
iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen
trivalen atau stibium trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga
tetap netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini potensial reduksi dari zat
pereduksi adalah minimum atau daya mereduksinya adalah maksimum (Harefa et al.,
2020).
3. Perhitungan Iodimetri
Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem
yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini :
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah), sehingga hanya
zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang
digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir
penitaran .
I2 + 2 e- → 2 I-
warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod.
Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam dari pada dalam larutan netral
dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Fitriana & Fitri, 2020).
Molekul iod diukat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji.
Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka
akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit
dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan
Mr= 50.000–1.000.000. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens
sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga
memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti
karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam
mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini
kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator. Kanji bereaksi dengan iod,
dengan adanya iodida membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat, yang
akan terlihat pada konsentrasi-konsentrasi iod yang sangat rendah. Kepekaan reaksi
warna ini adalah sedemikian rupa sehingga warna biru akan terlihat bila
konsentrasi iod adalah 2 x 10-5 M dan konsentrasi iodida lebih besar dari pada 4 x
10-4 M pada 20oC. Kepekaan warna berkurang dengan naiknya temperatur larutan.
Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang sangat asam karena akan terjadi
hidrolisis pada kanji itu sendiri. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa
harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i)
bersifat tidak dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam
air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air,
sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi (karena itu, dalam
titrasi iod larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelum titik
akhir, ketika warna mulai memudar). Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat
dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut
yang digunakan (Underwood & Day,1998).
Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga
biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi amilum yang dipakai sebagai
indikator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I -) yang dihasilkan
dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan
H+ dari asam.
6
4. Larutan Standar
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodimetri adalah
natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk
waktu yang lama (Underwood & Day,1998).
7
8
8
E. Kesimpulan
Dari bab pembahasan di atas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud Titrasi Iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi
oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan
dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stokiometri yang
sederhana pelaksanaannya, praktis dan tidak banyak masalah dan mudah. Iodimetri adalah
jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak langsung.
9
F. Daftar Pustaka
Fitriana, Y. A. N., & Fitri, A. S. (2020). Analisis Kadar Vitamin C pada Buah Jeruk Menggunakan
Metode Titrasi Iodometri. Sainteks, 17(1), 27. https://doi.org/10.30595/sainteks.v17i1.8530
Harefa, N., Feronika, N., Kana, A. D., Hutagalung, R., Chaterine, D., & Bela, Y. (2020). Analisis
Kandungan Vitamin C Bahan Makanan dan Minuman dengan Metode Iodimetri. Science
Education and Application Journal, 2(1), 35. https://doi.org/10.30736/seaj.v2i1.194
Nasution, Sherlina Elvina. (2018). Analisis Dan Perbandingan Kadar Vitamin C pada Buah
Srikaya (Annona squamosa L.) dan Buah Sirsak (Annona muricata L.) Secara Titrasi
Volumetri Dengan 2,6-Diklorfenol Indofenol. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Medan
Sembiring, B. M., & Siregar, A. P. (2020). Penetapan Kadar Vitamin C Pada Beberapa Jenis Cabe
(Capsicum Annum L.) Dan Paprika (Capsicum Annum L. Var. Grosum) Dengan Metode
Titrasi Iodimetri. Jurnal Penelitian Farmasi & Herbal, 2(2), 22–30.
https://doi.org/10.36656/jpfh.v2i2.219
Underwood, Day JR. (1998). Analisis Farmasi ed II. Buku Kedokteran. Jakarta. Hal 85-86
10
11