Anda di halaman 1dari 35

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

TITRASI IODIMETRI : STANDARISASI Na2S2O3 ±0,1N DAN


APLIKASI PADA PENENTUAN KADAR ASAM ASKORBAT
DALAM VITAMIN C “XonCe”

Eryna Dwi Trisviati


18030194083
PKA 2018

PRODI S1 PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan
dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan dipilihnya metode ini
karena perbandingan stokiometri yang sederhana pelaksanaannya, praktis dan
tidak banyak masalah dan mudah.

Iodimetri adalah jika titrasi terhadap zat-zat reduktor dengan titrasi


langsung dan tidak langsung. Dilakukan percobaan ini untuk menentukan kadar-
kadar zat oksidator secara langsung, seperti kadar yang terdapat pada serbuk
vitamin C.

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-
zat yang mengandung oksidator, misalnya Cl2, Fe(III), Cu(II) dan sebagainya.
Sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.

Titrasi redoks didasarkan pada pemindahan elektron titran dan analit. Jenis
titrasi ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun pewarna yang
mengubah warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan.

Potensial reduksi adalah suatu ukuran seberapa menguntungksannya


secara termodinamik bagi suatu senyawa untuk mendapatkan electron. Nilai
positif yang tinggi untuk suatu potensial reduksi menunjukkan bahwa suatu
senyawa mudah tereduksi sehingga merupakan bahan pengoksidasi kuat, yaitu
senyawa yang menghilangkan electron dari zat-zat dengan potensial reduksi yang
lebih rendah.

Suatu zat dengan potensial reduksi yang lebih tinggi akan mengoksidasi
zat yang potensial reduksinya lebih rendah. Perbedaan potensial antara dua zat
merupakan potensial reaksi dan lebih kurang merupakan perbedaan potensial yang
akan diukur jika zat tersebut terdiri atas dua setengah dari suatu sel listrik.
Contohnya I2 akan mengoksidasi Br- dengan mengikuti persamaan berikut ini :

Cl2 + 2 Br-  2 Cl+Br2

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena zat


organik dan zat anorganik dapat ditemukan dengan cara ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara membuat dan menentukan standarisasi larutan I2?
2. Bagaimana cara menentukan kadar asam askorbat pada vitamin c ?
1.3 Tujuan
1 Membuat dan menentukan standarisasi larutan I2
2 Menentukan kadar asam askorbat pada vitamin c
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Iodometri dan Iodimetri


Titrasi-tirasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara
titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk
mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat
berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi
yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung
(iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).
(Harjadi, 1990)
Dasar reaksi titrasi oksidimetri ialah reaksi oksidasi-reduksi antara zat
penitrasi dan zat yang dititrasi. Dalam titrasi oksidimetri meliputi dua titrasi yaitu
titrasi permanganometri (melibatkan senyawa KMnO4) dan titrasi iodo-iodimetri
(melibatkan ion I-). Titrasi iodo-iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Metode titrasi langsung dinamakan
iodimetri mengacu kepada titrasi dengan suatu iod standar. Sedangkan metode
titrasi tak langsung dinamakan iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod
yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
(Underwood,1992)
Larutan I2  digunakan untuk mengoksidasi reduktor  secara kuantitatif pada
titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena
I2 merupakan oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi
samping dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan
penyimpangan hasil penetapan.
(Underwood, 1992)

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka
titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran, hal ini
disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang
dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi
yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa iodida umumnya
KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I 2.
I2 yang terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan.
Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat
(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator amilum, jadi
perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini tepat
hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah
sebagai berikut:
IO3-  + 5 I-  + 6H+   3I2  + H2O
I2 + 2 S2O32-  2I- + S4O62-
Jadi, prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-
mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan
dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Oksidator + KI →  I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor)
langsung dititrasi dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan standardnya.

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan


suatu larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion
tri-iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iod
seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:
I3- + 2S2O32-  3I- + S4O62-
akan lebih akurat daripada:
I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-
(Bassett, 1994)
Larutan standar yang umum digunakan dalam proses iodometri adalah
natrium thiosulfat. Natrium tiosulfat biasanya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.
5H2O dan larutan-larutannya distandarisasi terhadap sebuah larutan primer.
Larutan-larutan tersebut tidak stabil dalam jangka waktu lama, sehingga boraks
atau natrium karbonat sering ditambahkan sebagai bahan pengawet.
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :
I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-
Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan.
Berat ekivalen dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekularnya, 248,17; karena satu
elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi
secara parsial menjadi sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O  8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat
tidak muncul, terutama jika iodin digunakan sebagai titran. Banyak agen
pengoksidasi kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat, dan garam serium
(IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.

Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung,


tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar
primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang
paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan
penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan
iodium dari iodida, suatu proses iodometrik. (Underwood, 1992)

Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes


larutan I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan warna
kuning muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak
berwarna I2- dapat berfungsi sebagai indikator. Warna dari larutan iodin 0,1 N
cukup intens, sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya
sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat
pelarut, seperti karbon tetraklorida dan kloroform, dan terkadang kondisi ini
digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Namun demikian, suatu larutan
(penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan, karena warna biru gelap
dari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai tes yang sensitif untuk iodin.

(Underwood, 1992)

2.2 Aplikasi Titrasi Iodimetri

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178 dengan


rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190 –
192oC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau alcohol yang
mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam chloroform, ether,
dan benzene. Dengan logam membentuk garam. Pada pH rendah vitamin C lebih
stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih apabila
terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat aksidase, sinar, dan temperature yang
tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak
ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam
dihidroaskorbat.

Penentuan
vitamin C
dapat
dikerjakan
dengan titrasi
iodimetri.
Titrasi
iodimetri
merupakan titrasi langsung berdasarkan reaksi redoks yang menggunakan larutan
baku I2 untuk mengoksidasi analatnya. Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu
kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat
dititrasi. Indikator yang digunakan ialah amilum, dengan perubahan dari tak
berwarna menjadi biru. Harga vitamin C (asam askorbat) sering ditentukan
kadarnya dengan titrasi ini. Vitamin C dengan iod akan membentuk ikatan dengan
atom C nomer 2 dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang.

(Harjadi,1990)
Amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud
bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Amilum sering disebut juga dengan sebutan
“pati”. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka
panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang
penting.

(Poedjiadi, 1994).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

Nama Alat Ukuran Banyak


1. Timbangan/neraca - 1 buah
2. Kaca arloji - 1 buah
3. Labu ukur 100 mL 1 buah
4. Buret 50 mL 1 buah
5. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
6. Gelas ukur 10 mL 1 buah
7. Gelas kimia 50 mL 1 buah
8. Pipet tetes - 5 buah
9. Corong - 1 buah
10. Botol semprot - 1 buah
11. Statif dan Klem - 1 buah
12. Mortar dan Alu - 1 buah

3.2 Bahan

- Na2S2O3. 5H2O 25 gram


- Larutan Standar I2 secukupnya
- Aquades Secukupnya
- HCl 4N
- Indikator amilum 5 mL
- Vitamin C 3 tablet
- KI 20%
- KIO3- 0,375 gram
3.3 Prosedur

1. Pembuatan dan penentuan ( standarisasi ) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N


 Penentuan ( standarisasi ) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N dengan kalium iodidat
sebagai bahan baku

Pembuatan larutan baku kalium iodidat ± 0,1 N. Timbanglah dengan teliti ±


0,357 gram kalium iodidat dan pindahkan ke dalam labu ukur 100 ml. Larutkan
dengan air suling dan encerkan sampai tanda batas. Kocok dengan baik sampai
larutan tercampur sempurna.

Bilas dan isi buret dengan larutan natrium tiosulfat ± 0,1 N. Pipet dengan pipet
seukuran 10 ml larutan KIO3 ± 0,1 N masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
Tambahkan 2 ml larutan KI 20% dan 2,5 ml HCl 4 N. Iod yang dibebaskan
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna menjadi kuning muda, kemudian
ditambahkan kanji dan titrasi terus sampai warna biru hilang. Baca dan catat
angka pada buret saat awal dan akhir titrasi, tentukan dan catat volume larutan
Na2S2O3 yang digunakan dalam titrasi. Hitung konsentrasi larutan Na2S2O3.

Ulangi titrasi 3 kali menggunakan volume larutan Na2S2O3 yang sama. Hitung
konsentrasi larutan Na2S2O3 rata-rata.

 Penentuan ( standarisasi ) larutan I2 ± 0,1 N dengan Na2S2O3 sebagai baku


Dilanjutkan dengan standarisasi I2 dengan larutan Na2S2O3 sebagai baku. Langkah
pertama yaitu diambil 10 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL
larutan I2. Kemudian, dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning pudar.
Lalu, ditambahkan indikator amilum hingga warna berubah menjadi biru
kehitaman. Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna
menjadi tidak berwarna atau warna biru kehitaman benar-benar hilang. Kemudian,
dihitung konsentrasi I2 dan titrasi diulangi 3 kali percobaan. Dihitung rata-rata
konsentrasi I2.

