Anda di halaman 1dari 22

JURNAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

(UJI KUANTITATIF LIPIDA)

Disusun Oleh

Eryna Dwi Trisviati


PKA 2018
18030194083

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
A. Judul Percobaan:
Uji Kuantitatif Lipida
B. Hari/tanggal Percobaan:
Rabu, 27 Oktober 2021, 13.00 WIB
C. Hari/tanggal Selesai Percobaan:
Rabu, 27 Oktober 2021, 15.30 WIB
D. Tujuan Percobaan:
Menentukan angka peroksida dan asam lemak bebas
E. Dasar Teori
1. Lipida
Pengertian Lipid
Lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak
larut dalm air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti suatu hidrokarbon
atau dietil eter. Lipid berbeda dengan biomolekul lain yang ada di alam (karbohidrat,
protein, dan asam nukleat), yaitu bahwa lipid bukanlah suatu polimer. Lemak dan
minyak merupakan salah satu kelas dalam lipid. Lemak dan minyak adalah
trigliserida, atau trigliserol. Perbedaan suatu lemak dengan minyak bersifat sebarang:
pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian
besar trigliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam
tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak
hewani (contoh: lemak sapi) dan minyak nabati (contoh: minyak jagung) (Herlina dan
Hendra, 2010).
Lemak adalah salah satu sumber zat gizi makro yang dibutuhkan oleh tubuh.
Lemak merupakan suatu senyawa biomolekul, mempunyai sifat umum larut dalam
pelarut-pelarut organik seperti eter, kloroform dan benzen, tetapi tidak larut dalam
air. Lemak dan minyak yang kita kenal dalam makanan sehari-hari sebagian besar
terdiri dari senyawa yang disebut trigliserida atau triasilgliserol. Senyawa ini
merupakan ikatan ester antara asam lemak dan gliserol. Asam lemak disusun oleh
rangkaian karbon dan merupakan unit pembangun yang sifatnya khas untuk setiap
lemak. Ikatan antara karbon yang satu dengan yang lainnya pada asam lemak dapat
berupa ikatan jenuh dan dapat pula berupa ikatan tidak jenuh (rangkap) (Suwandi,
Sugianto, dan Rahman, 1989).
Sifat-Sifat Lipid
Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam
air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform dan
eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hamper semua lipid. Asam
lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbondari 4
sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon
nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam
air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982).
Klasifikasi Lipid
Lipid kompleks meliputi subkelompok-kelompok yang mudah terhidrolisis
menjadi zat-zat penyusun yang lebih sederhana, yaitu lilin dan gliserida. Komponen-
komponen campuran lipid dapat difraksionasi lebih lanjut dengan menggunakan
perbedaan kelarutannya didalam berbagai pelarut organik. Lipid dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Lipid sederhana
- Lemak netral (monogliserida, digliserida, trigliserida)
- Ester asam lemak dengan alkohol berberat molekul tinggi
b) Lipid majemuk (kompleks)
- Fosfolipid: Fosfolipid + H2O menghasilkan asam lemak + alkohol + asam fosfat
+ senyawa nitrogen.
- Glikolipid: Glikolipid + H2O menghasilkan asam lemak + karbohidrat +
sfingosin (Mathews dkk, 2000).
Fungsi Lipid
 Penyimpan energi.
 Transportasi metabolik sumber energi.
 Sumber zat untuk sintese bagi hormon, kelenjar empedu.
 Struktur dasar atau komponen utama membran semua jenis sel.
 Pelindung organ tubuh dan alat angkut vitamin larut lemak.
 Pembentukan sel dan sumber asam lemak esensial.
Fungsi lipid seperti minyak dan lemak sebagai nutrisi dan juga merupakan
sumber energi utama yang digunakan sebagai energi cadangan makanan yang
disimpan pada jaringan adiposa dalam tubuh, dalam bentuk lipoprotein fosfalipid
yang berfungsi sebagai pengangkut zat-zat yang melewati membran sel. Steroid
senyawa-senyawa memiliki beberapa fungsi misalnya kolestrol berperan dalam
proses pengangkutan lemak dalam tubuh. Estrogen dan testosteron berfungsi sebagai
hormon kelamin: dehidroksikolestrol dan ergastrol berperan sebagai provitamin D
(Sutresna, 2009).
Lemak mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Fungsi lemak tersebut antara
lain adalah sebagai pelarut beberapa vitamin, sebagai bantalan organ tubuh, dan
sebagai sumber asam lemak esensial, yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh
tetapi tidak dapat disintesis oleh tubuh (Raharja, 1997).
2. Asam Lemak
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil
hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak pembentuk
lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau tidaknya ikatan
rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap. Berdasarkan struktur
kimianya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty
acid/SFA) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan asam
lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh
(unsaturated fatty acids), dibedakan menjadi Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA)
memiliki 1 (satu) ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan 1
atau lebih ikatan rangkap (Sartika, 2008).
Asam lemak adalah asam karboksilat, suatu asam organik. Berdasarkan ada atau
tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya asam lemak dibedakan atas dua
golongan utama yaitu:
a) Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acids/SFA)
Semua asam lemak terdiri atas rantai atom karbon dengan berbagai jumlah atom
hidrogen yang melekat padanya. Satu molekul memiliki dua atom hidrogen yang
melekat pada masing-masing karbon dianggap terjenuhkan oleh hidrogen karena
molekul tersebut mengikat semua atom hidrogen yang mampu diikatnya (Mayes dan
Rodwell, 1996).

