PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat lemak secara
umum, sehingga memudahkan mahasiswa dalam mengidentifikasi kandungan
lipid.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Secara kimia, lemak dibagi menjadi tiga yaitu lemak sederhana, lemak
majemuk dan turunan lemak. Lemak sederhana yaitu apabila dihidrolisis akan
menghasilkan alkohol, biasanya berupa gliserol serta menghasilkan asam
lemak. Lemak majemuk yaitu apabila dihidrolisis akan mengahasilkan
alkohol, asam lemak dan senyawa lainnya seperti fosfat, asam amino, basa
organik, seperti kolin atau betain. Lemak majemuk mengandung listrik atau
paling tidak mempunyai pengkutuban muatan dalam molekulnya, sehingga
lebih mudah berinteraksi dengan air. Turunan lemak yaitu berbagai senyawa
yang diperoleh dari hidrolisis atau pemecahan kedua jenis lemak terdahulu,
yang termasuk dalam kelompok ini adalah gliserol dan berbagai alkohol lain
yang ikut menyusun lemak, asam lemak dengan ikatan rangkap (ikatan tak
jenuh) dan asam lemak tanpa ikatan rangkap (jenuh) (Sistiawan, 2011).
3
2.3 Sifat-Sifat Lemak
Sifat-sifat lemak menurut Almatsier (2002), adalah berat jenis lemak lebih
rendah daripada air, oleh karena itu air dan lemak tidak dapat bercampur
sehingga lemak akan berada di atas air dan air berada di bawah. Semakin
banyak mengandung asam lemak rantai pendek, dan ikatan tidak jenuh, maka
konsistensi lemak akan semakin cair. Sebaliknya semakin banyak
mengandung asam lemak jenuh dan rantai panjang maka konsistensi lemak
akan semakin padat. Sifat fisika lemak dan minyak adalah tidak larut dalam
air, hal ini disebabkan oleh adanya asam lemak berantai karbon panjang dan
tidak adanya gugus polar. Viskositas lemak dan minyak akan bertambah
dengan bertambahnya panjang rantai karbon.
Menurut Lehninger (1990), sifat fisika lemak yaitu:
Titik lebur relatif rendah, tetapi masih lebih tinggi daripada temperatur
pada saat menjadi padat kembali.
Makin panjang rantai C asam lemak penyusun → titik lebur.
Tidak larut dalam air. Larut dalam pelarut organik (ether, chloroform, PE,
CCl4, alkohol panas), sedikit larut dalam alkohol dingin.
Berat jenis lemak padat 0,86.
Berat jenis lemak cair 0,915-0,940 .
Lemak murni tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, bersifat netral.
Lemak murni tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Lemak
tumbuh-tumbuhan yang berwarna dapat disebabkan oleh adanya pigmen
asalnya, misalnya karotena, xantofil, tokoferol, atau klorofil. Karena proses
kimia, misalnya proses oksidasi, atau proses hidrolisis, rasa dan bau lemak
menjadi tidak enak atau tengik. Lemak-lemak netral (neutral fats), yang asam
lemak penyusunnya memiliki rantai karbon yang panjang, tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam pelarut lemak. Pelarut lemak yang baik antara lain
benzene, kloroform dan dietil eter. Titik lebur (melting point) lemak rendah,
tetapi lebih tinggi dari suhu saat menjadi padat kembali (setting point)
(Sumardjo, 2009).
4
2.4 Pembentukan Lemak
Menurut Fried dan Hademenos (2006), proses pembentukan lemak terjadi
dalam dua tahap. Tahapan pertama yang penting, disebut lipogenesis,
melibatkan pembentukan sebuah asam lemak berantai panjang. Peristiwa ini
terjadi di luar mitokondria dan melibatkan keikutsertaan sebuah kompleks
multienzim. NADPH, sebuah koenzim tereduksi yang aktif dalam berbagai
proses sintesis, memainkan peranan penting dalam pembentukan asam lemak
yang sangat tereduksi.