2. Penentuan kadar asam askorbat dalam vitamin C merk XonCe


Timbanglah dengan tepat 3 tablet vitamin C merk XonCe. Selanjutnya,
dihaluskan dan ditimbang 0,5 gram dan dimasukkan disetiap erlenmeyer 250 ml.
Larutkan 50 ml air menggunakan pengaduk. Tambahkan 5 ml indikator kanji,
kemudian titrasi dengan standar I2 sampai munculnya warna biru tua yang
pertama yang bertahan sekurangnya 1 menit. Ulangi 3 kali dan hitung berapa
milligram kadar asam askorbat pertablet.
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan
No. Perc. Prosedur Percobaan Dugaan/Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Penentuan (standarisasi) larutan  KIO3 :  KIO3 + Berdasarkan hasil
 KIO3 (s) + H2O (l) →
Na2S2O3 ±0,1N dengan Kalium Iodat serbuk putih aquades : percobaan,
KIO3 (aq)
(KIO3) sebagai baku  Aquades : larutan tak diperoleh
 KIO3 (aq) + 5KI (aq) +
0,357 gram KIO3 larutan tak berwarna konsentrasi rata-rata
6HCl (aq) → 3I2 (aq) +
berwarna  KIO3 + KI : larutan Na2S2O3
Dipindahkan ke labu ukur 6KCl (aq) + 3H2O (l)
100mL  HCl 4N : larutan tak sebesar 0,054 N
Dilarutkan dengan air suling  IO3 + 5I + 6H → 3I2
- - +
larutan tak berwarna
Diencerkan sampai tanda + 3H2O
batas berwarna KIO3 + KI +
Dikocok hingga homogen  I2 (aq) + Na2S2O3 (aq)
 KI 20% : HCl :
→ 2NaI (aq) + Na2S4O6
larutan larutan
(aq)
berwarna coklat
Larutan KIO3 ±0,1N  2S2O32- + I2 → S4O62- +
kuning kekuningan
2I-
 Na2S2O3 :  KIO3 + KI +
Larutan KIO3 ±0,1N
Dipipet 10 mL larutan KIO3
±0,1N
Dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250mL
Ditambahkan 2mL larutan KI
Ditambahkan 1mL HCl 4N

Coklat Kekuningan

Dititrasi dengan larutan Na2S2O3


±0,1N
Dihentikan sampai terjadi
perubahan warna larutan tak HCl +
Dugaan :
Kuning Muda berwarna Na2S2O3 :

Ditambahkan 1mL kanji  Indikator larutan Perubahan warna yang


amilum berwarna terjadi saat dititrasi
Biru Tua
(kanji) : kuning dengan Na2S2O3 adalah
Dititasi hingga warna biru pudar
larutan keruh kuning pudar dan setelah
hilang
 + indikator ditambahkan amilum
Tidak Berwarna
amilum : akan berubah menjadi
larutan biru kehitaman. Dan jika
kebiruan dititrasi kembali menjadi
kehitaman larutan tidak berwarna.
 Pada titik
akhir titrasi :
larutan tidak
berwarna
 Titrasi
dengan V
Na2S2O3
 V1 = 18,2
mL
 V2 = 18,5mL
 V3 =
18,8mL

2. Penentuan (standarisasi) larutan I2  Larutan I2 :  Larutan Perubahan warna yang Berdasarkan hasil
10mL Na2S2O3 berwarna Na2S2O3 + terjadi saat dititrasi percobaan,
Dimasukkan ke Erlenmeyer coklat Amilum : dengan Na2S2O3 adalah diperoleh
250mL kuning pudar dan setelah konsentrasi rata-rata
kehitaman larutan tidak
Ditambah 2mL indikator amilum
Dititrasi dengan I2 sampai  Indikator berwarna ditambahkan amilum larutan I2 sebesar
berwarna biru kehitaman kanji  Na2S2O3 + akan berubah menjadi 0,1191 N.
(amilum) : indikator biru kehitaman dan jika

Biru Kehitaman keruh amilum+ I2 : dititrasi kembali menjadi


 Larutan larutan larutan tak berwarna
Na2S2O3 : berwarna
tidak coklat
berwarna  Titrasi
Biru Kehitaman
Dihitung volume I2 yang
digunakan
Dihitung konsentrasinya
Diulangi sebanyak 3 kali
dengan I2
V1 = 22,1 mL
V2 = 22,2mL
V3 = 21.9mL