Gambar 1. Contoh Struktur Kimia Asam Lemak Jenuh

Asam lemak jenuh mempunyai stabilitas tinggi terhadap panas. Banyaknya asam
lemak tidak jenuh (ikatan rangkap) dalam minyak goreng dapat dinyatakan dengan
bilangan iodin atau angka iodin. Minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit
memiliki angka iodin yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan angka iodin
minyak yang berasal dari kedelai, jagung, kacang tanah, biji kapas, dan bunga
matahari. Hal ini menunjukkan kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa sawit
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang berasal dari kedelai, jagung,
kacang tanah, biji kapas, dan bunga matahari. Dengan demikian minyak untuk
keperluan menggoreng lebih baik menggunakan minyak yang berasal dari kelapa
sawit (Mayes dan Rodwell, 1996).
b) Asam lemak tak jenuh (Unsaturated acid)
 Asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acids/MUFA).
Asam lemak ini mengandung satu ikatan rangkap.

Gambar 2. Contoh Struktur Kimia Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal


 Asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty Acids/ PUFA). Asam
lemak ini mengandung lebih dari satu ikatan rangkap, misalnya asam linoleat,
yang ditemukan dalam minyak biji-bijian seperti minyak kedelai dan minyak
jagung.

Gambar 3. Contoh Struktur Kimia Asam Lemak Poli-tak Jenuh


Asam lemak tak jenuh ini lebih mudah bereaksi dengan senyawa lain
dibandingkan dengan asam jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh
mudah bereaksi (teroksidasi) dengan oksigen di udara. Oleh karena itu sering
dikenal dengan istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak. Asam lemak jenuh
dianggap mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi atau lebih baik, dikarenakan
lebih reaktif dan merupakan antioksidan dalam tubuh. Ikatan-ikatan karbon
ganda dalam molekul minyak tak jenuh sangat rentan terhadap serangan
oksidasi dan pembentukan radikal bebas. Minyak poli tak jenuh menjadi
beracun ketika teroksidasi. Proses oksidasi ini yang menyebabkan ketengikan
(Mayes dan Rodwell, 1996).
Reaksi pembentukan peroksida dalam minyak:
Gambar 1. Reaksi pembentukan peroksida dalam minyak
(Sumber: Ericson, 2002)
3. Minyak Goreng
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal,
sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak,
khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam
linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh
darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai sumber dan
pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K (Ketaren, 2005).
Umumnya minyak goreng yang digunakan secara berulang apalagi dengan
pemanasan tinggi sangat tidak sehat, karena asam lemaknya lepas dari trigliserida dan
jika asam lemak bebas (free fatty acid, FFA) mengandung ikatan rangkap maka akan
teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang menyebabkan bau tengik (Ketaren,
2005).
Lemak atau minyak yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah berupa
hasil olahan dari kelapa sawit yang diekstraksi dari biji kelapa sawit menjadi minyak
kelapa sawit, selain itu minyak juga dapat berasal dari jagung, kacang kedele, bunga
matahari, biji zaitun, dan biji kapas. Bahan dasar minyak mempengaruhi tingkat
kejenuhan dan jenis asam lemak yang dikandungnya. Minyak yang berasal dari
kelapa sawit mempunyai kadar asam lemak jenuh sebesar 51% dan asam lemak tak
jenuh 49% (Mayes dan Rodwell, 1996).
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik
asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Winarno, 2004).
Ketaren dalam Sopianti (2017) menyatakan bahwa minyak goreng yang berulang
kali atau lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang berasal
dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak
samin dan sebagainya yang merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah
tangga umumnya, dapat digunakan lagi untuk keperluan lainnya, akan tetapi ditinjau
dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuk akreolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan
rasa gatal pada tenggorokan hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh
atau akrelein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu.
Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang
telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi
hidrolisis molekul lemak. Oleh karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis,
pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu
tinggi dari seharusnya (Winarno, 2004).
Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-
2002 menurut (Wildan dan Farihah, 2002). Standar mutu minyak goreng telah
dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-
3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Mutu Minyak Goreng:
 Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan
ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak goreng menjadi menurun. Dari angka
ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga
dapat pula dinilai kemampuan minyak goreng untuk menghasilkan barang jadi yang
memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung
berdasarkan angka peroksida.
 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida didefinisikan sebagai meq peroksida dalam setiap 1000 gram
(1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan
minyak atau lemak. Peningkatan bilangan peroksida digunakan sebagai indikator dan
peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik (Mulyani dan Hendrowon,
2003).
Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 100 gram
lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 2005).
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
hidrolitik, baik ensimatik maupun non ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang
mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar
pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain
peroksida, asam lemak, aldehid, dan keton. Bau tengik atau rancid terutama
disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak
dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA)
(Wildan dan Farihah, 2002). Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bilangan peroksida biasanya diukur secara volumetri dengan metode yang telah
dikembangkan oleh Lea. Hal ini disebabkan minyak dalam suasana asam dengan
kalium iodide akan mengikat oksigen diikuti dengan titrasi dari pembebasan iodine
dengan natrium tiosulfat. Kloroform adalah pelarut yang biasanya digunakan (Wildan
dan Farihah, 2002).
Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak
segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi
lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan
pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan asam persid dapat
mempercepat proses oksidasi. Usaha penambahan antioksidan hanya dapat
mengurangi peroksida dalam jumlah kecil, namun fungsi anti-oksidan akan rusak
dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah besar (Ketaren, 2005).
4. Penentuan Mutu Minyak
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek
kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak,
kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan
kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special
Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2% pada
saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari
5% FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen
minyak 22,1% - 22,2% (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7% - 2,1%
(terendah). FFA atau asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak
yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Penggorengan merupakan proses
thermal-kimia yang menghasilkan karakteristik makanan goreng dengan warna coklat
keemasan, tekstur krispi penampakan dan flavor yang diinginkan, sehingga makanan
gorengan sangat popular. Selama penggorengan terjadi hidrolisa, oksidasi dan
dekomposisi minyak yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan
(Simamora, 2013).
Pemanasan dapat menyebabkan pemutusan pada ikatan rangkap yang terdapat
pada asam lemak tidak jenuh. Pemutusan dapat menyebabkan penurunan
ketidakjenuhan asam lemak dan menghasilkan berbagai jenis ikatan kimia baru
seperti alkohol, aldehid, asam dan hidrokarbon, serta asam lemak jenuh dengan
komposisi cis- dan trans-. Salah satu fenomena yang dihadapi dalam proses
penggorengan adalah menurunnya kualitas minyak setelah digunakan secara berulang
pada suhu yang relatif tinggi (160-180ºC). Paparan oksigen dan suhu tinggi pada
minyak goreng akan memicu terjadinya reaksi oksidasi. Penelitian Yoon dan Choe,
2007, menunjukkan bahwa beberapa parameter terjadinya oksidasi seperti free fatty
acid (FFA), komponen polar, asam konjugat dienoat meningkat pada setiap
pengulangan penggorengan selama 60 kali periode penggorengan (Wibowo, 2008).
Syarat mutu minyak goreng berdasarkan SNI 01-3741-2013:
Tabel 1. Syarat Mutu Minyak Goreng
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
.