Pada tahapan kedua, asam-asam lemak digabung-gabungkan ke molekul
gliserol teraktivasi untuk membentuk trigliserida dalam proses yang dikenal
sebagai esterifikasi. Dalam kedua proses tersebut, produk-produk
metabolisme karbohidrat memainkan peranan penting untuk mendorong
terjadinya sintesis. Hal ini telah mengarahkan sejumlah ahli biokimia pada
kesimpulan bahwa lemak dibentuk jika ada karbohidrat (Fried dan
Hademenos, 2006).
5
BAB III
METODE PRAKTIKUM
6
4. Dikocok sebentar kemudian diperhatikan reaksinya.
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sifat Emulsifikasi
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, telah dijelaskan bahwa terdapat dua jenis lemak,
yaitu lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati didapat dari tumbuh-
tumbuhan, sedangkan lemak hewani berasal atau didapat dari hewan,
contohnya adalah mentega. Menurut Hermanto dkk (2000), lemak nabati atau
minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan dan banyak
digunakan dalam makanan, sebagai perisa rasa (flavor), untuk menggoreng
dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah
minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak zaitun, minyak kedelai, dan
minyak biji bunga matahari. Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi
atas dua golongan. Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam
industri makanan (edible oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng
8
meliputi minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai,
minyak kanola dan sebagainya. Kedua, minyak yang digunakan dalam indutri
non makanan (non edible oils), misalnya minyak kayu putih, minyak jarak,
dan minyak intaran.
Menurut Riawan (1990), lemak nabati mengandung lebih banyak asam
lemak tak jenuh yang mengakibatkan titik cair yang lebih rendah dan
berbentuk cair (minyak), sedangkan lemak hewani mengandung asam lemak
jenuh, khususnya yang mempunyai rantai karbon panjang yang berbentuk
padat.
Lipid adalah segolongan besar senyawa yang tidak larut dalam air dan
terdapat di alam. Seperti menurut Sloane (2003), lipid adalah sekelompok
molekul yang beragam, semuanya tidak dapat larut dalam air, namun dapat
larut dalam zat pelarut non polar, seperti eter dan kloroform.
Perbedaan yang dapat dilihat antara lipid dengan lemak adalah lipid dalam
suhu kamar berwujud padat. Sedangkan lemak dalam suhu kamar berwujud
cair.
Emulsifikasi adalah proses pembentukan emulsi dari bahan-bahan yang
tidak saling melarut karena perbedaan polaritas. Menurut Martin (1990),
emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem
dibuat stabil dengan dengan adanya suatu zat pengemulsi.Diameter partikel
dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1 – µm, walaupun partikel
terkecil 0,01 µm dan sebesar 100µm bukan tidak biasa dalam beberapa
sediaan.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan sifat emulsifikasi, didapatkan bahwa
untuk pelarut air dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang tidak
larut. Hal ini disebabkan karena air merupakan polar dan minyak merupakan
non polar. Pada pelarut air yang ditambahkan dengan Na 2CO3 dengan sampel
minyak menghasilkan larutan yang tidak larut. Seharusnya minyak
mengalami emusli yang stabil, namun karena ditambahkan Na2CO3
menyebabkan minyak menyebar tetapi tidak larut. Karena memang fungsi
9
Na2CO3 (natrium karbonat) adalah untuk memecah minyak. Dan pada pelarut
air dengan sampel minyak yang ditambahkan dengan sabun menghasilkan
larutan yang larut. Hal ini disebabkan karena sabun menghilangkan minyak,
sehingga yang tersisa hanya larutan air dengan sabun.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan sifat larut lemak didapatkan hasil
yaitu pada pelarut air dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang tidak
larut. Seperti pada tabel sebelumnya, hal ini disebabkan karena air merupakan
molekul polar, sedangkan minyak merupakan molekul non polar. Pada pelarut
alkohol 96% dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang tidak larut.
Pada pelarut alkohol 96% panas dengan sampel minyak menghasilkan larutan
yang tidak larut. Namun, terdapat kesalahan pada proses ini, seharusnya pada
larutan dengan pelarut alkohol 96% panas dengan sampel minyak
menghasilkan larutan yang larut, tetapi dikarenakan pada proses pemanasan
alkohol 96% kurang panas, maka pada percobaannya menghasilkan larutan
yang tidak larut. Dan pada pelarut kloroform dengan sampel minyak
menghasilkan larutan yang larut. Hal ini disebabkan karena kloroform
merupakan pelarut organik yang menyebabkan minyak dapat larut.