3. Penentuan kadar asam askorbat dalam  Vitamin C :  Vitamin C +  I3- (aq) + 2e- ↔ 3I-(aq) Berdasarkan hasil
Vitamin C “XonCe” padatan aquades :  C6H6O6 + 2H+ + 2e- → percobaan,
0,5 gram XonCe berwarna larutan C6H8O6 diperoleh kadar
kuning berwarna  C6H8O6 + I2 → C6H6O6 asam askorbat
Dimasukkan ke Erlenmeyer
250mL  Aquades : kuning +2I- + 2H+ dalam vitamin C,
Dilarutkan dalam 50mL air larutan tidak  Vitamin C + yaitu dalam Xon-C
Ditambah 2mL indikator amilum
Dititrasi dengan standar I2 berwarna aquades + Dugaan : perubahan lemon sebesar
 I2 : larutan amilum : warama dari kuning 23,91% atau setara
berwarna larutan muda menjadi biru dengan 119,55 mg
Larutan Berwarna Biru Tua coklat berwarna kehitaman. pertablet.
kehitaman kuning (Day and Underwood
 Indikator  Pada titik 1986)
kanji akhir titrasi,
(amilum) : setelah
Larutan Berwarna Biru Tua
keruh ditambah I2,
Dihitung volume standar I2 yang
larutan
digunakan
Diulang sebanyak 2 kali menjadi
Dihitung kadar asam askorbat berwarna
Diulang sebanyak 2 kali
biru tua
 Volume
Kadar Rata-rata Asam Askorbat
titrasi
dengan I2
V1 = 11,5mL
V2 = 11,3mL
V3 = 11,7 mL
4.2 Analisis dan Pembahasan

1. Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ± 0,1 N dengan KIO3 baku

Praktikum untuk menentukan konsentrasi larutan Na2S2O3 ± 0,1 N termasuk


pada titrasi iodometri tak langsung yang merupakan titrasi terhadap larutan analit
dengan larutan natrium tiosulfat sebagai larutan standar (titran) menggunakan
indikator amilum, dimana oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan
ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai, selanjutnya Iodium dibebaskan
secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan standar atau asam. Titrasi Iodometri
ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer elektron.

Pada praktikum titrasi oksidimetri untuk menentukan konsentrasi larutan


Na2S2O3 ± 0,1 N, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang KIO 3 0,375
gram dengan menggunakan neraca analitik. Lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL dan dilarutkan dengan air suling serta diencerkan sampai tanda batas.
Kemudian dikocok sampai larutan tercampur dengan sempurna. Reaksi yang
terjadi yaitu:

KIO3 (s) + H2O(l)  KIO3 (aq)


Langkah selanjutnya yaitu membilas dan mengisi buret dengan larutan
natrium tiosulfat ± 0,1 N. Setelah terbentuk larutan KIO 3 ± 0,1 N, pipet dengan
pipet gondok sebanyak 10 mL. Kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL.
Lalu ditambahkan 2 mL larutan KI 20% dan 2,5 mL HCl 4 N. Iod yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna menjadi
kuning muda. Perubahan warna KIO3 menjadi kuning pudar disebabkan
berkurangnya I2 karena adanya titrasi dengan Na2S2O3 yang menyebabkan
pembebasan iod. Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) ,
sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat menitrasi.
Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada
titik akhir penitaran .

Reaksi I

2IO3-(aq) +12H++10e-I2(aq) + 6H2O(l) x1


2I-(aq) I2(aq)+2e- x5
2IO3- (aq) +12H++10e- I2(aq) + 6H2O(l)
10 I-(aq) 5I2(aq) +10e-
-
2IO3 (aq) 2H++10 I 6I2(aq) +6H2O(l)
- +1 -

Reaksi II
I2(aq) +2e-  2I-(aq)
2S2O32- (aq)  S4O62- (aq) + 2e-
-
2-
I2(aq) +2S2O3 (aq) 2I (aq) + S4O62- (aq)
-

Reaksi antara Iod dengan amilum membentuk kompleks iod-amilum yang


berwarna biru gelap. Pada waktu penambahan titran ion tiosulfat, maka kompleks
iod-amilum pecah, sehingga ketika Iod habis, maka warna biru tadi akan hilang.
Pada saat inilah titrasi harus segera dihentikan.

I2 + Amilum  →   Iod-Amilum (biru)


Iod Amilum + S2O3+  → warna hilang (tak berwarna)

Pada titrasi ini ditambahkan HCl untuk menambahkan suasana asam pada
larutan, agar stoikiometri dapat berjalan. Selain itu reaksi oksidasi tiosulfat
menjadi sulfat dalam kondisi basa dan netral, bereaksi pada suasan asam. Tidak
hanya penambahan HCl saja, melainkan dilakukan penambahan larutan KI yang
bertujuan untuk membebaskan iod berlebih agar KIO3 berubah menjadi produk.
Selain itu, KI juga dapat melarutkan iodin, karena sifatnya yang non polar.
Didapatkan volume larutan natrium tiosulfat pada titrasi menggunakan
rumus perhitungan :
Konsentrasi KIO3 = Konsentrasi Na2S2O3
N KIO3 x V KIO3 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3

Diperoleh konsentrasi Na2SO3 pada percobaan tirasi yang diulang tiga kali. Pada
titrasi pertama diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 18,2 mL, pada titrasi kedua
diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak 18,5 mL dan pada titrasi ketiga diperoleh
volume Na2S2O3 sebanyak 18,8 mL. Kemudian dihitung rata-rata konsentrasi
Na2S2O3 dalam normalitas yang telah menghitung menggunakan rumus diatas
sebesar 0,054 N.

2. Penentuan (Standarisasi) Larutan I2 ± 0,1N dengan Na2S2O3 sebagai


baku

Pada percobaan yang kedua penentuan standarisasi larutan I2 ± 0,1 N


dengan Na2S2O3 sebagai baku menggunakan titrasi iodimetri merupakan titrasi
langsung terhadap larutan analit dengan larutan iodin (I2) sebagai larutan standar
(titran) iodin (I2) sukar larut dalam air dan digunakan untuk mengoksidasi
reduktor secara kuantitatif pada titik ekivalen.menggunakan indikator
amilum.pada titrasi iodimetri penambahan indikator amilum pada saat awal
penitaran. Langkah pertama masukkan 10 ml larutan Na 2S2O3 ke dalam labu
erlenmeyer ukuran 250 mL menggunakan pipet seukuran. Larutan Na2S2O3
dimasukkan kedalam buret untuk membilasnya, lalu dimasukkan kedalam buret
sampai tanda batas nol. Setelah itu dititrasi hingga larutan berubah warna menjadi
kuning pudar, setelah larutan berubah warna lalu ditambahkan larutan kanji atau
amilum sebanyak 2mL. Hitung tetesan yang digunakan hingga larutan berubah
warna menjadi biru, setelah itu dititrasi kembali hingga larutan menjadi tidak
berwarna. Lalu catat volume Na2S2O3 yang digunakan dan hitung konsentrasinya.
Berikut reaksi yang terjadi :
2Na2S2O3 (aq) + I2(aq)  2NaI (aq) + Na2S4O6(aq)
2SO32- → S4O62- + 2e-
I2 + 2e- → 2I-
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2I-
Titrasi dilakukan dengan 3 kali pengulangan dan diperoleh volume I2 pada
tiap titrasi sebanyak Pada proses titrasi pertama diperoleh volume Na2S2O3
sebanyak 22,1 mL, pada proses titrasi kedua diperoleh volume Na2S2O3 sebanyak
22,2 mL dan pada titrasi ketiga volume Na2S2O3 yaitu sebanyak 22,9 mL. Dalam
penentuan normalitas I2 dapat dicari melalui perhitungan sebagai berikut :
Konsentrasi I2 = Konsentrasi Na2S2O3
N I2 x V I2 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3
sehingga memperoleh konsentrasi I2 dari perhitungan masing-masing yaitu
0,1193 N, 0,1198 N, dan 0,1182 N sehingga normalitas rata-rata I2 dari ketiga
proses titrasi sebanyak 0,1191 N.

2. Aplikasi Penentuan kadar asam askorbat dalam vitamin C merk XonCe

Pada percobaan aplikasi langkah pertama yaitu menimbang dengan tepat 3


tablet vitamin C merk XonCe. Selanjutnya, vitamin C dihaluskan dan ditimbang
0,5 gram dan dimasukkan disetiap erlenmeyer 250 mL. Kemudian melarutkan
vitamin C dengan 50 ml air menggunakan pengaduk. Setelah larut, menambahkan
5 mL indikator kanji. Penambahan indikator amilum atau kanji di awal titrasi
asam askorbat tetap berwarna kuning sebab masih belum ada I 2, kemudian
ditambahkan I2 sehingga berwarna biru kehitaman. Kemudian menitrasi larutan
vitamin C dengan standar I2 sampai munculnya warna biru tua yang pertama yang
bertahan sekurangnya 1 menit. Ulangi 3 kali dan hitung berapa milligram kadar
asam askorbat pertablet.

Pada titrasi pertama diperoleh volume I2 sebanyak 11,5 mL dan kadar asam
askorbat sebesar 24,02%. Titrasi kedua diperoleh volume I 2 sebanyak 11,3 mL
dan kadar asam askorbat sebesar 23,67%. Dan titrasi ketiga, diperoleh volume I 2
sebanyak 11,7 mL dan kadar asam askorbat sebesar 24,46%. Kemudian,
didapatkan rata-rata kadar asam askorbat yang terkandung dalam tablet vitamin C
merk XonCe sebesar 23,91% yang setara dengan 119,55 mg pertablet.
BAB V

KESIMPULANN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Konsentrasi rata-rata larutan I2 yang diperoleh adalah 0,1191 N

2. Kadar asam askorbat pada vitamin c merk “XonCe” sebesar 23,91% atau
setara dengan 119,55 mg pertablet.

5.2 Saran

Sebagai praktikan, seharusnya dapat lebih teliti lagi dalam menimbang


bahan yang akan digunakan saat praktikum, memeriksa kesterilan alat praktikum
serta memahami alur praktikum agar tidak terjadi kelalaian saat praktikum dan
mendapatkan hasil yang sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. Dkk. 1994. Buku Ajar Vogel – Kimia Analisis Kuantitatif


Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Day,R.A. dan A.L. Underwood. 1992. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6.
Jakarta : Erlangga.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Penerbit
PT Gramedia.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar–Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
LAMPIRAN

- Jawaban Pertanyaan
A. Titrasi Iodo-Iodimetri
1. Apa perbedaan antara titrasi iodometri dan iodimetri?
Jawab :
 Titrasi iodometri adalah titrasi redoks dengan I- sebagai reduktor
(sampel direduksi), merupakan titrasi tak langsung, titrasi dalam
asam, larutan standarnya Na2S2O3.
 Titrasi iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai oksidator
(sampel dioksidasi), merupakan titrasi langsung, titrasi dalam
keadaan basa atau netral.
2. Bagaimana reaksi antara kalium iodat + kalium iodida + asam
klorida? Setiap 1 mol kalium iodat sama dengan berapa ekivalen?
Jawab :

−¿ → I + 6H O ¿
2 2
−¿+12 H +¿+ 2IO
×1
¿
¿
10 e
3

−¿¿

2 I −¿→ I +2 e ×5
2 ¿

−¿ → I + 6H O ¿
2 2
−¿+12 H +¿+ 2IO ¿
¿
10 e
3

−¿¿

10 I −¿→5 I +10 e2 ¿

−¿→ 6I +6H O ¿
2 2
10 I
+ ¿+2 IO−¿+
:2
¿
¿
12 H 3

−¿ → 3I +3H O ¿
2 2
5I
+¿+IO−¿+ ¿
¿
6H 3

−¿ ¿
Setiap mmol IO3 akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini
−¿ ¿
akan tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- sehingga mmol IO3
−¿ ¿
ditentukan atau setara dengan 1/6 mmol S2O32- maka n IO3 = 6.

B. Aplikasi Titrasi Iodo-Iodimetri


1. Jelaskan beberapa kekurangan amilum digunakan sebagai indikator!
Jawab :
Sukar larut dalam air dingin, ketidakstabilan suspensinya dalam air,
tidak stabil mudah terhidrolisa menjadi dekstrin, dalam suasana asam
kuat akan terhodrolisa, larutan amilum dengan iodium menjadi
kompleks yang sukar larut maka pemberian amilum mendekati titik
akhir titrasi, jika larutannya sangat encer akan terjadi pergeseran titik
akhir titrasi.
2. Mengapa pada titrasi iodometri indikator amilum ditambakan pada
saat mendekati titik ekivalen?
Jawab :
Penambahan amilum dilakukan saat menjelang akhir titrasi yaitu
pada saat mendekati titik ekivalen, dimana hal ini ditandai dengan
warna larutan menjadi kuning muda (dari kuning kecoklatan sampai
coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya
kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka
banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum
ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya
iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan
menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Penambahan kanji
menyebabkan larutan menjadi berwarna biru tua dan setelah dititrasi
lagi warna biru tua akan hilang menjadi tidak berwarna dan warna
yang hilang tersebut menandakan titrasi harus dihentikan, larutan
kanji ditambahkan pada saat warna coklat hasil titrasi Na2S2O3
hampir hilang menjadi kuning muda atau pada saat mendekati titik
akhir titrasi.
3. Mengapa penambahan larutan Na2S3O3 menggunakan aquades yang
mendidih?
Jawab :
Pada pembuatan Na2S3O3 harus menggunakan aquades yang
mendidih dikarenakan supaya padatan atau serbuk dari Na2S2O3.5H2O
tetap berada dalam keadaan yang steril. Selain itu sifat dari padatan
atau serbuk Na2S2O3.5H2O tidak stabil pada jangka waktu yang lama,
sehingga diperlukan natrium karbonat atau boraks sebagai bahan
pengawet.
 Alur Percobaan

1. Penentuan (standarisasi) larutan Na2S2O3 ±0,1N dengan Kalium


Iodat (KIO3) sebagai baku
0,357 gram KIO3

Dipindahkan ke labu ukur 100mL


Dilarutkan dengan air suling
Diencerkan sampai tanda batas
Dikocok hingga homogen

Larutan KIO3 ±0,1N

Dipipet 10 mL larutan KIO3 ±0,1N


Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250mL
Ditambahkan 2mL larutan KI 20%
Ditambahkan 1mL HCl 4N
Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 ±0,1N
Dihentikan sampai terjadi perubahan warna
kuning
Ditambahkan 1 mL indikator amilum 1%
Dititrasi hingga warna biru hilang
Dihitung Volume Na2S2O3
Dihitung konsentrasi Na2S2O3
Diulang sebanyak 3 kali

Konsentrasi Rata-rata Na2S2O3

Reaksi :

KIO3 (s) + H2O (l) → KIO3 (aq)


KIO3 (aq) + 5KI (aq) + 6HCl (aq) → 3I 2 (aq) + 6KCl (aq) +
3H2O (l)
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
I2 (aq) + 2Na2S2O3 (aq) → 2NaI (aq) + Na2S4O6 (aq)
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2I-
2. Penentuan (standarisasi) larutan I2

10mL Na2S2O3
Dimasukkan ke Erlenmeyer
250mL
Ditambah 2mL indikator amilum
Dititrasi dengan I2 sampai
berwarna biru kehitaman

Biru Kehitaman
Dihitung volume I2 yang
digunakan
Dihitung konsentrasinya
Diulangi sebanyak 3 kali
Konsentrasi Rata-rata I2

Reaksi :

Na2S2O3 (aq) + I2 (aq) + amilum → Iod amilum + Na2S2O3 (aq)


3. Penentuan Kadar Asam Askorbat dalam Vitamin C “Xon-Ce”
3 tablet vitamin C “Xon-Ce”

Dihancurkan sampai halus


Diambil 0,5 gram
Dimasukkan ke Erlenmeyer
250mL
Dilarutkan dalam 50mL air
Ditambah 5mL indikator amilum
Dititrasi dengan standar I2

Larutan Berwarna Biru Tua


Dihitung volume standar I2 yang
digunakan
Diulang sebanyak 3 kali
Dihitung kadar asam askorbat

Kadar Rata-rata Asam Askorbat

Reaksi :
I3- (aq) + 2e- ↔ 3I-(aq)
C6H6O6 + 2H+ + 2e- → C6H8O6
C6H8O6 + I2 → C6H6O6 +2I- + 2H+
 Dokumentasi Foto

KIO3 sebelum penambahan Titrasi KIO3 dengan Na2S2O3


Na2s2O3, Setelah titrasi, setelah titik
akhir titrasi

Setelah dititrasi dengan Na2S2O3 Setelah penambahan indikator


amilum

Setelah dititrasi kembali dengan Tiga sampel standarisasi yang


telah dititrasi
Na2S2O3
Vitamin C sebelum dititrasi dan Setelah penambahan indikator
amilum
penambahan indikator amilum

Titrasi dengan Na2S2O3 Hasil Titrasi aplikasi pada


vitamin C
 Perhitungan
1. Penentuan (standarisasi) larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) ± 0,1 N
dengan Kalium Iodidat Baku
Diketahui :
Massa KIO3 = 0,357 gram
BE KIO3 = 35,6 gram/mol ekivalen
V KIO3 = 10 mL
V1 Na2S2O3 = 18,2 mL
V2 Na2S2O3 = 18,5 mL
V3 Na2S2O3 = 18,8 mL
massa KIO 3 1000
 Normalitas KIO3 = x
BE V
0,357 1000
= x = 0,1009 N
35,6 100
 Normalitas larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)
 Titrasi 1
Mol ekivalen KIO3 = Mol ekivalen Na2S2O3
N KIO3x V KIO3 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3
0,1009 N x 10 mL = N Na2S2O3 x 18,2 mL
N Na2S2O3 = 0,055 N
 Titrasi 2
Mol ekivalen KIO3 = Mol ekivalen Na2S2O3
N KIO3x V KIO3 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3
0,1009 N x 10 mL = N Na2S2O3 x 18,5 mL
N Na2S2O3 = 0,054 N
 Titrasi 3
Mol ekivalen KIO3 = Mol ekivalen Na2S2O3
N KIO3x V KIO3 = N Na2S2O3 x V Na2S2O3
0,1009 N x 10 mL = N Na2S2O3 x 18,8 mL
N Na2S2O3 = 0,053 N
 Konsentrasi rata rata natrium tiosulfat
N 1+ N 2+ N 3
Normalitas Na2S2O3 rata-rata =
3
0,055 N + 0,054 N +0,053 N
=
3

0,162 N
=
3
= 0,054 N
2. Penentuan (standarisasi) larutan I2
Diketahui:
N Na2S2O3 = 0,054 N
V I2 = 10 mL
V1 Na2S2O3 = 22,1 mL
V2 Na2S2O3 = 22,2 mL
V3 Na2S2O3 = 22,9 mL
 Titrasi 1
Mol ekivalen Na2S2O3 = mol ekivalen I2
N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = N I 2 x V I2
0,054 N x 22,1 mL = N I2 x 10 mL
N I2 = 0,1193 N
 Titrasi 2
Mol ekivalen Na2S2O3 = mol ekivalen I2
N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = N I 2 x V I2
0,054 N x 22,2 mL = N I2 x 10 mL
N I2 = 0,1198 N
 Titrasi 3
Mol ekivalen Na2S2O3 = mol ekivalen I2
N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = N I 2 x V I2
0,054 N x 22,9 mL = N I2 x 10 mL
N I2 = 0,1182 N
N 1+ N 2+ N 3
 Normalitas I2 rata rata =
3
0,1193 N +0,1198 N +0,1182 N
= = 0,1191 N
3
3. Penentuan kadar Asam askorbat pada Vitamin C ‘Xon-Ce’
Diketahui:
V Asam Askorbat = 50 mL
Massa sampel vitacimin = 0,5 g = 500 mg
BM Asam Askorbat = 176 gram/mol
N I2 = 0,1191 N
V1 I2 = 11,5 mL
V2 I2 = 11,3 mL
V3 I2 = 11,7 mL
 Titrasi 1
 Mol ekivalen I2 = mol ekivalen Asam Askorbat
N I2 x V I2 = N Asam Askorbat x V Asam Askorbat
0,1191 N x 11,5 mL = N Asam Askorbat x 50 mL
N Asam Askorbat = 0,0273 N
massa Asam Askorbat 1000
 N Asam Askorbat = x
BM Asam Askorbat volume
massa Asam Askorbat 1000
x
0,0273 N = g 50 mL
176
mol
Massa Asam Askorbat = 0,1201 g = 120,1 mg
mganalit
 Kadar Asam Askorbat = x 100 %
mg sampel
120,1mg
= x 100 %=24,02%
500 mg
 Titrasi 2
 Mol ekivalen I2 = mol ekivalen Asam Askorbat
N I2 x V I2 = N Asam Askorbat x V Asam Askorbat
0,1191 N x 11,3 mL = N Asam Askorbat x 50 mL
N Asam Askorbat = 0,0269 N
massa Asam Askorbat 1000
 N Asam Askorbat = x
BM Asam Askorbat volume
massa Asam Askorbat 1000
x
0,0135 N = g 50 mL
176
mol
Massa Asam Askorbat = 0,1183 g = 118,36 mg
mganalit
 Kadar Asam Askorbat = x 100 %
mg sampel
118,36 mg
= x 100 %=23,67 %
500 mg

 Titrasi 3
 Mol ekivalen I2 = mol ekivalen Asam Askorbat
N I2 x V I2 = N Asam Askorbat x V Asam Askorbat
0,1191 N x 11,7 mL = N Asam Askorbat x 50 mL
N Asam Askorbat = 0,0278 N
massa Asam Askorbat 1000
 M Asam Askorbat = x
BM Asam Askorbat volume
massa Asam Askorbat 1000
x
0,0278 N = g 50 mL
176
mol
Massa Asam Askorbat = 0,1223 g = 122,32 mg
mganalit
 Kadar Asam Askorbat = x 100 %
mg sampel
123,32mg
= x 100 %=24,46 %
500 mg
Kadar 1+kadar 2+kadar 3
 Kadar Asam Askorbat rata-rata =
3
24,02% +23,67 % +24,64 %
= = 23,91
3
%
 Kadar Asam Askorbat = 23,91% x 500 mg
= 119,55 mg pertablet

Anda mungkin juga menyukai