1. Keadaan
1.1 Bau - normal
1.2 Warna - normal
2. Kadar air dan bahan menguap % (b/b) maks. 0,15
3. Bilangan asam mg KOH/g maks. 0,6
4. Bilangan peroksida mek O2/kg maks. 10
5. Minyak pelikan - Negatif
6. Asam linolenat (C18:3) % maks. 2
dalam komposisi asam lemak
minyak
7. Cemaran logam
7.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2
7.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,1
7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40/250*
7.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05
8. Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,01
Catatan:
- pengambilan contoh dalam bentuk kemasan di pabrik
- *dalam kemasan kaleng
(Sumber: Badan Standar Nasional Indonesia, 2013).
5. Bilangan Peroksida
Angka peroksida atau bilangan peroksida merupakan suatu metode yang biasa
digunakan untuk menentukan degradasi minyak atau untuk menentukan derajat
kerusakan minyak. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang
telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat
oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat
teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida (Wildan dan
Farihah, 2002).
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami
oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan
kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju
pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya
menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan
bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika
bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses
oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan (Wildan dan
Farihah, 2002).
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq
peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak
enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau
tengik (Tim Biokimia I, 2018). Standar angka peroksida yang berbahaya menurut
SNI 2013 adalah 10 meq/kg (Wildan dan Farihah, 2002). Angka peroksida dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
F P x V x N x 17
Kadar H 2 O2= x 100 %
5000
Keterangan:
- Fp merupakan faktor pengenceran
- V merupakan volume KmnO4 yang dibutuhkan untuk titrasi
- N merupakan normalitas dari KmnO4 yang digunakan pada saat titrasi
Mr H 2 O2 2 ( 1 ) +2(16) 34
- 17 merupakan hasil dari = = = 17
2 2 2
- Angka 2 sebagai penyebut merupakan jumlah elektron yang terlibat
dalam reaksi oksidasi H2O2 atau ekivalen dari H2O2.
- Diketahui % bobot (berat jenis = 1), sehingga diasumsikan bahwa berat
jenis minyak adalah 1 gram/mL (1 gram = 1 mL)
- Sampel minyak yang digunakan dalam percobaan yaitu 5 mL sehingga
diasumsikan terdapat 5 gram. Kemudian volume KmnO4 yang digunakan
untuk titrasi didapatkan volume dalam mililiter (mL) sehingga massa
sampel H2O2 dijadikan miligram (mg), maka:
5 gram = 5 x 1000 = 5000 mg.
6. Titrasi Permanganometri
Titrasi permanganometri adalah salah satu bagian dari titrasi redoks (reduksi-
oksidasi). Reaksinya merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan oleh
pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi)
(Khopkar, 2002).
Permanganometri merupakan metode titrasi yang didasarkan pada reaksi
oksidasi-reduksi. Pada titrasi permanganometri digunakan senyawa kalium
permanganat yang merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan cara
berbeda-beda tergantung pada pH larutannya. Reaksi yang bermacam-macam ini
disebabkan oleh keragaman valensi mangan. Beberapa ion logam yang tidak
dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti ion-
ion Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg yang dapat diendapkan sebagai oksalat (Day dan
Underwood, 2002).
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan kepada reaksi oksidasi dan
reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Cara titrasi
permanganometri ini banyak digunakan dalam menganalisa zat-zat organik. Kalium
permanganat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah,
netral atau basa lemah. Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat
karena reaksi tersebut tidak terjadi bolak-balik, sedangkan potensial elektroda sangat
bergantung pada pH. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan baku
primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu (Hendayana dkk, 2000).
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam
reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi
ion Mn2+ dalam suasana asam. Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah
kalium permanganat (KMnO4). Kalium permanganat mudah diperoleh, murah, dan
tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah
digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan
dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan berlebihnya pereaksi
yang digunakan (Wildan dan Farihah, 2002).
Kalium Permanganat (KMnO4)
Larutan KMnO4 standar dapat juga digunakan secara tidak langsung dalam
penetapan zat pengoksida, terutama oksida yang lebih tinggi seperti logam timbal dan
mangan, oksida semacam itu sukar dilarutkan dalam asam atau basa tanpa mereduksi
logam itu ke keadaan yang lebih tinggi. Tidak praktis untuk menitrasi zat ini secara
langsung karena reaksi dari zat padat dengan zat pereduksi berjalan lambat (Day dan
Underwood, 2002).
Kalium permanganat adalah oksidator kuat sehingga dapat bertindak sebagai
indikator, jadi titrasi permanganometri tidak memerlukan indikator dan umumnya
titrasi dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati titik akhir
titrasinya. Karena larutan tersebut autoindikator. Kelemahannya adalah dalam
medium HCl. Cl- dapat teroksidasi demikian juga larutannya, dan mempunyai
kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N:
MnO4- + 8H+ + 5e- ↔ Mn2+ + 4H2O E° = 1,51 V
Kekuatan kalium permanganat sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai
dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda. Reaksi yang berbagai macam
ragam ini disebabkan oleh keragam valensi mangan, dari 1 sampai dengan 7 yang
semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai berikut
(Harjadi, 1993):
a. Dalam larutan asam, [H+] 0,1 N atau lebih
MnO4- + 8H+ + 5e- ↔ Mn2+ + 4H2O E° = 1,51 V
b. Dalam larutan netral, pH 4 – 10
MnO4- + 4H+ + 3e- ↔ MnO2 ↓ coklat + 2H2O E° = 1,70 V
endapan coklat yang terbentuk pada saat titrasi dapat mengganggu pengamatan
untuk menentukan tiitk akhir titrasi.
c. Dalam larutan basa, OH- 1 N atau lebih
4MnO4- + 4OH- + e- ↔ 4MnO42- + O2↑ + 2H2O E° = 0,56 V
7. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak
terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan
oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit
adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor
panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka
semakin banyak kadar ALB yang terbentuk (Ketaren, 2005).
Penelitian Febriansyah (2007) menyatakan bahwa jumlah minyak dalam
makanan yang digoreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya proses
penggorengan, hal ini dikarenakan selama proses penggorengan minyak goreng
mengalami berbagai reaksi kimia diantaranya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang
dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Kumala, 2003).
Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat menjadi
salah satu parameter penentu kualitas minyak tersebut. besarnya asam lemak bebas
dalam minyak ditentukan dengan nilai angka asam. Angka asam yang semakin tinggi
mengindikasikan bahwa asam lemak bebas yang ada di dalam minyak nabati juga
tinggi sehingga kualitas minyak justru semakin rendah (Winarno, 2004).
Pembentukan asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas diakibatkan oleh
proses hidrolisis yang terjadi selama proses penggorengan, ini biasanya disebabkan
oleh pemanasan yang tinggi yaitu pada suhu 160-200°C (Kalapathy dan Proctor,
2000). Menurut Kulkarni dan Dalai (2006) uap air yang dihasilkan pada saat proses
penggorengan, menyebabkan terjadinya hidrolisis terhadap gliserida, menghasilkan
asam lemak bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari
angka asam.
Asam lemak bebas di dalam minyak goreng merupakan asam lemak berantai
panjang yang tidak teresterifikasi. Asam lemak bebas mengandung asam lemak jenuh
yang berantai panjang. Semakin banyak konsumsi asam lemak bebas, akan
meningkatkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah yang merupakan
kolesterol jahat karena rendah protein dan tinggi kolesterol. Banyaknya asam lemak
dalam minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak (Adrian, 2005). Kadar
maksimal asam lemak bebas pada minyak goreng (asam palmitat) berdasarkan SNI
01-3741-2013 adalah 0,3%.