Kloroform merupakan cairan yang tidak dapat bercampur dengan air,
bercampur baik dengan alkohol dan minyak. Kloroform digunakan sebagai
anastetik, kadang-kadang digunakan sebagai karminatif pembawa dalam
bentuk kloroform cair, atau dari emulsi kloroform. Penggunaannya secara
oral atau secara inhalasi yang berlebihan dapat menyebabkan oksidan
kematian dari saluran pernapasan dan penekanan miokard (Senisedil, 1992).
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Lipid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut non polar atau semi polar. Lemak merupakan ester antara gliserol dan
asam lemak dimana radikal hidroksil dari gliserol semuanya diesterkan
(trigliserida).
Berdasarkan tabel hasil pengamatan sifat emulsifikasi, didapatkan
bahwa untuk pelarut air dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang
tidak larut. Hal ini disebabkan karena air merupakan polar dan minyak
merupakan non polar. Pada pelarut air yang ditambahkan dengan Na 2CO3
dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang tidak larut. Seharusnya
minyak mengalami emusli yang stabil, namun karena ditambahkan Na2CO3
menyebabkan minyak menyebar tetapi tidak larut. Karena memang fungsi
Na2CO3 (natrium karbonat) adalah untuk memecah minyak. Dan pada pelarut
air dengan sampel minyak yang ditambahkan dengan sabun menghasilkan
larutan yang larut. Hal ini disebabkan karena sabun menghilangkan minyak,
sehingga yang tersisa hanya larutan air dengan sabun.
Berdasarkan tabel hasil pengamatan sifat larut lemak didapatkan hasil
yaitu pada pelarut air dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang tidak
larut. Seperti pada tabel sebelumnya, hal ini disebabkan karena air merupakan
molekul polar, sedangkan minyak merupakan molekul non polar. Pada pelarut
alkohol 96% dengan sampel minyak menghasilkan larutan yang tidak larut.
Pada pelarut alkohol 96% panas dengan sampel minyak menghasilkan larutan
yang tidak larut. Namun, terdapat kesalahan pada proses ini, seharusnya pada
larutan dengan pelarut alkohol 96% panas dengan sampel minyak
menghasilkan larutan yang larut, tetapi dikarenakan pada proses pemanasan
alkohol 96% kurang panas, maka pada percobaannya menghasilkan larutan
yang tidak larut. Dan pada pelarut kloroform dengan sampel minyak
menghasilkan larutan yang larut. Hal ini disebabkan karena kloroform
merupakan pelarut organik yang menyebabkan minyak dapat larut.
11
5.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah praktikan harus teliti agar mendapat
hasil yang tepat. Dalam menggunakan alat dan bahan, praktikan juga harus
berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bronk. 1994. Biochemistry. New York: Frentice–Hall.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Fessenden. 1984. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Fried, G. H dan Hademenos G. J. 2006. Schaum’s Outlines: Biologi. Jakarta:
Erlangga.
Hermanto, Sandra, Anna Muawanah dan Prita Wardhani. 2000. Analisis Tingkat
Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan.
Vol. 3. No. 2.
Lakitan, Benyamin. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Lehninger, Albert L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Martin, A. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: UI Press.
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan
Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol. 2. No. 4. Hal. 154-160.
Senisedil, M. 1992. Kimia dan Petunjuk Praktikum Kimia Preparatif. Yogyakarta:
UGM Press.
Sistiawan, W. 2011. Modul Praktikum Biokimia. Sukabumi: Universitas
Muhammadiyah Sukabumi.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Suhardjo, Kusharto C. M. 2010. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa. Jakarta:
EGC.
Wiardani, Ni Komang, Pande Putu Sri Sugiani dan Ni Made Yuni Gumala. 2011.
Konsumsi Lemak Total, Lemak Jenuh, dan Kolesterol sebagai Faktor Risiko
13
Sindroma Metabolik pada Masyarakat Perkotaan di Denpasar. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia. Vol. 7. No. 3. Hal. 121-128.
14