Reaksi pembentukan asam lemak bebas:

Gambar 2. Reaksi pembentukan asam lemak bebas


8. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas
Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa. Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
untuk menghasilkan air yang bersifat netral.
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara
bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Sebagai contoh fenolftalein
(pp), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4). Struktur
fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton
dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH meningkat akibatnya akan terjadi
perubahan warna (Rohman, 2007). Asam lemak bebas dinyatakan sebagai %FFA
dengan rumus:

( V titran−V sampel ) x N NaOH x BM Asam Palmitat


%FFA = x 100 %
Berat sampel ( gram ) x 1000

F. Alat Dan Bahan

Alat Bahan
Gelas kimia Minyak goreng baru dan bekas
Buret Larutan NaOH 0,1 N
Erlenmeyer Alkohol 96%
Pipet volume Indikator PP 1%
Pro pipet Aquades
Gelas ukur Larutan H2SO4 4 N
Pipet tetes Larutan KMnO4 0,1 N
Neraca analitik --
Statif klem --
G. Alur Percobaan
1. Penentuan Angka Peroksida

5 mL sampel minyak

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL


Ditambahkan 45 mL aquades
Ditambahkan 15 mL H2SO4 4 N
Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N

Larutan berwarna merah


muda
Dilakukan secara triplo
Dicatat volume KMnO4 0,1 N yang dibutuhkan untuk titrasi
Dihitung angka peroksida

Angka peroksida

Reaksi :
2KMnO4(aq) + 5H2O(aq) + 3H2SO4(aq)  2MnSO4(aq) + K2SO4(aq) + 8H2O(l)
Reaksi setegah sel :
Reduksi : MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e  Mn2+(aq) + 4H2O(l) x2
Oksidasi : H2O2(aq)  O2(g) + 2H+(aq) + 2e x5
2 MnO4-(aq) + 16H+(aq) + 10e  2Mn2+(aq) + 8H2O(l)
5H2O2(aq)  5O2(g) + 10H+(aq) + 10e
2 MnO4-(aq) + 6H+(aq) + 5H2O2(aq)  2Mn2+(aq) + 8H2O(l) + 5O2(g)
2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
 Blanko

6 gram aquades

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL


Ditambahkan 10 mL alkohol 96%
Ditambahkan 5 tetes indikator PP
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi
sampai warna merah muda yang konstan (tidak hilang selama 30
detik)
Larutan berwarna merah
muda
Dicatat volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan untuk titrasi

Volume blanko

 Sampel
6 gram sampel minyak

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL


Ditambahkan 10 mL alkohol 96%
Ditambahkan 5 tetes indikator PP
Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi
sampai warna merah muda yang konstan (tidak hilang selama 30
detik)
Larutan berwarna merah
muda
Diulangi percobaan sebanyak 3 kali
Dicatat volume NaOH 0,1 M yang dibutuhkan untuk titrasi
Dihitung kadar FFA
Kadar FFA
Reaksi :
 CH3(CH2)14COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3(CH2)14COONa(aq) + H2O(l)
H. Daftar Pustaka
Adrian, S. 2005. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng
yang Beredar di Kota Medan Tahun 2005. Skripsi. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2013. SNI Nomor 01/3741/2013. Mutu
Minyak Goreng. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Day, R.A., dan Underwood, A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Lis Sopyan, Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Ericson, M.C. 2002. Food Lipid: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology. 2nd
Ed. New York: Dekker Inc.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Hendayana, Sumar dkk. 2000. Kimia Analitik. Surabaya: Universitas Terbuka.
Herlina, Netti dan Hendra, S Ginting. 2010. Lemak dan Minyak. Sumatera Utara:
Jurusan teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Kalapathy, U. and Proctor, A. 2000. A New Method for Free Fatty Acid Reduction
in Frying Oil Using Silicate Films. Rice Hull Ash, JAOCS.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Khopkar, S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kulkarni, M. G. and Dalai, A. K. 2006. Waste Cooking Oil-An Economical
Source for Biodiesel: A Review, Ind. Eng. Chem. Res.
Kumala. 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh dalam Respon Imun. Jurnal
Indonesia Media Assosiasi.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Maggy Thenawijaya,
Penerjemah. Jakarta: Erlangga.
Mathews.C.K, dkk. 2000. Biochemistry 3rd. Ed. San Fransisco: Addison-Wesley,
Pub.Com.
Mayes, P.A., dan Rodwell, V.W. 1996. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC.
Mulyani, Sri dan Hendrowon. 2003. Kimia Fisika III. Jakarta: UPI.
Raharja, E.M. 1997. Metabolisme dan Aspek Medik Asam Lemak
Gammalinolenat. 3(1): 9-18.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sartika. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak
Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2(4).
Simamora, A. 2013. Efek tokoferol pada peroksida lipid. 11(28):44-5.
Sutresna, Nana. 2009. Kimia. Bandung: Grafindo.
Suwandi, M., Sugianto, B., dan Rahman, A. 1989. Kimia Organik Karbohidrat,
Lipid dan Protein. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kuantitatif Mikro dan Semimikro.
Setiono, Penerjemah. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Tim Biokimia I. 2018. Petunjuk Praktikum Biokimia I. Surabaya: Unesa.
Wibowo, H Panji. 2008. Tugas Akhir: Penentuan Bilangan Peroksida Asam
Miristat dari Unit Fraksinasi di PT. Soci Medan. Sumatera Utara:
Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Wildan dan Farihah. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati
dengan Cara Titrasi. Bogor: Balai Penelitian Ternak.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai